Você está na página 1de 14

KAJIAN HAK ASASI MANUSIA TERHADAP PELAKSANAAN HUKUMAN MATI DIKOTA MEDAN

Nelvitia Purba, SH,M.Hum1 Abstrak Berbicara mengenai hukuman mati yang terbayang bagi orang terlebih dahulu yaitu perbuatan menghilangnkan nyawa secara sah melalui badan hukum yang sah dan berkuasa , menghilangkan nyawa orang lain pada asasnya adalah perbuatan yang dilarang dan bertentangan dengan HAM, namun menghilangkan nyawa orang yang telah menghilangkan nyawa orang lain dibenarkan baik dalam pandangan hukum positif maupun dalam pandangan hukum agama.Namun penerapan hukuman mati dalam praktek sering menimbulkan perdebatan yang setuju, dan tidak setuju berpendapat bahwa hukuman mati melanggar HAM dan bertentangan dengan hak dasar yang dilindungi oleh UUD 1945 hasil Amandemen yaitu hak untuk hidup. Secara legalitas pelaksanaan hukuman mati diakui keberadaannya.Hukuman mati dalam kaitannya dengan HAM di Indonesia secara yuridis dibenarkan , dan justru diberlakukannya hukuman mati merupakan perlindungan terhadap HAM karena jenis-jenis kejahatan yang diancam hukuman mati adalah merupakan kejahatan-kejahatan yang dapat dikategorikan kedalam jenis kejahatan yang berat dan sadis. Pelaksanaan hukuman mati dalam kaitannya dengan penegakan HAM bahwa hukuman mati baru dapat dilaksanakan apabila telah menempuh jalur hukum yang telah ditentukan .Upaya hukum itu antara lain : Banding, Kasasi, Peninjauan kembali dan Grasi..Permasalahan yang timbul adalah jangka waktu didalam menggunakan fasilitas upaya hukum tersebut. Hukuman mati yang dilaksanakan terhadap pelaku kejahatan yang luarbiasa bukan merupakan pelanggaran HAM karena siterhukum yang dijatuhi hukuman mati harus yang benarbenar telah terbukti dan sangat menyakinkan di Pengadilan .Dan hukuman mati ini ada yang mengkaitkan kepada Pasal 28 UUD 1945 namun bukanlah merupakan pelanggaran HAM , karena semua jenis hukuman melanggar HAM tetapi kemudian menjadi sah dan diperkenankan oleh hukum yang berlaku dan dapat disebut sebagai pelanggaran HAM apabila penahanantidak didasarkan pada suatu ketentuan hukum yang berlaku.

1. Pendahuluan 1.1.Latar Belakang Masalah Berbicara mengenai hukuman mati, yang terbayang bagi orang terlebih dahulu iaitu perbuatan menghilangkan nyawa secara sah melalui badan hukum yang sah dan berkuat kuasa. Menghilangkan nyawa orang lain pada asasnya adalah perbuatan yang dilarang dan bertentangan dengan hak asasi manusia. Tetapi menghilangkan nyawa orang yang telah menghilangkan nyawa
1

