Você está na página 1de 17

Agama, Falsafah Dan Ilmu

Dalam Tahshl al-sa'fidah AI-Frbi dengan jelas menyatakan pandangannya tentang sifat agama dan filsafat serta hubungan antara keduanya: Ketika seseorang memperoleh pengetahuan tentang wujud atau memetik pelajaran darinya, jika dia memahami sendiri gagasan-gagasan tentang wujud itu dengan inteleknya, dan pembenarannya atas gagasan tersebut dilakukan dengan bantuan demonstrasi tertentu, maka ilmu yang tersusun dari pengetahuan-pengetahuan ini disebut filsafat .Tetapi jika gagasan-gagasan itu diketahui dengan membayangkannya lewat kemiripan-kemiripan yang merupakan tiruan dari mereka, dan pembenaran terhadap apa yang dibayangkan atas mereka disebabkan oleh metodemetode persuasif, maka orang-orang terdahulu menyebut sesuatu yang membentuk pengetahanpengetahuan ini agama. Jika pengetahuan-pegetahuan itu sendiri diadopsi, dan metode-metode persuasif digunakan, maka agama yang memuat mereka disebut filsafat populer, yang diterima secara umum, dan bersifat eksternal. Al-Frb menghidupkan kembali klaim kuno yang menyatakan bahwa agama adalah tiruan dari filsafat. Menurutnya, baik agama maupun filsafat berhubungan dengan realitas yang sama. Keduanya terdiri dari subjek-subjek yang serupa dan sama-sama melaporkan prinsip-prinsip tertinggi wujud (yaitu, esensi Prinsip Pertama dan esensi dari prinsip-prinsip kedua nonfisik). Keduanya juga melaporkan tujuan puncak yang diciptakan demi manusia yaitu,kebahagiaan tertinggi dan tujuan puncak dari wujud-wujud lain. Tetapi, dikatakan Al-Frb, filsafat memberikan laporan berdasarkan persepsi intelektual. Sedangkan agama memaparkan laporannya berdasarkan imajinasi. Dalam setiap hal yang didemonstrasikan oleh filsafat, agama memakai metode-metode persuasif untuk menjelaskannya. Tujuan dari 'tiruan-tiruan' kebenaran wahyu kenabian dengan citra dan lambang telah dijelaskan sebelumnya. Sifat dari citra dan lambang religius ini membutuhkan pembahasan lebih lanjut. Menurut Al-Frb, agama mengambil tiruan kebenaran transenden dari dunia alami, dunia seni dan pertukangan, atau dari ruang lingkup lembaga sosio-politik. Sebagai contoh, pengetahuanpengetahuan yang sepenuhnya sempurna, seperti Sebab Pertama, wujud-wujud malakut atau lelangit dilambangkan dengan benda-benda terindra yang utama, sempuma, dan indah dipandang. Inilah sebabnya mengapa dalam Islam, matahari melambangkan Tuhan, bulan melambangkan nabi, dan bintang melambangkan sahabat nabi. Fungsi dari tugas-tugas politis seperti raja dengan segenap hierarki bawahannya berikut fungsifungsi kehormatannya memberikan citra dan lambang bagi pemahaman akan hierarki wujud dan perbuatan-perbuatan ilahi saat menciptakan dan mengurus alam semesta. Karya-karya seni dan pertukangan manusia memperlihatkan, tiruan-tiruan gerakan kekuatan dan prinsip alami yang memungkinkan terwujudnya objek-objek alami. Sebagai contoh, empat sebab Aristotelian yang disebut Al-Frb sebagai empat prinsip wujud, dapat dijelaskan dengan merujuk pada prinsipprinsip pembuatan objek-objek seni. Secara umum, menurut Al-Frb, agama berusaha membawa tiruan-tiruan kebenaran filosofis sedekat mungkin dengan esensi mereka. Dalam Islam, pandangan mengenai perbedaan antara agama (millah) dan filsafat (falsafah) umumnya diidentifikasi dengan mazhab masysy' ilmuwan filosof di mana Al-Frb termasuk di dalamnya. Rahman telah memperlihatkan bahwa perbedaan ini diikuti rumusan terinci menyangkut filsafat agama Yunani-Romawi dalam perkembangan-perkembangan berikutnya. Namun, gagasan mendasar yang ingin disampaikan melalui perbedaan ini bukan sesuatu yang asing bagi perspektif wahyu Islam. Gagasan yang sama di ungkapkan para Sufi dalam kerangka perbedaan eksoterik-esoterik. Gagasan itu berbunyi demikian: kebenaran atau realitas adalah satu

