Você está na página 1de 24

MIKROTEKNIK: METODE PARAFIN

Nur Fitrianto F05108008 JUNI 2011

DAFTAR ISI Daftar Isi ................................................................................................................... 2 BAB I: PENDAHULUAN.......................................................................................... 3 A. Pengertian dan Ruang Lingkup Mikroteknik ............................................... 3 B. Metode-Metode dalam Mikroteknik................................................................ 3 1. Metode Sediaan Utuh (Whole Mounts)....................................................... 3 2. Metode Sediaan Irisan (Sectioning) ............................................................ 3 3. Metode Sediaan Uraian (Teasing Preparations)......................................... 4 4. Metode Sediaan Oles (Smearing).................................................................. 4 5. Metode Sediaan Rentang (Spreading)......................................................... 5 6. Metode Sediaan Pencet (Squash)................................................................. 5 7. Metode Sediaan Gosok.................................................................................. 5 8. Metode Supravital......................................................................................... 6 BAB II: METODE PARAFIN UNTUK JARINGAN.............................................. 7 A. Karakteristik Metode Parafin....................................................................... 7 B. Tahapan Metode Parafin................................................................................. 8 1. Pengambilan jaringan tubuh (Sampling).................................................. 8 2. Fiksasi........................................................................................................... 10 3. Dehidrasi...................................................................................................... 16 4. Penjernihan (Clearing)............................................................................... 17 5. Infiltrasi (Infiltration)................................................................................ 18 6. Penanaman (Embedding).......................................................................... 18 7. Pemotongan (Sectioning)........................................................................... 18 8. Pewarnaan (Staining)................................................................................ 19 9. Mounting.................................................................................................... 23 DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 24

BAB I PENDAHULUAN A. Pengertian dan Ruang Lingkup Mikroteknik Mikroteknik atau teknik Histologi adalah ilmu atau seni mempersiapkan organ, jaringan, atau bagian jaringan untuk dapat diamati dan ditelaah. Penelaahan umumnya dilakukan dengan bantuan mikroskop, karena struktur jaringan secara terperinci terlalu kecil untuk dilihat dengan mata telanjang. Ruang lingkup yang menyangkut materi mikroteknik tergantung sumber referensi yang didapat. Namun umumnya Mikroteknik membahas mengenai proses atau metode awal Pengambilan sampel yang akan ditelaah hingga hasil pengamatan menggunakan mikroskop. B. Metode-Metode dalam Mikroteknik Berbagai metode dalam mikroteknik umumnya dipengaruhi oleh berbagai hal, di antaranya jenis jaringan yang akan diamati dan ketersediaan sarana-prasarana. Metode-metode yang digunakan dalam mikroteknik adalah: 1. Metode Sediaan Utuh (Whole Mounts) 2. Metode Sediaan Irisan (Sectioning) 3. Metode Sediaan Uraian (Teasingi) 4. Metode Sediaan Ulasan (Smearing) 5. Metode Sediaan Rentang (Spreading Preparation) 6. Metode Sediaan Gosok-Sediaan Remasan (Squash) 7. Metode Sediaan Supravital 1. Metode Sediaan Utuh (Whole Mounts) Metode ini digunakan untuk specimen utuh seperti organ kecil, embrio, sel telur, spermatozoa, potongan syaraf, pembuluh darah, jenis-jenis selaput tipis, dan sebagainya. Metode ini digunakan untuk mendapatkan kesan asli dengan mempertahankan format-format tiga dimensinya. Yang menjadi pembatas adalah faktor ukuran, ketebalan, serta tingkat transparansi sediaan. 2. Metode Sediaan Irisan (Sectioning)
3

Metode irisan adalah suatu metode pembuatan sediaan dengan jalan membuat suatu irisan dengan tebal tertentu sehingga dapat diamati dengan mikroskop. Jaringan yang telah dipersiapkan untuk tujuan sayatan ini, dengan berbagai metode tertentu diusahakan agar mempunyai kekerasan tertentu sehingga dapat dipotong dengan pisau mikrotom. Pembekuan dan penanaman dalam medium tertentu adalah contoh metode-metode yang digunakan untuk mengeraskan jaringan tersebut. Hanya jaringan yang telah difiksasi saja yang menghasilkan hasil terbaik pada penanaman medium. Medium atau materi yang umum dipakai pada metode penanaman dikenal dengan massa penanaman berupa Parafin dan Nitroselulosa. Metode parafin termasuk metode irisan yang merupakan metode rutin atau standar. Metode ini sekarang banyak digunakan, karena hampir semua macam jaringan dapat dipotong dengan baik bila menggunakan metode ini. Kebaikan-kebaikan metode ini ialah irisan dapat jauh lebih tipis daripada menggunakan metode beku atau metode seloidin. Dengan menggunakan metode beku, tebal irisan rata-rata di atas 10 mikron, tetapi dengan metode parafin tebal irisan dapat mencapati rata-rata 6 mikron. Irisan-irisan yang bersifat seri dapat dikerjakan dengan mudah, bila menggunakan metode ini. Prosesnya jauh lebih cepat dibandingkan metode seloidin. Kejelekannya ialah jaringan menjadi keras, mengerut dan mudah patah. Jaringan-jaringan yang besar tidak dapat dikerjakan, bila menggunakan metode ini. Sebagian besar enzim-enzim akan larut dengan metode ini. 3. Metode Sediaan Uraian (Teasing Preparations) Pengertian Teasing adalah menguraikan. Untuk dapat memisah-misahkan jaringan komponen suatu jenis jaringan maupun organ, jaringan diuraikan menggunakan jarum pengurai (dissecting needle). Dengan demikian arti Teasing berarti juga pembedahan dalam skala kecil, tingkatnya berada antara pembedahan biasa dengan pembedahan mikro yang dilakukan dengan jarum pengurai. Contoh penggunaan metode ini adalah penguraian untuk mendemonstrasikan struktur serta hubungan ujung-ujung syaraf. Hasil teasing yang lebih baik akan diperoleh sejalan dengan semakin kecilnya jaringan yang akan diamati. 4. Metode Sediaan Oles (Smearing) Metode oles adalah suatu pembuatan sediaan dengan jalan mengoles/ membuat selaput dari substansi yang berupa cairan atau bukan cairan di atas gelas benda yang bersih dan bebas
4

