Você está na página 1de 17

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang
Sejarah etimologis term ulum al-quran adalah susunan idhafah yang terdiri dari kata ulum dan kata al-quran. Secara bahasa term ulum al-quran dapat di maknai sebagai ilmu-ilmu al-quran. Term ulum merupakan bentuk jamak dari kata al-ilm (ilmu), yang merupakan lawan dari kata al-jahl (bodoh). Term al-ilm semakna dengan kata al-fanm dan kata al-marifah. Namun demikian, makna yang di kehendaki di sini adalah Pengetahuan terhadap sesuatu dengan sebenar-benarnya atau dengan di landasi keyakinan. Kemudi kata ilmu secara mutlak di artikan sebagai ilmu yang membahas suatu permasalahan dan pokok-pokoknya yang berkaitan dengan suatu bidang tertentu, seperti ilmu nahwu, ilmu tafsir, ilmu falak, ilmu al-quran, dan sebagainya. Sedangkan term al-quran bisa di maknai sebagaia kalam (firman) Allah yang sekaligus merupakan mukjizat, yang di turunksn kepada nabi Muhammad Saw dalam bahasa Arab, yang sampai kepada umat manusia dengan cara altawatur (langsung dari nabi Muhammad Saw kepada orang banyak), yang kemudian termaktub dalam bentuk mushaf, di mulai dari surat al-Fatihah dan di tutup dengan surat al-Nas. Sebagai sumber tertinggi ajaran islam, al-Quran sejak masa nabi Muhammad Saw, sudah di pelajari para sahabat dengan tujuan memahami kandungan ajarannya. Setelah Nabi Muhammad Saw wafat, para sahabat dan kemudian para tabiin terus berusaha memahami al-Quran. Hasilnya, pada masa tabi al-tabiin, para ulamak berhasil merumuskan beberapa disiplin ilmu keagamaan yang bersumber dari al-quran, dan ilmu-ilmu tersebut semakin berkembang pada masa-masa selanjutnya. Sebagai ilmu-ilmu itu berkembang menjadi disiplin ilmu keagamaan islam yang berdiri sendiri, seperti ilmu fiqih dan ilmu kala.

Di samping itu, banyak pula ilmu yang sangat erat hubungannya dengan al-quran. Para ulama ketika itu berusaha mendalami beberapa bagian tertentu dari al-quran sampai ke persoalan yang sekecil-kecilnya, sehingga melahirkan ilmuilmu tertentu pula. Setiap ilmu itu membahas aspek tertentu dari al-quran, seperti lafal-lafalnya, pengertiannya, sejarah turunnya, sejarah pembukaannya, bacabacaannya, Kemukjizatanya, dan sebagaianya, Diaiplin-disiplin ilmu seperti ini lah yang termasuk dalam kategori ulum al-quran. Sejarah terminologis, para ulama telah membuat definisi ulum al-quran dengan bervariatif, tergantung dari aspek-aspek pembahasan ilmu-ilmu al-Quran yang ingin di masukkan dalam denifisi, maka akan terlihat sangat komprehensif racikan definisinya itu, demikian sebaliknya. Muhammad Ali al-shabuni dalam kitab Al-tibyan fiulum al-Quran mendefinisikan ulum al-Quan sebagai berikut:

Yang di maksud dengan ulum al-Quran adalah ilmu yang membahas tentang segala sesuatu yamh ada kaitannya dengan al-Quran, baik dari swig nuzur, pegumpulan, tertib susunannya, pembukuannya, asbab al-nuzulnya, ayat makki dan madani, nasikh dan mansukh, mukhkam dan mutasyabih serta ilmuilmu lainnya yang terkait dengan al-Quran. Sedangkan al-zairqani dalam manabil al-irfan fi Ulum al-quran mendefinisikan Ulum al-quran sebagai:

Pembahasan-pembahasan masalah yang berhubungan dengan al-quran al-karim, dari segi turunnya, urut-urutnya, pengumpulanya, penulisannya, bacaannya, mukjizatnya, nasikh dan mansukhnya, dan penolakan/bantahan terhadap hal-hal yang bisa menimbulnkan keragu-raguan terhadap al-quran dan lain sebaianya. Dari define-definisi ulum al-quran tersebut di atas, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa ulum al-quran adalah sesuatu ilmu yang lengkap dan mencakup semua ilmu yang ada hubungannya dengan al-quran, baik berupa ilmu-ilmu agama, seperti ilmu tafsir, maupun berupa ilmu-ilmu bahasa arab seperti ilmu irab al-Quran. Ulum al-Quran berbeda dengan suatu ilmu yang merupakan cabang dari ulum al-Quran. Misalkan ilmu tafsir yang yang menitik beratkan pembahasannya penafsiran ayat-ayat al-quran. Ilmu Qiraat menitik beratkan pembahasanya pada cara membaca lafal-lafal al-quran. Sedang ulum al-quran membahas al-Quran darinsegala segi yang ada relevansinya dengan al-quran. Karena itu, ilmu itu diberi nama ulum al-quran.

