Você está na página 1de 6

Sejarah Televisi Prinsip Televisi ditemukan oleh Paul Nipkow dari jerman pada tahun 1884, namun pada

tahun 1928 Vladimir Zworkyn (Amerika Serikat) menemukan tabung kamera atau iconoscope yang bias menangkap dan mengirim gambar kekotak bernama televise. Iconoscope bekerja mengubah gambar dari bentuk gambar optis kedalam sinyal elektronis selanjutnya untuk diperkuat dan ditumpangkan pada gelombang radio. Zworkyn dengan bantuan Philo Farnsworth berhasil menciptakan televise pertama yang dipertunjukan kepada umum pada pertemuan World`s Fair pada tahun 1939. Kemunculan televisi pada awalnya ditanggapi biasa saja oleh masyarakat. Harga televisi ketika itu masih mahal, selain itu belum tersedia banyak program untuk disaksikan, pengisi acara pada masa itu bahkan meragukan masa depan televisi, mereka tidak yakin televisi dapat berkembang dengan pesat. Pembawa acara televisi pada masa itu, harus mengenakan make up biru tebal agar terlihat normal ketika muncul di layar televisi. Mereka juga harus menelan tablet garam untuk mengurangi keringat yang membanjir dibadan karena intensitas cahaya lampu studio yang sangat tinggi, menyebabkan para pengisi acara sangat kepanasan. Perang dunia ke-2 sempat menghentikan perkembangan televisi. Namun setelah perang usai, teknologi baru yang telah disempurnakan selama perang, berhasil mendorong kemajuan televisi. Kamera televisi baru tidak lagi membutuhkan terlalu banyak cahaya sehingga para pengisi acara di studio tidak lagi kepanasan. Selain itu, layar televisi sudah menjadi lebih besar, terdapat lebih banyak program yang tersedia dan sejumlah stasiun televisi local mulai membentuk jaringan. Masa depan televisi mulai menjanjikan. Awalnya di tahun 1945, hanya terdapat delapan stasiun televisi dan 8000 pesawat televisi di seluruh AS, namun sepuluh tahun kemudian, jumlah stasiun televisi meningkat menjadi hampir 100 stasiun sedangkan jumlah rumah tangga yang memiliki pesawat televisi mencapai 35 juta rumah tangga atau 67% dari total rumah tangga.1

Josep R Dominic, The Dynamics Of Mass Communication, Media In Digital Age, Seventh Edition, Mcgraw Hill, Boston 2002 dalam Morissan, Manajemen Media Penyiaran, Strategi Mengelola Radio & Televisi, Edisi Pertama, Kencana Prenada Media Group, Jakarta 2008, hlm. 7

Semua program televisi pada awalnya ditayangkan dalam siaran langsung (live). Pertunjukan opera di New York menjadi program favorit dan disiarkan secara langsung. Ketika itu, belum ditemukan kaset penyimpan suara dan gambar (videotape). Pengisi acara harus mengulang lagi pertunjukan beberapa kali agar dapat disiarkan di kesempatan lain. Barulah pada tahun 1956, Ampex Corporation berhasil mengembangkan videotape sebagai sarana yang murah dan efisien dalam menyimpan suara dan gambar program televisi. Pada awal tahun 1960-an hamper seluruh program, yang ada awalnya disiarkan secara langsung, diubah dan disimpan dalam videotape. Pesawat televisi berwarna mulai diperkenalkan kepada publik pada tahun 1950-an. Siaran televisi berwarna dilaksankan pertama kali oleh stasiun televisi NBC pada tahun 1960 dengan menayangkan program siaran berwarna selama tiga jam setiap harinya.2 Sejarah Pertelevisian di Indonesia Siaran televisi di Indoneia dimulai pada tahun 1962 saat TVRI menyangkan langsung upacara hari ulang tahun kemerdekaan Indonesia ke-17 pada tanggal 17 agustus 1962. Siaran langsung itu masih terhitung sebagai siaran percobaan. Siaran resmi TVRI baru dimulai 24 agustus 1962 jam 14:30 WIB yang menyiarkan secara langsung upacara pembukaan Asian Games ke-4 dari stadion utama Gelora Bung Karno (GBK).3 Sejak pemerintah Indonesia membuka TVRI, maka Selma 27 tahun penonton televisi di Indonesia hanya dapat menonton satu saluran televisi, barulah pada tahun 1989, pemerintah memberikan izin operasi kepada kelompok uasaha bimantara untuk membuka stasiun televisi RCTI yang merupakan televisi swasta pertama di Indonesia disusul kemudian oleh SCTV, Indosiar, ANTV, dan TPI. Gerakan reformasi pada tahun 1998 telah memicu perkembangan industri media massa khususnya televisi. Seiring itu, kebutuhan masyarakat terhadap informasi juga semakin bertambah. Menjelang tahun 2000 hampir serentak lima televisi swasta baru (Metro, Trans, Lativi, dan Global) serta beberapa televisi daerah yang saat ini jumlahnya mencapai puluhan stasiun televisi local. Tidak ketinggalan pula munculnya televisi berlangganan yang menyajikan berbagai program dalam dan
2

