Você está na página 1de 12

Sun, 29/11/2009 - 8:15pm godam64

A. Arti Definisi / Pengertian Muamalat : Muamalat adalah tukar menukar barang, jasa atau sesuatu yang memberi manfaat dengan tata cara yang ditentukan. Termasuk dalam muammalat yakni jual beli, hutang piutang, pemberian upah, serikat usaha, urunan atau patungan, dan lain-lain. Dalam bahasan ini akan menjelaskan sedikit tentang muamalat jual beli. B. Arti Definisi / Pengertian Jual Beli : Jual beli adalah suatu kegiatan tukar menukar barang dengan barang lain dengan tata cara tertentu. Termasuk dalam hal ini adalah jasa dan juga penggunaan alat tukar seperti uang. C. Rukun Jual Beli 1. Ada penjual dan pembeli yang keduanya harus berakal sehat, atas kemauan sendiri, dewasa/baligh dan tidak mubadzir alias tidak sedang boros. 2. Ada barang atau jasa yang diperjualbelikan dan barang penukar seperti uang, dinar emas, dirham perak, barang atau jasa. Untuk barang yang tidak terlihat karena mungkin di tempat lain namanya salam. 3. Ada ijab qabul yaitu adalah ucapan transaksi antara yang menjual dan yang membeli (penjual dan pembeli). D. Hal-Hal Terlarang / Larangan Dalam Jual Beli 1. Membeli barang di atas harga pasaran 2. Membeli barang yang sudah dibeli atau dipesan orang lain. 3. Memjual atau membeli barang dengan cara mengecoh/menipu (bohong). 4. Menimbun barang yang dijual agar harga naik karena dibutuhkan masyarakat. 5. Menghambat orang lain mengetahui harga pasar agar membeli barangnya. 6. Menyakiti penjual atau pembeli untuk melakukan transaksi. 7. Menyembunyikan cacat barang kepada pembeli. 8. Menjual barang dengan cara kredit dengan imbalan bunga yang ditetapkan. 9. Menjual atau membeli barang haram. 10. Jual beli tujuan buruk seperti untuk merusak ketentraman umum, menyempitkan gerakan pasar, mencelakai para pesaing, dan lain-lain. E. Hukum-Hukum Jual Beli 1. Haram Jual beli haram hukumnya jika tidak memenuhi syarat/rukun jual beli atau melakukan larangan jual beli. 2. Mubah Jual beli secara umum hukumnya adalah mubah. 3. Wajib

Jual beli menjadi wajib hukumnya tergantung situasi dan kondisi, yaitu seperti menjual harta anak yatim dalam keadaaan terpaksa. F. Kesempatan Meneruskan/Membatalkan Jual Beli (Khiyar) Arti definisi/pengertian Khiyar adalah kesempatan baik penjual maupun pembeli untuk memilih melanjutkan atau menghentikan jual beli. Jenis atau macam-macam khiyar yaitu : 1. Khiyar majlis adalah pilihan menghantikan atau melanjutkan jual beli ketika penjual maupun pembeli masih di tempat yang sama. 2. Khiyar syarat adalah syarat tertentu untuk melanjutkan jual beli seperti pembeli mensyaratkan garansi. 3. Khiyar aibi adalah pembeli boleh membatalkan transaksi yang telah disepakati jika terdapat cacat pada barang yang dibeli. G. Jual Beli Barang Tidak Terlihat (Salam) Arti definisi/pengertian Salam adalah penjual menjual sesuatu yang tidal terlihat / tidak di tempat, hanya ditentukan dengan sifat danbarang dalam tanggungan penjual. Rukun Salam sama seperti jual beli pada umumnya. Syarat Salam : 1. Pembayaran dilakukan di muka pada majelis akad. 2. Penjual hutang barang pada si pembeli sesuai dengan kesepakatan. 3. Brang yang disalam jelas spesifikasinya baik bentuk, takaran, jumlah, dan sebagainya. Keterangan : Untuk muamalat jenis lainnya akan dijelaskan pada artikel lain. Semoga berguna bagi kita semua amin.

