Você está na página 1de 26

HERMENEUTIK DALAM PUISI EMHA AINUN NAJIB SATU KEKASIH A.

Pendahuluan Puisi sebagai bagian bayi kebudayaan lahir dari rahim penyairya. Puisi bisa hidup, bisa pula mati sebelum dimaknai pembacanya. Tergantung dari seberapa jauh para penyair merawatnya. Puisi membutuhkan konsistensi, bukan sekadar rangkaian kata-kata tanpa pesan. Dengan intuisi, akal budi dan perasaannya, manusia bisa menangkap pesan-pesan dalam puisi meski tidak semuanya dapat dipahami secara utuh. Masing-masing individu punya daya tangkap dan pemahaman yang berbeda dalam mengapresiasi sebuah puisi. Ketika sebuah puisi dibaca seratus orang, maka boleh jadi akan menimbulkan seribu penafsiran dan mungkin penemuan makna baru secara tak terduga. Puisi lahir dengan karakternya sendiri yang multi interpretasi. Tubuh puisi boleh jadi merupakan wilayah yang sangat prifat, bahkan mungkin gelap. Hanya si penyairnya yang tahu persis makna puisi yang ditulisnya. Lewat kekuatan metafora dan racikan bahasanya yang khas, seorang penyair bisa melahirkan puisi. Bisa menghibur diri dan menghadirkan kejutan bagi pembacanya. Pembaca boleh jadi mengalami ketidakberdayaan ketika harus memahami puisi yang dibacanya, lantas menggerutu lantaran tidak sepenuhnya paham dengan katakata yang diracik si penyair.Hal itu bukanlah persoalan baru. Sejak dahulu kehadiran puisi selalu mengundang tanda tanya, ketidakmengertian dan mungkin kekaguman bagi pembacanya (baca: orang lain). Jangankan orang lain, penyairnya

sendiri boleh jadi tidak tahu persis apa makna yang tersirat dalam puisi yang ditulisnya. Lantas apa sesungguhnya makna kelahiran sebuah puisi jika akhirnya menjelma menjadi karya gelap dan tidak bisa dipahami secara utuh? Untuk apa penyair menulis puisi dan harus bersitegang dengan dirinya, dengan lingkungannya, jika akhirnya puisi dicampakkan begitu saja ke keranjang sampah lantaran tidak dipahami maknanya? Boleh-boleh saja seseorang berpandangan ekstrim dan menganggap proses kelahiran puisi tak terubahnya seseorang yang sedang bang air besar. Ketika rasa mules sudah tak tertahankan lagi, lantas ruang WC menjadi tempat pelarian paling rasional. Jika demikian, puisi tak ubahnya seonggok sampah yang keluar dari tubuh yang kotor dan menjijikan. Meskipun sesuatu yang menjijikan tak selamanya buruk. Atau barangkali ada pula pihak yang menempatkan kerja penyair dengan mengibaratkannya sebagai wanita yang mengandung bayi dalam rahimnya. Sekian waktu ia harus bergulat dengan rasa sakit yang tak tertahankan, perut mulas, ngidam, dan selanjutnya melahirkan bayi suci. Mengandaikan sebuah puisi dengan seorang bayi barangkali terlalu berlebihan. Namun, paling tidak, metafora ini bisa dipahami sebagai sebuah penghormatan terhadap kerja seorang penyair dalam meresapi dan memahami kehidupan ini.Puisi adalah sebuah pernyataan, sebuah sikap, saksi kehidupan, bahkan bisa juga menjelma sebagai ikrar jiwa jika ditulis dengan penuh kesungguhan dan tanggung jawab. Tanggung jawab penyair terhadap puisi yang ditulisnya tidak sekadar pada konsistensinya dalam melahirkan ide-ide

puisi, melainkan pada kejujurannya dalam berekspresi menyelaraskan antara kata dengan perbuatan. Jika prinsip etis kepenyairan ini dilanggar, maka ia sendiri yang akan menanggung akibatnya: si penyair akan di-cap sebagai pendusta yang lupa dengan kata-kata yang diucapkannya, bahkan bisa menjadi mediator kerja setan (baca Quran Surah Asyuara). Kerja kepenyairan merupakan perjuangan mengisi ruang hidup dengan nilai-nilai kereatifitas. Penyair punya banyak kesempatan untuk mengomentari kehidupan ini. Bebas menyanjung Tuhan, mengritik penguasa zalim, meninabobokkan kekasih, ngidung riye-riyep, mengajak demo, dan sebagainya. Ketika proses kreatifitas itu berlangsung, seorang penyair bisa mengerahkan seluruh kekuatannya untuk menganyam kata, menambang nilai-nilai dan makna kehidupan. Tugas penyair adalah mencari mutiara-mutiara kehidupan yang tersembunyi di jagad raya ini. Ketika mutiara-mutiara ini berhasil ditemukan, lantas sang penyair

menyampaikannya ke ranah publik menjadi santapan masyarakat. Dan masyarakat bebas menilai puisi itu sesuai kadar pemahamannya sendiri-sendiri. Bahasa puisi sebagai alat penyampai gagasan meniscayakan seorang penyair untuk pandai merangkai kata seindah mungkin tanpa meninggalkan tugas utamanya menjaga amanah kehidupan. Bagaimanapun, penyair bukanlah juru kampanye, bukan guru, bukan arator, meski ia bisa menjalani profesi apa saja. Penyair berusaha menambang nilai-nilai keindahan dan kebajikan. Dengan bekal hati nurani, penyair bisa bersuara secara jujur menceritakan apa yang sedang terjadi, atau barangkali mengungkapkan sesuatu yang tidak disadari orang lain.