lemak, untuk selanjutnya difiksasi, diwarnai, dan ditutup dengan gelas penutup. Bahan yang sering dibuat sediaan oles ini adalah darah, mukosa mulut, dan nanah/ jaringan-jaringan tertentu. Cara ini sangat baik untuk mempelajari : sitologi darah, sumsum tulang merah, eksudat dari bermacam-macam jaringan yg meradang. Contoh pembuatan sediaan oles: Pembuatan sediaan darah tipis Pembuatan sediaan oles dari jaringan Pembuatan sediaan darah tebal. Pembuatan sediaan nanah yang tebal (nanah diencerkan dahulu menggunakan serum / cairan lain. Jika larutan keruh, disentrifugasi terlebih dahulu, kemudian endapan diencerkan lagi hingga siap dioleskan). Beberapa pewarnaan sediaan oles yang biasa digunakan adalah: pewarnaan Giemsa, pewarnaan May Grunwald (larutan eosin-methylen blue dalam methyl alkohol), pewarnaan Pappenheim, pewarnaan Wright. 5. Metode Sediaan Rentang (Spreading) Metode rentang adalah suatu metode pembuatan sediaan dengan cara merentangkan suatu jaringan pada permukaan gelas benda sehingga dapat diamati dengan mikroskop. Bahan yang dibuat jaringan yang tipis, misal : pleura, mesenterium, peritoneum, pericardium, dsb. Dapat diamati tanpa pewarnaan / dengan pewarnaan Mallory-Acid Fuchsin : Hematoksilin ; Azure IIEosin. 6. Metode Sediaan Pencet (Squash) Metode pencet adalah metode untuk mendapatkan suatu sediaan dengan cara memencet suatu potongan jaringan atau suatu organisme secara keseluruhan sehingga didapatkan suatu sediaan yang tipis yang dapat diamati dengan mikroskop.

Digunakan untuk jaringan yang sel-selnya mudah lepas, misal : lien, sumsum tulang, tumor seluler dll. Diambil 1 mm. Pewarnaan yang digunakan : Larutan Carmine. 7. Metode Sediaan Gosok Jenis jaringan yang keras sifatnya, seperti tulang, gigi, kuku, dan beberapa lainnya mungkin sangat sukar sekali untuk dibuat sediaan sayatan. Untuk mengatasi hal tersebut, maka dapat digunakan metode gosok. Tulang terlebih dahulu dipotong hingga berukuran beberapa mili hingga 1-2 sentimeter. Potongan digosok pada batu gosok atau jenis lainnya hingga cukup tipis untuk dapat diamati dengan menggunakan mikroskop setelah terlebih dahulu diberi warna.
5

8. Metode Supravital Metode supravital adalah metode untuk mendapatkan sediaan dari sel / jaringan yang hidup. Zat warna : Janus Green, Neutral Red, Methylen Blue dengan konsentrasi tertentu. Bahan: darah, epithelium mukosa mulut.

BAB II METODE PARAFIN UNTUK JENIS JARINGAN HEWAN A. Karakteristik Metode Parafin Yang membedakan pembuatan preparat metode irisan/parafin dengan metode lain adalah dengan adanya penyayatan jaringan yang akan dijadikan sebagai preparat awetan. Oleh karena itu, pada metode ini diperlukan suatu alat yang dapat menyayat jaringan setipis mungkin sehingga jaringan akan lebih jelas. Pada pembuatan preparat semi permanen, jaringan dapat disayat dengan menggunakan pisau silet biasa. Sedangkan pada pembuatan preparat permanen, harus menggunakan alat khusus yang dinamakan mikrotom. Mikrotom adalah mesin untuk mengiris spesimen biologi menjadi bagianyang sangat tipis untuk pemeriksaan mikroskop. Beberapa mikrotom menggunakan pisau baja dan digunakan untuk mempersiapkan sayatan jaringan hewan atau tumbuhan dalam histologi. Jenis-jenis mikrotom yang bisa dipakai pada mikroteknik adalah:
1. Rocking microtom, cara kerjanya seperti mengatam kayu, biasanya untuk organ-organ

keras seperti kayu.


2. Rotary microtom atau mikrotom putar, cara kerjanya dengan di putar yang akan

menggerakan objek maju dan naik turun, sementara pisaunya tetap. Mikrotom ini biasanya dipakai dalam mikroteknik metode parafin.
3. Sliding microtom atau mikrotom sorong, dimana jaringan tetap posisinya dan pisau yang

bergerak maju dan mundur. Mikrotom ini sering digunakan pada mikroteknik metode parafin, walau umumnya digunakan pada penyayayan jaringan yang di tanam dalam celloidin. Biasanya digunakan pada objek-objek yang keras.
4. Freezing microtom atau mikrotom beku, sering digunakan untuk penyayatan jaringan

yang tidak ditanam dalam parafin maupun dalam celloidin, jadi jaringan yang disayat adalah jaringan yang tidak di tanam tetapi dibekukan dengan memakai gas CO2. Keuntungan dari mikrotom ini adalah waktu yang dipakai lebih pendek, karena langsung disayat setelah proses fiksasi. Kerugiannya adalah bila temperatur kamar tinggi, objek menjadi lunak sehingga sulit dipotong.

