Você está na página 1de 12

MAKALAH BIOLOGI LAUT PENGARUH PLANKTON TERHADAP PEMANASAN GLOBAL

OLEH : RESTU PUTRI ASTUTI 201010260311023

JURUSAN PERIKANAN FAKULTAS PERTANIAN PETERNAKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2012

KATA PENGANTAR
Dengan mengucap puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Pengaruh Plankton terhadap Pemanasan Global dengan baik sebagai tugas untuk bahan diskusi dalam tatap muka perkuliahan. Makalah makalah Pengaruh Plankton terhadap Pemanasan Global membahas tentang peranan plankton di dalam ekosistem,pengaruh plankton terhadap pemanasan global serta tindakan untuk mengurangi pemanasan global. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu untuk penyusunan makalah ini. Makalah makalah Pengaruh Plankton terhadap Pemanasan Global ini sangatlah jauh dari kesempurnaan dalam pengerjaannya. Untuk itu dimohon saran dan kritik yang membangun untuk lebih menyempurnakan makalah ini.

Malang, 30 Maret 2012

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.. i DAFTAR ISI ... ii BAB I. PENDAHULUAN1 1.1 Latar Belakang. 1 1.2 Rumusan Masalah.... 2 1.3 Tujuan... 2 1.4 Manfaat. 2 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB III. PEMBAHASAN.. 4 BAB IV. PENUTUP 8 4.1 Kesimpulan 8 4.2 Saran.. 8 DAFTAR PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Luas permukaan laut yang hampir 71% dari seluruh permukaan dunia menjadi salah satu ekosistem penyokong kehidupan makhluk hidup didalamnya. Di era

globalisasi ini, manusia menggunakan segala cara untuk memenuhi kebutuhanya tanpa memperhatikan dampak dari keseimbangan kehidupan di bumi, seperti penggunaan bahan bakar fosil yang berlebihan sehingga memicu pemanasan global. Laut sebagai wilayah yang mendapat banyak pengaruh. Pemanasan global memicu banyak bencana alam antara lain tingginya gelombang laut, meningkatnya paras air laut dan suhu air laut. Selain itu, plankton sebagai komponen paling utama juga akan merasakan dampak pemanasan global karena habibat plankton yang tersebar di seluruh perairan. Jika terganggu kondisi plankton akan berpengaruh besar kepada kehidupan laut karena berperan dalam rantai makanan yang menjadi tumpuan bagi makhluk hidup di ekosistem laut. Menurut Richardson (2008), suhu merupakan salah satu parameter fisik paling penting dalam ekosistem laut, yaitu menjadikan pengaruh kritis yang membuat system laut rentan terhadap pemanasan global. Dikuatkan pula menurut pendapat Rahimbashar dkk (2009), plankton akhir-akhir ini telah digunakan sebagai indikator untuk meneliti dan memahami adanya perubahan global karena sangat dipengaruhi oleh kondisi iklim. Perubahan iklim global akan berpengaruh sangat luas terhadap kondisi ekosistem laut. Meningkatkan suhu air laut menyebabkan perpindahan massa air bersuhu panas sehingga menyebabkan kematian ikan dan terjadi pergerakan zat hara dari dasar ke permukaan laut sehingga menimbulkan ledakan fitoplankton yang bersifat racun (Harmful Algal Blooms). Pada saat ini perubahan cuaca semakin nyata di hadapan kita, sering kita mengalami cuaca yang tidak menentu, banjir, badai, dan lain sebagainya sebagai dampak pemanasan global. Peranan plankton terutama fitoplankton sebesar 80% penyedia oksigen amatlah vital di bumi jika dibandingkan pohon hanya 20%. Oleh karena itu, makalah Pengaruh Plankton terhadap Pemanasan Global sangat penting untuk dikaji selanjutnya mengetahui tingkat toleransi plankton terhadap pemanasan global.

1.2 Rumusan Masalah Masalah yang akan dikaji dalam makalah ini dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Apa peranan plankton dalam ekosistem laut ? 2. Bagaimana pengaruh plankton terhadap pemanasan global ? 3. Tindakan apa saja yang perlu dilakukan untuk mengurangi pemanasan global ?

1.3 Tujuan 1. Untuk mengetahui peranan plankton dalam ekosistem laut. 2. Untuk mengetahu pengaruh plankton terhadap pemanasan global. 3. Untuk mengetahui berbagai tindakan dalam mengurangi pemanasan global.