Morissan, Manajemen Media Penyiaran, Strategi Mengelola Radio & Televisi, Edisi Pertama, Kencana Prenada Media Group, Jakarta 2008, hlm. 6-7 3 Mila Day, Buku Pinter Televisi, Trilogos Library, Jakarta 2004, Hlm. 16 dalam Morissan, Manajemen Media Penyiaran, Strategi Mengelola Radio & Televisi, Edisi Pertama, Kencana Prenada Media Group, Jakarta 2008, hal 7

luar negeri. Setelah undang-undang disahkan pada tahun 2002, jumlah orang yang memiliki pesawat televisi di Indonesia diperkirakan mencapai 25 juta. Kini penonton dimanjakan dengan banyaknya program yang bermunculan, sehingga mereka bisa memilih acara apa yang ingin mereka tonton. Perlu diketahui pula kini pesawat televisi di Indonesia menjadi kebutuhan pelengkap sehari-hari masyarakat Indonesia. Fenomena, Iklan Kuku Bima Versi Maluku Dalam Pencitraan Budaya Maluku Terhadap Masyarakat Indonesia Iklan tercipta dari sebuah pemikiran kreatif para tim kreatif dan copywriter yang direalisasikan dalam bentuk tulisan, gambar, audio dan video yang bertujuan untuk memikat ketertarikan publik terhadap sebuah produk dan mengubah persepsi terhadap suatu kejadian. Pemikiran kreatif tersebut bisa berupa pesan yang bersifat informative, ajakan dan himbaun ataupun terkadang hanya bersifat komersil saja semua itu tergantung pada keinginan pemesan iklan / perusahaan pemilik produk untuk mencitrakan produknya. Kali ini penulis ingin membahas iklan dari sudut pandang pendekatan sosial budaya dalam iklan kuku bima versi maluku. Dalam iklan tersebut digambarkan keindahan alam maluku dan keanekaragaman budaya masyarakat Maluku, didukung juga dengan latar belakang musik daerah Maluku yang menambah kental sisi keindahan kebudayaan Maluku yang di usung oleh kukubima. Kenapa penulis ingin membahas iklan kuku bima energi versi Maluku, karena jarang ditemukan iklan yang membuka mata masyarakat Indonesia khususnya masyarakat maluku terhadap keragaman kebudayaan dan keragaman agama yang ada di Indonesia. Bila fenomena diatas dikaitkan dengan teori komunikasi, maka bisa dianalisis dengan tiga teori (1) Pendekatan sosial-budaya dan (2) Teori tindakan komunikasi Habermas. Pertama, Pendekatan sosial-budaya, Pendekatan sosial atau budaya, yang dewasa ini semakin berpengaruh dalam studi media massa, karena pendekatan pendekatan ini diwarnai oleh tinjaun positif terhadap produk media massa dan oleh keinginan untuk memahami makna dan peran yang dibawakan oleh budaya mutakhir dalam kehidupan kelompok tertentu dalam masyarakat golongan muda kelas pekerja, kelompok etnik minoritas, dan peran marjinal.