Ekonomi Islam : Kaidah Dasar Memahami Fikih Ekonomi Islam oleh : Ust. Khalid Syamhudi, Lc
Urgensi Mengenal Fikih Muamalah Maliyah [Ekonomi Islam] Muamalah maliyah adalah medan hidup yang sudah tersentuh oleh tangan-tangan manusia sejak zaman klasik, bahkan zaman purbakala. Setiap orang membutuhkan harta yang ada di tangan orang lain. Hal ini membuat manusia berusaha membuat beragam cara pertukaran, bermula dengan kebiasaan melakukan tukar menukar barang yang disebut barter, berkembang menjadi sebuah sistem jual-beli yang kompleks dan multidimensional. Perkembangan itu terjadi karena semua pihak yang terlibat berasal dari latar belakang yang berbeda, dengan karakter dan pola pemikiran yang bermacam-macam, dengan tingkat pendidikan dan pemahaman yang tidak sama. Baik itu pihak pembeli atau penyewa, penjual atau pemberi sewa, yang berutang dan berpiutang, pemberi hadiah atau yang diberi, saksi, sekretaris atau juru tulis, hingga calo atau broker. Semuanya menjadi majemuk dari berbagai kalangan dengan berbagai latar belakang sosial dan pendidikan yang variatif. Selain itu, transaksi muamalah maliyah juga semakin berkembang sesuai dengan tuntutan zaman. Sarana atau media dan fasilitator dalam melakukan transaksi juga kian hari kian canggih. Sementara komoditi yang diikat dalam satu transaksi juga semakin bercorak-ragam, mengikuti kebutuhan umat manusia yang semakin konsumtif dan semakin terikat tuntutan zaman yang juga kian berkembang. Oleh sebab itu, urgensi muamalah maliyah yang sangat erat dengan perekonomian Islam ini akan tampak bila kita melihat salah satu bagiannya, yaitu dunia bisnis perniagaan dan khususnya level menengah ke atas. Seorang yang memasuki dunia perbisnisan ini membutuhkan kepekaan yang tinggi, feeling yang kuat dan keterampilan yang matang serta pengetahuan yang komplit terhadap berbagai epistimologi terkait, seperti ilmu manajemen, akuntansi, perdagangan, bahkan perbankan dan sejenisnya. Atau berbagai ilmu yang secara tidak langsung juga dibutuhkan dalam dunia perniagaan modern, seperti komunikasi, informatika, operasi komputer, dan lain-lain. Itu dalam standar kebutuhan businessman (orang yang berwirausaha) secara umum. Bagi seorang muslim, dibutuhkan syarat dan prasyarat yang lebih banyak untuk menjadi wirausahawan dan pengelola modal yang berhasil, karena seorang muslim selalu terikat-selain dengan kode etik ilmu perdagangan secara umumdengan aturan dan syariat Islam dengan hukumhukumnya yang komprehensif. Oleh sebab itu, tidak selayaknya seorang muslim memasuki dunia bisnis dengan pengetahuan kosong terhadap ajaran syariat, dalam soal jual-beli misalnya. Yang demikian itu merupakan sasaran empuk ambisi setan pada diri manusia untuk menjerumuskan seorang muslim dalam kehinaan.

Demikian pentingnya permasalahan ini, sehingga kita semua harus bersabar dan meluangkan waktu mempelajari dasar-dasar muamalah maliyah dan berbagai jenisnya. Mudah-mudahan dengan izin dan taufik dari Allah Azza wa Jalla kita dapat mengenal dan mengetahui hukum-hukum yang ada seputar aktivitas muamalah maliyah tersebut melalui kaidah dasar yang telah ditetapkan para ulama. Definisi Kata dalam etimologi bahasa Arab diambil dari kata ( )yang merupakan kata umum untuk semua perbuatan yang dikehendaki mukallaf. Kata muamalah dengan wazan ( dari kata ( ) yang bermakna bergaul ( .) ) Muamalah

Adapun dalam terminologi ahli fikih dan ulama syariat, kata muamalah digunakan untuk sesuatu di luar ibadah, sehingga muamalah membahas hak-hak makhluk dan ibadah membahas hak-hak Allah. Namun, mereka berselisih dalam apa saja yang masuk dalam kategori muamalah tersebut dalam dua pendapat:

1. Muamalah adalah pertukaran harta dan yang berhubungan dengannya, seperti al-bai (jual-beli), as-salam, al-ijaarah (sewa-menyewa), syarikat (perkongsian), ar-rahn (gadai), al-kafaalah, al-wakalah (perwakilan), dan sejenisnya. Inilah Mazhab Malikiyah, Syafiiyah, dan Hambaliyah. 2. Muamalah mencakup semua hal yang berhubungan kepada maslahat manusia dengan selainnya, seperti perpindahan hak pemilikan dengan pembayaran atau tidak (gratis) dan dengan transaksi pembebasan budak, kemanfaatan, dan hubungan pasutri. Dengan demikian, muamalah mencakup fikih pernikahan, peradilan, amanah, dan warisan. Inilah mazhab al-Hanafiyah dan pendapat asySyathibi dari mazhab al-Malikiyah. Oleh karena itu sebagian ahli fikih membagi fikih menjadi empat kategori: a. Fikih Ibadah b. Fikih Muamalah c. Fikih Ankihat (nikah) d. Hukum-hukum kriminal dan peradilan. Yang menjadi topik pembahasan kita adalah tentang pertukaran harta benda. Setelah jelas bahwa pembahasan kita hanya membahas muamalah maliyah (harta), maka perlu kita perlu mengetahui pengertian almaal dalam syariat Islam. Yang dimaksud dengan harta (al-maal) dalam pengertian syariat adalah:

Semua

benda

yang

diperbolehkan

kemanfaatannya

bukan

karena

hajat.

Termasuk dalam definisi ini: emas, perak, gandum, kurma, garam, mobil, bejana, rumah, dan lainlainnya. Yang dimaksud dengan kata ( ) adalah benda tersebut memiliki manfaat, sehingga benda yang tidak memiliki manfaat tidak termasuk dalam definisi ini. Benda yang diharamkan pemanfaatannya, seperti alat-alat musik, juga tidak termasuk dalam definisi ini. Adapun maksud pernyataan ( ) adalah kebolehannya bukan disebabkan kebutuhan dan darurat, sehingga mengeluarkan semua yang dibolehkan karena kebutuhan dan darurat, seperti bangkai yang diperbolehkan karena darurat atau kulit bangkai yang diperbolehkan pemanfaatannya karena kebutuhan. Demikian juga, anjing pemburu diperbolehkan karena hajat (kebutuhan) . Para ulama pun memakai kata harta benda ( )untuk tiga hal, yaitu: 1. Barang dagangan ( ,) seperti mobil, rumah, bahan makanan, pakaian, dan selainnya. 2. Jasa pemanfaatan ( ,)seperti pemanfaatan menempati rumah, pemanfaatan jual-beli di satu toko, dan lain-lainnya. 3. Benda ( )yang dimaksudkan adalah emas dan perak dan yang menggantikan keduanya dari uang kertas. Walaupun sebagiannya memandang ini termasuk dalam barang dagangan. Sebagian ulama memasukkan mata uang termasuk dalam al-arudh.

Ruang

Lingkup

Pembahasan

Yang diinginkan dalam pembahasan kita di sini adalah muamalah maliyah yang mencakup dua hal, yaitu: 1. Ahkam al-muawadhah ( ,) yaitu muamalah yang digunakan untuk maksud adanya imbalan berupa keuntungan, usaha dan perdagangan, serta lainnya. Di dalamnya tercakup: jual-beli ( ,)sewa menyewa ( ,)hak pilih ( ,)syarikat ( ,)dan transaksi yang berhubungan dengannya. 2. Ahkam at-tabaruat ( ,) yaitu muamalah yang bertujuan untuk berbuat baik dan memudahkan orang lain, seperti hadiah ( ,)pemberian ( ,)Wakaf ( ,)pembebasan budak ( )dan Wasiyat ( )serta yang lainnya. Dengan demikian, ruang lingkup pembahasan ini meliputi permasalahan: jual-beli ( ,)sewa menyewa ( ,)hak pilih ( ,)syarikat ( ,)utang piutang ( ,)gadai (,) jaminan ( ,)al-hawalah ( naturkgnabek halasam ,( ) iamad naijnajrep ,( ( ,)perlombaan ( ,)ariyah ( ,)al-ghashb ( ,)asy-syufah ( ,)al-jualah ( ,)laqathah ( ,)al-luqaith ( ,)wakaf (,) pemberian/hadiah ( ,)pemberian ketika sakit menjelang kematian ( ,)wakaf (,) dan wasiat (.) Namun, sebelum membahas permasalahan muamalah maliyah ini, pengenalan kaidah-kaidah dasar muamalah maliyah sangat perlu dilakukan agar permasalahannya lebih jelas dan mudah. Kaidah-kaidah Dasar dalam Muamalah Maliyah