Metode Parafin menggunakan massa penanam Parafin untuk menguatkan jaringan pada proses penyayatan sehingga disebut metode parafin. Parafin berguna dalam penguat jaringan sehingga jaringan tidak mengkerut setelah pendinginan. B. Tahapan Metode Parafin Dalam membuat siapan melalui metode parafin untuk tisu atau bahan dari hewan, diperlukan sejumlah tahapan yang secara cermat harus dilakukan. tahapan tersebut mencakup : 1. Pembiusan (narcose) 2. pengambilan jaringan (dissection/sampling) 3. fiksasi (fixation) 4. pencucian (washing) 5. dehidrasi (dehidration) 6. penjernihan (clearing) 7. infiltrasi (infiltration) 8. penanaman (embedding) 9. penyayatan (sectioning) 10. afiksing (affixing) 11. deparafinasi (deparafination) 12. pewarnaan (staining) 13. pengkoveran (mounting)

1. Pengambilan jaringan tubuh (Sampling) a. Persiapan Sebelum jaringan tubuh diambil beberapa pesiapan perlu dilakukan yang terdiri atas :

1). Persiapan alat dan bahan/cairan Perangkat peralatan yang harus dipersiapkan untuk melakukan isolasi atau pengambilan jaringan tubuh terdiri atas peralatan bedah minor (gunting, pinset, scalpel, klem, pemegang jaringan, kassa, dll), meja operasi, lampu, peralatan anestesi (disposible syringe, sungkup/masker anestesi) dan obat anestesi (eter, ketalar, phenobarbital dll) serta perangkat pengawetan jaringan (fiksasi jaringan) seperti wadah untuk fiksasi emersi, cairan fiksasi (Formol salin, Muller, Bouin, Zenker dll), peristaltik pump/syringe pump untuk fiksasi supravital dan lain-lain.
8

2). Persiapan sampel Untuk jaringan yang diambil dari kadaver atau manusia, jaringan segera diambil dan dimasukkan ke dalam cairan fiksasi. Untuk sampel yang diambil dari hewan, maka hewan perlu dipersiapkan terlebih dahulu. Hewan yang dipilih haruslah sehat, galurnya harus baik dan jelas, mempunyai status gizi yang baik dan dipelihara sesuai dengan syarat-syarat pemeliharaan hewan coba. Hewan yang digunakan dipilih sesuai dengan tujuan penelitian dan pengajaran. Kera merupakan hewan yang mempunyai struktur tubuh yang mirip dengan manusia. Untuk mempelajari serat purkinje pada jantung dengan lebih jelas dapat digunakan jantung kambing, untuk mempelajari lobulus hati klasik dengan lebih baik digunakan hati babi, untuk mempelajari arteri Hulsen pada limpa lebih baik digunakan limpa yang berasal dari babi dan sebagainya.

b. Pelaksanaan Untuk jaringan yang berasal dari kadaver dan dari jaringan operasi, jaringan yang telah diambil langsung dimasukkan ke dalam wadah yang berisi cairan fiksasi. Sedangkan untuk jaringan yang berasal dari hewan tahapan pengambilan jaringan adalah sebagai berikut :

1). Pembiusan Untuk membius hewan yang akan diambil jaringan tubuhnya dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu : a). Pembiusan inhalasi dengan menggunakan eter dan sungkup muka b). Pembiusan dengan menyuntikkan zat anestesi seperti chloralhydrate, ketalar, phenobarbital, dan sebagainya c). Campuran yaitu pembiusan inhalasi yang diikuti dengan pembiusan lewat suntikan

2). Pembedahan dan isolasi jaringan tubuh Setelah hewan terbius sempurna, proses selanjutnya adalah melakukan operasi dan pengambilan jaringan tubuh yang diinginkan. Jaringan tubuh lalu dipotong-potong di dalam cairan fisiologis (NaCl 0.9%) untuk mendapatkan ukuran yang lebih kecil. Hal ini perlu dilakukan agar cairan fiksasi dapat masuk ke dalam jaringan dengan mudah dan baik. Potongan jaringan kemudian dimasukkan kedalam wadah-wadah
9

kecil

yang

telah

diberikan

label/keterangan. Wadah berisi cairan fiksasi dan jaringan kemudian disimpan di tempat yang sesuai hingga saat pemerosesan jaringan selanjutnya. 3). Fiksasi supravital/intra vital Khusus untuk jaringan tubuh yang difiksasi secara supravital atau intravital, segera setelah hewan terbius sempurna, hewan dibaringkan di atas meja operasi dan diikat agar posisinya stabil. Setelah itu dinding perut dibuka dengan sayatan pada garis tengah dilanjutkan ke samping kiri dan kanan pada sisi atas dan bawah. Diafragma lalu dibuka. Tulang iga dipotong pada costosterno junction. Tulang sternum lalu ditarik ke atas dan difiksasi. Setelah tulang sternum diangkat ke atas akan terlihat jantung. Aurikula atrium kanan dan ventrikel kiri lalu diidentifikasi. Perikardium lalu dibuka. Dinding aurikula atrium kanan digunting dan darah dibiarkan mengalir. Setelah darah mengalir keluar, jarum yang disambung ke slang infus ditusukkan kedalam ventrikel kiri. Peristaltik pump lalu dinyalakan dan cairan infus akan mengalir masuk kedalam ventrikel kiri menggantikan darah yang hilang lewat atrium kanan. Cairan infus yang pertama mengalir adalah cairan NaCl 0.9% untuk membilas darah dari jaringan tubuh sehingga jaringan tubuh yang akan diambil bebas dari kontaminasi darah. Selanjutnya akan mengalir cairan fiksasi yang akan memfiksasi seluruh jaringan tubuh. Cairan fiksasi dibiarkan mengalir hingga seluruh jaringan terfiksasi sempurna yang ditandai oleh adanya leher dan ekor yang kaku. Selama cairan fiksasi mengalir akan terlihat kedutan pada seluruh otot. Setelah seluruh jaringan terfiksasi sempurna, sisa bekuan darah dibersihkan dari tubuh hewan dengan mencuci dengan air kran. Jaringan tubuh yang diinginkan kemudian diisolasi, dipotong-potong dan dimasukkan ke dalam wadah yang berisi cairan fiksasi yang sama dengan cairan fiksasi yang diinfuskan. Wadah yang berisi cairan fiksasi dan jaringan kemudian dilabel dan disimpan hingga saat proses pengolahan jaringan selanjutnya (Jusuf, 2009).