Praktik kezaliman, perselingkuhan penguasa, kemunafikan, dan lain-lain yang tidak disadari khalayak umum, bisa jadi diketahui oleh penyair. Penyair bisa menangkap sinyal-sinyal ketidakadilan dan kebobrokan dunia, lantas ia bersuara meski hanya lewat bait-bait puisi. Sebagai manusia biasa, peyair pun bisa terjebak dan berselingkuh dengan keadaan. Ia bisa saja menghianati kenyataan dan bersikap pengecut: tidak berani bersuara dengan jujur dan apa adanya meski ia menemukan sejumlah ketidakberesan yang membahayakan kehidupan masyarakat. Penyair bisa saja takut dipenjara atau dibunuh oleh musuhnya yang tidak ingin kejahatannya terbongkar. Ia lebih memilih menulis dan merancang puisi melankolis untuk kepentingan-kepentingan pragmatis. Ia tidak ingin bernasib tragis seperti Wiji Thukul yang diculik tak jelas rimbanya, atau seperti WS Rendra dan Emha Ainun Nadjib yang dicekal kebebasannya. Persoalan baik-buruknya kualitas puisi tentu saja tergantung dari tinggi rendahnya daya apresiasi pembaca. Sebuah puisi karya penyair tertentu boleh jadi dianggap bagus dan berkualitas oleh kalangan tertentu, tetapi oleh kalangan lain bisa sebaliknya. Pemahaman dan penilaian terhadap puisi sering dipengaruhi unsur subyektifitas. Tetapi kejujuran dalam membaca dan memahami puisi barangkali bisa dijadikan pijakan awal untuk mengapresiasi karya puisi sekaligus memahami kelahiran puisi itu sendiri sebagai bayi kebudayaan. Puisi merupakan karya seni yang tidak saja berhubungan dengan masalah bahasa, tetapi juga berhubungan dengan masalah jiwa. Oleh sebab itu, Slamet Mulyana (1956) memberi batasan puisi dengan menggunakan pendekatan

psikolinguistik. Dengan pendekatan itu, Slamet Mulyana menyimpulkan bahwa puisi adalah sintesis dari berbagai peristiwa bahasa yang telah tersaring semurnimurninya dan berbagai proses jiwa yang mencari hakikat pengalamannya, tersusun dengan sistem korespondensi dalam salah satu bentuk. Marjorie Boulton (1979) membagi anatomi puisi atas dua bagian, yaitu bentuk fisik dan bentuk mental. Namun Boulton mengaku bahwa adalah tidak mungkin untuk membedakan bentuk fisik dengan bentuk mental secara komplit karena kedua bentuk itu berinterrelasi satu dengan yang lain. Oleh sebab itu bila kita harus membicarakan bentuk fisik dan bentuk mental sebuah puisi maka dalam pembicaraan tidak dapat dilihat pertalian satu sama lain. Bentuk fisik puisi mencakup penampilannya di atas kertas dalam bentuk nada dan larik puisi; termasuk ke dalamnya irama, sajak, intonasi, pengulangan, dan perangkat kebahasaan lainnya. Bentuk mental terdiri dari tema, urutan logis, pola asosiasi, satuan arti yang dilambangkan, dan pola-pola citra dan emosi. Kedua bentuk ini, yaitu bentuk fisik dan bentuk mental, terjalin dan terkombinasi secara utuh yang membentuk dan memungkinkan sebuah puisi itu memantulkan makna, keindahan, dan imajinasi bagi pembacanya. Bentuk fisik dan mental sebuah puisi pada dasarnya dapat pula dilihat sebagai satu kesatuan yang terdiri dari tiga lapisan. a. Lapisan bunyi, yakni lapisan lambang-lambang bahasa sastra. Lapisan pertama inilah yang kita sebut sebagai bentuk fisik puisi.

b. Lapisan arti, yakni sejumlah arti yang dilambangkan oleh struktur atau lapisan permukaan yang terdiri dari lapisan bunyi bahasa. c. Lapisan tema, yakni suatu dunia pengucapan karya sastra, sesuatu yang menjadi tujuan penyair, atau sesuatu efek tertentu yang didambakan penyair. Lapisan arti dan tema inilah yang dapat dianggap sebagai bentuk mental sebuah puisi. Ketiga lapisan itu saling bertautan, lapisan bunyi menimbulkan lapisan arti, lapisan arti menimbulkan lapisan tema. Bila lapisan bunyi yang merupakan lapisan permukaan tidak ada, atau katakanlah berantakan, sedangkan lapisan arti tidak ada pula, maka dengan sendirinya lapisan tema pun tidak ada, malahan puisi itu sendiri tidak pernah ada, atau kalau pun ada, tidak dapat dikatakan sebagai sebuah puisi. Oleh sebab itu lapisan pertama yang berupa lapisan bunyi sebuah puisi amat penting; lapisan pertama itu betapapun baiknya tidak akan menimbulkan suatu totalitas yang baik dan sempurna, manakala lapisan pertama itu tidak mampu melahirkan lapisan kedua dan ketiga yang baik. Dengan kata lain, sebuah puisi itu merupakan suatu totalitas. Sebagai suatu totalitas amatlah sukar membicarakan unsur-unsurnya satu persatu, tanpa memperlihatkan kaitan satu sama lain. Tetapi untuk kepentingan akademis, bukan kepentingan apresiasif atau efektif, pembicaraan unsur-unsur itu dilakukan untuk melihat dan mengetahui anatomi puisi itu satu persatu, bagian demi bagian, dalam rangka menambah pemahaman dalam melihatnya sebagai suatu keseluruhan.