BAB II PEMBAHASAN

1. SEJARAH PEMELIHARAAN KEMURNIAN AL-QURAN PADA ZAMAN KHALIFAH USTMAN BIN AFFAN A. Pemeliharaan Al-Quran Pada Masa Khalifah Ustman Pada masa kekhalifahan Usman bin Affan ra umat Islam mulai menyebarkan jihad Islam ke arah utara sampai Azerbaijan dan Armenia. Berasal dari suku kabilah dan provinsi yang beragama sejak awal pasukan tempur memiliki dialek yang berlainan. Nabi Muhammad SAW sendri memang telah mengajarkan membaca Al Quran berdasarkan dialek mereka masing-masing lantaran dirasa sulit untuk meninggalkan dialek mereka secara spontan. Namun kemudian adanya perbedaan dalam penyebutan atau membaca Al Quran yang kemudian menimbulkan kerancuan dan perselisihan dalam masyarakat. Bukhari meriwayatkan dari Anas bahwa Hudzaifah bin al-Yaman pernah datang kepada Usman, waktu itu Hudzaifah memimpin penduduk Syam dan Iraq dalam menaklukkan Armenia dan Azarbaijan, maka ia terkejut oleh perselisihan mereka (antara penduduk Syam dan Iraq) dalam qiraah 135, lalu ia berkata pada Usman, Selamatkanlah umat ini sebelum mereka berselisih sebagaimana perselisihan orang-orang Yahudi dan Nasrani. Maka Usman meminta pada Hafsah agar meminjamkan mushaf-nya untuk ditranskrip dalam beberapa mushaf kemudian Usman meminta pada Zaid bin Tsabit, Abdullah bin al-Zubair, Sad bin Abi Waqqashdan Abdul Rahman bin al-Harits bin Hisyamlalu mereka pun menterjemahkan kepada beberapa mushaf . Usman berkata kepada kepada 3 tokoh Quraisy tersebut, Apabila kalian bertiga berselisih dengan Zaid tentang sesuatu dari Al Quran maka tulislah ia dengan bahasa Quraisy karena ia diturunkan dengan bahasa mereka. Pesan ini mereka lakukan dengan baik. Kemudian setelah

penulisan beberapa mushaf tersebut maka dikirimkan setiap mushaf ke berbagai pusat Islam, masing-masing salinan Al Quran ini disediakan sebagai otoritas rujukan bagi masyarakat yang dari situ mereka membuat lagi salinannya dan kepadanya mereka merujukkan bila muncul perbedaan pembacaan mushaf antar kota. Adapun mushaf di Madinah sebagai mushaf al-Iman yang menjadi rujukan terakhir umat Islam. Ide tentang penyeragaman bacaan Al Quran sendiri digulirkan sahabat Huzaifah bin al Yaman. Kesaksian Huzaifah tentang perselisihan umat Islam disebabkan perbedaan bacaan ditanggapi oleh Usman dengan positif. Ia menyadari bahwa perbedaan bacaan ini muncul lantaran adanya perbedaan bacaan para guru yang mengajarinya berpangkal pada beberapa alternatif yang dimunculkan oleh sabatu ahruf. Dalam kaitan ini seperti yang dikutip Sirojuddin dalam Nur Faizah berkata bahwa Usman tidak bermaksud seperti maksud Abu bakar dalam mengumpulkan Al Quran namun hanya ingin menyatukan versi qiraat umat Islam ke dalam qiraat tetap yang diketahui berasal dari Rasulullah SAW serta membatalkan berbagai qiraat yang bukan dari beliau. Sehingga Usman telah memberikan ruang ragam dialeknya menjadi satu dialek saja yakni dialek quraisy. Adapun mushaf Hafsah binti Umar kelak dimusnahkan pada masa pemerintahan Marwan bin Hakam dari Dinasti Umayyah. Tindakan Marwan dilakukan demi mengamankan keseragaman mushaf Al Quran yang telah diupayakan oleh Khalifah Usman serta untuk menghindari keragu-raguan umat Islam di masa yang akan datang terhadap mushaf Al Quran jika masih terdapat dua macam mushaf yakni mushaf Usman dan mushaf Hafsah. Az Zargani sendiri mencatat bahwa ciri-ciri mushaf yang di salin pada Khalifah Usman adalah sebagai berikut: a. Ayat-ayat Al-quran yang terulis didalamnya seluruhnya berdasarkan riwayat yang mutawatir berasal dari rasululllah. b. Tidak terdapat di dalamnya ayat-ayat Al-quran yang mansukh atau dinaskh bacaannya