1.4 Manfaat Dengan pembuatan makalah ini, diharapkan mahasiswa dapat memperluas cakrawala pengetahuan sehingga dapat menambah kemampuan mahasiswa. Selain itu, diharapkan dapat menjadi bahan bacaan bagi pihak yang membutuhkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


Plankton merupakan salahsatu mikroorganisme yang memiliki daya renang yang sangat kecil, oleh karena ukuranya yang kecil, mengakibatkan kehidupannya selalu mengikuti arah arus. Fitoplankton adalah plankton nabati atau tumbuhan yang melayang di laut, yang meskipun kecil, fitoplankton juga berfotosintesis dengan menyerap energi matahari dan mengubah bahan inorganik menjadi bahan organik dan sebagai sumber energi yang menghidupkan seluruh fungsi ekosistem di laut. Fitoplankton diketahui berperan besar mengendalikan iklim global yang mampu menyerap 40 miliar hingga 50 miliar ton karbon (C) per tahun, hampir sama dengan tumbuhan daratan yang menyerap sekitar 52 miliar ton karbon per tahun (Ritonga, 2010). Pemanasan global merupakan peningkatan rata-rata temperatur atmosfer yang dekat dengan permukaan bumi dan di troposfer, yang dapat berkontribusi pada perubahan pola iklim global. Pemanasan global terjadi sebagai akibat meningkatnya jumlah emisi Gas Rumah Kaca (GRK) di atmosfer. Naiknya intensitas efek rumah kaca yang terjadi karena adanya gas dalam atmosfer yang menyerap sinar panas yaitu sinar infra merah yang dipancarkan oleh bumi menjadikan perubahan iklim global (Budianto, 2000 dalam BAKLLAPAN, 2010). Perubahan iklim global dapat menyebabkan perubahan secara sistematis fitoplankton baik dari sisi kelimpahan maupun struktur kelimpahannya. Fitoplankton sebagai sumber pakan utama bagi makhluk hidup di ekosistem perairan yang sangat sensitive dengan perubahan lingkungan (Soedibjo, 2006). Meningkatnya suhu air laut akibat perubahan iklim menyebabkan perpindahan massa air bersuhu panas ke massa air bersuhu rendah. Kejadian ini akan menyebabkan kematian ikan dan terjadi pergerakan zat hara dari dasar ke permukaan laut sehingga menimbulkan ledakan fitoplankton yang bersifat racun (Harmful Algal Blooms). Pada akhirnya menimbulkan masalah kesehatan yang cukup fatal serta kematian ikan (Adnan, 2003).

BAB III PEMBAHASAN


Samudra menyerap sebagian besar karbon dioksida. Fungsi laut sebagai tempat penampungan limbah karbon bumi ini mengakibatkan peningkatan kadar asam karbonik di laut. Di perairan laut keberadaan fitoplankton sangat berpengaruh, fitoplankton akan mengekstrak gas karbon dioksida dari atmosfer untuk proses fotosintesa. Fitoplankton merupakan mikroalgae yang melayang di permukaan air dan pergerakannya lebih banyak dibantu oleh arus laut dan merupakan biota yang dapat dimanfaatkan sebagai penyerap gas CO2 secara maksimal. Proses sederhana ini dapat terjadi di permukaan laut dan membutuhkan beberapa syarat seperti cukupnya sinar matahari untuk proses fotosintesa dan nutrisi di permukaan laut untuk mendukung pertumbuhan plankton di permukaan laut. Pergerakan atmosfer yang sangat dinamis mengakibatkan gas CO2 dapat tersebar secara merata di permukaan bumi. Dengan permukaan bumi yang sebagian besar merupakan lautan (sekitar 70%), terjadilah interaksi antara atmosfer dan permukaan laut sehingga melalui cara inilah emisi gas CO2 di atmosfer terdifusi ke dalam laut dan kemudian digunakan oleh fitoplankton untuk proses fotosintesis. Hasil sampingan dari reaksi biokimia ini berupa O2 akan digunakan oleh mahluk hidup di dalam air untuk proses respirasi. Di lautan terdapat ratusan jenis fitoplankton sehingga potensi lautan mengisap CO2 sangat tinggi. Ketika gas karbon mengendap ke permukaan air, maka akan berubah menjadi dua, yaitu karbon organik partikulat dan karbon organik terurai. Karbon partikulat akan tenggelam ke dasar laut. Sebagian lainnya akan dimakan biota laut. Meskipun demikian, apabila komposisinya di lautan terlalu berlebihan juga akan mengakibatkan dampak negatif terhadap biota laut lainnya seperti Red tide. Keberadaan laut sebagai penyerap emisi gas CO2 di atmosfer masih kurang mendapat perhatian di zaman ini. Padahal menurut peneliti NOAAAS (National Oceanic and Atmospheric Administion) Christopher Sabine, dalam majalah science, mengatakan bahwa laut mampu menyerap emisi gas CO2 dari atmosfer sebesar 48% atau 39 miliar ton. Dengan daya serap yang sangat tinggi, peran laut untuk mengurangi laju pemanasan global yang terjadi saat ini tidak terelakkan. Fitoplankton membuat laut bagaikan hutan tropis bawah air. Walaupun memiliki ukuran yang sangat kecil, mulai dari mikro meter (10-6) hingga pico meter (10-12), sehingga membuat tumbuhan air ini tidak dapat dilihat dengan mata telanjang. Dengan jumlah yang tidak terbatas, keberadaan tumbuhan bawah laut ini