Pada kesempatan kali ini, kelompok kami akan mengaji salah satu di antara tiga lapisan puisi, yakni lapisan tema. Dari beberapa puisi karya Emha Ainun Najib, kami memilih salah satu di antaranya, yakni puisi yang berjudul Doa Kesakitan. Puisi tersebut mengusung tema ketuhanan dan akan kami sajikan melalui pendekatan psikolinguistik. Setiap penyair atau penulis puisi membuat definisi masing-masing tentang puisi, baik definisi itu dikemukakan secara eksplisit atau tidak. Yang jelas, bagaimanapun pengertian puisi yang terbentuk dalam pikiran mereka akan memberi pengaruh terhadap bentuk puisi yang diciptakannya dan sekaligus akan mempengaruhi pula mutu dan sifat puisi-puisi mereka. Perbedaan tentang makna yang diberikan terhadap kata puisi itu tidak terbatas pada penyair saja, lebih dari itu ia memberi pengertian yang berbeda-beda pula bagi setiap orang. B. Pendekatan Hermeneutik Akar kata "Hermeneutik" dalam bahasa atau fi'il Yunani "hermeneuein" bermakna menakwilkan (menafsirkan) dan dalam bentuk nomina "Hermeneid" bermaka takwil (tafsir). Dalam karya Aristoteles dijumpai kata Peri hermeneids yang menyangkut pembahasan proposisi proposisi dan kemudian dihubungkan dengan takwil. Kata ini dalam bentuk isim juga dijumpai dalam Teodhisi Udipus di Kulunus dan juga dalam karya-karya Plato. Kedua kata "Hermeneuein" dan "Hermeneid" ini di nisbahkan pada Tuhan pembawa pesan Yunani bernama "Hermes" dan secara lahiriah kata tersebut diambil darinya, dan mungkin juga sebaliknya. Nama Hermes berhubungan dengan tugas mengganti apa yang di atas pemahaman manusia ke dalam suatu bentuk di mana pikiran dan akal manusia dapat memahaminya.
7

Orang orang Yunani menghubungkan penemuan bahasa dan tulisan pada Hermes, yakni dua hal tersebut (bahasa dan tulisan) merupakan alat bagi manusia untuk memahami makna makna dan memindahkan pada orang lain. Oleh sebab itu, asas dan sumber kata Hermeneutik mengandung aktivitas pada pemahaman, secara khusus aktivitas yang merupakan kemestian dari bahasa, sebab itu bahasa adalah perantara semua ukuran aktivitas ini. Aktivitas perantara dan pemahaman "Pesan" atau "Berita" sudah mencitrakan nama Hermes, dan ini mempunya tiga aspek penting: 1. Menjelaskan kalimat kalimat dengan suara keras yakni berkata atau berucap. 2. Menjelaskan dan menguraikan agar dapat terpahami dan disertai dengan argumen argumen. 3. Menjelaskan seperti penerjemahan dari bahasa asing.

Ketiga aspek di atas bisa diartikan dalam bahasa inggris dengan fi'il "To interpret". Oleh karena itu, kata hermeneutic atau takwil mempunyai tiga aspek yang berbeda: a. Berkata b. Menjelaskan agar dapat dipahami c. Menerjemahkan Dan ketiga tugas di atas oleh orang-orang Yunani dihubungkan dengan Hermes. "Berkata lebih kuat daripada tulisan, sebab di dalam berkata terdapat kekuatan hidup makna-makna, yang dalam tulisan kekuatan tersebut bisa menjadi hilang.

Para ilmuan dalam mendefinisikan hermeneutik, mempunyai definisi yang berbeda-beda. Dan kita tidak dapat menemukan satu definisi yang menyeluruh yang mewakili definisi-definisi mereka serta bersifat meliputi. Namun kita dapat mengambil suatu definisi yang memiliki kedekatan dan kesamaan di antara definisidefinisi yang ada: Hermeneutik adalah ilmu yang berhubungan dengan penjelasan kebagaimanaan dan keharmonian pemahaman manusia, apakah itu berhubungan dengan batas pemahaman terhadap teks tertulis, ataukah secara mutlak aktivitasaktivitas kehendak dan pilihan manusia atau mutlak realitas-realitas eksistensi. Paul Richor mendefinisikan hermeneutik: "Teori aktivitas pemahaman yang

berhubungan dengan interpretasi teks. Antony Kerbooy, hermeneutik adalah ilmu atau teori penakwilan. Andrew Bovy, hermeneutik adalah keahlian interpretasi. Richard Polmer berpendapat bahwa defenisi-defenisi hermeneutik dapat disatukan meskipun memiliki sudut-sudut yang berbeda. Pandangan ini diutarakannya setelah ia mengungkap enam macam definisi hermeneutik.Keenam definisi tersebut: 1.Hermeneutik adalah teori penafsiran kitab suci (definisi yang paling tua) 2.Hermeneutik adalah ilmu yang berposisi sebagai metodologi umum bahasa (zaman renaisains) 3. Hermeneutik adalah ilmu setiap bentuk pemahaman bahasa (Schleiermacher) 4. Hermeneutik adalah dasar epistemologi untuk ilmu-ilmu humaniora(Wilhelm Dilthey)

