Você está na página 1de 4

Shinta Devi Rossaline 30111016

1. Kepribadian Alfred Adler Pribadi seorang Kak Seto tidak semata-mata terbentuk tanpa alasan. Kisah hidup Kak Seto dapat dianalisa menggunakan salah satu teori psikodinamika yaitu teori individual yang dicetuskan oleh Alfred Adler. Dalam teorinya, Adler mengatakan bahwa manusia didasari oleh rasa inferior pada orang lain karena kelemahan tubuh. Hal yang sama ketika Kak Seto kecil pernah jatguh saat bermain hingga keningnya sobek. Sejak saat itu ia memotong rambutnya ala The Beatles guna menutupi bekas luka yang dianggap sebagai cacat fisik baginya. Rasa inferior memunculkan minat sosial atau perasaan menyatu pada orang lain dan hal tersebut menjadi sifat manusia dan merupakan standar akhir untuk kesehatan psikologis.
Psikologi individual menggambarkan pandangan optimis akan manusia yang bersandar pada gagasan minat sosial, yaitu perasaan menyatu dengan semua umat manusia. (Feist, 2010)

Terdapat 6 prinsip utama dalam teori Adlerian guna menganalisis kehidupan Kak Seto yaitu; a. Berjuang meraih keberhasilan (superioritas) Beberapa orang berjuang meraih superioritas dengan tujuan yang bersifat personal dan usaha mereka dimotivasi oleh perasaan inferior atau yang disebut dengan inferiority complex. Sebaliknya, orang-orang yang sehat secara psikologis adalah mereka yang dimotivasi oleh minat sosial dan keberhasilan untuk semua umat manusia. Seorang Seto Mulyadi juga mengalami hal demikian ketika ia tidak diterima di fakultas kedokteran UI maupun UNAIR sedangkan saudara kembarnya diterima. Mengalami kehidupan yang tertekan seperti itu, ia memutuskan untuk meninggalkan rumah dan pergi ke Jakarta tanpa berpamitan dengan tujuan bahwa ia dapat membuktikan keeksistensiannya dalam berkarir. b. Persepsi subjektif Dasar dari persepsi subjektif adalah finalisme fiktif dimana suatu citacita yang tidak mungkin direalisasikan menjadi motivasi yang sungguh nyata (perjuangan). Keputusan Kak Seto untuk pergi ke Jakarta demi menggapai impian secara gamblang memang terkesan mustahil dan muluk-muluk. Akan tetapi dari kemustahilan itu muncul sebuah usaha keras karena terpacunya motivasi tersebut. c. Menyatu dan Self-consistent Perilaku yang tidak konsisten itu tidak ada. Pikiran, perasaan, dan tindakan mengarah pada satu sasaran dan berfungsi untuk mencapai satu tujuan. Walaupun perilaku Kak Seto selama di Jakarta terkesan tidak menentu namun pada dasarnya ia hanya memiliki satu tujuan yaitu pembuktian bahwa ia juga mampu berprestasi layaknya sang kakak. d. Minat sosial
Minat sosial adalah kondisi alamiah dari manusia dan bahan perekat yang mengikat masyarakat bersama-sama (Adler, 1987)

