Você está na página 1de 25

Manfaat Manajemen Perpajakan terhadap Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata kuliah Perpajakan

DisusunOleh: 1. Megawati Lumban Gaol 2. Yessica Hutabarat 3. Eva Maryani 4. Eha Julaeha

PENDIDIKAN PROFESI AKUNTANSI UNIVERSITAS WIDYATAMA 2012

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kepada Tuhan, karena berkat bimbingan dan karunia-Nya penulis bisa menyelesaikan makalah yang berjudul Manfaat Manajemen Perpajakan terhadap Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai ini. Makalah ini dibuat sebagai salah satu tugas mata kuliah Seminar Auditing, selain itu juga guna memahami tentang Manajemen perpajakan dalam Pajak Pertambahan Nilai. Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangankekurangan dari segi pembahasan maupun penulisannya. Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Ucapan terima kasih kepada ibu Diana Sari dan semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini. Demikian makalah ini kami buat semoga dapat bermanfaat bagi kita semua.

Bandung, 12 April 2012

Penulis

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang Perencanaan dan Manajemen Pajak adalah sesuatu yang dapat dilakukan oleh setiap perusahaan yang menginginkan adanya penghematan pajak. Karena tujuan dari manajemen pajak yang bersifat ekonomis, efektif, dan efisien. Dengan menyusun perencanaan dan manajemen pajak sejak dini perusahaan akan terhindar dari segala hal yang mengakibatkan peningkatan beban pembayaran pajak. Salah satunya adalah dengan melakukan manajemen pajak pada Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Dalam melakukan manajemen pajak yang harus diperhatikan ialah tidak melanggar peraturan yang berlaku, secara bisnis reasonable, dan didukung dengan bukti-bukti yang kuat.

1.2 Rumusan dan Batasan Masalah Makalah ini membahas mengenai Manajemen perpajakan dalam Pajak Pertambahan Nilai 1.3 Maksud dan Tujuan Maksud dari dibuatnya makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Perpajakan PPAk Universitas Widyatama 2012. Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mendapatkan wawasan serta teoriteori mengenai Manajemen Perpajakan.

BAB II Pembahasan II.1. Manajemen Pajak Perencanaan dan Manajemen Pajak adalah sesuatu yang dapat dilakukan oleh setiap perusahaan yang menginginkan adanya penghematan pajak. Karena tujuan dari manajemen pajak yang bersifat ekonomis, efektif, dan efisien. Dengan menyusun perencanaan dan manajemen pajak sejak dini perusahaan akan terhindar dari segala hal yang mengakibatkan peningkatan beban pembayaran pajak. Salah satunya adalah dengan melakukan manajemen pajak pada Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Dalam melakukan manajemen pajak yang harus diperhatikan ialah tidak melanggar peraturan yang berlaku, secara bisnis reasonable, dan didukung dengan bukti-bukti yang kuat. Manajemen pajak adalah sarana untuk memenuhi kewajiban perpajakan dengan benar tetapu jumlah pajak yang dibayar dapat ditekan serendah mungkin untuk memperoleh laba dan likuiditas yang diharapkan (Sophar Lumbantoruan: 1996) Tujuan Manajemen Pajak dapat dibagi menjadi dua, yaitu: a. Menerapkan peraturan perpajakan secara benar. b. Usaha efisiensi untuk mencapai laba dan likuiditas yang seharusnya. Tujuan manajemen pajak dapat dicapai melalui fungsi-fungsi manajemen pajak yang terdiri atas: Perencanaan pajak (tax planning) Perencanaan Pajak adalah langkah awal dalam manajemen pajak dimana pada tahap ini dilakukan pengumpulan dan penelitian terhadap peraturan perpajakan, dengan maksud dapat diseleksi jenis tindakan penghematan pajak yang akan dilakukan. Tujuan Perencanaan Pajak adalah merekayasa agar beban pajak (Tax Burden) serendah mungkin dengan memanfaatkan peraturan yang ada tetapi berbeda dengan tujuan pembuatan Undang-undang maka tax planning disini sama dengan tax avoidance karena secara hakikat ekonomis kedua-duanya berusaha untuk memaksimalkan penghasilan setelah pajak (after tax return) karena pajak merupakan unsur pengurang laba yang tersedia baik untuk dibagikan kepada pemegang saham maupun diinvestasikan kembali.

