Você está na página 1de 7

1.

Kewajiban kita terhadap orang tua Berbakti terhadap orang tua (Birrul walidain) Imam Nawawi mengatakan, Rasulullah SAW memerintahkan agar senantiasa berbuat baik kepada kaum kerabat dan yang paling berhak mendapatkannya di antara mereka adalah ibu, lalu bapak dan selanjutnya orang-orang terdekat. Bergaul dengan kedua dengan cara yg baik. Di dalam hadits Nabi Shallallahu alaihi wa sallam disebutkan bahwa memberikan kegembiraan kepada seorang mumin termasuk shadaqah, lebih utama lagi kalau memberikan kegembiraan kepada kedua orang tua kita. Berkata kepada kedua orang tua dengan perkataan yang lemah lembut. Hendak dibedakan berbicara dengan kedua orang tua dan berbicara dengan anak, teman atau dengan yang lain. Berbicara dengan perkataan yang mulia kepada kedua orang tua, tidak boleh mengucapkan ah apalagi mencemooh dan mencaci maki atau melaknat kedua karena ini merupakan dosa besar dan bentuk kedurhakaan kepada orang tua. Tawadlu (rendah diri). Tidak boleh kikir (sombong) apabila sudah meraih sukses atau mempunyai jabatan di dunia, karena sewaktu lahir kita berada dalam keadaan hina dan membutuhkan pertolongan. Kedua orang tualah yang menolong dengan memberi makan, minum, pakaian dan semuanya. Memberikan infak (shadaqah) kpd kedua orang tua. Mendoakan orang tua. Sebagaimana dalam ayat Robbirhamhuma kamaa rabbayaani shagiiro (Wahai Rabb-ku kasihanilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku diwaktu kecil). Seandai orang tua belum mengikuti dakwah yang haq dan masih beruntuk syirik serta bidah, kita hrs tetap berlaku lemah lembut kpd keduanya. Dakwahkan kepada kedua dengan perkataan yang lemah lembut. Amal-amal yg diperuntuk untuk kedua orang tua yg sudah wafat, ialah : [1] Mendoakannya [2] Menshalatkan ketika orang tua meninggal [3] Selalu memintakan ampun untuk keduanya. [4] Membayarkan hutang-hutangnya [5] Melaksanakan wasiat yg sesuai dgn syariat. [6] Menyambung tali silaturrahmi kpd orang yg kedua juga pernah menyambungnya

2.

Kewajiban kita terhadap diri sendiri Sesungguhnya orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri terhadapnya, sekali-kali tidak akan dibukakan bagi mereka pintu-pintu langit dan tidak (pula) mereka masuk surga, hingga unta masuk ke lubang jarum, demikianlah Kami memberi pembalasan kepada orang-orang yang berbuat kejahatan. Mereka mempunyai tikar tidur dari api neraka dan di atas mereka ada selimut (api neraka), demikianlah Kami memberi balasan kepada orang orang yang zhalim. Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal yang shalih, Kami tidak memikulkan kewajiban kepada diri seseorang melainkan sekedar kesanggupannya, mereka itulah penghuni-penghuni surga, mereka kekal di dalamnya. (AlAraaf: 40-42).

Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali orangorang yang beriman dan mengerjakan amal shallih dan nasihat-menasihati supaya mentaati kebenaran dan nasihat-menasihati supaya menetapi kesabaran. (Al-Ashr: 1-3). Semua manusia beramal, dan menjual dirinya memperbaiki dirinya, atau membinasakannya. (HR Muslim). Sebagai seorang muslim, hendaknya kita tidak henti-hentinya membina diri, menyucikannya, dan membersihkannya. Sebab, kitalah orang yang paling layak untuk melakukannya. Seorang muslim hendaknya menjauhkan diri dan apa saja yang mengotorinya, dan merusaknya seperti keyakinankeyakinan yang rusak, ucapan-ucapan yang rusak, dan amal perbuatan yang rusak. Ia melawan dirinya siang malam, mengevaluasinya setiap saat, membawanya kepada perbuatan-perbuatan yang baik, mendorongnya kepada ketaatan, menjauhkannya dari segala keburukan dan kerusakan. Dalam memperbaiki dirinya, membinanya, dan membersihkannya, orang Muslim menempuh jalan-jalan berikut: Taubat Yang dimaksud dengan taubat di sini ialah melepaskan diri dan semua dosa dan kemaksiatan, menyesali semua dosa-dosa masa lalunya dan bertekat tidak kembali kepada dosa di sisa-sisa umurnya. Muraqabah Maksudnya, orang Muslim mengkondisikan dirinya merasa diawasi Allah Ta ala di setiap waktu kehidupan hingga akhir kehidupannya, bahwa Allah Taala melihatnya, mengetahui rahasiarahasianya, memperhatikan semua amal perbuatannya, mengamatinya, dan mengamati apa saja yang dikerjakan oleh semua jiwa. Dengan cara seperti itu, diri orang Mukmin selalu merasakan keagungan Allah Ta ala dan kesempumaan-Nya, tentram ketika ingat nama-Nya, merasakan ketentraman ketika taat kepada-Nya, ingin bertetanggaan dengan-Nya, datang menghadap kepada-Nya, dan berpaling dan selain-Nya. Muhasabah (Evaluasi) Karena orang Muslim siang-malam bekerja untuk kebahagiaannya di akhirat, kemuliaan dari Allah Taala, keridhaan-Nya, dan karena dunia adalah tempat beramal, maka ia harus melihat ibadah-ibadah wajib seperti penglihatan pedagang kepada modal bisnisnya, ia melihat ibadahibadah sunnah seperti penglihatan pedagang terhadap keuntungan bisnisnya, dan melihat kemaksiatan dan dosa sebagai kerugian dalam dunia bisnis. Kemudian ia berduaan dengan dirinya sesaat di akhir harinya guna mengadakan muhasabah (evaluasi) terhadap dirinya atas amal perbuatannya sepanjang siang harinya. Jika ia melihat dirinya kurang mengerjakan ibadah-ibadah wajib, ia mencela dirinya, dan memarahinya, kemudian memaksanya melaksanakan ibadah-ibadah wajib tersebut saat itu juga jika ibadah-ibadah wajib tersebut termasuk yang harus ditunaikan saat itu juga, dan jika ibadah ibadah wajib tersebut tidak termasuk yang harus ditunaikan saat itu juga maka ia harus memperbanyak mengerjakan ibadah-ibadah sunnah.

Jika ia melihat dirinya kurang dalam mengerjakan ibadah-ibadah sunnah, maka ia mengganti kekurangannya dan memaksa dirinya melakukannya. Jika ia melihat kerugian karena ia mengerjakan dosa, maka ia beristighfar, menyesalinya, bertaubat, dan mengerjakan amal shalih yang bisa memperbaiki apa yang telah dirusaknya. Mujahadah (Perjuangan) Orang Muslim mengetahui bahwa musuh besarnya ialah hawa nafsu yang ada dalam dirinya, bahwa watak hawa nafsu adalah condong kepada keburukan, lari dari kebaikan, dan memerintahkan kepada keburukan. Selain itu, watak hawa nafsu ialah senang malas-malasan, santai, dan menganggur, serta larut dalam syahwat, kendati di dalamnya terdapat kecelakaan dan kebinasaannya. Jika orang Muslim mengetahui itu semua, maka ia memobilisasi diri untuk berjuang melawan hawa nafsunya, mengumumkan perang, mengangkat senjata untuk melawannya, dan bertekat mengatasi seluruh perjuangannya melawan hawa nafsu, dan menantang syahwatnya. Jika hawa nafsunya menyukai kehidupan santai, maka ia membuatnya lelah. Jika hawa nafsunya menginginkan syahwat, maka ia melarangnya. Jika dirinya tidak serius dalam ketaatan dan kebaikan, maka ia menghukumnya dan memarahinya, kemudian ia mewajibkannya mengerjakan apa yang tidak ia kerjakan dengan serius, dan mengganti apa yang ia sia-siakan dan ia tinggalkan. Ia bawa dirinya ke dalam pembinaan seperti itu hingga dirinya menjadi tentram, bersih, dan menjadi baik. Itulah tujuan utama mujahadah (perjuangan) terhadap hawa nafsu (diri). Selain itu, seorang muslim berkewajiban untuk : - Mengobati penyakit dan memberi perhatian terhadap hal-hal yang membuat badannya sehat dan kuat (makan makanan yang thoyib dan halal) - Menjauhkan sikap berlebihan dalam makan dan minum - Memberi perhatian yang lebih terhadap kebersihan - Berolahraga meskipun hanya berjalan kaki - Menjaga Akal - Mempelajari ilmu-ilmu Islam - Mempelajari ilmu umum - Menjaga saku/kantong/dompet - Melakukan pekerjaan yang dijadikan usaha - Menjaga akhlak