c. Susunan menurut urutan wahyu d. Tidak terdapat didalamnya yang tidak tergolong pada Al-quran seperti yang di tulis oleh sebagian sahabat dalam mushab masing-masing sebagai penjelsan atau keterangan terhadap ayat-ayat tertentu e. Mushaf yang dituluis pada masa Khalifah Usman tersebut mencakup tujuh huruf dimana Al-quran diturunkan dengannya Dari penjelasan ini maka periodesasi pengumpulan Al Quran tersebut terdapat perbedaan yang prinsipil yang diutarakan oleh Az Zargani yakni: a) Penulisan Al Quran pada masa Nabi Muhammad dilakukan untuk mencatat dan menulis setiap wahyu yang diturunkan kepadanya dengan menertibkan ayat-ayat di dalam surah-surah tertentu sesuai dengan petunjuk Rasulullah SAW. b) Saat khalifah Abu Bakar pengumpulan tulisan-tulisan Al Quran menurut urutan turunnya wahyu, dikarenakan kekhawatiran banyaknya penghafal Quran yang meninggal dalam peperangan. c) Saat khalifah Usman dilakukan penyalinan mushaf menjadi beberapa mushaf dengan tertib ayat maupun surahnya sebagaimana yang ada sekarang, dikarenakan adanya perpecahan dikalangan umat Islam dipicu oleh perbedaan qiraat Al Quran. Kondisi umat Islam sesudah adanya mushaf yang dilakukan pada khalifah Usman sendiri sangat hati-hati, cermat dan teliti ketika menyalin dengan bahasa mereka. Salah satunya terlihat pada gubernur Mesir Abdul Aziz ibn Marwan yang menyuruh orang untuk menunjukkan bahwa suatu kesalahan dalam salinan tersebut jika terjadi kesalahan maka berikan padanya seekor kuda dan 30 dinar, diantaranya yang memeriksa adalah seorang qori yang dapat menunjukkan suatu kesalahan yaitu kesalahan najah padahal sebenarnya najah. Mushaf Usmani tidak memakai tanda baca seperti titik dan syakal karena semata-mata didasarkan pada watak pembawaan orang-orang Arab murni di mana mereka tidak memerlukan syakal, titik dan tanda baca lainnya seperti yang kita kenal sekarang ini. Pada masa itu tulisan hanya terdiri atas beberapa simbol dasar,

hanya melukiskan struktur konsonan dari sebuah kata yang sering menimbulkan kekaburan lantaran hanya berbentuk garis lurus semata. Ketika bahasa Arab mulai mendapat berbagai pengaruh dari luar karena bercampur dengan bahasa lainnya maka para penguasa mulai melakukan perbaikan-perbaikan yang membantu cara membaca yang benar. Perlunya pembubuhan tanda baca dalam penulisan Quran mulai dirasakan ketika Ziyad bin Samiyah menjadi gubernur Basrah pada masa pemerintahan khalifah Muawiyah bin Abi Sufyan (661-680M). Ia melihat telah terjadi kesalahan di kalangan kaum muslimin dalam membaca Al quran. Sebagai contoh kesalahan dalam membaca firma Allah SWT dalam surat 9:3 . Melihat kenyataan seperti itu Ziyad meminta Abu al-Aswad al Duali untuk memberikan syakal. Ia memberi tanda fathah atau tanda bunyi (a) dengan membubuhkan tanda titik satu di atas huruf, tanda kasrah atau tanda bunyi (i) dengan membubuhkan tanda titik satu dibawah huruf, tanda dammah atau tanda bunyi (u) dengan membubuhkan tanda titik satu terletak di antara bagian-bagian huruf sementara tanda sukun atau tanda konsonan (huruf mati) ditulis dengan cara tidak membubuhkan tanda apa-apa pada huruf yang bersangkutan Kemudian tanda baca Abu Al-Aswad tersebut disempurnakan lagi oleh ulama sesudahnya pada masa dinasti Abbasiyah yaitu oleh al-Khalil bin Ahmad. Ia bersependapat bahwa asal usul fathah ialah alif, kasrah dan ya dan dammah adalah wawu. Kemudian fathah dilambangkan dengan tanda sempang di atas huruf, kasrah di bawah huruf dan dammah dengan wawu kecil di atas huruf sedangkan tanwin dengan mendobelkannya. Ia juga memberi tanda pada tempat alif yang dibuang dengan warna merah, pada tempat hamzah yang dibuang dengan hamzah warna merah tanpa huruf. Pada nun dan tanwin yang berhadapan dengan huruf ba diberi tanda iqlab dengan warna merah. Nun dan tanwin berhadapan dengan huruf halqiyah diberi tanda sukun dengan warna merah. Begitu pula pada masa khalifah Bani Umayyah yang kelima, Abdul Malik bin Marwan memerintahkan seorang ulama bernama al-Hajjaj bin Yusuf as-Saqafi untuk menciptakan tanda-tanda huruf Quran. Untuk mewujudkan hal tesebut