Nilai dari semua aktivitas manusia harus dilihat dari sudut pandang minat sosial yaitu kontribusi seseorang pada masyarakat. Terdapat dua metode dasar untuk meraih tujuan akhir dan Kak Seto memulainya dengan daya juang bawaan yang digerakkan oleh keterbatasan fisik (tidak diterima di kedokteran) dan menyebabkan perasaan inferior. Namun Kak Seto pada saat itu sehat secara psikologis dimotivasi oleh perasaan tidak lengkap yang wajar dan tingkat minat sosial yang tinggi. Hal itu menuntunnya kepada keberhasilan dan tujuan akhir tampak jelas. e. Gaya hidup Gaya hidup adalah istilah yang digunakan Adler untuk menunjukkan selera hidup seseorang. Struktur kepribadian yang self-consistent berkembang menjadi gaya hidup. Kak Seto memiliki gaya hidup yang sehat dimana ia bermanfaat secara sosial dan menunjukkan minat sosial melalui tindakan. Kak seto dapat menyesuaikan diri dengan baik ketika ia pergi ke Jakarta. Ia tidak mudah putus asa namun berusaha untuk bekerja keras. Ia juga dapat bekerja sama terutama ketika ia mulai menjadi asisten dari Pak Kasur dimana ia belajar untuk bekerja dalam satu tim produksi. Karena sejak kecil Kak Seto telah diajari untuk bersikap mandiri, hingga dewasa ia tetap berusaha keras bahkan untuk membiayai kebutuhannya. f. Daya kreatif Daya kreatif membuat setiap orang menjadi individu bebas. Kak Seto di masa mudanya juga demikian. Ia menentukan pilihannya sendiri dalam bertindak dan ia dapat mempertanggungjawabkan tiap tindakannya seperti ketika ia bekerja begitu keras setelah meninggalkan Suarabaya dan hidup sendirian. 2. Sosioemosional Erik Erikson a. Remaja (12-20 tahun) Menurut teori sosioemosional Erikson, remaja di usia 12-20 tahun mengalami tahapan perkembangan yang krusial karena di akhir periode ini seseorang harus sudah mendapatkan ego identitas yang tetap. Di fase inilah, sejak kematian almarhum ayahnya, Seto Mulyadi berjuang menemukan tujuan hidup secara mandiri. Dimulai dengan kehidupan dimana kondisi finansial tidak menentu. Ia tinggal bersama bibinya dan memutuskan untuk bekerja sebagai pengasong di jalan-jalan setelah bersekolah demi memenuhi biaya sekolahnya. Walaupun terhimpit masalah keuangan, Seto muda tidak berhenti berkarya. Ia aktif di kegiatan OSIS dan menuai prestasi gemilang di sekolahnya. Akan tetapi keinginannya untuk masuk kedokteran harus kandas kala ia tidak diterima. Di titik inilah identitiy moratorium terjadi dalam diri Kak Seto karena ia sedang berada di tengah-tengah krisis tetapi komitmen terhadap suatu arah jurusan dan pendirian ideologis hanya didefinisikan secara samar. Seiring berjalannya waktu, Kak Seto yang telah mengalami asam-garam kehidupan selama di Jakarta, akhirnya bertemu sosok yang dapat dijadikan panutan yaitu Pak Kasur. Sejak saat itulah Kak Seto mengalami identity achievement dimana ia telah melewati suatu krisis

dan sudah membuat suatu komitmen yaitu mewujudkan obsesi masa kecilnya yaitu berkarir di dunia anak. Dengan kata lain, Kak telah berhasil mendapatkan ego identitas yang tetap sehingga ia siap untuk masuk ke tahapan perkembangan berikutnya b. Dewasa Muda (20-40 tahun) Setelah memperoleh identitas selama remaja, seseorang harus memperoleh kemampuan untuk meleburkan identitas tersebut dengan identitas orang lain sambil pempertahankan rasa individualitas mereka. Cinta merupakan kekuatan dasar dewasa muda yang muncul dari krisis keintiman versus keterasingan. Cinta yang matang berarti komitmen, hasrat seksual, kerja sama, persaingan, dan pertemanan. Ini adalah kekuatan dasar dewasa muda yang memungkinkan seseorang untuk berhasil melalui dua tahapan perkembangan terakhir secara produktif. Pada tahapan inilah, Kak Seto akhirnya memutuskan untuk menikah dan ia berusaha untuk menyesuaikan diri dalam mengatur rumah tangganya. Ia tidak kehilangan identitias individualnya walau telah menikah. Terbukti ketika ia melaksanakan nazarnya untuk mendongeng di panti asuhan tepat pada hari pernikahannya. Tidak seperti pasangan muda pada umumnya yang masih labil dengan pekerjaan, Kak Seto telah mapan sebelum ia menikah. c. Dewasa Madya (40-60 tahun) Pada tahapan ini manusia mulai mengambil bagian dalam masyarakat. Kepedulian utama manusia pada tahap ini adalah membantu generasi penerus mereka untuk berkarya lebih dan menjalani hidup dengan penuh makna. Perkembangan karir manusia dewasa madya telah mencapai puncaknya. Sama halnya dengan Kak Seto. Saat ini ia telah berkarir secara luar biasa. Ia meraih banyak penghargaan, bergelar doctor, diangkat menjadi Ketua Komnas Perlindungan Anak, dan membentuk Yayasan Nakula-Sadewa untuk anak-anak kembar dari keluarga yang tidak mampu. Kak Seto tidak lupa membangun generasi penerusnya melalui seminar-seminar yang ia bawakan, juga buku-buku dan artikelartikel yang ia tulis. Ia berharap rasa kepeduliannya terhadap anak-anak dapat menurun kepada generasi penerusnya sehingga perjalanan hidupnya ini memiliki arti lebih dan tidak sia-sia.