Dosen Yayasan UMN Al Washliyah Medan

orang lain adalah dibenarkan baik dalam pandangan hukum positif maupun dalam pandangan hukum agama. Hukuman mati (death penalty) dalam praktek penghukuman didunia masih mengundang perdebatan Ancaman hukuman mati secara eksplisit ditegaskan dalam berbagai materi peraturan perundang-undangan diIndonesia yakni, dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Undangundang Nomor 31 Tahun 1999 yaitu Korupsi, Undang-undang nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia. Pelaksanaan hukuman mati bagi pelaku tindak kejahatan berat adalah dimaksudkan untuk mengawal darah manusia, memelihara nyawa-nyawa manusia dan membasmi benih-benih fitnah, sebab dengan mengambil tindakan kepada pelaku jenayah, bermakna menumbuhkan rasa jeri bagi pelaku itu sendiri dan juga menimbulkan rasa takut bagi masyarakat pada umumnya. Masyarakat tidak perlu takut mendengar adanya ancaman hukuman mati, sebab proses pelaksanaannya tidak boleh dilakukan dengan suka hati, namun harus melalui tahapan-tahapan yang cukup ketat dan penuh kehati-hatian sebagaimana disebutkan di bawah ini : 1. Pelaku tindak kejahatan telah memenuhi persyaratan yang telah ditentukan, yakni berakal sehat dan telah dewasa. 2. Ada unsur kesengajaan pelakunya. 3. Dalam melakukan tindak kejahatan tersebut, bebas daripada unsur paksaan. Keterangan hadis ini menunjukkan bahawa segala perbuatan yang dilakukan kerana salah, lupa dan terpaksa, tidak akan dimintai pertanggung jawabannya sebagai tindak kejahatan, pelanggaran dan dosa. 4. Harus terhindar daripada masalah-masalah yang meragukan. 5. Telah mendapat keputusan hakim yang memiliki kekuatan hukum yang tetap. Bila lima unsur pokok di atas telah terpenuhi oleh setiap pelaku tindak kejahatan berat, maka hukuman matipun harus dilaksanakan secara konsisten demi terciptanya keamanan, ketertiban dan jaminan keselamatan hidup manusia. Sebaliknya, bila lima unsur di atas tidak terpenuhi, maka pelaksanaan hukuman mati tidak dapat dilaksanakan terhadap pelaku tindak pidana, hanya saja hukuman tetap dijatuhkan setimpal dengan perbuatan yang dilakukannya. Berdasarkan data yang dikumpulkan dari Direktorat Jendral Pemasyarakatan Departemen Hukum dan HAM RI , menunjukkan bahwa hukuman mati yang dijatuhi di Indonesia sampai dengan Maret 2007 berjumlah 95 kasus, dimana sebagian besar jenis perkara tersebut adalah

kejahatan Narkotika dan Psikotropika, serta kejahatan pembunuhan berencana. Kasus diantarana ialah Ayodya Prasad Chaubey warga negara India, yan terlibat penyelundupan heroin seberat 12,29 Kg di Badara Polonia Medan, dan telah di eksekusi mati tahun 2007. Dari mereka itu ada yang telah dieksekusi,dalam proses dan juga menunggu eksekusi. Bagi masyarakat kepastian akan pelaksanaan hukuman juga dapat berdampak proses pencegahan timbulnya kejahatan. Penerapan hukuman mati dalam praktek sering menibulkan perdebatan antara yang setuju, dan yang tidak setuju berpendapat behwa hukuman mati itu elanggar hak asasi manusia dan bertentangan dengan hak dasar yang dilindungi oleh Undag-udang Dasar yaitu hak untuk hidup. Berdasarkan hal-hal diataslah penulis merumuskan sebuah judul Kajian Hak Asasi Manusia Terhadap Pelaksanaan Hukuman Mati Di Kota Medan. 1.2 Perumusan Masalah 1. 2. 3. Bagaimanakah legalitas pelaksanaan hukuman mati dalam kaitannya dengan Hak Asasi Manusia di Kota Medan? Bagaimanakah pelaksanaan hukuman mati dengan kaitannya dalam penegakan Hak Asasi Manusia di Kota Medan? Apakah hukuman mati yang dilaksanakan terhadap pelaku kejahatan yang luar biasa merupakan pelanggaran Hak Asasi Manusia di Kota Medan? 1.3.Tujuan Penelitian Adapun Tujuan yang hendak di capai dari penelitian ini adalah: 1. 2. Untuk mengetahui secara jelas tentang legalitas pelaksanaan hukuman mati dalam kaitannya dengan Hak Asasi Manusia di Kota Medan Untuk mengetahui secara jelas tentang pelaksanaan hukuman mati dalam kaitannya dengan penegakan Hak Asasi Mausia di Kota Medan Untuk mengetahui secara jelas tentang hukuman mati yang dilaksanakan terhadap pelaku kejahatan yang melakukan kejahatan yang luar biasa, apakah merupakan pelanggaran Hak Asasi Manusia di Kota Medan. 2. Uraian Teoritis Hukuman mati menjadi fenomena sepanjang masa dalam sejarah hukum dunia. Sebenarnya sejak kapan hukuman mati itu diberlakukan dalam peradaban manusia? Dari siapa pertama kali muncul ide untuk penerapan hukuman mati itu, dan bagaimana pelaksanaannya di Indonesia?