2. Fiksasi Dasar dari pembuatan sajian histologi yang baik adalah melakukan fiksasi yang benar. Kesalahan yang dilakukan pada tahap fiksasi tidak akan pernah dapat diperbaiki lagi pada tahapan selanjutnya. Jadi hasil akhir sajian histologi yang baik sangat tergantung pada cara melakukan fiksasi dengan baik. Tujuan dari fiksasi adalah untuk a. Mengawetkan jaringan

10

Fiksasi bertujuan untuk mempertahankan susunan jaringan agar mendekati kondisi seperti sewaktu hidup b. Mengeraskan jaringan Fiksasi bertujuan untuk mengeraskan jaringan terutama jaringan lunak agar memudahkan pembuatan irisan tipis

a. Efek fiksasi 1). Menghambat proses pembusukan dan autolisis Fiksasi akan menghambat terjadinya pembusukan yang disebabkan oleh kuman-kuman pembusuk yang berasal dari luar tubuh. Waktu pembusukan untuk setiap jaringan atau organ berbeda-beda tergantung kepada konsistensi dan kandungan unsur-unsur penyusun jaringan tersebut. Jaringan usus dan otak sangat rentan terhadap proses pembusukan dibandingkan jaringan tubuh lainnya. Pembusukan seringkali disertai oleh pembentukan gas yang berbau. Autolisis adalah proses perusakan jaringan tubuh yang disebabkan oleh enzim-enzim proteolitik yang terdapat pada jaringan tersebut. Proses proteolitik ini akan lebih cepat terjadi pada suhu tropik (24-360C). Proses proteolitik lebih mudah terjadi di Jakarta dibandingkan dengan negeri-negeri dingin. Untuk menghindari proses pembusukan dan autolisis, jaringan harus segera dimasukkan ke dalam cairan fiksasi segera setelah kematian atau segera setelah diambil dari tubuh. Bila keadaan ini tidak memungkinkan jaringan dapat disimpan sementara di dalam ruangan dengan temperatur yang sangat dingin (Freezer). 2). Pengawetan Sel-sel dan jaringan diawetkan mendekati kondisinya seperti sewaktu hidup. 3). Pengerasan Efek pengerasan akan mempermudah penangan jaringan lunak, misalnya otak. 4). Pemadatan koloid Fiksasi akan mengubah konsistensi sel yang setengah cair (Sol) menjadi lebih padat (Gel). 5). Differensiasi optik Fiksasi akan mengubah indeks refraksi berbagai unsur sel dan jaringan sehingga unsurunsur yang belum diwarnai dapat dilihat dengan lebih mudah dibandingkan dengan jaringan yang belum difiksasi. 6). Pengaruh terhadap pewarnaan
11

Sebagian besar cairan fiksasi yang ada mempengaruhi reaksi histokimia karena mengikat bagian reaktif jaringan. b. Kelompok bahan pengawet Ada 5 kelompok utama bahan pengawet yang dikelompokkan menurut mekanisme kerja, yaitu aldehydes, mercurials, alcohols, oxidizing agents, dan picrates. 1). Aldehydes Contoh bahan pengawet kelompok aldehida di antaranya adalah formaldehida (formalin) dan glutaradehida. Jaringan terawetkan oleh cross-linkage yang terbentuk pada protein, khususnya antara residu lysine. Ini tidak banyak mengganggu struktur protein, sehingga antigenisitas tidak menghilang. Dengan demikian, formaldehida cocok untuk teknik imunoperoksidase. Formalin menyusupi jaringan dengan baik, tetapi relatif lambat. Larutan standar adalah formalin dapar netral 10%. Dapar mencegah suasan asam yang akan meningkatkan autolisis dan menyebabkan presipitasi pigmen heme-formol di jaringan. Formalin digunakan untuk semua jaringan otopsi dan patologi bedah rutin saat preparat HE dibuat. Formalin adalah pengawet yang banyak digunakan untuk kondisi yang tak ideal dan tak ada jaringan yang dirusaknya. Baunya yang menusuk hidung membuat formalin sangat dikenal oleh banyak pihak sehingga cukup berhati-hati dalam mengurusnya. Glutaraldehida menyebabkan deformasi struktur heliks-alfa protein sehingga tidak baik untuk pewarnaan imunoperoksidase. Namun, ia mengawetkan dengan sangat cepat sehingga baik untuk mikroskopi elektron. Ia mempenetrasi dengan lambat, tetapi member rincian sitoplasma dan nukleus. Larutan standar adalah glutaraldehida dapar 2%. Glutaraldehida harus dalam keadaan dingin dan dapar dan tak boleh berumur lebih dari 3 bulan. Jaringan haruslah sesegar mungkin dan irisan jaringan untuk fiksasi glutaradehida adalah tidak boleh lebih tebal dari 1 mm untuk meningkatkan pengawetan. 2). Mercurials Belum diketahui bagaimana merkuri dapat mengawetkan jaringan. Pengawet Ini memiliki kemampuan rendah dalam hal penetrasi dan menyebabkan beberapa jaringan mengeras, tetapi bekerja cepat dan memberikan rincian nukleus yang sangat bagus. Penggunaan terbaiknya adalah untuk pengawetan jaringan hematopoietik dan retikuloendotel. Karena mengandung merkuri, larutan ini harus dibuang dengan berhatihati. Pengawet zenker direkomendasikan untuk jaringan retikuloendotel termasuk limfonodus, limpa, timus, dan sumsum tulang. Namun deposit merkuri