diberikan tugas tersebut al-Hajjaj menugaskan kepada Nasr bin Ashin dan Yahya bin Yamur. Akhirnya mereka berhasil menciptakan tanda-tanda pada huruf Al Quran dengan membubuhkan titik pada huruf-huruf yang serupa untuk membedakan huruf yang satu dengan yang lainnya. Misalnya, huruf dal dengan huruf zal, huruf ba dengan huruf ta dan huruf sa. Demikianlah huruf-huruf sebagaimana yang kita kenal seperti saat ini. Jadi tampak bahwa perbaikkan Rasm al-Usmani terjadi melalui tiga proses yakni : 1. Pemberian syakal yang dilakukan oleh Abu al-Aswad al-Duali 2. Pemberian ajam, titik yang dilakukan oleh Abdul Malik bin Marwan dan al-Hajjaj 3. Perubahan syakal pemberian Abu al-Aswad ad-Duali menjadi seperti sekarang ini yang dilakukan oleh al-Khalil B. Pengumpulan Al-Quran Pada Masa Khalifah Ustman bin Affan Ketika tampuk Kekhalifahan Ustman bin affan, Islam telah tersebar diberbagai pelosok negeri,dan para sahabat Rasul telah tersebar diberbagai Wilayah tersebut. Mereka mengajarkan Al-Quran dan pengetahuan agama kepada penduduk setempat. setiap sahabat mengajarkan Al-Quran dengan tujuh dialek sebagaimana yang telah diterima dari Rasulullah,sehingga masimg-masing penduduk memiliki bacaan yang berbeda-beda. Ketika pasukan Muslim mulai mengarahkan konsentrasinya kepada penaklukkan Armenia dan Azarbaijan, pasukan ini terdiri dari penduduk Syam dan Iraq.terjadilah pertentangan dan perpecahan antara mereka. Peristiwa tersebut terekam dalam suatu hadist yang diriwayatkan oleh Bukhari dalam shahihnya dengan isnad Ibnu Syihab, Disaat-saat pasukan Syam bersama pasukan Irak berperang membela dakwah agama Islam diArmenia dan Azarbaijan, Hudzaifah Bin Al- yaman datang menghadap khalifah Ustma bin Affan untuk mengatarkan kekhawatirannya tentang perbedaan bacaan Al-Quran dikalangan muslimin. Hudzaifah berkata: Ya

amirul muminin, persatukanlah segera umat ini sebelum mereka berselisih mengenai Kitabullah sebagainmana yang telah terjadi dikalangan Yahudi dan Nasrani. Khalifah kemudian sepucuk surat kepada Hafshah. Berisi permintaan agar Hafshah mengirimkan mushaf yang disimpannnya untuk disalin menjadi beberapa naskah.kemudian naskah dikembalikan lagi. Khalifah kemudian memerintahkan Zaid bin tsabit,Abdullah bin Zubair,Said bin Al-Ash dan Abda arrabman bin Al-harist bin hisyam supaya bekerja sama untuk menyalin mushaf menjadi beberapa naskah.Kepada tiga Quraisy diantara mereka itu Ustman berpesan kalau terjadi perdedaan diantarakalian dan Zaid bin Tsabit mengenai sesuatu tentang AL-Quran, maka tulisalah menurut dialek Quraisy,karena AlQuran diturunkan dalam bahasa mereka.mereka lalu melaksanakan tugas itu sehingga berhasil menyalin mushaf menjadi beberapa naskah.kemudian mushaf dikembalikan kepada hafshah,sedangkan naskah salinannya dikirim diberbagai kawasan Islam. bersamaan dengan itu khalifah memerintahkan supaya catatan ayat-ayat Al-Quran lain yang bertebaran dikalangan muslim segera dibakar. Perbadaan dalam bacaan Al-Quran iu ternyata tidak terjadi ditempat-tempat yang jauh dari Madinah saja, Madinah sendiri juga terjadi hal serupa, sebagaimana terekam dalam sebuah riwayat: Pada masa pemerintahan Ustman, para Guru mengajarkan Quran menurut bacaan ini atau bacaan ini kepada muridnya. Melihat kondisi umat islam yang seperti itu, maka khalifah Ustman pun bertindak tegas untuk membuat kitab induk yang nantinya yang diharapkan dapat mempersatukan kaum muslimin yang berselisih tentang Al-Quran. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan yang berkaitan dengan kodifiksi Al-Quran pada masa Khalifah Ustman bin Affan, diantaranya: 1. Yang mendorong Ustman untuk melakukan penyalinan mushaf Hafshah adalah adanya varian bacaan dari kalangan muslimin. 2. Komisi yang bertugas untuk menyalin mushaf terdiri dari empat orang sahabat yang terkemuka dan terpecaya, tiga diantaranya dari kaum Quraisy yaitu Abdullah Ibn Zubair, Said Ibn al-ash, dan Abd ar-rahmanIbn AlHaris Ibn Al- Hisyam, dan dari kaum anshar, yaitu Zaid bin Tsabit dan keempat orang sahabat Nabi. ketiga sahabat Nabi yang berasal dari