Tak ada yang bisa menjawabnya. Namun, yang jelas, hukuman mati itu resmi diakui bersamaan dengan adanya hukum tertulis, yakni sejak adanya undang-undang Raja Hamurabi di Babilonia pada abad ke-18 Sebelum Masehi. Saat itu ada 25 macam kejahatan yang diancam hukuman mati. Di dalam KUHP berlaku jenis-jenis hukuman sebagaimana diatur dalam Pasal 10 KUHP adalah: Pidana Pokok terdiri dari: 1. Hukuman Mati 2. Hukuman Penjara 3. Hukuman Kurungan 4. Hukuman Denda Pidana Tambahan 1. Pencabutan beberapa hak tertentu 2. Perampasan barang tertentu 3. Pengumuman keputusan hakim. UUD 1945 ( hasil amandemen ), khususnya Pasal 28 A yang menyatakan: Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup dan kehidupannya. Kemudian Pasal 28 A dihubungkan oleh mereka lagi dengan Pasal 28 I (1) yang berbunyi: Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan berpikir dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun. Dengan demikian, Pasal 28 dan Pasal 28I UUD1945 harus dihubungkan dengan Pasal 28J yang merupakan kekecualian dan lex speciallis, yang menentukan : 1. 2. Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyrakat demokratis.

Pasal 28J inilah yang menjadi dasar utama pembenaran pidana mati, sepanjang pidana mati itu memenuhi kriteria yang ada dalam Pasal 28J. Pendapat Lambroso dihubungkan dengan teori-teori yang menyatakan bahwa ada orang yang sejak lahir sudah berbeda dengan orang lain, yaitu mempunyai praedispositie untuk kejahatan. Pendapat mengenai born criminal dan Lambroso berpendapat bahwa tidak satupun faktor dari luar yang dapat memperbaiki orang tersebut hanyalah pidana mati karena dengan pidana matilah masyarakat dapat diselamatkan dari tindakan kriminal orang-orang yang masuk dalam kategori tersebut (Yahya Az, 2007: 230). Dr. Mahmud Mulyadi, SH, MHum dari Universitas Sumatera Utara menjelaskan bahwa terkait dengan Pancasila yang memuat nilai-nilai agama, hak hidup juga diakui sebagai hak setiap orang. Hanya Allah yang berhak menentukan hidup-matinya seseorang. Tapi secara hidup dan matinya seseorang itu, hanya dia sendirilah yang menetukan. Artinya penjahat narkoba, memilih cara mati dengan hukuman mati. Kedua ahli hukum ini setuju terhadap pemberlakuan hukuma mati. sedangkan Pendapat Yang Kontra Terhadap Hukuman Mati adalah : Posman Hutapea mengemukakan bahawa hukuman mati dipandang sudah tidak lagi efektif dalam meminimalisir angka kejahatan. Hukuman mati juga berdampak negatif mengurangi potensi terhukum untuk memperbaiki diri. Penerapan hukuman mati dalam perspektif humaniora dan peradaban dunia dipandang sebagai bentuk yang tidak manusiawi. Negara-negara yang masih menerapkan bentuk hukuman mati seringkali dipandang masih mempertahankan hukum yang tidak manusiawi. Lili Rasjidi berpendapat bahawa hukuman mati pada masa sekarang ini mulai dipertanyakan efektivitasnya. Hukuman mati dianggap rendah efektivitasnya untuk memberikan efek jera dan mengurangi potensi terjadinya tindak kejahatan kemanusiaan. Hukuman mati juga dipandang melanggar Hak Asasi Manusia untuk hidup. Saat ini, ramai kerajaan-kerajaan di dunia telah menghapuskan hukuman mati. Bahawa Pasal 6 kovenan Internasional hak sipil dan politik masih mengakui hukuman mati juga mengingat adanya ketentuan-ketentuan yang mengikutinya yang mengatur pembatasan terhadap hukum mati. 20 Ketentuan-ketentuan yang mengikuti pasal 6 ayat (1), yaitu pasal 6 ayat (2) sampai dengan (6) adalah: (2) Di negara-negara yang belum menghapuskan hukuman mati, utusan hukuman mati hanya dapat dijatuhkan terhadap kejahatan yang paling berat sesuai dengan hukum yang berlaku pada