12

harus dihilangkan melalui langkah dezenkerisasi sebelum pewarnaan atau deposit hitam akan terbentuk pada preparat. 3). Alcohols Alkohol, termasuk metil alkohol (metanol) dan etil alkohol (etanol), adalah denaturan protein dan tidak secara rutin digunakan untuk pengawetan jaringan karena menyebabkan terlalu rapuh dan keras. Namun, kemampuannya sangat bagus untuk apusan sel karena kerjanya cepat dan memberi rincian nukleus yang bagus. Alkohol, khususnya etanol, terutama digunakan untuk apusan sel. Etanol (95%) beharga murah dan cepat bekerja. Karena apusan hanya setebal satu sel, tidak ada masalah pengerutan dan kerapuhan (karena apusan sel tak diiris). 4). Oxidizing agents Oxidizing agents terdiri atas pengawet permanganat (kalium permanganat), dikromat (kalium dikromat), dan osmium tetroksida. Pengawet ini menimbulkan cross-link protein, tetapi menyebabkan denaturasi yang berlebihan. 5). Picrates Pikrat terdiri dari pengawet dengan asam pikrat, yang terkenal adalah larutan bouin. Mekanisme aksinya belum diketahui. Hampir sama baiknya dengan merkuri dalam hal rinci nukleus tetapi tidak banyak menimbulkan pengerasan jaringan. Larutan bouin terkadang direkomendasikan untuk pengawetan jaringan testis, saluran cerna, dan endokrin. Larutan ini juga cukup baik untuk mengawetkan jaringan hematopoiesis.

c. Larutan pengawet yang sering digunakan 1). Larutan formalin Larutan formalin merupakan cairan fiksasi yang paling umum digunakan. Larutan formalin yang digunakan adalah formalin 10%. Formula yang digunakan adalah Formalin (Formaldehida 40%)..................................................... 10 ml Air .............................................................................................. 90 ml Formaldehida 40% adalah gas yang larut dalam air dengan volume 40% dari total berat larutan. Larutan jenuh ini secara komersial diperdagangkan sebagai formalin atau formaldehyde 40%. Telah disepakati bahwa yang dimaksud dengan formaldehyde 40% sama dengan larutan jenuh gas formaldehida dalam akuades. Formalin terutama terdapat dalam bentuk polimer dari formaldehida. Bentuk ini tak dapat digunakan untuk fiksasi yang dapat digunakan adalah bentuk
13

monomernya. Untuk menghasilkan formalin dalam bentuk monomer diperlukan waktu, kecuali bila pH larutan dibuat netral atau sedikit alkalis, karena kecepatan depolarisasi tergantung pada pH. Jadi jangan sekali-kali menggunakan formalin 10% yang baru dibuat karena jaringan akan membusuk sebelum terfiksasi dengan baik. Selain itu formalin bersifat asam karena mengandung asam formiat akibat oksidasi formaldehida. Oleh sebab itu larutan formalin 10% harus dibuat netral atau sedikit alkalis dengan menggunakan larutan dapar fosfat dengan pH 7,2 sebagai pelarut, atau dengan menambahkan kalsium asetat. Larutan yang paling mudah dan murah adalah larutan formalsaline dengan formula: Formalin (40% formaldehyde) ................................................. 100 ml Natrium klorida (NaCl).............................................................. 9 gram Akuades.................................................................................... 900 ml Cairan formalin akan mengawetkan struktur halus (fine structure) dengan sangat baik, fosfolipida, dan beberapa enzim. Cairan ini sangat dianjurkan untuk dipakai pada penelitian gabungan sitokimia dan mikroskopi elektron. Untuk mendapatkan hasil terbaik, jaringan harus didinginkan dalam refrigerator (4oC). Kelebihan larutan fiksatif formalin adalah : a. merupakan cairan pengawet umum b. pH mendekati netral c. pigmen formalin (acid formaldehyde haematin) tidak terbentuk. Pembentukan pigmen formalin akan terjadi bila terdapat interaksi antara larutan formalin ber-pH asam dengan hemoglobin atau produknya. Pigmen formalin sering dijumpai pada organ yang mengandung banyak darah seperti hati, limpa, dan sumsum tulang. Pigmen formalin dapat dihilangkan dengan perlakuan asam pikrat-alkohol atau larutan alkohol 1% dalam natrium hidroksida (NaOH) saat rehidrasi irisan jaringan. Larutan asam pikrat-alkohol (rendam selama - 2 jam) Larutan asam pikrat jenuh dalam alkohol 70%....................................85 ml Alkohol 70%..............................................................................................15 ml d. Potongan jaringan dapat ditinggalkan di dalam cairan formal-saline untuk jangka waktu lama (dapat sampai 1 tahun) tanpa ada perubahan yang berarti; e. Bila diperlukan, jaringan yang direndam dalam cairan fiksatif ini dapat diambil dan dimasukkan ke dalam cairan fiksatif lain. Kekurangan larutan fiksatif formalin adalah:

14

Jaringan yang difiksasi dengan cara rendam memerlukan waktu sedikitnya 24 jam baru dapat diproses.

Terjadi pengerutan pada jaringan. Pengerutan ini tidak disebabkan fiksatif formalin (yang menimbulkan sedikit pembengkakan) namun oleh alkohol dalam proses dehidrasi.

Formaline-saline menjadi asam saat disimpan lama karena formaldehida teroksidasi menjadi asam format.

Jaringan yang disimpan beberapa bulan sering gagal menghasilkan pewarnaan yang baik.