Ada 3 unsur perpajakan yang memotivasi dilakukannya perencanaan pajak: Kebijaksanaan Perpajakan (Tax Policy) Kebijaksanaan perpajakan merupakan alternatif dari berbagai sasaran yang hendak dituju dalam sistem perpajakan. Faktor yang mendorong dilakukannya suatu perencanaan pajak, yaitu: Pajak yang akan dipungut Siapa yang akan dijadikan subjek pajak Apa saja yang merupakan objek pajak Berapa besarnya tarif pajak Bagaimana prosedurnya Undang-undang Perpajakan (Tax Law) Kita menyadari bahwa kenyataannya di manapun tidak ada undang-undang yang mengatur setiap permasalahan secara sempurna, maka dalam pelaksanaannya selalu diikuti oleh ketentuan-ketentuan lain(Peraturan Pemerintah Keputusan Presiden, Keputusan Menteri Keuangan dan DIrektur Jendral Pajak), maka tidak jarang ketentuan pelaksanaan tersebut bertentangan dengan Undang-undang itu sendiri karena disesuaikan dengan kepentingan pembuat kebijaksanaan dalam mencapai tujuan lain yang ingin dicapainya. Administrasi Perpajakan (Tax Administration) Secara umum motivasi dilakukannya perencanaan pajak adalah memaksimalkan laba setelah pajak karena pajak itu ikut mempengaruhi dalam pengembalian keputusan atas suatu tindakan dalam operasi perusahaan untuk melakukan investasi dengan cara menganalisis secara cermat dan memanfaatkan peluang atau kesempatan yang ada dalam ketentuan peraturan yang sengaja dibuat oleh pemerintah untuk memberikan perlakuan yang berbeda atas objek yang secara ekonomi hakikatnya sama (karena pemerintah mempunyai tujuan lain tertentu) dengan memanfaatkan: Perbedaan tarif pajak (Tax Rates) Perbedaan perlakuan atas objek pajak sebagai dasar pengenaan pajak (Tax Base) Loopholes, Shelters dan Havens

Tahap-tahap Perencanaan Pajak Agar Tax Planning berhasil sesuai dengan yang diharapkan, maka perencanaan itu seharusnya dilakukan melalui berbagai urutan tahap-tahap berikut: Analisis informasi yang ada Buat satu model atau lebih rencana kemungkinan besarnya pajak Evaluasi pelaksanaan rencana pajak Mencari kelemahan dan kemudian memperbaiki kembali rencana pajak Mutakhirkan rencana pajak Pelaksanaan Kewajiban Perpajakan Apabila pada tahap perencanaan pajak telah diketahui faktor-faktor yang akan dimanfaatkan untuk melakukan penghematan pajak, maka langkah selanjutnya adalah mengimplementasikan baik secara formal maupun material. Harus dipastikan bahwa pelaksanaan kewajiban perpajakan telah memenuhi peraturan perpajakan yang berlaku. Manajemen pajak tidak dimaksudkan untuk melanggar peraturan dan jika dalam pelaksanaannya menyimpang dari tujuan manajemen pajak. Untuk mencapai tujuan manajemen pajak ada dua hal yang perlu dikuasai dan dilaksanakan, yaitu: Memahami ketentuan peraturan perpajakan. Dengan mempelajari peraturan perpajakan seperti undang-undang, Keputusan Presiden, Keputusan Menteri Keuangan, Keputusan Dirjen Pajak, dan Surat Edaran Dirjen Pajak dapat diketahui peluang-peluang yang dapat dimanfaatkan untuk menghemat beban pajak. Menyelenggarakan pembukuan yang memenuhi syarat. Pembukuan merupakan sarana yang sangat penting dalam penyajian informasi keuangan perusahaan yang disajikan dalam bentuk laporan keuangan dan menjadi dasar dalam menghitung besarnya jumlah pajak terutang Mengingat pentingnya pembukuan maka Pasal 28 Ayat 1 Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 200 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, telah menetapkan bahwa Wajib Pajak Badan Indonesia wajib melakukan pembukuan.

Pengendalian Pajak Pengendalian pajak bertujuan untuk memastikan bahwa kewajiban pajak telah dilaksanakan sesuai dengan yang telah direncanakan dan telah memenuhi persyaratan formal maupun material. Hal terpenting dalam pengendalian pajak adalah pemeriksaan pembayaran pajak. Oleh sebab itu, pengendalian dan pengaturan arus kas sangat penting dalam strategi penghematan pajak, misalnya melakukan pembayaran pajak pada saat terakhir tentu lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan membayar lebih awal. Pengendalian pajak termasuk pemeriksaan jika perusahaan telah membayar pajak lebih besar dari jumlah pajak terutang. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 1. Definisi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas setiap pertambahan nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke konsumen. Dalam bahasa Inggris, PPN disebut Value Added Tax (VAT) atau Goods and Services Tax (GST). PPN termasuk jenis pajak tidak langsung, maksudnya pajak tersebut disetor oleh pihak lain (pedagang) yang bukan penanggung pajak atau dengan kata lain, penanggung pajak (konsumen akhir) tidak menyetorkan langsung pajak yang ia tanggung. Mekanisme pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN ada pada pihak pedagang atau produsen sehingga muncul istilah Pengusaha Kena Pajak yang disingkat PKP. Dalam perhitungan PPN yang harus disetor oleh PKP, dikenal istilah pajak keluaran dan pajak masukan. Pajak keluaran adalah PPN yang dipungut ketika PKP menjual produknya, sedangkan pajak masukan adalah PPN yang dibayar ketika PKP membeli, memperoleh, atau membuat produknya. 2. Karakteristik PPN a. PPN merupakan pajak tidak langsung Ditinjau dari sudut pandang ekonomi, beban pajak dialihkan kepada pihak lain, yaitu pihak yang mengkonsumsi barang atau jasa yang menjadi objek pajak. Sedangkan ditinjau dari sudut