saat dilakukannya kejahatan tersebut, dan tidak bertentangan dengan ketentuan Kovenan ini dan Konvensi tentang Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan Genosida. (3) Hukuman ini hanya dapat dilaksanakan atas dasar putusan akhir yang dijatuhkan oleh pengadilan yang berwenang (competent). (4) Siapapun yang dijatuhi hukum mati mempunyai hak untuk mendapatkan pengampunan atau keringanan hukuman. Amnesti, pengampunan atau pengurangan hukuman mati dapat diberikan dalam semua kasus. (5) Hukuman mati tidak dapat dijatuhkan atas kejahatan yang dilakukan oleh seseorang dibawah usia delapan belas tahun, dan tidak dapat dilaksanakan pada perempuan yang tengah mengandung. (6) Tidak ada satupun dalam Pasal ini yang dapat digunakan untuk menunda atau mencegah penghapusan hukuman mati oleh Negara-negara Pihak pada Kovenan ini. 3. Metode Penelitian 3.1. Spesifikasi Penelitian Penelitian ini merupakan tipe pelaksanaan deskripsi dengan analisis data bersifat Deskriptif analitis. Deskripsi maksudnya penelitian ini pada umumnya bertujuan untuk mendeskripsikan secara sistematis faktual dan akurat tentang Kajian Hak Asasi Manusia Terhadap Pelaksanaan Hukuman Mati di Kota Medan. 3.2.Populasi dan Sampel Di dalam populasi penelitia ini dengan menggunakan cara purposive sampling Adapun sampel dalam penelitian ini adalah seperti berikut ini,

No 1 2 3 4

Jenis Sampel Hakim Pengadilan Negeri Medan dan Hak Asasi Manusia Tokoh Agama dan Masyarakat Para Pakar dan Ahli Hukum Ketua Pusat HAM UNIMED Medan

Jumlah 3 4 3 1

Lokasi Medan Medan Medan UNIMED

Setelah menentukan sampel peneliti membuat berbagai pertanyaan sebagai pedoman dalam melakukan wawancara supaya tujuan untuk mendapatkan data tidak lari dari data yang diinginkan. Setelah semua data yang dianggap perlu sudah terkumpul baru kemudian diadakan pengolahan dan analisi data. 3.3. Sumber Data Sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini meliputi : 3.3.1.Data Sekunder 1. Bahan hukum Primer berupa perundang-undangan yang berkaitan dengan hukuman mati dan hak asasi manusia seperti : KUHP, UUD 1945, Undang-Undang HAM, DUHAM dan Konvensi-konvensi yang berkaitan dengan kajian ini; 2. lain; 3. Bahan hukum tertier, berupa kamus hukum, inseklopedi. 3.3.2. Data Primer Data primer atau data dasar dalam penelitian ini diperlukan untuk member pemahaman yang jelas, lengkap dan komprehensif terhadap data sekunder yang diperoleh langsung dari sumber pertama yakni responden. 3.4. Metode Pengumpulan Data Data sekunder di peroleh melalui penelitian kepustakaan ( Library research ) atau studi dokumentasi. Peelitian kepustakaan dilakukan untuk mendapatkan konsepsi kebijakan teori atau doktrin, asas hokum dan pemikiran konseptual serta penelitian pendahulu yang berkaitan dengan objek telahan penelitian ini yang dapat berupa literature karya tulis ilmiah dan lain sebagainya. Data primer diperoleh melalui penelitian lapangan ( Field Risearch) peelitian lapangan yang dilakukan merupakan upaya memperoleh data primer berupa dokumen-dokumen keterangan atau informasi dari Pengadilan, Tokoh Masyarakat dan Tokoh Agama, Para Ahli Hukum yang ada di Kota Medan dalam kaitannya dengan pelaksanaan hukuman mati ini di Kota Medan dari Kajian HAM. Alat pengumpulan data yang dignakan dalam penelitian lapangan ini adalah dengan wawacara struktur maupun tidak terstruktur. Wawancara struktur adalah dilakuka dengan Bahan hukum skunder, berupa hasil-hasil penelitian dari kalangan hukum, seperti jurnal, internet, akhbar, laporan resmi kerajaan, makalah-makalah dan lain-