3. Pada dasarnya Kak Seto memiliki semua aspek multiple intelligence namun ada beberapa dalam dirinya yang cukup menonjol antara lain; a. Verbal-Linguistic Intelligence Kecerdasan ini tidak hanya berkutat dalam segi membaca dan menulis tetapi berkomunikasi. Terdapat tiga komponen dalam berkomunikasi yaitu; kata yang digunakan, suara atau intonasi nada, dan bagaimana kita menggunakan ekspresi wajah maupun bahasa tubuh. Selain menjadi pengajari di Universitas Tarumanegara ia juga sering menjadi pembicara di acara seminar-seminar dan memberi pelatihan-pelatihan. Tentu saja skill utama yang diperlukan adalah skill untuk berkomunikasi. Ditambah lagi, sejak kecil Kak Seto telah ahli di bidang mendongeng dan selalu mengasah kemampuannya itu hingga dewasa.

b. Interpersonal Intelligence Kecerdasan ini memungkinkan kita untuk berkomunikasi dan memikirkan orang lain sehingga kita juga dapat mengerti pikiran dan suasana hati yang berbeda. Kecerdasan ini juga meliputi kemampuan untuk membentuk dan mempertahankan satu hubungan. Dilihat dari cara Kak Seto mendekati anak-anak dan passionnya di bidang psikologi, kecerdasan interpersonal Kak Seto cukup menonjol. Kak Seto pernah berkata, Saya bukan tahu segala hal tentang anak-anak, tapi berusaha untuk tahu tentang mereka. Untuk itu, Saya memiliki senjata rendah hati, tidak pernah merasa paling berkuasa di keluarga, menghormati mereka sehingga mereka terbuka kepada saya. c. Intrapersonal Intelligence Kecerdasaan intrapersonal berarti memahami diri sendiri, membuat rencana, membayangkan sesuatu, dan memecahkan masalah dalam hidup. Kecerdasan ini didasari oleh motivasi, keteguhan hati, nilai hidup, integritas. Kehidupan Kak Seto yang naik turun membuat ia belajar memaknai hidup ini tidak hanya semata-mata untuk kesenangan belaka namun ia dapat merefleksikan diri, bagaimana ia dapat berkontribusi di masyarakat yang luas. Ia mampu mengelola diri walaupun sejak muda ia harus hidup ditengah tekanan dan kekecewaa namun ia berhasil mengatur pola hidupnya sehingga termotivasi untuk selalu menjadi lebih baik di tiap kesempatan yang ia miliki. d. Adversity Quotient Adversity Quotient adalah kecerdasan yang menjadi indikator seberapa kuatkah seseorang terus bertahan dalam satu pergumulan, sampai pada akhirnya orang tersebut dapat dapat keluar menjadi pemenang, mundur di tengah jalan, atau bahkan tidak mau menerima tantangan sedikitpun. Dalam adversity quotient, individu terbagi menjadi tiga bagian dan Kak Seto termasuk dalam bagian climber yaitu orang yang memilih untuk terus bertahan dan berjuang menghadap berbagai macam hal baik berupa masalah, tantangan, maupun hambatan. Kak Seto memilih untuk berjuang tanpa memperdulikan latar belakang pahit namun justru memandang kedepan dan visioner.

Daftar Pustaka: Feist, Jess, & Feist, Gregory J. (2010). Theories of Personality. Jakarta:Penerbit Salemba Humanika. Gunawan W. Adi. (2003). Born to be a Genius. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. klatenonline, 2008, Dr. Seto Mulyadi, Psi,Msi, http://klatenonline.com/klaten/drseto-mulyadi-psimsi.htm. Diakses tanggal 21 Maret 2012 Santrock W. John. (2002). Life-Span Development. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Você também pode gostar