pandang yuridis, tanggung jawab pembayaran pajak kepada kas negara tidak berada ditangan pihak yang memikul beban pajak. b. Pajak Objektif. Sebagai pajak objektif, timbulnya kewajiban untuk membayar PPN ditentukan oleh adanya objek pajak. Kondisi subjektif subjek pajak tidak ikut menentukan. PPN tidak membedakan antara konsumen berupa orang atau badan, antara konsumen yang berpenghasilan tinggi dengan yang rendah. Jika mereka menggunakan barang atau jasa dari jenis yang sama diperlakukan sama. c. Multi Stage Tax. PPN yang dikenakan pada setiap mata rantai jalur produksi maupun jalur distribusi. Setiap penyerahan barang yang menjadi objek PPN mulai dari tingkat pabrik(manufaktur) kemudian ditingkat pedagang besar (wholeseller) dalam berbagai bentuk atau nama sampai dengan tingkat pedagang pengecer (retailer) dikenakan PPN. d. Mekanisme Pemungutan PPN Mengunakan Faktur Pajak. Setiap penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak, Pengusaha Kena Pajak yang bersangkutan diwajibkan untuk membuat Faktur Pajak sebagai bukti pemungutan pajak. Bagi pembeli, importir, atau penerima jasa merupakan bukti pembayaran pajak. Berdasarkan faktur pajak inilah akan dihitung jumlah pajak terutang dalam satu masa pajak, yang wajib dibayar ke kas negara. e. PPN adalah Pajak atas Konsumsi Umum Dalam Negeri. Sebagai Pajak atas konsumsi umum dalam negeri, PPN hanya dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang dilakukan didalam negeri. f. Pajak Pertambahan Nilai Bersifat Netral Dalam mekanisme pemungutannya, PPN mengenal dua prinsip, yaitu :

Prinsip tempat asal, mengandung pengertian bahwa PPN dipungut di tempat asal barang atau jasa yang akan dikonsumsi Prinsip tempat tujuan, berarti bahwa PPN dipungut di tempat barang atau jasa dikonsumsi. Dalam prinsip ini, komoditi impor akan menanggung beban pajak yang sama dengan barang produksi dalam negeri. Sebaliknya barang produksi dalam negeri yang akan diekspor tidak dikenakan PPN, karena akan dikenakan PPN di Negara tempat komoditi ekspor tersebut akan dikonsumsi. Supaya daya saing komoditi ekspor Indonesia dengan produk domestik negara pengimpor tidak dipengaruhi oleh PPN Indonesia masih diperlukan sarana lain berupa pengenaan PPN atas komoditi ekspor dengan tarif 0 % .

g. Tidak menimbulkan dampak pengenaan Pajak Berganda Pajak berganda dapat dihindari karena PPN dipungut atas dasar nilai tambah saja. Keadaan ini berbeda dengan situasi dalam era PPn 1951 yang dalam pelaksanaannya, Pengusaha tidak diberi hak untuk memperoleh kembali PPn yang dibayar atas perolehan bahan baku atau barang modal, sehingga PPn yang terutang sepenuhnya merupakan hasil perkalian tarif PPn dengan peredaran bruto. 3. METODA PENGHITUNGAN PPN Ada tiga metoda dalam penghitungan PPN, yaitu : 1. 2. 3. Addition Method, berdasarkan metode ini PPN dihitung dari penjumlahan seluruh unsur nilai tambah dikalikan tarif PPN yang berlaku. Subtraction Method, berdasarkan metode ini PPN dihitung dari selisih antara harga jual dengan harga beli dikalikan dengan tarif pajak yang berlaku. Credit Method, berdasarkan metode ini PPN dihitung dari selisih antara pajak yang dibayar pada saat pembelian dengan pajak yang dipungut pada saat penjualan. Dari tiga metoda tersebut, undang-undang PPN menganut Credit Method dengan metoda ini walaupun pengenaan PPN dapat dihindari kemungkinan timbulnya pengenaan pajak berganda. Dalam Credit Method dikenal adanya istilah Pajak Masukan yaitu pajak yang dibayar pada saat