5. Hermeneutik adalah fenomena eksistensi dan fenomena pemahaman eksistensi (Martin Heidegger) 6. Hermeneutik adalah sistem-sistem interpretasi (Paul Richoer). Dan pada akhirnya Richard Polmer juga mendefinisikan hermeneutik sebagai studi pemahaman dan secara spesifik pemehaman teks. Ada tiga komponen pokok hermeneutika. Di antaranya adalah 1)Adanya tanda, pesan berita yang kerap berbentuk teks, 2) Harus ada sekelompok penerima yang bertanya-tanya atau merasa asing terhadap pesan itu, 3)Adanya perantara atau kurir antara kedua belah pihak. Terdapat dua aliran besar dalam hermeneutika, yaitu hermeneutika romantik oleh Schleiermacher dan hermeneutika fenomenologi Heidegger. Hermeneutika romantik Schleiermacher tidak terlepas dari konsepsi Schleiermacher mengenai bahasa dan praktik penafsiran. Memahami berarti mengarahkan perhatian pada suatu objek , yakni bahasa. Bahasa dapat dipahami sebagai dimensi supraindividual dan dimensi individual. Tugas utama seorang hermeneutik adalah membawa kembali kehendak makna yang menjadi jiwa suatu teks. Hermeneutik fenomenologi Heidegger merupakan sesuatu yang kontradiksi. Fenomenologi adalah seni membiarkan fenomena berbicara sendiri, maka hermeneutika adalah seni melihat fenomen sebagai teks yang mengundang pertanyaan untuk kemudian

diinterpretasikan. Hermeneutika fenomenologi hendak melepaskan diri dari kerangka epistimologi dimana subjek tidak lagi berhadapan dengan objek yang

10

terhampar dihadapannya. Ia mengandaikan subjek selalu dan sudah berada di dunia yang selalu dan sudah bermakna, sebuah dunia yang bukan representasi.

C.Hermeneutik dalam Kajian Puisi Emha Ainun Najib Satu Kekasih Puisi Satu Kekasihku terdapat dalam antologi yang bertajuk Cahaya Maha Cahaya. Antologi ini diterbitkan pada tahun 1996 oleh penerbit Pustaka Firdaus. Berikut ini kutipan lengkap puisi tersebut. SATU KEKASIHKU Mati hidup satu kekasihku Takkan kubikin ia cemburu Kurahasiakan dari anak isteri Kulindungi dari politik dan kiai

Pentakwilan makna puisi ini akan penulis lakukan baris per baris dengan maksud memudahkan pemahaman atasnya. Berikut ini uraian lengkapnya.

Mati hidup satu kekasihku

11

Penempatan kata mati mendahului kata hidup cukup menarik di sini. Tampaknya sengaja dilakukan sedemikian oleh pengarang dengan maksud khusus. Sang aku dalam puisi di sini tampaknya mengingatkan bahwa sesungguhnya kita hidup di dunia ini dalam keadaan mati karena kehidupan dunia ini statusnya sekadar ladang yang hanya bisa dipanen hasilnya di akhirat. Terlebih, jelas-jelas dikatakan Tuhan bahwa kehidupan di dunia ini bukanlah kehidupan yang sebenarnya. Di sini juga tersirat sindiran bagi setiap muslim yang tidak menyadari bahwa ia telah berbuat bodoh. Mengapa bodoh? Karena kebanyakan muslim ketika berhadapan dengan pemahaman agama tingkat lanjut yang dirasanya berat, segera hatinya berbisik dalam bentuk premis umum,Ah, aku sih (beragama) yang biasa-biasa sajalah. Ia sama sekali tidak menyadari bahwa premis khusus dari pernyataan hatinya itu bermakna,Potensi dan usahaku yang luar biasa adalah untuk dunia (bekerja keras menumpuk tabungan agar punya cukup modal dan kelak layak menikah dengan orang baik-baik, bermartabat, kalau bisa juga kaya). Yang berarti juga mengangkat derajat keluarga besar, lalu mempunyai anak-anak yang pintar dan saleh, memiliki rumah dan kendaraan yang cukup bisa dibanggakan. Lalu menjadi kakek-nenek yang bahagia, mengisi hari tua dengan beribadah dan aktif dalam pertemuan arisan khusus haji atau menjadi yang terkemuka di acara pengajian bulanan. Dengan begini, mudah-mudahan masuk surga. Adapun frasa satu kekasihku, jika dihubungkan dengan baris ketiga yang berbunyi kurahasiakan dari anak istri serta-merta mengarahkan pembaca pada Tuhan. Pembaca tidak akan menuduh sang aku dalam puisi ini sedang

12

menceritakan kekasih gelapnya karena puisi ini terangkum dalam antologi yang bernuansa religius. Sang aku justru sedang menegaskan bahwa yang menjadi buluh perindu, yang menguasai takhta cintanya adalah Tuhan Sang Terkasih.