Pendekatan budaya juga berupaya untuk menjelaskan cara budaya massa berperan

dalam

mengintegrasikan dan mematuhkan golongan masyarakat yang berkemungkinan menyimpang serta menentang. Pendekatan itu telah mengarahkan banyak karya yang berkenaan dengan produk dan konteks penggunaan budaya mutakhir. Pendekatan sosial budaya berusaha mendalami pesan dan publik, melalui pemahaman pengalaman sosial pelbagai kelompok kecil masyarakat secara cermat, kritis, dan terarah, dengan tujuan agar dapat memberikan penjelasan menyangkut pola pilihan dan reaksi terhadap media. Masyarakat juga biasanya diberitakan tentang upaya pemegang kekuasaan dalam menangani krisis legitimasi berulang kali dan kesulitan ekonomi yang selalu tersapat dalam masyarakat industrialis kapitalis (hall, dan kawan-kawan, 1978). Meskipun tidak semua penganut pendekatan ini orang marxis, namun dikalangan mereka sepakat bahwa seseorang yang ingin memahami kebudayaan harus mempelajari berbagai kekuatan historis material, demikian pula sebaliknya.4 Jadi, apabila fenomena iklan kuku bima versi kebudayaan dikaitkan dengan teori diatas maka dapat diambil kesimpulan. Bahwasanya kuku bima ingin menyampaikan pesan kebudayaan melalui iklan yang mereka buat, agar supaya tidak ada lagi golongan masyarakat yang menyimpang dan menentang kebudayaan yang dibawa oleh golongan masyarakat lain. Selain itu kuku bima juga ingin berperan mengintegrasikan budaya satu dengan budaya yang lainnya, agar bisa mengurangi konflik antar golongan yang ada dalam suatu masyarakat majemuk seperti yang ada dalam masyarakat indonesia. Kedua, Teori tindakan komunikasi Habermas, Komunikasi (communication) pada hakikatnya selalu mengandaikan minimal dua orang yang berinteraksi. Dari hakikat komunikasi ini, menurut Habermas, tindakan komunikatif terarah pada saling pengertian (verstandigung) dan koordinasi hidup bersama, di mana setiap orang melaksanakan kebebasannya dengan mengakui dan menerima orang lain sebagai subyek yang bebas. Tindakan komunikatif seperti ini berada dalam situasi tindakan yang bersifat sosial sehingga tindakannya strategis, bukan tindakan yang instrumental dan berada dalam situasi yang bersifat non sosial.5

4 5

Denis McQuil, Teori Komunikasi Massa, Edisi Kedua, Erlangga, Jakarta 1996, Hlm; 33 Jrgen Habermas, The Theory of Communicative Action, vol. I, trans. Thomas McCarthy (Boston: Beacon Press, 1985), hlm. 285

Kaitan iklan kuku bima versi kebudayaan dengan teori diatas maka dapat diambil kessimpulan. Bahwasanya kuku bima ingin menyampaikan bahwa komunikasi terjadi dengan baik apabila adanya saling pengertian antar komunikator dan komunikan dan juga menerima orang lain sebagai subyek bebas dalam koordinasi hidup bersama tanpa harus memandang atribut identitas yang dibawa oleh seseorang. Selain itu kuku bima juga ingin mengurangi konflik antar umat beragama yang sering terjadi di Maluku. Dalam iklan ini bisa dilihat keindahan pluralisme dalam sebuah adegan yang menggambarkan seorang muslimah bisa berbicara dengan sangat santai dengan seorang pemuda beragama Kristen di sepanjang tepi pantai. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada gambar berikut.

Daftar Pustaka: Bungin, Burhan. 2008 Konstruksi Sosial Media Massa: Kekuatan Pengaruh Media Massa, Iklan Televisi, Dan Kepukusan Konsumen Serta Kritik Terhadap Peter L. Berger & Thomas Luckmann. Jakarta. Kencana Prenada Media Group. Habermas, Jrgen. 1985. The Theory of Communicative Action, vol. I. trans. Thomas McCarthy. Boston: Beacon Press. Day, Mila. 2004. Buku Pinter Televisi. Jakarta; Trilogos Library, dalam Morissan. 2008. Manajemen Media Penyiaran, Strategi Mengelola Radio & Televisi, Edisi Pertama. Jakarta; Kencana Prenada Media Group. Morissan. 2008. Manajemen Media Penyiaran, Strategi Mengelola Radio & Televisi, Edisi Pertama. Jakarta; Kencana Prenada Media Group. McQuil, Denis. 1996. Teori Komunikasi Massa, Edisi Kedua. Jakarta; Erlangga.

Você também pode gostar