menggunakan atau telah membuat daftar pertanyaan sebagai pedoman dengan maksud untuk memperoleh penjelasan dari responden tersebut. Adapun responden dalam penelitian ini di tentukan secara Purposive yaitu penentuan responden yang didasar atas suatu pertimbangan tujuan tertentu denan alas an responden adalah orang-orang yang berdasar kelayakan pengetahuan da pengalamannya dianggap dapat memberikan data dan informasi tentang kajian HAM terhadap pelaksanaan hukuman mati di Kota Medan. Atas dasar hal tersebut maka responden yang dipilih secara selektif adalah beberapa Hakim yang ada di Pengadilan Negri dan HAM di Kota Medan, beberapa Tokoh Agama dan Tokoh Masyarakat dan beberapa Ahli Hukum dan Pakar Hukum Pidana di Kota Medan dan Ketua Puat Kajian HAM UNIMED kota Medan. Diharapkan data-data yang diperoleh adalah data-data yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan. 3.5. Analisis Data Seluruh data yang diperoleh tidak diolah dengan menggunakan rumus statistik penarikan kesimpulan di dasarkan pada pemikiran logis dari data yang diperoleh setelah data diberi penjelasan dalam bentuk uraian data disajikan sekaligus dengan analisisnya secara bersamaan. 4. Pembahasan Kota Medan Anggapan yang mengatakan bahwa Hukuman mati adalah merupakan pelanggaran Hak Asasi Manusia adalah sebenarnya tidak benar karena Kitab Undang-undang Hukum Pidana Indonesia yang masih merupakan warisan Belanda dan saat ini juga telah ada Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana sangat menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia apabila dikaitkan dengan Undang-undang Hak Asasi Manusia, karena didalam Undang undang ini sendiri juga tetap ada mengatur tentang hukuman mati dan jenis kejahatan yang diancamkan hukuman mati Sehala dengan jenis kejahatan yang ada didalam Kitab Undang undang Pidana namun dalam hal tertentu antara Kejahatan yang Ada di Kitab Undang-undang Hukum Pidana Dengan Didalam Undang-undang Hak Asasi Manusia N0.39 Tahun 1999 memiliki beberapa perbedaaan namun perbedaan ini dikarenakan Kejahatan Pembunuhan yang dilakukan didalam pengaturan di Kitab Undang-undang Hukum Pidana menekankan kepada perorangan sedangkan Kejahatan Pembunuhan yang dilakukan pengaturannnya Dalam Undang-undang Hak Asasi Manusia

4.1.Legalitas Pelaksanaan Hukuman Mati Dalam Kaitannya Dengan Hak Asasi Manusia di