sangat penting dalam mengatasi pemanasan global. Namun, keberadaan fitoplankton sebagai hutan tropis bawah laut untuk penyerap global emisi gas CO2, sangat tergantung pada daya dukung lingkungan laut tersebut. Fitoplankton dapat tumbuh dan berkembang dengan baik sangat tergantung dari kemampuan sinar matahari menembus lapisan permukaan air sehingga proses konversi CO2 dalam chloroplas dapat terjadi. Jika kandungan CO2 di dalam air laut telah mencapai titik jenuh atau supersaturasi, maka CO2 di atmosfer akan sulit diserap oleh permukaan laut dan bahkan air laut dapat melepaskan (source) CO2 ke atmosfer sebagaimana terjadi di perairan yang sering mengalami penggangakatan massa air laut (up-welling) atau tercemar. Sehingga dengan menjaga perairan laut kita dari polusi merupakan salah satu kontribusi terbesar dalam menjaga perairan laut kita tetap mampu menyerap emisi gas CO2 di atmosfer. Selain membantu menyeimbangkan iklim, zooplankton menyumbang peran fundamental dalam rantai makanan antara kehidupan tumbuhan laut dan predator, mulai ikan kecil sampai ikan paus. Pasalnya, jasad renik ini membentuk bagian paling dasar dalam rantai makanan di laut. Mereka makan fitoplankton yang hidup mengambang di permukaan. Selanjutnya, zooplankton menjadi hidangan bagi ikan, mamalia, dan bangsa udang serta kepiting. Para ilmuwan dari Amerika Serikat menemukan plankton secara tidak langsung dapat membuat awan yang dapat menahan sebagian sinar matahari yang merugikan. Sehingga plankton bisa membantu memperlambat proses pemanasan bumi. Plankton hidup di lapisan atas, tapi nutrisi yang diperlukan oleh plankton terdapat lebih banyak di lapisan bawah laut. Karenanya, plankton mengalami malnutrisi. Akibat kondisi malnutrisi ditambah dengan suhu air yang panas, plankton mengalami stress sehingga lebih rentan terhadap sinar ultraviolet yang dapat merusaknya. Karena rentan terhadap sinar ultraviolet, plankton mencoba melindungi diri dengan menghasilkan zat dimethylsulfoniopro pionate (DMSP) yang berfungsi untuk menguatkan dinding sel mereka. Zat ini jika terurai ke air akan menjadi zat dimethylsulfide (DMS). DMS kemudian terlepas dengan sendirinya dari permukaan laut ke udara. Di atmosfer, DMS bereaksi dengan oksigen sehingga membentuk sejenis komponen sulfur. Komponen sulfur DMS itu kemudian saling melekat dan membentuk partikel kecil seperti debu. Partikel-partikel kecil tersebut kemudian memudahkan uap air dari laut untuk berkondensasi dan membentuk awan. Jadi, secara tidak langsung, plankton membantu menciptakan awan. Awan yang terbentuk menyebabkan semakin sedikit sinar ultraviolet yang mencapai permukaan laut, sehingga plankton pun terbebas dari gangguan sinar ultraviolet.