Quraisy itulah yang oleh Blacere dianggap sebagai orang-orang aristrokat, yaitu sebutan yang juga dilontarkan oleh khalifah Ustman bin Affan. Blacere menambahkan bahwa antara ketiga sahabat tersebut memilki hubungan familiar dengan khalifah Ustman bin Affaan, dan antara mereka mempunyai kepentingan bersama. Nampaknya Blacere dalam hal ini tidak konsisten mengenai ucapannya, sebab ternyata pada akhirnya ia harus mengakui kesalahan diantara anggota-anggota komisi ini dan sikap mereka yang hati-hati dalam melaksanakan tugasnya. 3. Komisi yang dibentuk oleh Ustman bin Affan yang terdiri dari empat orang sahabat tersebut mulai melaksanakan tugasnya pada tahun 25 H, dan menggunakan mushaf hafshah sebagai dasar salinan,yang pada hakikatnya komisi itu berdasar pada mushaf asli hasil kodifikasi atas perintah khalifa khalifa Abu Bakar al- Siddiq .Abu Abd Allah al-musahabi mengatakan: .... Mushaf itu yang kemudian ditulis menjadi Al-Quran pada awalnya berada pada Abu Bakar al-sidiq sebagai Kitab induk,dan tidak pernah lepas dari tangannya sampai akhir hayatnya,demikian juga ketika berada ditangan Umar , mushaf itupun tidak lepas hingga akhir hayatnya kemudian mushaf itu berada pad atangan Hafshah,pada masa kekhalifahan Ustman bin Affan mushaf diperlukan untuk penyeragaman bacaan AlQuran.oleh Ustman, mushaf itu diambil dan disalin menjadi beberapa naskah..... 4. Panitia empat yang dibentuk oleh Ustman bin Affan dalam melakukan tugasnya harus barpegang pada Bahasa Arab dialek Quraisy , karena AlQuran diturunkan dalam Bahasa Arab dialek Al-Quran yaitu: dialek yang diutamakan bagi penulisa nash Al-Quran. 5. Setelah tim menyelesaikan tugasnya, lalu Khalifah Ustman bin Affan mengirimkan salinan mushaf hasil kerja komisi empat orang tersebut keberbagai Daerah, para Ulama berselisih pendapat tentang jumlah pendapat yang dikirim tersebut. Menurut Abu Amr al-Dani, bahwa Ustman memproduksi mushaf Hafshah menjadi empat naskah, tiga