pembunuhan yang dilakukan bersifat untuk sekelompok tertentu apa itu kelompok bangsa , kelompok etnis maupun kelompok bangsa. Pendapat tidak bertentangan dengan Hak Asasi Manusia ini dibuktikan juga penjelasan yang dikaitkan dengan Hak Hidup yang diatur dalam Undang-undang Dasar 1945 Pasal 28 dan ini didukung dengan teori pemidanaan pandangan para Ahli hukum .Untuk lebih menguatkan lagi bahwa Hukuman mati yang diberlakukan di Indonesia menurut pandangan saya sebenarnya tidak perlu diperdebatkan sepanjang hukuman mati yang diberlakukan itu memang sudah tepat dan pantas. Tepat dikatakan karena memang memang Pelaku yang melakukan kejahatan tersebut adalah orang memang orang yang benar-benar hal ini dibuktikan dengan bukti-bukti yang sangat kuat dan menyakinkan bahwa memang dialah yang benar-benar melakukan kejahatan tersebut.Dikatakan pantas karena memang sangat setimpal dengan perbuatan yang dilakukan karena telah menyakiti keluarga korban misalnya seorang suami yang dibunuh akan menderitalah suami dan anak-anaknya terutama yang mencari nafkah sudah tidak ada lagi nasib anak-anaknya untuk masa depan yang lebih baik akan menjadi sirna apakah kita tidak merasa sedih dan sakit apabila ini terjadi pada kita ? Hal ini juga diperkuat dengan pandangan seorang Hakim yang yang di Medan yaitu : I Ketut Sudiro,SH,MH bahwa penjatuhan Hukuman Mati segi mengkaitkan dengan Hak Asasi Manusia namun harus juga dikaitkan dengan Kewajiban Hak Asasi Manusia.Kewajiban Hak Asasi Manusia ini adalah suatu kewajiban untuk menghormati hak-hak asasi orang lain ,oleh karena itu menurut pandangan beliau bahwa Hukuman mati tidak bertentangan dengan Hak Asasi Manusia karena perbuatan yang dilakukan penjahat tersebut juga telah melanggar Kewajiban Hak Asasi Manusia yang sebenarnya harus dijaga dan dilindunginya. Dalam hal untuk mengkaji tentang pemberlakuan hukuman mati ini harus memandang dari dua segi yaitu pelaku dan korban dalamhal korban ini yaitu Keluarga dari korban kejahatan tersebut. Karena korban kejahatan yang pada dasarnya merupakan pihak yang paling menderita dalam suatu kejahatan yang terjadi , oleh karena itu justru selalu diabaikan dan tidak memperoleh perlindungan sebagaimana yang diberikan kepada pelaku kejahatan tersebut.yaitu Istria atau Suami dan anak-anaknya. Masalah keadilan dan penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia tidak hanya secara yuridis penerapan hukuman mati di Indonesia memang dibenarkan. Hal ini bisa ditelusuri dari

beberapa Pasal dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang isinya memuat ancaman hukuman mati.Hukuman mati di Indonesia diatur dalam Pasal 10 Kitab Undang-undang Hukum Pidana , yang memuat dua macam hukuman , yaitu Hukuman pokok dan Hukuman Tambahan, Hukuman pokok terdiri dari : Hukuman Mati, Hukuman Penjara, Hukuman Kurungan dan Hukuman Denda : Hukuman Tambahan terdiri dari :Pencabutan Hak tertentu, Perampasan Barang Tertentu dan Pengumuman Keputusan Hakim.Tata cara pelaksanaan hukuman mati diatur dalam Undang-undang Nomor 2/Pnps/1964 yang tetap berlaku sampai saat ini. 4.2. Pelaksanaan Hukuman Mati Dalam Kaitannya Dengan Penegakan Hak Asasi Manusia di Kota Medan Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam lalulintas atau hubungan hukum dalam kehidupan masyarakat dan bernegara.Ditinjau dari subyeknya penegakan hukum itu dapat dilakukan oleh subyek yang luas dan dapat pula diartikan sebagai upaya penegakan hukum melibatkan semua subyek hukum dalam setiap hubungan hukum. Bermacam-macam cara pemidanaan ataupun ancaman hukuman yang dalam hal ini hukum pidana sebagai sarana untuk menegakkan hukum.Hukuman mati merupakan salah satu jenis cara penegakan hukum pidana yang paling kontraversial di dunia. Hukuman mati dapat dikatakan sebagai pidana yang paling kejam ,karena tidak ada lagi harapan bagi siterpidana untuk memperbaiki kejahatannya.Pelaksanaan hukuman mati sepanjang sejarah dilaksanakan dengan berbagai macam cara .untuk Indonesia sendiri pelaksanaan hukuman mati dengan cara ditembak oleh satu regu penembak . Berdasarkan hasil penelitian penulis dilapangan pandangan dari aparat penegak hukum Hakim dari Pengadilan Negeri Medan bahwa hukuman mati didalam kaitannya dengan penegakan Hak asasi manusia di Indonesia bahwa hukuman mati tidak bisa dikatakan bertentangan dengan Hak asasi manusia hal ini disebabkan karena Negara akan menghukum mati apabila yang bersangkutan telah menempuh segala jalur hukumyang telah ditentukan.Kalau orang tidak salah tidak diadili terus ditembak itu baru melanggar Hak Asasi Manusia. Disamping itu Indonesia menerapkan hukuman mati bukan berarti nilai-nilai kemanusiaan dikesampingkan ,Ketentuan-ketentuan hukum pidana Indonesia disamping memuat system