pembelian barang kena pajak atau jasa kena pajak dan Pajak Keluaran yatiu pajak yang dipungut pada saat penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak. Setiap pemungutan PPN, pengusaha kena pajak yang bersangkutan wajib membuat faktur pajak. Upaya-upaya efisiensi pada PPN 1. Memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) atau non-PKP pada pengusaha kecil. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 68/PMK.03/2010 tentang Batasan Pengusaha Kecil Pajak Pertambahan Nilai, yang dimaksud sebagai Pengusaha kecil adalah pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dengan jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah). Dengan kata lain, sebagai pengusaha kecil dapat memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP atau tidak. Pemilihan sebagai PKP atau tidak, dapat dilihat melalui transaksi yang ia lakukan. Contoh: a. Apabila sebagai PKP, dalam membeli bahan baku merupakan objek PM dan pada saat menjual Barang Kena Pajak (BKP) merupakan objek PK. Sedangkan apabila sebagai Non PKP membeli bahan baku, bukan merupakan objek PM. Begitupula dalam menjual BKP bukan merupakan objek PK. Transaksi Membeli bahan Baku Menjual BKP Sebagai PKP PM PK Sebagai Non PKP Non PM Non PK

b. Apabila suatu perusahaan non PKP membeli BKP dari PKP, hal tersebut merupakan objek PM yang dapat dikreditkan pada SPT PPh Badannya. Sedangkan pada saat menjual BKP tersebut kepada pengusaha yang juga non PKP bukan merupakan objek PK. c. Apabila dalam kondisi laba perusahaan besar sebaiknya non PKP. Karena Pmnya dapat dikreditkan yang mengakibatkan PPh Badannya kecil. d. Apabila dalam kondisi laba perusahaan kecil sebaiknya menjadi PKP. e. Perusahaan yang non PKP mempertahankan peredaran brutonya di bawah Rp. 600.000.000,-.

2. Mendahulukan penerbitan performa invoice sebelum menerbitkan invoice. Porforma invoice merupakan faktur ringkasan atau perkiraan yang dikirim oleh penjual kepada pembeli (biasanya perusahaan jasa) sebelum pengiriman atau pengiriman barang. Mengenai catatan jenis dan jumlah barang, nilai, dan informasi penting lainnya seperti beban berat dan transportasi. Faktur proforma biasanya digunakan sebagai faktur awal dengan kutipan, atau untuk keperluan pabean dalam importasi. Mereka berbeda dari faktur normal tidak digunakan untuk permintaan atau permintaan untuk membayar. Dalam hal efisiensi PPN dalam penerbitan performa invoice diperhatikan terlebih dahulu kapan terhutang PPN. Dalam UU No.42 tahun 2009 dikatakan bahwa terhutangnya PPN saat pemanfaatan jasa kena pajak. Namun dalam hal pembayaran diterima sebelum penyerahan maka saat terutang pajakialah saat pembayaran. Penerbitan performa invoice penting dilakukan karena sering terjadi invoice sudah keluar namun belum dilakukan pembayaran. 3. Melakukan pengelolaan faktur pajak dengan baik Agar pengelolaan faktur pajak dilakukan dengan baik maka diperlukan koordinasi bagian pajak dengan bagian-bagian lain yang terkait dengan penerbitan dan penerimaan faktur pajak. Pengelolaan faktur pajak dapat dilakukan dengan cara memastikan atau menjaga Faktur Pajak tidak cacat. Jika melakukan pembelian barang atau pemakaian jasa maka terdapat Pajak Masukan, sehingga menerima Faktur Pajak. Faktur Pajak yang diterima tersebut harus diteliti, apabila cacat maka faktur pajak masukan tersebut tidak dapat dikreditkan. Untuk mengatasi hal ini, dapat dilakukan dengan cara apabila menerima faktur pajak yang cacat, sesegera mungkin untuk dikembalikan agar dapat diganti dengan faktur pajak yang tidak cacat. Dalam hal melakukan penjualan barang atau pemberian jasa maka terdapat Pajak Keluaran, sehingga menerbitkan Faktur Paja. Faktur Pajak yang diterbitkan harus dihindari dari kecacatan karena apabila cacat maka dikenakan sanksi sebesar 2% dari DPP. Untuk mengatasi hal apabila menerbitkan faktur pajak yang cacat, sesegera mungkin untuk menerbitkan faktur pajak pengganti. Karenanya untuk menghindari hal tesebut harus dilakukan koordinasi dengan divisidivisi yang terkait dalam perusahaan, diantaranya adalah dengan divisi pembelian dan penjualan. Bentuk koordinasinya ialah dengan menginformasikan apa saja yang harus dimuat dalam faktur pajak, antara lain:

a. nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak; b. nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak; c. jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga; d. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut; e. Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut; f. kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan g. nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak. Dalam hal pembeli BKP atau pengguna JKP diketahui FP yang telah diterima dari pihak lain ternyata cacat segera dikembalikan kepada pihak pemberi FP. Sedangkan dalam hal penjual BKP atau pemberi JKP ternyata telah menerbitkan FP cacat apabila belum dilaporkan segera melakukan penggantian FP.