* Memiliki rasa malu dan halus perasaan yang membawa orang cepat membawa kebaikan dan meninggalkan kejahatan * Rendah hati tanpa meninggalkan kepercayaan diri * Jujur, berkeinginan kuat, setia dengan janji betapapun kondisinya * Pemberani dan tabah - Berani berterus terang dalam kebenaran - Berani menyimpan rahasia - Berani mengakui kesalahan - Berani mengendalikan diri pada saat marah - Mengutamakan keseriusan dan teguh * Menjauhkan diri dari sahabat yang kurang kondusif - Menjaga Orang Lain * Bersikap adil - Memberi penilain secara benar - Bertindak adil dan benar * Memberi perhatian terhadap mereka - Memberi bantuan * Kasih sayang - Tata cara bertutur kata * Menjaga hak-hak orang lain - Menjaga dakwah * Menjaga tradisi Islam - Memperhatikan bulan-bulan Islam - Menghidupkan kembali jiwa dermawan dan pengorbanan - Ikut serta secara aktif dalam dakwah

3. Fiqh orang sakit Allah Subhanahu wa Taala berfirman. Artinya : Dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan [AlHajj : 78] Artinya : Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu [Al-Baqarah : 185] Artinya : Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta taatlah dan nafkahkanlah nafkah yang baik untuk dirimu [At-Taghabun : 16] Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda. Sesungguhnya din ini mudah (HR Bukhari) Beliau juga bersabda.: Jika saya perintahkan kalian dengan suatu urusan maka kerjakanlah semampu kalian (HR Bukhari Muslim) Berdasar kaidah dasar ini maka Allah memeberi keringanan bagi orang yang mempunyai kesulitan dalam masalah ibadah mereka sesuai dengan tingkat halangan yang mereka alami, agar mereka dapat beribadah kepada Allah tanpa kesulitan, dan segala puji bagi Allah Subhanahu wa Taala. TATA CARA BERSUCI BAGI ORANG YANG SAKIT 1. Orang yang sakit wajib bersuci dengan air. Ia harus berwudhu jika berhadats kecil dan mandi jika berhadats besar. 2. Jika tidak bisa bersuci dengan air karena ada halangan, atau takut sakitnya bertambah, atau khawatir memperlama kesembuhan, maka ia boleh bertayamum. 3. Tata cara tayamum : Hendaknya ia memukulkan dua tangannya ke tanah yang suci sekali pukulan, kemudian mengusap wajahnya lalu mengusap telapak tangannya. 4. Bila tidak mampu bersuci sendiri maka ia bisa diwudhukan, atau ditayamumkan orang lain. Caranya hendaknya seseorang memukulkan tangannya ke tanah lalu mengusapkannya ke wajah dan dua telapak tangan orang sakit. Begitu pula bila tidak kuasa wudhu sendiri maka diwudhukan orang lain. 5. Jika pada sebagian anggota badan yang harus disucikan terluka, maka ia tetap dibasuh dengan air. Jika hal itu membahayakan maka diusap sekali, caranya tangannya dibasahi dengan air lalu diusapkan diatasnya. Jika mengusap luka juga membahayakan maka ia bisa bertayamum. 6. Jika pada tubuhnya terdapat luka yang digips atau dibalut, maka mengusap balutan tadi dengan air sebagai ganti dari membasuhnya. 7. Dibolehkan betayamum pada dinding, atau segala sesuatu yang suci dan mengandung debu. Jika dindingnya berlapis sesuatu yang bukan dari bahan tanah seperti cat misalnya,maka ia tidak boleh bertayamum padanya kecuali jika cat itu mengandung debu.