Takkan kubikin ia cemburu Satu hal yang jarang diketahui orang adalah bahwa Allah Maha Pecemburu. Manusia adalah makhluk yang diciptakan dalam kemuliaan dan paling diutamakan Allah. Kasih Allah lebih tercurah pada ciptaan yang satu ini. Manusia adalah makhluk kesayangan-Nya. Bahkan, Allah Swt. menyatakan bahwa manusia diciptakan dalam bentuk yang terbaik dan Nabi Muhammad Saw. pun bersabda bahwa manusia diciptakan atas gambaran-Nya. Pengistimewaan manusia juga terbukti dalam tugas yang diembannya sebagai khalifah di muka bumi dan turunnya perintah sujud sekalian jin dan malaikat kepada Nabi Adam. Aku telah memilihmu untuk diri-Ku (Q.S. h:41) Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya (Q.S. At-Tn:4) Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam (Q.S. AlIsr: 70) Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan kedalamnya ruh-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud (Q.S. Al-Hijr: 29) Sesungguhnya Allah menciptakan Adam atas rupa-Nya. (hadis) Allah Swt. menciptakan Adam atas Rupa-Nya yang Maha Pengasih.(hadis) Sang aku dalam puisi tidak ingin tergolong ke dalam manusia yang tidak tahu berterima kasih sehingga Allah kecewa terhadapnya. Seperti kecewanya seseorang

13

yang memberikan bingkisan hadiah kepada anak kecil. Anak kecil itu begitu antusias sampai berlari-lari menghampiri. Ia lalu meraih bingkisan itu dan berpaling dengan ucapan terima kasih yang samar. Sejurus kemudian, anak itu asyik membuka bingkisan dan telah lupa sama sekali dengan sang pemberi hadiah. Allah murka jika manusia lupa dan berpaling kepada selain-Nya. Apalagi berpaling justru kepada karunia yang Allah berikan padanya. Kisah Qarun adalah contoh yang paling mencolok untuk hal ini. Allah mengaruniakan kecerdasan akal pada Qarun hingga ia menjadi ahli kimia yang bisa mengubah logam biasa menjadi emas. Lalu Qarun berpaling dari Allah dengan mengatakan sesungguhnya segala kekayaannya itu berkat kecerdasan akalnya. Lalu Allah murka. Lalu allah membenamkan Qarun beserta seluruh kekayaannya ke dasar bumi. Inilah kisah Alquran yang mendasari frasa harta karun di kemudian hari. Allah murka kepada manusia yang dikaruniai kecantikan, ketampanan, dan kemolekan tubuh yang dengan itu mereka mencari nafkah. Lalu mereka berlindung dalam dalih hak asasi, tuntutan profesi, dan ekspresi seni. Lalu mereka bertuhankan hak asasi, profesi, dan seni. Allah murka kepada ahli hukum yang memperkaya diri dengan memanfaatkan celah hukum yang diketahuinya. Lalu ia menjadi pembela manusia-manusia durhaka yang kaya. Lalu ia bertuhankan uang. Allah murka kepada manusia yang diberi kelihaian meraih simpati manusia sehingga ia memanfaatkannya untuk meraih ambisi pribadi; menjadi penjilat bagi penguasa hanya demi kedudukan lebih tinggi di mata manusia. Lalu ia bertuhankan ambisinya. Sang aku dalam puisi tidak mau menjadi manusia seperti itu.

14

Alangkah buruknya (hasil perbuatan) mereka yang menjual dirinya sendiri dengan kekafiran kepada apa yang telah diturunkan Allah (Q.S. Al-Baqarah: 90) Sesungguhnya Dia amat Pencemburu. Dia tidak suka seandainya di dalam hatimu ada selain Dia. Dan barang siapa menghendaki untuk menjadi kaya di dunia dan akhirat, hendaklah ia takut kepada Allah Swt., nukan kepada selain Dia. (syaikh Abdul Qadir Al-Jailani) Waspadalah, jangan teperdaya terhadap karunia-Ku dan jangan putus harapan karena uji-coba-Ku, dan jangan jinak bermanja dengan selain-Ku. Lalu Aku pun bersumpah demi karunia-karunia-Ku, selama engkau menjarak keluar dari-Ku untuk minum, melainkan akan Kusia-siakan engkau. Jangan diharapkan engkau akan dapat kembali berdampingan dengan-Ku dan tidak pula engkau akan berhasil mendapatkan minuman yang engkau harap-harapkan. Maka sesungguhnya engkau telah sesat jalan dari-Ku dan engkau telah melupakan bahwa Aku-lah sebenarnya minuman Yang Maha Tunggal dan rumah tempat berlindungmu yang tunggal. (Kitab Melihat Allah {Ru`yatullah} Imam Hasan An-Nafri) Kurahasiakan dari anak isteri Cinta kepada anak-isteri tidak dilarang. Apalagi menafkahi mereka telah ditetapkan sebagai ibadah. Akan tetapi, yang dimaksudkan dalam kata kurahasiakan mengandung makna bahwa cinta yang sejati (mahabbah) itu hanya kepada Allah. Merahasiakan cinta Allah dari anak-isteri bukan berarti pergi berzikir lalu mengabaikan pengurusan mereka. Setiap rahasia pasti berawal dari hati. Oleh sebab itu, makna merahasiakan di sini berarti berurusan dengan amalan hati. Jasad dan hati permukaan untuk anak-isteri dan orang tua, sedangkan relung hati yang terdalam; ruang paling istimewa di hati hanyalah untuk Allah. Hanya Sang Raja yang boleh duduk di singgasana hati. Hati orang mukmin adalah istana Allah. (hadis)