4. Mengajukan permohonan sentralisasi PPN dalam hal perusahaan memiliki banyak cabang. Cabang

Cabang

KP

Cabang

Cabang

Cabang

Hal yang dapat dilakukan apabila sebuah perusahaan memiliki banyak cabang ialah : a. Mengajukan sentralisasi PPN b. Apabila sentralisasi PPN telah dilakukan, maka pastikan di cabang-cabang tidak melakukan transaksi penjualan yang menerbitkan invoice. Sehingga seolah-olah hanya sebagai gudang (conventional). 5.Penanganan pengajuan restitusi PPN dengan baik. Dalam pengajuan restitusi PPN, beberapa hal yang harus diperhatikan : 1. Penyerahan dokumen selambat lambatnya 1 bulan setelah pengajuan restitusi Yakinkan semua dokumen terkait lengkap,selebihnya tidak diperhitungkan dan tidak dapat diajukan restitusi lagi 2. Pengecekan Faktur Pajak Pastikan kembali Faktur Pajak Masukan atau Faktur Pajak Keluaran tidak cacat (lakukan tax review) 3. Yakinkan bahwa lawan transaksi telah membayarkan PPN yang dipungut. Dalam hal ini diperlukan konfirmasi kepada pihak lawan transaksi dengan cara meminta fotocopy SSP dan SPM terkait transaksi yang diajukan restitusi. Hal tersebut dimaksudkan agar tidak terjadi tanggung renteng. 4. Sebelum mengajukan restitusi PPN, lakukan tax review dan tax review idealnya dilakukan setiap bulan masa pajak yang bersangkutan.

1. Mengupayakan agar PM dan PK terjadi pada masa yang sama. Contoh:

2 maret Beli bahan baku PM = 10% x 200 juta 20 juta

28 maret Jual BKP PK = 10% x 200 juta 20 juta

Produksi Biasanya perusahaan industri, sehingga dapat langsung offset dan uang tidak keluar

7. Memanfaatkan fasilitas-fasilitas PPN. Pemanfaatan fasilitas PPN dikawasan berikat dan di luar kawasan berikat : Kawasan Berikat Beli Bahan Baku Impor roduksi P Ekspor Barang Jadi Dalam pembelian bahan baku, PM = tidak dipungut PK = 0 Maka tidak ada cash flow dalam transaksi Luar Kawasan Berikat Beli Bahan Baku Impor Produksi Ekspor Barang Jadi Dalam pembelian bahan baku terdapat Misal pembelian bahan baku sebesar 100, maka terdapat PM 10. PM = 10 PK = 0 Sehingga PM > PK Lebih bayar 10 Atas lebih bayar tersebut dapat dilakukan restitusi.

mendapatkan fasilitas PPN tidak dipungut. Pajak Masukan.

Dari segi non-pajak yang harus diperhitungkan: a. Akses: Akses jalan yang mudah ditempuh untuk sampai ke Batam/Cengkareng

b. Buruh/Pekerja: Upah buruh yang lebih rendah Batam atau Cengkareng c. Perizinan Usaha: Perizinan yang akan dilakukan lebih mudah di Batam atau Cengkareng. Syarat melakukan manajemen PPN adalah : a. Tidak melanggar Peraturan yang berlaku baik Peraturan Pajak maupun Peraturan lain
b. Secara bisnis reasonable, dapat diperhitungkan keuntungan dan kerugiannya

c. Didukung oleh bukti bukti yang kuat dan diakui oleh pihak lain Selain itu dalam melakukan manajemen PPN maka harus mengetahui : a. Kewajiban Pengusaha Kena Pajak b. Hal-hal yang harus diperhatikan terkait dengan saat pembuataan faktur pajak, dan tata cara pembuatan faktur pajak c. Hal-hal yang harus diperhatikan sehubungan dengan objek dan subjek PPN dan atau PPnBM d. Berbagai sanksi/denda terkait dengan PPn dan/ atau PPn Bm e. Pemanfaatan berbagai fasilitas di bidang PPN dan/atau PPnBM Penjelasan A. Kewajiban Pengusaha Kena Pajak : Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah pengusaha yang melakukan penyerahan BKP dan/atau yang dikenai pajak berdasarkan UU PPN 1984 dan perubahannya. Jika telah dikukuhkan sebgai pengusaha kena pajak maka harus melaporkan usahanya tersebut. maka dari itu harus pula diketahui tentang: * Kapan harus melaporkan usahanya untuk dikukuhkan menjadi PKP? Yaitu WP yang sudah memenuhi ketentuan sebagai PKP, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP sebelum melakukan penyerahan BKP/JKP. * Kemana harus melapor? Ke KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan pengusaha, dan tempat kegiatan usaha di lakukan. * Apa resikonya jika tidak melakukan kewajiban tersebut? Direktorat Jendral Pajak (DJP) dapat mengukuhkan PKP secara jabatan apabila