2). Larutan bouin Cairan fiksasi ini mengandung larutan asam pikrat jenuh. Asam pikrat merupakan zat berbentuk serbuk bewarna kuning seperti kunyit. Asam pikrat mudah meledak dalam keadaan kering sehingga harus disimpan dalam keadaan lembab. Asam pikrat jenuh dibuat dengan cara melarutkan serbuk asam pikrat dalam air hingga jenuh (terdapat endapan serbuk pikrat di dasar larutan). Asam pikrat mempresipitasikan protein dengan membentuk ikatan pikrat-protein. Asam pikrat menyebabkan rusaknya eritrosit, karena menghilangkan Fe3+ terutama bila Fe3+ berada dalam jumlah sedikit, namun dapat melindungi RNA dari proses perusakan oleh enzim ribonuklease. Kelebihan dari larutan bouin adalah: a. Mempunyai daya penetrasi yang cepat dan merata, tetapi dapat menyebabkan terjadinya sedikit pengerutan. Untuk mengatasi hal ini, ke dalam larutan bouin biasanya ditambahkan asam asetat glasial sesaat sebelum dipakai. Waktu fiksasi cepat yaitu 24 jam, tetapi potongan kecil dengan ketebalan kurang dari 2-3 mm dapat selesai difiksasi dalam 2-3 jam. Jika jaringan difiksasi lebih lama dari 24 jam, jaringan akan menjadi rapuh dan sulit diiris. Penyimpanan yang lama dalam etanol 70% dapat mengakibatkan pengerutan jaringan. Asam asetat glasial sendiri mempunyai kemampuan untuk fiksasi meskipun rendah. Asam asetat glasial biasanya digunakan bersama-sama dengan larutan fiksatif lain dan berfungsi untuk meniadakan pengerutan yang disebabkan oleh larutan lainnya. Nukleoprotein dipresipitasi oleh asam asetat dan sering ditambahkan pada zat warna hematoksilin agar nukleus tampak jelas dan tajam. Jaringan yang telah difiksasi sebaiknya

15

dipindahkan ke etanol 70%. Penyimpanan yang lama dalam etanol 70% dapat mengakibatkan pengerutan jaringan. b. Memberikan warna cemerlang bila diwarnai dengan metoda trichrome. c. Sangat baik untuk memperlihatkan nukleus dan kromosom seperti pada sel benih testis dan ovum, embrio, dan kulit. d. Warna kuning membuat jaringan mudah dilihat saat perendaman dan pengirisan jaringan. Kekurangan dari larutan bouin adalah: a. Jaringan yang difiksasi dengan larutan Bouin harus segera dilakukan proses dehidrasi setelah 24 jam. Bila jaringan direndam terlalu lama (>24 jam) dapat menyebabkan kerapuhan pada jaringan sehingga tidak mungkin untuk dipotong dengan mikrotom secara baik. b. Warna kuning pada jaringan akibat kelebihan pikrat. Untuk menghilangkan warna kuning, jaringan harus dicelup dalam alkohol atau dengan mencucinya dalam air kran semalam. Oleh karena terbentuk beberapa ikatan pikrat yang larut dalam air, jaringan harus segera dipindahkan ke dalam alkohol. Formula larutan fiksatif bouin adalah: Larutan asam pikrat jenuh ......................................................................... 75 ml Formalin (40% formaldehida)..................................................................... 25 ml Bila akan digunakan, tambahkan " asam asetat glasial" ............................... ........5 ml

3. Dehidrasi Dehidrasi merupakan langkah ke dua dalam pemerosesan jaringan. Proses ini bertujuan untuk mengeluarkan seluruh cairan yang terdapat dalam jaringan yang telah difiksasi sehingga jaringan nantinya dapat diisi dengan parafin atau zat lainnya yang dipakai untuk membuat blok preparat. Hal ini perlu dilakukan karena air tidak dapat bercampur dengan cairan parafin atau zat lainnya yang dipakai untuk membuat blok preparat. Ada beberapa macam cairan yang dapat dipakai untuk proses dehidrasi yaitu a. Alkohol Alkohol adalah dehidran yang paling umum digunakan, karena relatif murah dan mampu memberikan hasil yang cukup baik. Dalam penggunaannya dipakai serangkaian alkohol dengan konsentrasi berbeda dimulai dengan alkohol 35% - 50% - 70% - 80% - 95% - 100%. Alkohol
16

70% umum dikenal sebagai stopping point dengan pengertian bahwa tisu dapat disimpan agak lama. b. Sukrosa 20% c. Metil alkohol atau spiritus

4. Penjernihan (Clearing) Penjernihan adalah suatu tahap untuk mengeluarkan alkohol dari jaringan dan menggantinya dengan suatu larutan yang dapat berikatan dengan parafin. Jaringan tidak dapat langsung dimasukkan ke dalam parafin karena alkohol dan parafin tidak bisa saling melarutkan. Proses mengeluarkan alkohol dari jaringan ini sangat krusial karena bila di dalam jaringan masih tertinggal sedikit alkohol maka parafin tidak bisa masuk ke dalam jaringan sehingga jaringan menjadi matang di luar, mentah di dalam dan akan menyebabkan jaringan menjadi sulit untuk dipotong dengan mikrotom. Bahan atau reagen pembening yang paling sering dipakai adalah sebagai berikut a. chloroform b. benzene/benzol c. xylene/xylol d. cedar wood oil e. benzil benzoat f. methyl benzoat Benzene dan xylene merupakan clearing agent yang cukup cepat. Masa kerja benzene lebih sedikit lambat dari xylene, tetapi tidak membuat jaringan menjadi serapuh bila menggunakan xylene. Potongan kecil dapat dibuat menjadi bening dalam waktu - 1 jam, sedangkan yang lebih tebal (5mm) telah menjadi bening dalam waktu 2-4 jam. Benzene saat ini sudah jarang dipakai karena sifat karsinogeniknya. Bila xylene atau xylol yang dipakai sebagai zat pembening, metodanya adalah sebagai berikut: 1) Setelah jaringan dikeluarkan dari cairan dehidrasi (alkohol) jaringan dimasukkan kedalam xylol I selama 1 jam. 2) Perhatikan jaringan akan menjadi bening.

17

3) untuk menyakinkan bahwa seluruih cairan alkohol telah keluar, jaringan kemudian dipindahkanke cairan xylol II. Lama inkubasi dalam xylol tergantung pada besarnya jaringan, tetapi biasanya berkisar antara - 1 jam. 4) Jaringan kemudian direndam dalam parafin cair di dalam oven selama kira-kira jam. Setelah itu jaringan siap untuk dimasukkan kedalam blok parafin.