hukuman mati, juga memuat Fasilitas-fasilitas berupa upaya-upaya hukum seperti ; banding, kasasi peninjauan kembali ataupun grasi , yang memungkinkan siterhukum lepas dari hukuman mati. Didalam prakteknya permasalahan yang timbul adalah jangka waktu didalam menggunakan fasilitas fasilitas upaya hukum tersebut padahal didalam Undang-undang nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi disebutkan bahwa ,waktu yang dibutuhkan untuk mengajukan grasi sampai ada putusan dari Presiden adalah Enam bulan 20 hari , akan tetapi didalam pelaksanaannya banyak siterhukum mati yang menunggu hingga bertahun-tahun untuk mendapatkan Surat Keputusan Grasi dari Presiden. 4.3. Hukuman Mati Yang Dilaksanakan Terhadap Pelaku Kejahatan Yang Luarbiasa Apakah Merupakan pelanggaran Hak Asasi Manusia di Kota Medan Secara yuridis penerapan hukuman mati di Indonesia memang dibenarkan , hal ini bisa ditelusuri dari beberapa Pasal dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana dan Undang-undang Hak Asasi Manusia No.39 Tahun1999 .Namun seiring dengan berkembangnya jaman dan berkembangnya pengetahuan akan hak Asasi Manusia , sehingga adanya hukuman mati menjadi tidak logis dalam kehidupan modern saat ini .Pada akhirnya muncullah perdebatan di kalangan masyarakat di Indonesia umumnya dan dikota Medan khususnya .tentang pelaksanaan hukuman mati ini.Penghapusan hukuman mati masih belum bisa dilakukan karena institusi penegak hukum serta institusi kemasyarakatan masih lemah .Bila hukuman mati ditiadakan dikhawatirkan situasi di Indonesia pada umumnya dan dikota Medan padakhususnya makin memburuk. Oleh karena itu saat ini masih menerapkan hukuman mati terhadap pelaku kejahatan yang luarbiasa seperti pengedar narkoba, pembunuhan sadis, korupsi dan terorisme ,karena kejahatan ini membahayakan masyarakat dan Negara. Pandangan yang mengkaitkan bahwa hukuman mati ini merupakan pelanggaran hak asasi manusia menurut pendapat penulis merupakan suatu pendapat yang keliru karena hukuman mati ini dilaksanakan dengan secara hati hati dan teliti.Hal ini diperkuat dengan pendapat dari pakar hukum Prof.Dr.Suhaidi,SH,MH yang mendukung hukuman mati tetap berlaku.Beliau berpendapat bahwa penerapan hukuman mati di Indonesia pada umumnya dan khususnya dikota Medan masih relevan dan tidak perlu dihapuskan karena hukuman tersebut sesuai dengan hak asasi manusia yakni untuk melindungi masyarakat luas, Jadi penerapan hukuman mati ini masih diperlukan dan sampai sekarang masihtercantum dalam hukum positif Indonesia.