15

Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani mengingatkan bahwa sesungguhnya para kekasih Allah itu ditakdirkan tidak memiliki anak dan isteri. Maksudnya, meskipun kekasih Allah itu beristeri dan beranak banyak, tetapi ia tidak akan disibukkan dengan urusan menafkahi anak-isteri dan menjaga mereka. Karena hati orang itu sibuk dengan Allah, maka ia dibebaskan dari kesibukan selain Allah. Allah-lah yang mencukupi rezeki dan menjadi penjaga anak-isteri sesuai dengan cara-Nya yang misterius. Isteri orang itu Allah jadikan isteri dan ibu yang saleh dan berbakti pada keluarganya. Lalu anak-anaknya tercukupi dan menjadi generasi yang cerdas, saleh, dan membanggakan meski sedikit saja bimbingan dari orang tuanya. Ketika hatimu hanya untuk Allah, maka Allah menjaga dan menyayangi orang-orang tercintamu. Karena jika kamu tidak melakukan itu, hatimu akan lalai terlebih ketika melihat anak-isterimu menderita atau menyedihkanmu. Kekasih Allah itu lahirnya untuk keluarganya, tetapi batinnya untuk Tuhannya. Dan bawalah keluargamu semuanya kepadaku. (Q.S. Yusuf: 93) Yaitu surga dan yang mereka masuk ke dalamnya bersama-sama dengan orangorang yang saleh dari bapak-bapaknya, isteri-isterinya dan anak cucunya, sedang malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu. Sang aku dalam puisi amat menyadari bahwa sesungguhnya mencintai anak-isteri melebihi cinta kepada Allah justru berarti ia tidak mencintai mereka. Karena Allah sudah menetapkan bahwa anak-isteri adalah karunia sekaligus ujian dan bisa menjadi musuh yang menghalangimu untuk sampai kepada-Nya. Hai orang-orang mukmin, sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q.S. Taghabun: 14)

16

Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam ronggany.a (Q.S. Al-Ahzaab: 4) Katakanlah: "Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteriisteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya." Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.(Q.S. At-Taubah: 24) Jika kamu mencintai selain Dia karena kasih sayang, kelembutan, atau karena nafsu, itu diperbolehkan. Adapun mencintai dengan hati dan nurani, ini tidak diperbolehkan. Jadikan makhluk di luar hatimu, lalu hatimu hanya untuk-Nya. (Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani) Baris ketiga ini terkait erat dengan baris kedua mengenai Kecemburuan Ilahi. Dalam kitab karya Syaikh Muzaffer Ozak Al-Jerrahi yang diterjemahkan dengan judul Dekap Aku dengan Kasih Sayang-Mu, diriwayatkan bahwa Nabi Muhammad pernah mencium cucu-cucunya, Hasan dan Husain dengan penuh kasih. Lalu beliau menyadari bahwa ketika itu perasaan cinta kepada cucu-cucu itu menyamai cintanya kepada Allah. Lalu beliau merasa bersalah karena telah membuat Allah Cemburu. Lalu Jibril a.s. turun ke bumi dan menyampaikan pesan dari Allah: Bagaimana mungkin dia yang mencintai-Ku dan Kucintai , karib-Ku terkasih, kekasih-Ku, mencium cucu-cucunya, keturunannya, dengan cinta dan kasih sayang sebesar cintanya kepada-Ku? Sang aku dalam puisi tampaknya ditokohkan dalam keadaan telah memahami prinsip-prinsip tauhid serupa di atas sehingga dengan lugas ia menyatakan kerahasiaan kedudukan Tuhan di dalam hatinya. Dengan demikian, Ia dapat diinterpretasikan akan menolak nilai-nilai yang bertentangan dengan tauhid.

17

Sang aku dipastikan menghindarkan hatinya dari problema keduniaan yang bersumber dari orang-orang tercintanya. Karena telah bertauhid, ia dipastikan tidak akan mencari rezeki dengan cara yang tidak halal sekadar untuk membahagiakan anak-isteri. Jika Allah memberinya godaan berupa kesempatan yang aman untuk melakukan korupsi atau perbuatan maksiat lainnya, ia dipastikan tidak akan terbujuk oleh rayuan-Nya itu. Di luar sana dilihat sang aku banyak orang yang mengerahkan segala cara, berjibaku demi ibadah menafkahi keluarganya. Kebodohan ini dalam anggapan mereka semata demi memenuhi perintah Allah yang mewajibkan menuntut ilmu. Caranya tentu menyekolahkan anak di tempat yang sesuai dengan status sosial tertentu atau demi memberi pakaian yang layak atau demi mengisi rumah mereka dengan barang-barang yang tidak memalukan, tidak kalah dengan yang dimiliki tetangga. Atau demi memberi anak asupan gizi yang baik sehingga diharapkan menjadi generasi cerdas dan saleh. Cara apa pun dilakukan, yang penting tujuan mengangkat derajat keluarga tercapai. Mereka bahkan dengan tanpa adab di hadapan Allah berkoar,Zaman sekarang ini mencari yang haram saja susah, apalagi mencari yang halal. Sungguh perbuatan menghina Allah Sang Mahakaya; Maha Pemberi rezeki. Barang siapa tidak peduli dari mana datangnya makanannya, maka Allah tidak peduli dari pintu neraka yang mana orang itu dijebloskan. (hadis) Katakanlah: "Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?" Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya. (Q.S. AlKahfi:103-104)

18

Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucucucu, dan memberimu rezki dari yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah ? (Q.S. An Nahl:72) Bermegah-megahan telah melalaikan kamu. (Q.S. At-Takaur: 1)