Syekh Shalih bin Abdil Aziz Alu Syekh (Menteri Urusan Wakaf, Dakwah, dan Bimbingan Islam Negara Arab Saudi) pernah memberikan petunjuk bahwa seseorang yang ingin meneliti dan membahas permasalahan-permasalahan kiwari dan perkara nawazil, di antaranya fikih Muamalah Maliyah, harus memahami hal-hal berikut ini: 1. Memahami pendapat para ulama yang mereka sampaikan dalam kitab-kitab fikih dengan tepat hingga dapat membedakan gambaran permasalahan dengan benar. 2. Mengetahui nash-nash yang menyampaikan masalah tersebut. Baik dalam qimar, maisir, gharar, riba, dan yang lainnya dari kejadian dan masalah yang beraneka ragam. 3. Mengetahui bahasa Arab yang menjadi dasar istilah syari dalam mengungkapkan masalah-masalah tersebut. 4. Mengetahui istilahyang oleh ahli fikih disebut denganal jami wat tafriq, yaitu kaidah yang menyatukan banyak permasalahan dan perbedaan-perbadaan antara masalah-masalah tersebut. 5. Memiliki dan menguasai ilmu maqashid syariah. Karenanya, sudah seharusnyalah seorang thalib ilmu (pelajar) menguasai dengan baik pokok-pokok dan kaidah satu permasalahan. Pengenalan terhadap kaidah-kaidah tersebut akan sangat memudahkan seseorang untuk menguasai fikih, sehingga dengan satu kaidah seseorang dapat menjawab dan menguasai banyak permasalahan. Contohnya:

Kaidah (Masalah ibadah pada asalnya adalah dilarang dan bersandar kepada nash syariat). Mengenal kaidah-kaidah seperti ini dapat memberikan banyak faidah, di antaranya: 1. Mencapai derajat tinggi dalam fikih, karena kaidah-kaidah ini dapat memudahkan seseorang mengenal masalah yang beraneka ragam dengan satu atau dua kaidah. Oleh karena itu, Syekh as-Sadi rahimahullahu menyatakan,

Semangatlah kemu dalam memahami kaidah-kaidah Yang menyatukan masalah-masalah yang beragam
2. Berada pada kaidah tersebut dan tidak melampauinya hingga ada dalil yang mengeluarkannya. 3. Mengetahui bahwa yang dituntut menyampaikan dalil adalah orang yang mengeluarkan dari asal kaidah tersebut. 4. Orang yang komitmen dengan kaidah akan mendapatkan ketenangan ketika memaparkan furu (cabang) fikih dalam bab-babnya dan dapat mencapai tingkatan tertinggi dalam ilmu. Syekh as-Sadi rahimahullahu menyatakan:

Lalu mencapai tingkatan tertinggi dalam ilmu daan mengikuti jalan yang mendapatkan taufik.
Oleh karena itu, marilah kita memotivasi diri kita masing-masing untuk memperhatikan kaidah dan ketentuan fikih dengan dalil-dalilnya, kemudian mengenal (hasil) yang keluar darinya berdasarkan dalil. Untuk mempelajari dan menelaah muamalah maliyah diperlukan pengetahuan yang cukup seputar kaidah dasar ( ) dalam muamalah, di antaranya: 1. Asal dalam Muamalah Adalah Halal ( )