naskah dikirim keKuffah,Bashrah,dan Syam sedangkan sisanya disimpan

10

Ustman sendiri.Adapun tujuan dibuatnya salinan itu adalah untuk neniadakan perbrdaan dan pertentangan mengenai cara membaca AlQuran. Beberapa sebab mengapa Ustman bin Affan tidak mengikutkan Abdullah ibn Masud dalam kepanitiaan yang dibentuknya,diantaranya: 1. Penyalinan Al-Quran dilakukan diMadinah sedangkan waktu itu Ibn Masud berada di Kuffah. 2. Tujuan Ustman sebenarnya hanya menyalin mushab yang pernah dikumpulkan pada ra Abu Bakar al-Shiddiq kemudian memperbanyaknya sedangkan mengupulkan Al-quran pada masa Abu Bakar adalah Zaid Bin Tsabit, jadi Zaid lebih mempunyai prioritas di bandingkan yang lain. 3. Ustman merasa cukup degan adanya Zaid bin Tsabit tanpa menyertakan Ibn Masud. 4. Zaid orang yang terkenal dengan kesempurnaaan agamanya,terpuji akhlaknya,Adil dan cerdas. Zaid juga mempunyai kelebihan sebagaimana Ibn Masud yang termasuk dalam enam orang sahabat yang ahli memberi fatwa,yaitu: Umar Ibn Khattab, Ali Ibn Abi Thalib,Ibn Masud, Ubay Ibn Kaab, Abu Musa al-Asyari, dan Zaid bin Tsabit. 5. Tidak diikutsertakannya Ibn Masud dalam kepanitiaan karena danya perselisihan pendapat antara ulama dengan Ibn Masud. Seperti tidakkesetujuan Ibn Masud terhadap Utsman yang banyak mengangakat kaum kerabatnya sebagai amirdan penjabat Negara.dan hal-hal lain dari sikap Ustman sebagai khalifah yang membuat Ibn Masud tidak cocok terhadap Utsman. C. Penyempurnaan Mushaf Ustmani Penuliasan Al-Quran dalam mushaf Utsmani tidaklah sama dengan bentuk penulisan Al-Quran yang ada ditangan kita seperti sekarang ini. Dalam mushaf Utsmani belum dicantumkan beberapa tanda baca seperti kharakat (syakl), dan juga tanda titik (nuqhtah,keadaan mushaf yang demikian itu bertahan sampai 40 tahun lebih lamanya hingga masa kekhalifahan Abd al-malik. Cara penulisan

11

Al- Quran yang demikian itu dapat memungkinkan terjadinya berbagai macam kekeliruan dalam membaca Al-Quran, khususnya bagi kaum muslimin yang hidupnya jauh dari masa kenabian,mereka sudah berbaur menjadi satu antara orang-orang Arab asli dengan orang-orang non Arab (Ajamiyah) yang pada akhirnya, bahasa ajam mulai mempengaruhi kemurnian dan keaslian bahasa AlQuran. Untuk mengatisipasi terjadinya kekeliruan dalam membaca A-quran, lalu dimulai kegiatan pembubuhan tanda baca dalam Al-quran. Kegiatan itu dipelopori oleh Abu al-Aswadal al-Duali, yaitu orang yang pertama kali meletakkan tata Bahasa Arab atas perintah Khalifah Ali bin Abi Thalib. suatu ketika beliau seseorang yang membaca firman Allah dalam Q.s al-Taubah:3, Annalaha bariun minsl musyrikina wa rasuluhu ( Bahwasanya Allah dan RasulNya memutuskan hubungan dengan kaum musyrikin). Setelah kejadian itu, lalu Abu al-Aswad al-Duali pergi ke Bashrah untuk menemui Ziyad Ibn Samiyyah, seorang Gubernur pada masa kekhalifahan Muawiyyah bin Abi Sofyan,kepada Ziyad bekiau berkata : Aku bersedia memenuhi permintaan anda. Sejak itu, mulailah ia bekerja dan dengan ijtihadnya ia berhasil menciptakan tanda baca fathah dengan membubukan titik satu diatas huruf, tanda kasrah dengan memebubuhkan titik satu dibawah huruf,dhommah dengan membubuhkan titik diantara bagian-bagian huruf,dan sukun dengan cara membubuhkan tanda titik dua. Untuk usaha menyempurnakan tanda-tanda baca dalam penulisan alQuran tidak berhanti begitu saja, melainkan terus dilanjutkan pada masa kekhalifahan Abd al-Malik ibn Marwah ( 685-705 ) beliau memerintahkan seseorang ulama yang bernama Al Hajjaj Ibn Yusuf al-Saqafi untuk menciptakan tanda-tanda huruF ( nuqhtah ) al-Quran. Al-Hajjaj kemudian menugaskan kepada Nasr Ibn Ashim dan Yahjah Ibn Yamar ( muridnya), pada akhirnya keduanya berhasil menciptakan tanda-tanda huruf Al-Quran.