Kulindungi dari politik dan kiai Pada tiga baris pertama puisi, wilayah permasalahan sang aku berkisar dalam dimensi vertikal dan domestik (rumah tangga) yang privat. Baru pada baris terakhir ini, wilayah permasalahan sang aku beranjak pada dimensi sosiokultural. Kata politik dan kiai mewakili argumen ini. Politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional maupun nonkonstitusional. Dalam teori politik praktis, dikatakan bahwa selain politik tingkat tinggi yang melibatkan negara dan bangsa, pada dasarnya segala kegiatan manusia sehari-hari sekalipun melibatkan (strategi) politik. Jika kita ambil pemaknaan hakikat politik atau siyasah (Arab) yang sederhana ini, berarti pengaturan posisi perabot dalam rumah, aktivitas tawar-menawar di pasar, pendekatan seseorang pada orang yang ditaksir, hingga aktivitas di kantor, semua dilakukan dengan berpolitik (hubungan yang menguasai dan yang dikuasai). Berbicara mengenai politik di dunia kerja, sudah menjadi rahasia umum jika di setiap kantor banyak aktor-aktor politik yang bertingkah-polah sedemikian rupa untuk mencapai tujuannya masing-masing. Biasanya, ambisi adalah bahan bakar mereka.

19

Orang-orang yang buta tauhid, biasanya berpandangan, Sulit kaya jika tidak korupsi atau Mencari yang haram saja susah, apalagi yang halal. Oleh sebab itu, jalan menuju yang dicita-citakan harus dibersihkan dari segala penghalang. Yang atasan berlindung di balik jabatannya dan menekan bawahan yang coba-coba sok idealis--dengan peraturan-peraturan yang dibuat agar seperti hukum negara--hanya untuk menyembunyikan pencurian harta negara yang dilakukannya. Pemimpin seperti ini jelas-jelas buta agama, terlebih buta tauhid. Mereka (mungkin) lupa bahwa menjadi pemimpin itu benar-benar tidak mudah karena pemimpin adalah teladan, memiliki kewenangan tanpa menjadi sewenangwenang (Pemimpin dalam Islam, alhikmah.com). seorang pemimpin wajib memenuhi kriteria sebagaimana dicontohkan Nabi saw.. 1. Siddiq: benar dalam niat, benar dalam perkataan, benar dalam berpikir (tidak licik) dan benar dalam perbuatan. 2. Amanah: tepercaya, jujur, menepat janji, dan bertanggung jawab 3. Fatonah:Mempunyai wawasan yang luas, berpikir maju mempunyai keterampilan yang baik dalam membaca potensi dan memotivasi orang-orang yang dipimpinnya. 4. Tablig: mampu berkomunikasi efektif, lebih banyak mendengarkan orangorang yang dipimpinnya, bahasa komunikasinya bisa dimengerti oleh orangorang yang dipimpinnya, mudah dihubungi dan juga mudah untuk dekat siapapun, bersikap . ramah, selalu menghormati orang-orang yang dipimpinnya,

20

mempunyai pertimbanganyang bijak serta selalu bersahabat kepada setiap orang, selalu berusaha memahami keinginan orang-orang yang dipimpinnya serta mengetahui kebutuhan orang-orang yang dipimpinnya. Sedang hal yang harus dihindari oleh seorang pemimpin adalah lisan yang tidak terjaga, terlalu banyak bergurau, sering berkata keras, kasar dan keji, sering mengobral janji yang tidak ditepati dan sering bersumpah palsu, berdusta atau terbukti berbohong, egois, sombong, tidak tahu etika, dan tidak adil. Kalian adalah pemimpin, maka kalian akan dimintai pertanggung jawaban. Penguasa adalah pemimpin, maka akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. (hadis) Yang bawahan lalu terpancing untuk berlomba meraih simpati atasan, mereka rela menjadi spesies manusia bermuka tebal demi memenuhi ambisi pribadi. Ada yang ingin potensinya diakui; ada yang juga mengharapkan kebagian rezeki atasan, ada yang demi lompatan karier. Lalu lingkungan kantor seluruhnya menjadi lingkungan hipokrit. Penghuni kantor saling bertegur sapa dengan senyum manis, sambil hati mereka saling menyikut, saling menangkis. Mereka tidak tahu bahwa Allah Memandang dengan pandangan tembus-menembus hingga ke hati. Jika mereka orang-orang bertauhid, mereka pasti ada malu kepada Allah dan dirinya sendiri, apalagi sampai melakukannya di bawah sorot tajam PandanganNya. Dalam dimensi politik pemikiran, kita melihat kebanyakan umat muslim telah terbius dengan kebijakan rasionalis-sekular Barat yang menjadi pemimpin peradaban masa kini. Prinsip Darwinisme bahwa kehidupan ini berawal dari sebuah

21

kebetulan dan prinsip filsafat Descartes cogito ergo sum (aku berpikir maka aku ada) adalah awal pemertuhanan akal dan penyingkiran wahyu Ilahi dari kehidupan. Berinduk dari kedua pemikiran sekular inilah manusia lalu menjunjung tinggi humanisme dengan HAM-nya, feminisme, materialisme, dan lain-lain. Segala kebaikan -isme ini diterima begitu saja tanpa filter akidah hingga merasuk ke dalam kehidupan pribadi muslim tanpa disadari. Dengan alasan HAM, kita lalu enggan mengingatkan orang menzalimi dirinya sendiri. Padahal, setiap muslim wajib saling menasihati. Nabi juga bersabda, setiap mukmin itu cermin bagi mukmin lainnya. Misalnya dalam urusan pernikahan lintas agama yang beberapa waktu silam dilakukan kalangan selebritas. Mereka berpolitik, melakukan pernikahan di luar negeri agar terhindar dari kungkungan syariat. Ada juga pasangan yang mengakali Allah dengan menjadi mualaf aspal: asli dalam administrasi di KUA dan di hadapan manusia, tetapi palsu di hadapan Allah Swt.. Dan janganlah orang-orang yang kafir itu mengira, bahwa mereka akan dapat lolos (dari kekuasaan Allah). Sesungguhnya mereka tidak dapat melemahkan Allah.(Q.S.Al-Anfal:l59) Dengan pikiran iman yang bodoh ini, mereka berpikir telah berhasil melarikan diri dari hukum Tuhan, bahkan dari Tuhan sendiri. Mereka lupa (atau tidak tahu) bahwa Allah meliputi segala sesuatu. Mereka juga tidak sadar telah melakukan pelecehan terhadap Ilmu Allah. Dalam pandangan mereka, Tuhan itu tidak mengerti manusia dan ke-manusia-an, tidak tahu bahwa cinta memiliki kekuatan mendobrak segala perbedaan. Tuhan tidak bijak karena menetapkan hukum syariat yang tidak sesuai dengan manusia dan kemanusiaan. Inilah akibat mengambil pedoman hidup tanpa