PKP tidak melaksanankan kewajiban pelaporan tersebut. B. Hal-hal yang harus diperhatikan terkait dengan saat pembuatan faktur pajak, dan tata cara pembuatan faktur pajak. Saat pembuatan faktur pajak : 1. Pada akhir bulan berikutnya setelah penyerahan BKP/JKP, kecuali pembayaran terjadi sebelum akhir bulan berikutnya--- dibuat pada saat penerimaan pembayaran; atau 2. Pada saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan BBKP/JKP; atau 3. Pada saat penerimaan pembayaran termijn dalam hal penyerahan sebagian tahap pembayaran; atau
4. Pada saat PKP rekanan menyampaikan tagihan kepada pemungut PPN

Syarat Faktur Pajak (FP) standar, karena merupakan sarana untuk mengkreditkan pajak masukan. Paling sedikit FP memuat: ama, alamat, NPWP yang menyerahkan BKP/JKP N Nama, alamat, NPWP yang menerima BKP/JKP Jenis barang/jasa, harga jual/ penggantian, dan potongan harga PPN yang dipungut PPnBM yang dipungut Kode, nomor seri dan tanggal pembuatan FP Nama, jabatan dan tanda tangan yang berhak menandatangai FP Tax planning atas FP: 1. Perhatikan syarat sah-nya FP standar agar dapat dikreditkan 2. Terbitkan FP selama mungkin (dalam kurun waktu yang diperbolehkan) 3. Perketat term of payment untuk mencegah wp nalangin PPN pembeli
C. Hal-hal yang harus diperhatikan sehubungan dengan objek PPN dan atau PPnBM

1. Identifikasi item mana yang : * Terutang PPN * Terutang tapi tidak dipungut PPN * Tidak dikenakan PPN

* Dibebaskan dari PPN 2. Rekonsiliasi omzet PPN dengan peredaran usaha dalam SPT PPH Badan 3. Laporkan Faktur Pajak sesuai masanya D. Mengetahui dengan jelas apa saja sanksi/ denda terkait dengan PPN dan atau PPnBM, sebagai berikut: 1. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP, tetapi tidak membuat FP, Atau 2. Pengusaha yang telah dikukuhakan sebagai PKP, membuat FP, tetapi tidak tepat waktu. 3. Pengusaha kena pajak melaporkan FP tidak sesuai dengan penerbitan FP 4. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP yang tidak mengisi FP secara lengkap, selain: Identitas pembeli atau identitas pembeli serta nama dan tandatangan dalam hal penyerahan dilakukan oleh PKP pedagang eceran. Terhadap hal-hal tersebut diatas akan dikenakan sanksi 2% x DPP
5. Pengusaha kena pajak yang gagal berproduksi dan telah diberikan pengembalian Pajak

Masukan (PM) Sanksi : 2% per bulan dari jumlah pajak yang ditagih kembali, dihitung dari tanggal peneribatan surat keputusan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sampai dengan tanggal penerbitan Surat Tagihan Pajak (STP), bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan. E. Memanfaatkan berbagai fasilitas di bidang PPN dan/atau PPnBM Fasilitas ppn terhutang tidak dipungut Kawasan berikat KAPET EPTE

Fasilitas PPN dibebaskan; Impor dan atau penyerahan BKP tertentu yang bersifat strategis (PP no. 7 tahun 2007)

PERENCANAAN PAJAK UNTUK PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

Perencanaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dapat dilakukan sebagai berikut : 1. Memaksimalkan PPN masukan yang dapat dikreditkan; perusahaan sebaiknya memperoleh Barang Kena Pajak (BKP)/Jasa Kena Pajak (JKP) dari Pengusaha Kena Pajak (PKP), supaya pajak masukannya dapat dikreditkan. Perusahaan perlu mengamati dengan cermat jangan sampai terdapat pajak masukan yang belum dikreditkan lagi. 2. Dalam hal penjualan BKP/JKP yang pembayarannya belum diterima, pembuatan faktur pajak bisa ditunda sampai akhir bulan berikutnya setelah penyerahan Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak. PPN dikenakan atas : 1) Penyerahan BKP/JKP yang dilakukan oleh PKP. 2) Impor BKP. 3) Pemanfaatan BKP tidak berwujud/JKP luar daerah pabean di dalam daerah pabean. 4) Ekspor BKP oleh PKP. Pajak masukan yang dapat dikreditkan adalah pajak masukan yang berhubungan langsung dengan produksi, distribusi, pemasaran, dan manajemen atas BKP/JKP dan faktur pajaknya adalah faktur pajak standar atau dokumen yang disamakan dengan faktur pajak standar. Pajak masukan yang tidak dapat dikreditkan apabila : 1. Perusahaan sebelum dikukuhkan menjadi PKP. 2. Faktur pajak sederhana. 3. Faktur pajak cacat. 4. Tidak diisi lengkap dan terdapat coretan atau hapusan. 5. Pajak masukan atas pembelian mobil sedan, jeep, station wagon, van, dan combi. 6. Pajak masukan berkaitan dengan produksi BKP/JKP. 7. Pajak masukan yang tidak ada kaitannya secara langsung dengan kegiatan usaha atas BKP. 8. Pajak masukan yang dilaporkan pada SPT Masa PPN, yang ditemukan pada saat pemeriksaan/yang ditagih melalui SKP. Pajak masukan yang belum dikreditkan dengan pajak keluaran pada masa pajak yang sama, dapat dikreditkan pada masa pajak berikutnya, selambat-lambatnya pada bulan ketiga setelah