12

Usaha tersebut tidak semulus yang diharapkan, karena pada sampai akhir abad 3 H para ulama masih banyak yang berselisih pendapat tentang boleh tidaknya penggunaan tanda titik dan tanda baca dalam mushaf. Ketika pada masa Tabi al-tabiin usaha penyempurnaan tersebut mulai mendapat angin segar, ketika Imam malik membolehkan tanda baca berupa titik, meskipun demikian tidak sedikit pula yang tidak menyukai peletakkan tanda baca pada mushaf. Diantara mereka yang memebolehakan adalah al-Halim, dengan menngatakan: Tidak diperbolehkannya menuliskan tanda pada tiap sepuluh ayat atau lima ayat, nama surah dan bilangan ayat didalam mushaf,karena perkataan Ibn Masud : murnikanlah Al-Quran. Adapun pembubuhan titik-titik pada mushaf boleh dilakukan, karena titik tidak mempunyai bentuk yang menyesatkan antara yang alquran dengan yang bukan al-quran.tidak merupakan petunjuk atas keadaan sebuah huruf yang dibaca sehingga dibolehkan untuk orang yang memerlukan. Pada zaman berikutnya banyak orang muslim yang sebelumnya ditolak dan ditentang. Yaitu penggunaan tanda baca titik dan syakl pada penulisan mushaf. Kemudian pada perkembangan selanjutnya para ulama berusaha membuat tanda-tanda pada tiap-tiap kepala surah, peletakan tanda yang memisahkan antara satu ayat dengan ayat lainnya ( fashilah ), pembagian Alquran menjadi juz-juz, dan juz-juz menjadi abzabdan dari abzab lagi menjadi arba. Menurut Subhi al-Shahih, al-quran untuk pertama kalinya dicetakdi Bunduqiyah ( venesia-Itali ) pada tahun 1530 M, namun ketika muushaf cetakan itu muncul, kekuasaan gereja mengeluarkan perintah untuk membasminya. Kemudian pada tahun 1694 M, Hinkelman mencetak mushaf dikota Hanburg. Lalu beberapa tahun kemudian, tahun 1698 Marraci juga mengikuti jejak Hinkelman, dengan mencetak mushaf dikota Padoue,Italia utara. Hal ini sanagat disayangkan, karena tidak da satupun dari mushaf tersebut sampai ketangan orang islam.

13

Kemudian pada tahun 1787 M berdiri percetakan Islam yang didirikan oleh Maulaya Ustman dikota Saint Petersbrourg, Rusia, kemudian di Qazan, bediri percetakan serupa. Kemudian di Iran terbit dua mushaf, sebuah dicetak Teheran tahun 1248 H / 1828 M, dan yang satunya di Tibris pada tahun 1248 H/ 1833 M. Setelah itu pada tahun 1834 M , Frugel mendirikan percetakan khusus untuk mencetak mushaf di Leipzig. Dan tidak lama kemudian muncul mushaf dalam bentuknya yang sangat kecil, indah dan sangat halus yang dicetak dan diterbitkan pada tahun 1342 H / 1932 M dibawah pengawasan Syeikh al-Azhar, dan diakui serta disahkan oleh sebuah panitia kusus yang dibentuk oleh Raja Fuad I. Mushaf tersebut ditulis dan disusun sesuai dengan riwayat Hafs mengenai Qiraat Ashim. Mushaf ini disambut baik oleh dunia Islam, shingga setiap tahunnya mushaf tersebut dicetak berjuta-juta eksemplar, dan merupakan satusatunya mushaf yang beredar dikalangan umat Islam. D. Perbedaan Antara Pengumpulan Al-Quran di Masa Abu Bakar dan Utsman Pengumpulan Al-Quran Abu Bakar berbeda dengan pengumpulan AlQuran yang dilakukan Utsman bin Affan, baik dalam hal latar belakang (motivasi) maupun metodenya. Motivasi Abu Bakar adalah kekhawatiran beliau akan hilangnya Al-quran karena banyaknya para Quraa yang gugur dalam peperangan. Sedangkan motivasi Utsman bin Affan adalah karena banyaknya perbedaan (yang berujung pada konflik) dalam cara-cara membaca Al-Quran yang terjadi diberbagai wilayah kekuasaan Islam yang disaksikannya sendiri. Puncaknya mereka saling menyalahkan satu sama lain. Pengumpulan Al-Quran yang dilakukan Abu Bakar ialah memindahkan semua tulisan atau catatan Al-Quran yang semula bertebaran di kulit binatang, tulang belulang , pelepah kurma, dan sebagainya, kemudian dikumpulkan dalam satu musha. Tulisan-tulisan tersebut dikumpukan dengan ayat-ayat dan suratsuratnya yang tersusun serta terbatas pada bacaan yang tidak di mansukh dan mencangkup tujuh huruf sebagaimana ketika Al-Quran itu diturunkan.