8. Jika tidak mungkin bertayamum di atas tanah, atau dinding atau tempat lain yang mengandung debu maka tidak mengapa menaruh tanah pada bejana atau sapu tangan lalu bertayamum darinya. 9. Jika ia bertayamum untuk shalat lalu ia tetap suci sampai waktu shalat berikutnya maka ia bisa shalat dengan tayamumnya tadi, tidak perlu mengulang tayamum, karena ia masih suci dan tidak ada yang membatalkan kesuciannya. 10. Orang yang sakit harus membersihkan tubuhnya dari najis, jika tidak mungkin maka ia shalat apa adanya, dan shalatnya sah tidak perlu mengulang lagi. 11. Orang yang sakit wajib shalat dengan pakaian suci. Jika pakaiannya terkena najis ia harus mencucinya atau menggantinya dengan pakaian lain yang suci. Jika hal itu tidak memungkinkan maka ia shalat seadanya, dan shalatnya sah tidak perlu mengulang lagi. 12. Orang yang sakit harus shalat di atas tempat yang suci. Jika tempatnya terkena najis maka harus dibersihkan atau diganti dengan tempat yang suci, atau menghamparkan sesuatu yang suci di atas tempat najis tersebut. Namun bila tidak memungkinkan maka ia shalat apa adanya dan shalatnya sah tidak perlu mengulang lagi. 13. Orang yang sakit tidak boleh mengakhirkan shalat dari waktunya karena ketidak mampuannya untuk bersuci. Hendaknya ia bersuci semampunya kemudian melakukan shalat tepat pada waktunya, meskipun pada tubuhnya, pakaiannya atau tempatnya ada najis yang tidak mampu membersihkannya. TATA CARA SHALAT ORANG SAKIT 1. Orang yang sakit harus melakukan shalat wajib dengan berdiri meskipun tidak tegak, atau bersandar pada dinding, atau betumpu pada tongkat. 2. Bila sudah tidak mampu berdiri maka hendaknya shalat dengan duduk. Yang lebih utama yaitu dengan posisi kaki menyilang di bawah paha saat berdiri dan ruku. 3. Bila sudah tidak mampu duduk maka hendaknya ia shalat berbaring miring dengan bertumpu pada sisi tubuhnya dengan menghadap kiblat, dan sisi tubuh sebelah kanan lebih utama sebagai tumpuan. Bila tidak memungkinkan meghadap kiblat maka ia boleh shalat menghadap kemana saja, dan shalatnya sah, tidak usah mengulanginya lagi. 4. Bila tidak bisa shalat miring maka ia shalat terlentang dengan kaki menuju arah kiblat. Yang lebih utama kepalanya agak ditinggikan sedikit agar bisa menghadap kiblat. Bila tidak mampu maka ia bisa shalat dengan batas kemampuannya dan nantinya tidak usah mengulang lagi. 5. Orang yang sakit wajib melakukan ruku dan sujud dalam shalatnya. Bila tidak mampu maka bisa dengan isyarat anggukan kepala. Dengan cara untuk sujud anggukannya lebih ke bawah daripada ruku. Bila masih mampu ruku namun tidak bisa sujud maka ia ruku seperti biasa dan menundukkan kepalanya untuk mengganti sujud. Begitupula jika mampu sujud namun tidak bisa ruku, maka ia sujud seperti biasa saat sujud dan menundukkan kepala saat ruku. 6. Apabila dalam ruku dan sujud tidak mampu lagi menundukkan kepalanya maka menggunakan isyarat matanya. Ia pejamkan matanya sedikit untuk ruku dan memejamkan lebih banyak sebagai

isyarat sujud. Adapun isyarat dengan telunjuk yang dilakukan sebagian orang yang sakit maka saya tidak mengetahuinya hal itu berasal dari kitab, sunnah dan perkataan para ulama. 7. Jika dengan anggukan dan isyarat mata juga sudah tidak mampu maka hendaknya ia shalat dengan hatinya. Jadi ia takbir, membaca surat, niat ruku, sujud, berdiri dan duduk dengan hatinya (dan setiap orang mendapatkan sesuai yang diniatkannya). 8. Orang sakit tetap diwajibkan shalat tepat pada waktunya pada setiap shalat. Hendaklah ia kerjakan kewajibannya sekuat dayanya. Jika ia merasa kesulitan untuk mengerjakan setiap shalat pada waktunya, maka dibolehkan menjamak dengan shalat diantara waktu akhir dzhuhur dan awal ashar, atau antara akhir waktu maghrib dengan awal waktu isya. Atau bisa dengan jama taqdim yaitu dengan mengawalkan shalat ashar pada waktu dzuhur, dan shalat isya ke waktu maghrib. Atau dengan jamak takhir yaitu mengakhirkan shalat dzuhur ke waktu ashar, dan shalat maghrib ke waktu isya, semuanya sesuai kondisi yang memudahkannya. Sedangkan untuk shalat fajar, ia tidak bisa dijamak kepada yang sebelumnya atau ke yang sesudahnya. 9. Apabila orang sakit sebagai musafir, pengobatan penyakit ke negeri lain maka ia mengqashar shalat yang empat rakaat. Sehingga ia melakukan shalat dzuhur, ashar dan isya, dua rakaatrakaat saja sehingga ia pulang ke negerinya kembali baik perjalanannya lama ataupun sebentar.

Você também pode gostar