berakhirnya tahun buku yang bersangkutan, sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan. Membangun sendiri tidak dalam kegiatan usaha membangun sendiri untuk tempat tinggal/tempat usaha oleh Orang Pribadi/Badan dikenakan PPN, apabila : Luas bangunan 400 meter persegi atau lebih. Bangunan permanen. Tarif 10% x 40% x biaya bangunan (tanpa harga tanah). Disetor tiap bulan, pada tanggal 15 bulan berikutnya sejak pembangunan dimulai.

Penyerahan aset yang menurut tujuan semula tidak untuk dijual. Penyerahan aset yang tujuan semula tidak diperjualbelikan dikenakan PPN, sepanjang PPN yang dibayar pada saat perolehannya dapat dikreditkan. Pajak keluaran disetor dengan menggunakan SSP tersendiri, disetor paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya. Dapat dibuatkan faktur pajak tetapi tidak perlu dimasukkan ke Formulir 1195. Dalam hal aset tersebut juga mendapatkan fasilitas penundaan, atas penyerahan aset dimaksud juga dikenakan PPN. Dasar Pengenaan Pajak (DPP) : - Harga Jual - Nilai Penggantian - Nilai Impor - Nilai Ekspor - Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak 1. Pemakaian sendiri dan cuma-cuma BKP/JKP: 10% x harga jual dikurangi laba kotor. 2. Penyerahan media rekaman suara/gambar/film cerita: 10% x harga jual rata-rata. 3. Persediaan BKP pada saat pembubaran perusahaan: Harga pasar yang wajar. 4. Aset yang menurut tujuan semula tidak untuk dijual: Harga pasar yang wajar. 5. Penyerahan jasa biro perjalanan wisata dan jasa pengiriman paket: 10% x 10% jumlah tagihan.

6. Penyerahan jasa anjak piutang: 10% x 5% jumlah imbalan (dapat berupa provisi, ongkos jasa, diskon). 7. Pedagang eceran: 10% x 20% Jumlah penyerahan barang dan PPN masukan tidak dapat dikreditkan. 8. Jasa persewaan ruangan: Sewa ruangan: 10% dari sewa yang ditagih Ongkos jasa: 10% x 40% ongkos jasa yang ditagih. Tarif PPN : - Tarif umum adalah 10% - Tarif ekspor 0% Satu hal yang perlu diingat adalah perencanaan pajak yang telah dibuat dan dilaksanakan jangan sampai melanggar peraturan perpajakan, hal ini penting untuk menghindari sanksi perpajakan. Setelah perencanaan pajak selesai disusun dan diimplementasikan, masih ada satu tahap lagi yang harus dilakukan, yaitu pengendalian pajak. Pengendalian pajak perlu dilakukan untuk mengetahui apakah semua perencanaan pajak telah dilaksanakan sesuai dengan rencana. Pengendalian pajak dapat dilakukan melalui penelaahan pajak. Contoh Perhitungan PPN Atas Pemberian Cuma-Cuma a. PT. Aditya Makmur Sejahtera adalah perusahaan yang memproduksi kompor gas, dalam rangka promosi produk barunya PT. Aditya Makmur Sejahtera memberikan secara gratis kepada CV. Mawar Merah (usaha dibidang perdagangan kompor gas) 1 buah kompor gas dengan harga pokok penjualan sebesar Rp 500.000,-. Maka PT. Aditya Makmur Sejahtera harus menerbitkan faktur pajak sebagai pajak keluaran dengan perincian : Dasar Pengenaan Pajak : 500.000 PPN : 50.000 (500.000 x 10 %)