14

Pengumpulan yang dilakukan Utsman adalah menyalinya dalam satu huruf diantara ketujuh huruf itu, untuk mempersatukan kaum muslimin dalam satu mushaf dan satu mushaf yang mereka baca tanpa enam huruf lainnya. Ibn At-Tin dan yang lain mengatakan, perbedaan antara pengumpulan Abu Bakar dengan pengumpulan Utsman ialah bahwa pengumpulan yang dilakukan Abu Bakar disebabkan oleh kekhawatiran akan hilangnya sebagia Al-Quran karena kematian para penghafalnya, sebab ketika itu Al-Quran belum berkumpul disatu tempat.lalu Abu Bakar mengumpulkannya dalam lembaran-lembaran dengan menerbitkan ayat-ayat dab suratnya. sesuai dengan petunjuk Rasulullah kepada mereka. Al- Harist Al-Muhasibi mengatakan,yang masyur dikalangan banyak ialah bahwa pengumpul Al-Quran itu adalah Utsman. sebenarnya tidak, Utsman hanyalah berusaha menyatukan umat pada satu macam Qiraat. Itupun atas dasar kesepakatan antara dia dengan kaum muhajirin da anshar yang hadir dihadapannya. Para ulama berbeda pendapat tentang jumlah mushaf yang dikirimkan ustman keberbagai daerah: a. Ada yang mengatakan : jumlahnya tujuh buah mushaf. Dikirimkan ke Mekkah, Syam, Bashrah, Kuffah, Yaman , Bahrain,dan Madinah. Ibn Abu Dawud mengatakan, Aku mendengar Abi Hatim As-Sijistani berkata, Telah ditulis tujuh buah mushaf, lalu dikirimkan ke Mekkah, Syam, Yaman, Bahrain, Bashrah, Kuffah, dan sebuah ditahan di Madinah. b. Dikatakan pula, jumlahnya ada empat buah, masing-masing dikirimkan keIrak, Syam, Mesir, dan mushaf Imam; atau dikirimkan ke Kufah, Bashrah, Syam dan mushaf Imam . c. Ada juga yang mengatakan bahwa jumlahnya ada lima mushaf. Menurut As-Suyuthi, pendapat inilah yang masyur. Mushaf-mushaf yang ditulis oleh Utsman sekarang hampir tidak ditemukan sebuah pun juga. Keterangan yang dikatakan Ibn Katsir dalam kitabnya Fadhail Al-Quran menyatakan, bahwa ia menemukan satu diantaranya diMasjd

15

Damaskus di Syam. Mushaf itu ditulis pada lembaran Yang yang menurutnya terbuat dari kulit unta, dan dikatakan bahwa mushaf itu terbakar di Masjid Damaskus. Jamu Al-Quran (pengumpulan Al-Quran ) oleh Utsman ini disebut dengan jamu Al-Quran yang ktiga pada tahun 25 H. Satu kelompok Syiah yang ekstrim menuduh Abu Bakar, Utsman bin Affan telah mengubah Al-Quran serta menggugurkan beberapa ayat dan suratnya, mereka telah mengganti dengan lafal Ummatun hiya arba min ummatin,satu umat yang lebih banyak jumlahnya dari umat yang lain (An- Nahl:62) asalnya adalah Aimmatun hiya azka min amatikum , Imam-imam yang lebih suci dari pada imam-imam kamu. Jawaban dari terhadap masalah ini adalah bahwasanya tuduhan tersebut merupakan tuduhan batil, tanpa ada dasar dan tidak argumantatif. Al Quran sendiri pertama kali dicetak di Hamburg Jerman pada 1113 H. Salah satu mushaf hasil cetakan pertama ini konon terdapat di Dar al-Kutub alArabiyah, Kairo Mesir. Sementara di Turki pertama kali dicetak pada 1129 H kemudian menyusul di Iran 1248H. Madinah saat ini terdapat percetakan Al Quran yang diklaim terbesar di dunia. Percetakan itu mulai dibangun oleh Raja Fahd pada tanggal 2 November 1982. Pada Oktober 1984 dimulai diproduksi dengan berbagai ukuran, dengan komplek yang lengkap mulai dari masjid, show room produksi sekaligus toko tempat penjualan, asrama karyawan, klinik dan perpustakaan. Percetakan ini juga mencetak dan menterjemahkan al-Quran ke dalam 50 bahasa di dunia termasuk bahasa Indonesia. Al Quran disini dicetak di percetakan dan dibagikan secara gratis ke seluruh dunia seperti melalui masjid-masjid. Demikian juga yang dibagikan kepada jamaah haji, mereka akan mendapatkan Al Quran secara gratis pada waktu hendak naik pesawat terbang untuk kembali ke negeri mereka masing-masing.

16

DAFTAR PUSTAKA

1. Abduh, Muhammad, tafsir Al-Quran al-Hakim (tafsir al-Manar), Jus.1,Beirut: Dar al-Marifah,1325 H 2. Abdushshamad, Muhammad Kamil, Mukjizat ilmiah dalam al-quran, terj. Alimin, Lc,M.Ag, dkk., Jakarta : Akbar, 2002 3. www.Dalam ulumul Quran:http/google.com 4. Syakir, Muhammad, Tafsir Ath.Thabari. Muhammad bin Abdillah, Jakarta : ilmu-ilmu Al-quran, 1993

17

Você também pode gostar