5. Infiltrasi (Infiltration) Infiltrasi yaitu usaha menyusupkan media penanaman ke dalam tisu dengan jalan menggantikan kedudukan dehidran dan bahan penjernih. Media penanaman yang umum dipakai adalah parafin. Parafin dibedakan berdasarkan titik didihnya, 480C, 540C, 560C, 580C. Untuk jenis tisu hewan menggunakan parafin 580C. Proses infiltrasi dilaksanakan dalam oven.

6. Penanaman (Embedding) Penanaman merupakan proses memasukkan atau menanamkan tisu ke dalam blok-blok parafin sehingga memudahkan pada proses penyayatan dengan bantuan mikrotom.

7. Pemotongan (Sectioning) Pemotongan adalah proses pemotongan blok preparat dengan menggunakan mikrotom. Sebelum melakukan pemotongan serangakaian persiapan yang harus dilakukan adalah a. Persiapan pisau mikrotom Pisau mikrotom harus diasah sebelum dipakai agar jaringan dapat dipotong dengan baik dan tidak koyak sehingga didapatkan jaringan yang baik. Pisau mikrotom kemudian diletakan pada tempatnya di mikrotom dengan sudut tertentu. Rekatkan blok parafin pada holder dengan menggunakan spatula atau scalpel. Letakkan tempat duduk blok parafin beserta blok preparat pada tempatnya pada mikrotom. b. Persiapan kaca objek Kaca objek yang akan direkatkan preparat harus telah dicoated (disalut) dengan zat perekat seperti albumin (putih telur), gelatin atau tespa. c. Persiapan kuas Teknik pemotongan parafin yang mengandung preparat adalah sebagai berikut

18

1) Rekatkan blok parafin yang mengandung preparat pada tempat duduknya di mikrotom. Tempat duduk blok parafin beserta blok parafinnya kemudian diletakkan pada pemegangnya (holder) pada mikrotom dan dikunci dengan kuat. 2) Letak pisau mikrotom pada tempatnya dan atur sudut kemiringannya. Biasanya sudut kemiringan berkisar 20-30 derajat. 3) Atur ketebalan potongan yang diinginkan, biasanya dipakai ketebalan antara 5-7 mikrometer 4) gerakkan blok preparat ke arah pisau sedekat mungkin dan potonglah blok preparat secara teratur dan ritmis. Buang pita-pita parafin yang awal tanpa jaringan mendapatkan potongan yang mengandung preparat jaringan 5) Pita parafin yang mengandung jaringan lalu dipindahkan secara hati-hati menggunakan sengkelit atau kuas kedalam waterbath yang temperaturnya diatur 37-400C dan biarkan beberapa saat hingga poita parafin tersebut mengembang. 6) Setelah pita parafin terkembang dengan baik, tempelkan pita parafin tersebut pada kaca objek yang telah dicoated dengan cara memasukkan kaca objek itu ke dalam waterbath dan menggerakkannya ke arah pita parafin. Dengan menggunakan sengkelit atau kuas pita parafin ditempelkan pada kaca objek. Setelah melekat kaca objek digerakkan keluar dari waterbath dengan hati-hati agar pita parafin tidak melipat. 7) Letakkan kaca objek yang berisi pita parafin di atas hotplate dengan temperatur 40-450C, biarkan selama beberapa jam. Cara lainnya adalah dengan melewatkan kaca objek di atas api sehingga pita parafin melekat erat di atas kaca objek. 8) Setelah air kering dan pita parafin telah melekat dengan kuat, simpan kaca objek berisi potongan parafin dan jaringan sampai saatnya untuk diwarnai. hingga kita

8. Pewarnaan (Staining) Pewarnaan adalah proses pemberian warna pada jaringan yang telah dipotong sehingga unsur jaringan menjadi kontras dan dapat dikenali / diamati dengan mikroskop. Proses timbulnya warna terkait dengan terjadinya ikatan antara molekul tertentu yang terdapat pada daerah dan struktur jaringan yang tertentu. Sinar dengan panjang gelombang tertentu yang terdapat dalam sinar yang berasal dari cahaya matahari atau lampu mikroskop yang dipaparkan pada sajian yang telah diwarnai akan diabsorpsi (diserap) atau diteruskan. Zat warna yan terikat pada jaringan
19

akan menyerap sinar dengan panjang gelombang tertentu sehingga jaringan tersebut akan tampak berwarna. Sebelum melakukan pewarnaan serangkaian persiapan yang harus dilakukan adalah sebagai berikut : a. Peralatan gelas harus dibersihkan dulu dan dibilas dengan akuades b. Timbang zat warna dengan cermat dan tepat c. Larutkan zat warna dalam pelarut yang benar dengan memperhatikan urutan pencampurannya, misalnya hematoksilin selalu harus dilarutkan dalam alkohol dulu sebelum ditambahkan bahan lain. d. Aduk zat warna dengan baik agar seluruh partikel zat warna terlarut dengan baik. e. Tuangkan larutan zat warna ke dalam wadah yang sesuai untuk proses pewarnaan dengan menyaringnya menggunakan kertas saring. f. Siapkan juga larutan-larutan lain yang diperlukan untuk proses pewarnaan dan tuangkan dalam wadah yang sesuai g. Atur urutan larutan-larutan tersebut sesuai dengan prosedur proses pewarnaan h. Zat warna beralkohol harus ditutup rapat untuk mencegah penguapan alkohol yang akan menyebabkan presipitasi (pengendapan) zat warna. Pelarut yang umum dipakai dalam proses pewarnaan adalah air dengan derajat keasaman yang netral (pH 7). Disamping itu juga dapat digunakan cairan pelarut lainnya seperti etilalkohol (etanol) dengan derajat konsentrasi yang bervariasi. Bila tidak ada keterangan dalam proses pelarutan yang menggunakan alkohol berarti konsnetrasi alkohol yang digunakan adalah alkohol absolut dengan konsentrasi 99.9%.