Inilah pendapat jumhur (mayoritas) ulama, bahkan Ibnu Rajab rahimahullah mengatakan bahwa sebagian ulama menyampaikan ijma (kesepakatan) dalam hal ini. Namun, hikayat ijma ini tidak benar karena mazhab azh-Zhahiriyah menyelisihinya (tidak menyetujui kaidah ini). Pengertian Kaidah

Pengertian kaidah ini adalah kaidah dalam semua akad yang terjadi antara dua pihak adalah halal dan mubah secara umum. Sehingga semua bentuk muamalah yang belum ada atau telah ada terdahulu, pada asalnya boleh, kecuali ada dalil yang shahih dan jelas melarangnya, sehingga keluar dari asalnya dengan dalil dan diberi hukum lain di luar hukum asal. Adapun bila tidak ada dalil yang melarangnya, maka ia berlaku sesuai asal, yaitu boleh dan mubah. Dasar Kaidah

Dalil

kaidah

dasar

ini

adalah:

1. Ayat-ayat yang menunjukkan perintah menunaikan akad transaksi dan perjanjian, seperti Firman Allah Azza wa Jalla,

Wahai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu. (Qs. al-Maidah: 1)


Dan firman Allah Subhanahu wa Taala,

Dan penuhilah janji. Sesungguhnya janji itu pasti dimintai pertanggungan jawabnya. (Qs. al-Isra`:
34) Kedua ayat ini berisi perintah menunaikan transaksi dan muamalah secara mutlak, baik bentuk dan lafalnya ada pada zaman Nabi shallallahu alaihi wa sallam atau belum ada. Oleh karen itu, hal ini menunjukkan bahwa asal dalam muamalah adalah halal. 2. Ayat-ayat yang menunjukkan pambatasan hal-hal terlarang pada perbuatan dan sifat tertentu, seperti firman Allah Azza wa Jalla,

Katakanlah, Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babikarena sesungguhnya semua itu kotoratau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Barangsiapa yang dalam keadaan terpaksa, sedangkan dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Mah

(Qs. al-Anam: 145)

Dan firman Allah Subhanahu wa Taala,

Katakanlah, Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu, yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu-bapak, dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinankami akan memberi rezki kepadamu dan kepada merekadan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, serta janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar. Demikian itu yang diperintahkan kepadamu supaya kamu memahami-(nya). (Qs. al-Anam: 151)
Serta firman-Nya Azza wa Jalla,

Katakanlah, Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji (baik yang tampak atau yang tersembunyi), perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu, dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah sesuatu yang tidak kamu ketahui. (Qs. al-Araf:
33) Dalam ayat-ayat di atas, Allah membatasi hal-hal terlarang pada jenis dan sifat tertentu saja, sedangkan yang tidak diketahui ada pengharamannya, maka diberlakukan hukum halal, karena tidak boleh ada hukum untuk para mukallaf tanpa dasar dalil. 3. Firman Allah Subhanahu wa Taala,

Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. (Qs. an-Nisa`: 29)
Dalam ayat ini, Allah tidak memberikan syarat dalam perdagangan kecuali saling suka (taradhi). Ayat ini menunjukkan bahwa asal dalam muamalah adalah halal. 4. Firman Allah Subhanahu wa Taala,

}
Padahal sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu. (Qs. al-Anam: 119)
5. Sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam,

Semua yang Allah halalkan dalam al-Quran maka ia halal, yang diharamkan maka ia haram, dan yang didiamkan maka itu tidak ada hukumnya (boleh). Terimalah dari Allah kemudahan-Nya. (Allah berfirman), Rabbmu tidak pernah lupa. (Hr. ad-Daraquthni dalam Sunan-nya: 2/137/12; dinilai
shahih oleh al-Albani dalam Silsilah ash-Shahihah, no. 2256) Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menyebut hukum sesuatu yang tidak diharamkan dan dihalalkan dengan kata afwun (dimaafkan atau boleh). Ini menunjukkan bahwa asal sesuatu dalam muamalah adalah halal. 6. Sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam,