Hukuman mati perlu diterapkan terhadap para pelaku kejahatan yang berat serta pembunuhan secara sadis dan Bandar narkoba.Tujuannya adalah untuk membuat efek jera sehingga masyarakat merasa takut melakukan perbuatan salah dan melanggar hukum.Jadi penerapan hukuman mati janganlah dianggap sebagai suatu balas dendam atau pelanggaran hak asasi manusia terhadap para pelaku kejahatan .Penilaian seperti ini tidak dapat diterima ,apalagi dikait-kaitkan pula bahwa tindakan itu tidak manusiawi,karena hukuman mati diatur dalam ketentuan Undang-undang yang berlaku di Indonesia ,dan penerapan hukuman mati ini juga telah dikaji baik buruknya. Bahwa ketentuan Pasal 28I ayat (1) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 5.1 Kesimpulan Secara legalitas bahwa pelaksanaan hukuman mati ini diakui keberadaannya, Hukuman mati dalam kaitannya dengan Hak Asasi Manusia di Indonesia secara yuridis dibenarkan, dan justru diberlakukannya hukuman mati merupakan perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia karena jenis-jenis kejahatan yang diancam hukuman mati adalah merupakan kejahatan-kejahatan yang dapat dikategorikan kedalam jenis kejahatan yang berat dan sadis. Penegakan hukum merupakan usaha untuk menegakkan norma-norma hukum, Pelaksanaan hukuman mati dalam kaitannya dengan penegakan hak asasi manusia bahwa hukuman mati itu baru dapat dilaksanakan apabila telah menempuh jalur hukum yang telah ditentukan dan menggunakan upaya hukum untuk membela dari sipelaku kejahatan.Upayahukum itu antara lain ; Banding, Kasasi,Peninjauan kembali dan Grasi. Penerapan hukuman mati bukanlah tindakan yang tidak manusiawi dan bukan merupakan pelanggaran pelanggaran Hak Asasi Manusia, karena siterhukum yang dijatuhi hukuman mati harus yang benar-benar telah terbukti dan sangat menyakinkan di Pengadilan, bahwa memang dialah pelaku dan terdakwa secara gamblang mengakui perbuatannya dan seluruh alat bukti menyatakan terdakwa sebagai pelakunya. Daftar Pustaka Adam Chazawi, 2001, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I Stelsel Pidana, Tindak Pidana, Teoriteori Pemidanaan dan Batas Berlakunya Hukum Pidana, Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Andi Hamzah, 1993, Pelaksanaan Peradilan Pidana Berdasarkan Teori dan Praktek, Rineka Cipta, Jakarta. Andi Hamzah, 1987, Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia dari Retribusi ke Reformasi, Pradya Paramita, Jakarta. Andi Hamzah, 1985, Pidana Mati Di Masa Lalu, Kini dan Masa Depan, Ghalia, Indonesia.

Joko Prakoso, 1987, Masalah Pidana Mati (soal tanya jawab), Bina Aksara, Jakarta. Joko Prakoso, 1984, Masalah Pemberian Pidana Dalam Teori Dan Praktek Peradilan, Bina Aksara, Jakarta. Koeswadji Hadiati Hermien, 1995, Perkembangan Macam-Macam Pidana Dalam Rangka Pembangunan Hukum Pidana, Citra Aditya Bakti, Bandung. Lamintangm 1984, Hukum Penentensir Indonesia, Armico, Bandung. Masyhur Effendi, 1994, Dimensi Dinamika HAM Dalam Hukum Nasional dan Ghalia, Indonesia. Internasional,

Mangasa Sidabutar, 1995, Hak Terdakwa Terpidana Penuntut Umum Menempuh Upaya Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta. Nurwahchi, 1994, Pidana Mati dala Hukum Pidana Islam, Al-Ikhlas, Surabaya. Nurwahchi, 1985, Studi Tentang Pendapat-pendapat Mengenai Efektivitas Pidana Mati di Indonesia, Ghalia, Indonesia. Moleong, 1989, Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Karya, Bandung. Sholehuddin, 2003, Sistem Sanksi Dalam Hukum Pidana, Ide Dasar Double Track Sistem dan Implementasiny, Raja Grafindo Persada, Jakarta. SR. Sianturi, 2002, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya, Storia Grafika, Jakarta. Waluyo Bambang, 2000, Pidana dan Pemidanaan, Sinar Grafika, Jakarta. Yahya AZ, 2007, Problematika Penerapan Pidana Mati dalam Kaitannya dengan Hak Asasi Manusia (HAM), PUSHAM UII, Yogyakarta. Peraturan Perundang-undangan Undang-Undang Dasar 1945 Hasil Amandemen. Undang-Undang No. 1 Tahun 1946 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Undang-Undang No. 5 Tahun 1997 Tentak Tindak Pidana Psikotropika. Undang-Undang No. 22 Tahun 1997 Tentang Tindak Pidana Narkotika.

Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia. Undang-Undang No. 15 dan 16 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Rancangan Undang-Undang Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Tahun 2002, Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Departemen Kehakiman HAM RI. Putusan Mahkamah Konstusi terhadap Yudicial Review Undang-Undang No. 22 Narkotika terhadap Undang-Undang Dasar 1945. Tentang

Você também pode gostar