Selama ini kawasan hutan disebut-sebut sebagai paru-paru dunia pemeran utama penyerapan gas CO2. Pelestarian hutan menjadi tuntutan terdepan para pencinta lingkungan untuk menyelamatkan bumi. Namun sebenarnya bukan hanya hutan yang mampu menyerap CO2. Laut juga merupakan sebuah ekosistem yang mampu mereduksi CO2 melalui plankton yang hidup di dalamnya. Di dalam laut tersembunyi biota laut penyerap karbon yang potensial. Biota laut itu di antaranya adalah jenis alga (algae) dan plankton (disebut juga mikroalga). "Plankton mampu menyerap karbon, karena itu kita perlu membudidayakan plankton," kata Direktur Pusat Teknologi Lingkungan BPPT Kardono PhD seusai seminar Perubahan Iklim (Global Warming): Isu Internasional, Kebijakan Pemerintah Indonesia dan Peran BPPT di Jakarta, Selasa (19/8). Plankton, katanya, selain menyerap karbon, juga bisa dibudidayakan menjadi bahan bakar nabati (biofuel) dengan memasukkannya dalam cerobong asap pabrik, tempat pembuangan karbon. "Setelah jenuh CO2, plankton tersebut dipanen," katanya dan menambahkan, uji coba plankton sebagai penyerap karbon di dunia masih dalam skala riset di laboratorium, namun Jerman sudah melakukan riset di skala pilot project. Hasil dekomposisi oleh organisme ini kemudian terangkat lagi oleh arus naik dan menjadi santapan plankton. Begitulah daur pemanfaatan karbon di perairan. Fitoplankton yang mati dan tenggelam di dasar laut selanjutnya akan didegradasi oleh bakteri menjadi kalsium karbonat. Fitoplankton termasuk organisme renik (berukuran sekitar 20 mikron) bersel tunggal dan bergerak mengikuti arus laut. Biota berklorofil ini menjadi santapan organisme lainnya yang lebih besar, seperti zooplankton dan ikan. Meskipun daya serap gas karbon di perairan cukup tinggi, polusi CO2 sampai tingkat tertentu di udara dapat berdampak negatif bagi kehidupan biota laut. Seperti di darat, tingginya emisi CO2 dapat menaikkan tingkat keasaman air laut yang bersifat korosif sehingga berdampak negatif bagi lingkungan kelautan, antara lain akan mengikis lapisan luar terumbu karang jenis Emiliana yang berbentuk bulat. Kenyataan saat ini, bahwa perubahan iklim seperti naiknya temperatur permukaan air laut dan meningkatnya keasaman laut merupakan ancaman utama bagi kehidupan terumbu karang dan kehidupan plankton. Akibat perubahan iklim di perairan, fitoplankton diatom terancam punah. Sejak 1970-an populasi diatom terus berkurang. Jumlah diatom di laut lebih dari 80 persen dari seluruh populasi fitoplankton. Jika hal ini terjadi, maka kelangkaan Diatom di perairan otomatis akan mengancam populasi ikan laut. Menurut peneliti madya bidang dinamika laut (spesialis plankton dan produktivitas laut) Pusat Penelitian Oseanografi

(P2O) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), diatom sangat rentan terhadap perubahan suhu laut. Perubahan suhu laut akan mengganggu pertumbuhan dan produktivitas diatom. Pada Januari 2007, konsentrasi karbondioksida telah mencapai 383 ppm (peningkatan 36 persen). Jika prediksi saat ini benar, pada tahun 2100, karbondioksida akan mencapai konsentrasi 540 hingga 970 ppm. Estimasi yang lebih tinggi malah memperkirakan bahwa konsentrasinya akan meningkat tiga kali lipat bila dibandingkan masa sebelum revolusi industri (UNEP/WMO, 2007). Sejalan dengan pernyataan tersebut, penelitian Hutchins dan Hare menyebutkan, perubahan iklim berdampak pada populasi fitoplankton, yang merupakan rantai pertama siklus produksi ikan di laut. Kesimpulan penelitian itu didasarkan atas simulasi suhu muka laut dan konsentrasi karbon dioksida pada tahun 2100. Sejumlah fitoplankton yang diambil dan diinkubasikan dikondisikan dengan simulasi tadi. Hasilnya, kondisi tahun 2100 hanya cocok bagi fitoplankton-fitoplankton lain di luar jenis diatom. Sebaliknya, diatom-diatom yang bertipe lebih besar tak tahan dan musnah. Jadi, kepunahan diatom berdampak langsung pada kepunahan biota-biota laut yang bergantung pada keberadaannya. Dengan kata lain, bisa dipastikan jumlah tangkapan nelayan pun menurun drastis karena populasi ikan menyusut drastis. Mengingat pentingnya fitoplankton khususnya diatom yang sebagian besar merupakan populasi fitoplankton di perairan, sudah seharusnya kita berperilaku ramah lingkungan sehingga populasi diatom terjaga dan dunia terlindungi, Walaupun lautan dan proses alam lainnya mampu mengurangi karbondioksida di atmosfer, tidak halnya dengan aktivitas manusia yang melepaskan karbondioksida ke udara jauh lebih cepat dari kemampuan alam untuk menguranginya, sehingga perlu adanya perhatian lebih terhadap ancaman pemanasan global ini untuk menyelamatkan perikanan kita. Selain meminimalisasi emisi karbondioksida yang dihasilkan di atmosfer, perlu ada tidak lanjut dari kita semua untuk mengantisipasi dampak negatif dari perubahan iklim yang terjadi.

BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan Hutan di daratan bukanlah penyumbang utama oksigen di bumi, melainkan hutan tak kasat mata (plankton) di lautan menjadi penyedia 80% oksigen yang sangat diperlukan untuk makhluk hidup. Fitoplankton diketahui berperan besar mengendalikan iklim global yang mampu menyerap 40 miliar hingga 50 miliar ton karbon (C) per tahun, hampir sama dengan tumbuhan daratan yang menyerap sekitar 52 miliar ton karbon per tahun. Pemanasan global dipicu oleh peningkatan aktivitas manusia yang tidak diimbangi perilaku bijaksana. Pemanasan global akan memicu peningkatan suhu air laut yang akan membuat ekosistem dan makhluk hidup didalamnya terancam. Di tengah peran alami fitoplankton yang turut mengendalikan pemanasan global, ancaman muncul terkait limbah yang dibuang ke perairan dan reklamasi. Perilaku yang ramah lingkungan juga dibutuhkan demi kelestarian plankton. Selain jasa lingkungan, fitoplankton merupakan kunci paling awal mata rantai makanan dari siklus hidup biota laut. Plankton secara tidak langsung dapat membuat awan yang dapat menahan sebagian sinar matahari yang merugikan sehingga plankton bisa membantu memperlambat proses pemanasan bumi. 4.2 Saran Seharusnya kita berperilaku ramah lingkungan sehingga populasi fitoplankton terjaga dan dunia terlindungi, Walaupun lautan dan proses alam lainnya mampu mengurangi karbondioksida di atmosfer, tidak halnya dengan aktivitas manusia yang melepaskan karbondioksida ke udara jauh lebih cepat dari kemampuan alam untuk menguranginya, sehingga perlu adanya perhatian lebih terhadap ancaman pemanasan global ini untuk menyelamatkan perikanan kita. Selain meminimalisasi emisi karbondioksida yang dihasilkan di atmosfer, perlu ada tidak lanjut dari kita semua untuk mengantisipasi dampak negatif dari perubahan iklim yang terjadi.

DAFTAR PUSTAKA
Adnan, Q. 2003. Laporan Akhir "Dampak Pasca Banjir Melalui 3 DAS Terhadap Kualitas Air Laut dan Sumberdaya Perikanan Di Pantai Utara Jakarta. P20-LIPI, Jakarta: 90 hal. Adzri. 2012. Perubahan Iklim Pemanasan Global.

http://adzriair.blogspot.com/2012/02/perubahan-iklim-pemanasan-global.html, diakses 29 Maret 2012. Aidia. 2011. Peran Fitoplankton dalam Mengurangi Pemanasan Global.

http://kuliahitukeren.blogspot.com/2011/02/peran-fitoplankton-dalam mengurangi.html, diakses 29 Maret 2012. Anonim. 2008. Plankton Dapat Memperlambat Proses Pemanasan Bumi.

http://ikanmania.wordpress.com, diakses tanggal 20 Februari 2012. Anonim. 2012. Ternyata Pohon Bukan Penyumbang Oksigen Terbanyak Di Bumi. http://www.sobatbumi.com/inspirasi/view/200/Ternyata-Pohon-BukanPenyumbang-Oksigen-Terbanyak-Di-Bumi, diakses 29 Maret 2012. BAKL-LAPAN. 2010. Dampak Perubahan Iklim. http://www.dirgantara-lapan.or.id, diakses tanggal 29 Maret 2012. Kompas, 26 April 2006. Halaman 13. Fitoplankton Kendalikan Pemanasan Global. Ristyana. 2010. Pengaruh Global Warming. http://www.kompas.com, diakses 29 Maret 2012. Susandi, dkk. 2008. Dampak Perubahan Iklim Terhadap Ketinggian Muka Laut Di Wilayah Banjarmasin. Jurnal Ekonomi Lingkungan Vol.12/No.2/2008. UNDP. 2007. Sisi Lain Perubahan Iklim. UNDP Indonesia Country Office: Jakarta. Wibowo. 1996. Dampak Perubahan Iklim Terhadap Ekosistem Alami. Wacana No. 3/JuliAgustus 1996.

Você também pode gostar