Bagi CV. Mawar Merah faktur pajak yang diterima dari PT. Aditya Makmur Sejahtera atas pemberian kompor gas tersebut merupakan pajak masukan yang dapat dikreditkan sepanjang

memenuhi syarat sebagaimana ditetapkan dalam Undang-undang No.42 Tahun 2009 tentang PPN dan PPnBM. b. PT. Gunung Makmur Sentosa produsen mie kering dalam rangka membantu korban bencana alam di daerah Purwokerto memberikan mie kering dengan harga pokok penjualan sebesar Rp 2.000.000,-. Maka PT. Gunung Makmur Sentosa harus menerbitkan faktur pajak sebagai pajak keluaran dengan perincian : Dasar Pengenaan Pajak : 2.000.000 PPN Dasar hukum : 1. Undang-undang No.42 Tahun 2009 tentang PPN dan PPnBM. 2. Keputusan Direktorat Jenderal Pajak No.KEP-87/PJ./2002 tentang Pengenaan PPN dan PPnBM atas Pemakaian Sendiri dan Pemberian Cuma-Cuma. 3. Surat Edaran Direktorat Jenderal Pajak No.SE-04/PJ.51/2002 tentang Pengenaan PPN dan PPnBM atas Pemakaian Sendiri dan Pemberian Cuma-Cuma. 4. Peraturan Pemerintah No.1 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan UU no.42 tahun 2009 tentang PPN dan PPnBM. Contoh Perhitungan PPN atas Penyerahan Jasa Konstruksi Kepada Pemungut PPN (Bendahara Pemerintah) Oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) PT. ABC (Pengusaha Kena Pajak di bidang Jasa Konstruksi) dalam bulan Januari 2012 mempunyai transaksi sebagai berikut : a. PT. ABC terdaftar di KPP Pratama Purwokerto (bukan data sebenarnya) dengan identitas sebagai berikut : a) Nama PKP b) NPWP c) Alamat d) Direktur : PT. ABC : 01.345.565.5-521.000 : Jl. Nanas No. 1 Purwokerto : Aditya : 200.000 (2.000.000 x 10 %)

b. Tanggal 05 Januari 2012 membeli besi dengan faktur pajak : a) No.Faktur Pajak b) Tanggal Faktur Pajak c) PKP Penjual d) NPWP Penjual e) Alamat f) DPP PPN Masukan g) PPN Masukan h) Jenis Barang : 010.000.12.00000008 : 05 Januari 2012 : PT. ADDA : 01.253.565.5-521.000 : Jl. Markisa No. 5 Purwokerto : 500.000.000 : 50.000.000 : Besi

c. Tanggal 29 Januari 2012 menyerahkan Jasa Konstruksi (pembuatan gedung kantor) kepada bendahara pemerintah dengan data sebagai berikut : a) Nama Penerima Jasa Konstruksi : Bendahara X b) NPWP c) Alamat d) No.Faktur Pajak e) Tanggal Faktur Pajak f) Nilai Kontrak g) DPP PPN Keluaran h) PPN Keluaran i) SSP disetor oleh pemungut j) Jenis barang/Jasa Perhitungan PPN : Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Pajak Keluaran (10 % x 800.000.000) Dikurangi : Pajak Masukan Dikurangi yang dipungut Pemungut PPN Kurang / Lebih Bayar : 50.000.000 : 80.000.000 : (50.000.000) : 800.000.000 : 80.000.000 : 00.125.564.5-521.000 : Jl. Mawar No. 5 Purwokerto : 020.000.12.00000001 : 29 Januari 2012 : 880.000.000 : 800.000.000 : 80.000.000 : 30 Januari 2012 : Bangunan Gedung Kantor

Jadi untuk SPT Masa PPN Masa Januari 2012 lebih bayar sebesar 50.000.000. Atas lebih bayar tersebut dapat dikompensasikan ke masa pajak berikutnya/masa lainnya atau diminta kembali atau restitusi.

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Manajemen pajak adalah sarana untuk memenuhi kewajiban perpajakan dengan benar tetapu jumlah pajak yang dibayar dapat ditekan serendah mungkin untuk memperoleh laba dan likuiditas yang diharapkan (Sophar Lumbantoruan: 1996) Tujuan Manajemen Pajak yaitu untuk menerapkan peraturan perpajakan secara benar dan untuk Usaha efisiensi untuk mencapai laba dan likuiditas yang seharusnya.

Saran Terdapat beberapa upaya efisiensi pada PPN bagi perusahan, sehingga penulis memberi saran supaya setiap perusahaan yang melakukan manajemen pajak dalam Pajak Pertambahan Nilai harus melakukan upaya-upaya tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
1. Christine, SE.Ak.,M.Int.Tax. Manajemen Pajak Atas Pajak Pertambahan Nilai dan/atau Pajak

Penjualan Atas Barang Mewah.

2. Dr. Oyok Abuyamin.Perpajakan Pusat & Daerah.2010


3. http://xa.yimg.com/kq/groups/35110048/763280736/name/MP 4. http://www.slideshare.net/puspa/tax-planning-atas-ppn

5. http://www.scribd.com/doc/32161931/MANAJEMEN-PAJAK-1 6. www.google.com

Você também pode gostar