Sungguh, orang yang paling besar kejahatannya adalah orang yang bertanya tentang sesuatu yang tidak diharamkan, lalu diharamkan dengan sebab pertanyaannya. (Muttafaqun alaihi)
7. Ditinjau secara dalil aqli (akal) dengan tiga hal:

a. Akad transaksi termasuk perbuatan dan aktivitas yang sudah menjadi adat kebiasaan. Manusia sudah biasa melakukannya dalam mendapatkan kebutuhan dunia mereka, maka asal hukumnya adalah boleh dan tidak dilarang. Sehingga dijadikan dasar sampai ada dalil yang mengharamkannya. b. Syariat tidak mengharamkan jenis akad kecuali hanya beberapa saja, maka tidak adanya dalil pengharaman menunjukkan ketidak-haramannya. c. Dalam keabsahan akad transaksi, tidak disyaratkan adanya izin khusus dari syariat. Ibnu Taimiyah rahimahullahu menyatakan, Kaum muslimin apabila melakukan transaksi tertentu dan belum

mengetahui keharaman dan kehalalannya, maka seluruh ahli fikihyang aku ketahuimenghukumi keabsahannya, apabila mereka tidak meyakini keharamannya. Walaupun transaktor (orang yang bertransaksi ed) tersebut belum mengetahui penghalalannyabaik dengan ijtihad atau taklid, dan juga tidak ada seorang pun yang menyatakan bahwa akad transaksi tidaklah sah kecuali untuk orang yang meyakini bahwa syariat menghalalkannya. Seandainya izin khusus syariat menjadi syarat keabsahan transaksi, maka transaksinya tidak sah, kecuali setelah adanya izin kebolehannya.
3. Asal Setiap Muamalah Adalah Adil dan Larangan Berbuat Zalim serta Memperhatikan Kemaslahatan Kedua Belah Pihak dan Menghilangkan Kemudharatan.

TAUBAT NASUHA
TAUBAT NASUHA Manusia diberi kesempatan utk memperbaiki diri. Iaitu dgn bertaubat dari perbuatan2 yg boleh memasukkannya ke dalam neraka. Taubat yg dilakukan haruslah total, yg dikenal dgn taubat nasuha. Rasulullah s.a.w bersabda: Maksudnya:

Setiap anak Adam (manusia) berbuat kesalahan, dan sebaik2nya org yg bersalah adalah bertaubat
HR At Tirmidzi no. 2499 dan dihasankan oleh al-Albani dalam Shahih al Jami Ash Shaghir, no:4391.

Seandainya hamba2 Allah tidak ada yg berbuat dosa, tentulah Allah akan menciptakan makhluk lain yg berbuat dosa kemudian mengampuni mereka
HR Al Hakim, hal 4/246 dan disahihkan oleh al Albani dalam Silsilah Shahihah, no:967. Dengan bertaubat, kita dapat membersihkan hati dari noda yg mengotorinya. Sebab dosa menodai hati, dan membersihkannya merupakan KEWAJIPAN. Rasulullah bersabda: Maksudnya:

Sesungguhnya seorg mukmin bila berbuat dosa, maka akan (timbul) sati titik noda hitam di hatinya. Jika ia bertaubat, meninggalkan (perbuatan tersebut) dan memohon keampunan (kepada Allah), maka hatinya kembali bersih. Tetapi bila menambah (perbuatan dosa), maka bertambahlah noda hitam tersebut sampai memenuhi hatinya. Maka itulah ar raan (penutup hati) yg telah disebutkan Allah dalam firmanNya yg bermaksud: Sekali2 tidak (demikian), sebenarnya apa yg selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka Q.S Al Muthaffifin:14
HR Ibnu Majah, no: 4244. Allah juga menganjurkan kita utk segera bertaubat dan beristighfar. Allah berfirman maksudnya:

Maka jika mereka bertaubat, itu adalah lebih baik bg mereka, dan adalah lebih baik bg mereka, dan jika mereka berpaling, nescaya Allah akan mengazab mereka dgn azab yg pedih di dunia dan di akhirat; dan mereka sekali2 tidak mempunyai penolong di muka bumi
Q.S At Taubah:74. Rasulullah sendiri banyak bertaubat dan beristighfar, sehingga para sahabat menghitungnya sebanyak lebih 100 kali dalam satu majlis, sebagaimana Nafi Ibnu Umar telah menyatakan: Maksudnya:

Ibnu Umar pernah menghitung (bacaan istighfar) Rasulullah s.a.w dalam suatu majlis sebelum bangkit 100 kali, (yg berbunyi): Ya Rabbku, ampunilah aku dan terimalah taubatku. Sesungguhnya Engkau Maha Penerima Taubat lagi Maha Pengampun
HR At Tirmidzi, no: 3434. PENGERTIAN TAUBAT NASUHA TAUBAT NASUHA ialah kembalinya seseorg hamba kpd Allah dari dosa yg pernah dilakukannya, baik sengaja ataupun kerana ketidaktahuannya, dgn jujur, ikhlas, kuat dan didokong dgn ketaatan2 yg mengangkat seorg hamba mencapai kedudukan para wali Allah yg muttaqin (bertaqwa) dan (ketaatan) yg dapat menjadi pelindung dirinya dari syaitan. HUKUM ANJURAN TAUBAT NASUHA Hukum taubat nasuha adalah FARDHU AIN (menjadi kewajipan setiap individu) atas setiap muslim. Dalilnya: 1. Firman Allah swt yg bermaksud: Q.S. An Nuur:31.

Dan bertaubatlah kpd Allah, hai org2 yg beriman supaya kamu beruntung Hai org2 yg beriman, bertaubatlah kepada Allah dgn taubat yg semurni2nya
Q.S. At Tahrim:8. 2. Sabda Rasulullah s.a.w yg bermaksud:

Wahai kaum mukminin. Bertaubatlah kepada Allah, kerana aku juga bertaubat kpd Allah sehari 100 kali
HR Muslim (17/24) dgn Syarh Nawawi, dari hadith Abdullah bin Umar. 3. Imam al Qurthubi menyatakan:

(Para ulama) umat telah ijma (bersepakat) bahawa hukum bertaubat adalah fardhu (wajib) atas seluruh mukminin
Al Jami Li Hikam al Quran (5/90). 4. Ibnu Qudamah juga menyatakan demikian. Mukhtasar Minhaj al Qashidin, hal 322. KELUASAN RAHMAT ALLAH DAN KEUTAMAAN TAUBAT NASUHA

Manusia hendaklah jgn khuatir jika taubatnya tidak diterima, kerana rahmat Allah sangat luas, sebagaimana doa para malaikat yg dijelaskan dalam firmanNya yg bermaksud: Q.S Al Mumin: 7.

Ya Rabb kami, rahmat dan ilmu Engkau meliputi segala sesuatu, maka berilah ampunan kepada org2 yg bertaubat dan mengikuti jalan Engkau dan peliharalah mereka dari seksaan neraka yg bernyala2
SYARAT TAUBAT NASUHA 1. Islam Taubat yg diterima hanyalah dari seorg MUSLIM. Org kafir, taubatnya ialah dgn MEMELUK ISLAM. Allah berfirman yg bermaksud:

Dan tidaklah taubat itu diterima Allah dari org2 yg mengerjakan kejahatan (yang) hingga apabila datang ajal kpd seseorg di antara mereka, (barulah) ia mengatakan: Sesungguhnya aku bertaubat sekarang. Dan tidak (pula diterima taubat) org2 yg mati sedang mereka di dalam kekafiran. Bagi org2 itu telah Kami sediakan seksa yg pedih
Q.S. Al Nisaa:18. 2. Ikhlas Allah berfirman yg bermaksud:

Kecuali org2 yg taubat dan mengadakan perbaikan dan berpegang teguh pada (agama) Allah dan tulus ikhlas (mengerjakan) agama mereka kerana Allah. Maka mereka itu adalah bersama2 org yg beriman dan kelak Allah akan memberikan kepada org2 yg beriman pahala yg besar
Q.S An Nisaa:146. 3. Mengakui dosanya Mengetahui perbuatan dosa tersebut dan mengakui kesalahannya, serta berharap selamat akibat buruk perbuatan tersebut. 4. Penuh penyesalan Menunjukkan penyesalannya yg mendalam. Rasulullah s.a.w bersabda yg bermaksud:

Penyesalan adalah taubat

HR Ibnu Majah, no:4252 dan Ahmad no:3568. 5. Meninggalkan kemasiatan dan mengembalikan hak2 kepada pemiliknya Wajib meninggalkan kemasiatannya dan MENGEMBALIKAN setiap hak kpd pemiliknya,jika berupa harta dan sejenisnya. Jika berupa tuduhan dan fitnah atau sepertinya, maka dgn cara MEMINTA MAAF. Apabila berupa ghibah, maka dgn cara MEMOHON DIHALALKAN (ditoleransi) selama permohonan tersebut tidak menimbulkan pengaruh buruk yg lain. Bila ternyata berimplikasi buruk, maka cukuplah MENDOAKANNYA utk meraih kebaikan. 6. Masa bertaubat sebelum nafas di kerongkongan (sakaratul maut) dan sebelum matahari terbit di arah barat. Rasulullah menjelaskan yg bermaksud:

Sesungguhnya Allah menerima taubat seorg hamba sebelum nafasnya berada di kerongkongan
HR At Tirmidzi, no:3537.

Hijrah tidak terputus sampai terhentinya (masa utk) taubat, dan taubat tidak terputus sampai matahari terbit dari sebelah barat
HR Abu Dawud, no:2479 dan Ahmad dalam Musnad (3/99). 7. Istiqomah setelah bertaubat Firman Allah yg bermaksud: Q.S Huud: 112.

Maka tetaplah kamu pada jalan yg benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) org yg telah taubat beserta kamu dan jgnlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yg kamu kerjakan
8. Mengadakan perbaikan setelah taubat Allah berfirman yg bermaksud:

Apabila org2 yg beriman kepada ayat2 Kami itu datang kepadamu, maka katakanlah: Salaamun-alaikum. Rabbmu telah menetapkan atas diriNya kasih sayang, (iaitu) bahawasanya barangsiapa yg berbuat kejahatan di antara kamu lantaran kejahilan, kemudian ia bertaubat setelah mengerjakannya dan mengadakan perbaikan, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang
Q.S. Al Anaam: 54. PERINGATAN PENTING KETIKA BERTAUBAT 1. Meyakini bahawa Allah Maha Mengetahui dan Maha Melihat.

2. Melihat keagungan Dzat yg kita derhakai, dan jangan melihat kecilnya masiat sebagaimana firmanNya yg bermaksud:

Khabarkan kpd hamba2Ku, bahawa sesungguhnya Akulah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang, dan bahawa sesungguhnya azabKu adalah azab yg sangat pedih
Q.S. Al Hijr: 50. 3. Ingatlah bahawa dosa itu semuanya buruk. Kerana ia menjadi penghalang dalam mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. 4. Meninggalkan tempat2 masiat dan teman2 yg berperangai buruk, yg biasanya menmbantu berbuat dosa, serta memutuskan hubungan dengan mereka selama mereka belum berubah menjadi baik. HAL2 YG MENGHALANGI TAUBAT 1. BIDAH DALAM AGAMA Rasulullah s.a.w bersabda yg bermaksud: (Ash-Shahihah no:1620).

Sesungguhnya Allah menutup taubat dari semua ahli bidah


2. MINUMAN KERAS Rasulullah s.a.w bersabda yg bermaksud:

Barangsiapa minum khamr (minuman keras), maka solatnya TIDAK DITERIMA selama 40 malam. Jika ia bertaubat, maka Allah akan menerimanya. Namun, bila mengulanginya lagi, maka Allah memberinya sungai Khibaal. Ada yg bertanya: Apa itu sungai Khibaal? Baginda menjawab: Nanah penduduk neraka.
Demikianlah secara ringkas tentang taubat nasuha. Semoga dapat menjadi peringatan kepada diri saya dan kita semua utk sentiasa bertaubat kepada Allah.

Você também pode gostar