Pulasan hematoksilin-eosin Pulasan (pewarna) yang sering digunakan secara rutin adalah pewarnaan yang dapat digunakan untuk memulas inti dan sitoplasma serta jaringan penyambungnya yaitu pulasan hematoksilin-eosin (HE). Pada pulasan HE digunakan 2 macam zat warna yaitu hematoksilin yang berfungsi untuk memulas nti sel dan memberikan warna biru (basofilik) serta eosin yang merupakan counterstaining hematoksilin, digunakan untuk memulas sitoplasma sel dan jaringan penyambung dan memberikan warna merah muda dengan nuansa yang berbeda. Hematoksilin merupakan zat warna alami yang pertama kali dipakai tahun 1863. Hematoksilin akan mengikat
20

inti sel secara lemah, kecuali bila ditambahkan senyawaan lainnya seperti alumunium, besi, krom dan tembaga. Senyawaan hematoksilin yang dipakai adalah bentuk oksidasinya yaitu hematein. Proses oksidasi senyawaan hematoksilin ini dikenal sebagai Ripening dan dapat dipercepat prosesnya dengan menambahkan senyawaan yang bertindak sebagai oksidator seperti merkuri oksida, hidrogen peroksida, potassium permanganat dan sodium iodat. Selama proses oksidasi berlangsung kemampuan hematoksilin utuk mewarnai inti sel akan terus berlangsung dan akan berkurang bila proses oksidasi telah selesai. Untuk memperpanjang proses ini larutan hematoksilin dapat disimpan dalam wadah tertutup dan disimpan dalam ruangan gelap. Dalam kondisi terpapar oleh cahaya sebaiknya larutan diganti sekurangnya seminggu sekali. Jenis hematoksilin yangsering dipakai adalah mayer, delafied, Erlich, Bullard dan Bohmer, sedangkan counterstaining yang dipakai adalah eosin, safranin, dan phloxine. 1) Pulasan mayer hematoksilin-eosin Pulasan ini banyak dipakai dengan beberapa pertimbangan y y y y y Differensiasi warna sangat jelas Mewarnai inti sel dengan baik dan jelas dengan background yang tidak bewarna Hasil konsisten Prosedurnya sederhana Dapat mewarnai preparat yang difiksasi dengan fiksasi apapun juga

Prosedur yang dipakai adalah sebagai berikut y y Deparafinisasi dengan xylol (2x2 min) Hidrasi dengan serial Alkohol 100% (2x2 min) min) - 70% (2min) y y y Distilled water (3min) 95% (2min) 90% (2 min) 80% (2

Inkubasi dalam larutan hematoksilin Mayers selama 15 min Cuci dalam air mengalir selama 15-20menit Observasi di bawah mikroskop, bila masih terlalu biru cuci lagi di air mengalir selama beberapa menit. Bila sudah cukup warnanya lanjutkan ke langkah selanjutnya

Counterstaining dalam larutan Eosin working solution selama 15 detik hingga 2 menit tergantung pada umur eosin dan kedalaman warna yang diinginkan

Dehidrasi dalam serial alkohol dengan gradasi meningkat perlahan mulai 70% hingga 100% masing-masing 2 menit.
21

y y

Jernihkan dan dealkoholisasi dalam xylol 2x2min Tutup dengan balsem kanada

Hasil/ Interpretasi adalah: y y Inti sel bewarna biru Sitoplasma bewarna kemerahan dengan adanya beberapa variasi warna pada komponen tertentu 2) Pewarnaan hematoksilin harris-eosin Teknik pulasan hematoksilin harris eosin adalah sebagai berikut: y y Deparafinisasi dalam xylol Hidrasi dalam larutan alkohol dengan gradasi yang menurun dari 100%-95%-90%80%-70% y y y Inkubasi dalam larutan hematoksilin Harris selama 15 min Bilas dalam air mengalir dalam waktu yang singkat Celup dalam campuran asam-alkohol secara cepat 3-10 celup cek differensiasi warna di bawah mikroskop y y Bilas dalam air mengalir secara singkat Celup sebanyak 3-5 kali dalam larutan ammonium atau lithium karbonat hingga potongan bewarna biru cerah y Cuci dalam air mengalir selama 10-20 menit Bila pencucian tidak maksimal jaringan sulit terwarna oleh Eosin y y Inkubasi dalam eosin selama 15 detik hingga 2 menit Dehidrasi dalam alkohol dengan konsentrasi yang meningkat secara perlahan, masingmasing selama 2 menit y y Inkubasi dalam xylol 2x2 menit Tutup dengan kaca penutup

Hasil/Interpretasi hasil pulasan y y Inti sel bewarna biru Sitoplasma bewarna kemerahan dengan adanya beberapa variasi warna pada komponen tertentu. Berdasarkan struktur jaringan yang akan diwarnai, meliputi:
22

1) Pewarnaan umum, seperti Hematoxillin eosin, fastgreen safranin. 2) Pewarnaan khusus, seperti pewarnaan jaringan ikat yaitu Molary azan, aniline blue, asam phospatungistik, korhensen, dan lain-lain.

9. Mounting Mounting merupakan tahapan akhir dalam pembuatan preparat awetan metode parafin. Pada tahap mounting ini, preparat yang sudah terletak di kaca objek diolesi dengan Canada balsam dan ditutup dengan kaca penutup. Yang perlu diperhatikan dalam proses ini adalah jangan sampai terdapat gelembung udara saat menutup kaca penutup pada jaringan karena dapat membuat hasil preparat yang didapatkan kurang baik.

23

DAFTAR PUSTAKA Sugiharto. 1989. Bahan Pengajaran Mikroteknik. Bogor : Depdikbud

24

Você também pode gostar