22

kawalan akidah. Dan kehidupan rumah tangga orang-orang semacam ini dipandang Allah dengan pandangan murka hingga akhir zaman. Hai orang-orang yang beriman, jika kamu mentaati orang-orang yang kafir itu, niscaya mereka mengembalikan kamu ke belakang (kepada kekafiran), lalu jadilah kamu orang-orang yang rugi. (Q.S. Ali Imran: 149) Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar. (Q.S. An-Nahl 106) Kata kiai muncul dalam akhir puisi ini tampaknya mengacu pada ulama-ulama yang tinggi ilmu keagamaannya, tetapi rendah dalam pemahaman keagamaan itu sendiri. Mereka taklain sekadar mengatakan kembali hal-hal yang dikatakan Allah dalam Alquran--seperti burung beo yang terlatih--tanpa menggiring umat pada pemahaman agama yang lebih lanjut; yang lebih dalam sehingga umat tergerak dan bergairah meningkatkan kualitas keberagamaannya serta kualitas pengenalannya pada Sang Pencipta. Dalam kebanyakan khutbah, umat selalu diimbau untuk ikhlas, rida, zuhud, dan zikir. Akan tetapi, sang pengkhutbah tidak menunjukkan bagaimana pemahaman hakikat dan teknis melakukan ikhlas, rida, zuhud, dan zikir yang hakiki. Dari sisi tauhid, ulama-ulama seperti ini hanyalah kaset berjalan berisi rekaman ceramah dengan sekelumit dalil yang membuat umat bosan dan terkantukkantuk. Umat lalu beranggapan mempelajari agama itu membosankan, begitubegitu saja. Paling-paling yang inovatif itu cara penyampaiannya saja. Tidak ada yang baru dalam Alquran. Alquran tertinggal oleh peradaban masa kini yang jauh lebih maju. Hubungan isi Alquran dengan internet saja, tampaknya sama sekali

23

tidak ada. Umat lalu tergiring untuk menjalani agama dengan ala kadarnya; semakin jauh dari pemahaman akan diri dan Tuhannya. Secara tidak disadari, umat justru menjadi semakin asing akan dirinya sendiri dan Tuhan. Ada juga golongan ulama yang menjadikan syiar Islam sebagai profesinya; mencari nafkah dari menceramahi umat dengan mengobral ayat dan menentukan tarif panggil. Inilah golongan manusia yang disebut Allah sebagai orang-orang yang menjual agamanya dengan harga murah. Yang paling aku takuti atas umatku adalah orang munafik yang pandai di lidah. (hadis) Aku melihat beberapa kaum, bibir mereka digunting dengan gunting. Maka aku bertanya,Siapakah mereka? (Jibril) menjawab,Ulama dari kalangan umatmu. (hadis) Sadarlah wahai para penceramah dan penulis, dirimu masih dipenuhi nafsu dan keinginanmu. Celaka kamu, jika kamu menentang orang khawash, kamu akan hancur dan kamu tidak akan sampai pada bagianmu. (Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani) Intinya, baris terakhir puisi ini mengisahkan penolakan sang aku terhadap hal-hal sedemikian. Hal-hal inilah yang melahirkan frasa kulindungi dari. Maksudnya, tentu saja menjaga agar hatinya tidak tercemar oleh hal-hal yang disebutkan di atas.

24

DAFTAR PUSTAKA

Al-Ghazali. 1998. Tauhidullah. Diterjemahkan oleh Wasmukan. Surabaya: Risalah Gusti

An-Nafiri, Hasan. 2008. Melihat Allah. Diterjemahkan oleh Basymeleh, dkk. Surabaya: Bina Ilmu

Jailani, Abdul Qadir. 2007. Menjadi Kekasih Allah. Diterjemahkan oleh M. Ahmad. Yogyakarta: Citra Media

25

Jerrahi, Mozafer Ozzak. 2006. Dekap Aku dalam Kasih Sayang-Mu. Diterjemahkan oleh Prihantoro. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta

Nadjib, Emha Ainun. 1996. Cahaya Maha Cahaya. Jakarta: Pustaka Firdaus

Raniri, Nur Ad-Din. 2003. Rahasia Manusia Menyingkap Ruh Ilahi. Yogyakarta: Pustaka Sufi.

Renard, John. 2006. Mencari Tuhan. Bandung: Mizan

W.M., Abdul Hadi. 2004. Hermeneutika, Estetika, dan Religiusitas. Yogyakarta: Matahati

26

Você também pode gostar