namun pemahamannya oleh pikiran manusia mempunyai derajat kesempurnaan yang bertingkattingkat. Meskipun dia juga seorang Sufi, Al-Farabi di sini berbicara sebagai wakil dari tradisi filosofis. Dalam perspektif falsifah, filsafat dan agama merupakan dua pendekatan mendasar menuju pada kebenaran. Apa yang hendak dibedakan dengan tajam di sini bukan filsafat, yang dipahami sebagai sistem rasional pemahaman (inteleksi) dan wahyu yang dirumuskan secara bebas; dan agama, yang dipahami sebagai tradisi wahyu secara total. Ini sangat jelas tampak dari perkataan dan Al-Frb tentang filsafat dan agama. Istilah yang digunakannya untuk menyatakan perbedaan agama dari filsafat adalah millah; bukan dn. Ini menunjukkan kehendak Al-Frb membedakan filsafat secara kontras tidak dengan tradisi wahyu dalam totalitasnya, melainkan dengan dimensi eksoterik tradisi wahyu. Karena itu, dia lebih suka menggunakan istilah millah daripada dn. Millah lebih tepat karena dia mengacu pada komunitas religius di bawah sanksi ilahi dengan seperangkat kepercayaan dan undang-undang atau perintah-perintah hukum moral yang didasarkan pada wahyu. Dimensi ekstemal dari tradisi wahyu harus diidentifikasi dengan kepercayaan-kepercayaan dan praktik-praktik komunitas religius ini. Dalam wacana yang dikutip di atas, Al-Frb tampaknya berpendapat ada dua jenis filsafat. Jenis pertama, filsafat yang disebutnya filsafat populer, diterima secara umum dan eksternal. Dari paparannya tentang karakteristik filsafat tersebut dan kalm, khususnya penjelasan dalam Ihsh' al-'ulm, tidak diragukan bahwa Al-Frb menganggap kalm sebagai contoh dari filsafat jenis pertama. Jenis kedua, filsafat esoterik yang ditujukan bagi kaum elitek yaitu suatu filsafat yang hanya diperkenalkan pada mereka yang telah siap secara intelektual dan spiritual. Filsafat dapat digambarkan sebagai ilmu tentang realitas yang didasarkan atas metode demonstrasi yang meyakinkan (al-burhn al-yaqn), suatu metode yang merupakan gabungan dari intuisi intelektual dan putusan logis (istinbth) yang pasti. Karena itu, filsafat adalah sejenis pegetahuan yang lebih unggul dibanding agama (millah), karena millah didasarkan atas metode persuasif (aliqn'). Kemudian, bagi Al-Frb, filsafat merujuk pada kebenaran abadi atau kebijaksaaan (al-hikmah) yang terletak pada jantung setiap tradisi. Ini dapat diidentifikasi dengan philosophia perennis yang diajarkan oleh Leibniz dan secara komprehensif dijelaskan dalam abad ini oleh Schuon, Berbicara mengenai beberapa tokoh kuno pemilik kebijaksanaan tradisional ini. Al-Frb menulis: Konon, dahulu kala ilmu ini terdapat dikalangan orang-orang Kaldea, yang merupakan bangsa Irak, kemudian bangsa Mesir, dari sini lantas diteruskan pada bangsa Yunani, dan bertahan di situ hingga diwariskan pada bangsa Syria, dan selanjutnya, bangsa Arab. Segala sesuatu yang terkandung dalam ilmu tersebut dijelaskan dalam bahasa Yunani, kemudian Syria, dan akhirnya Arab. Dikatakan Al-Frb, bangsa Yunani menyebut pengetahuan tentang kebenaran abadi ini kebijaksanaan "paripuma" sekaligus kebijaksanaan tertinggi. Mereka menyebut perolehan pengetahuan seperti itu sebagai ilmu', dan mengistilahkan keadaan ilmiah pikiran sebagai filsafat'. Yang dimaksud dengan yang terakhir ini adalah tidak lain pencarian dan kecintaan pada kebijaksanaan tertinggi. Menurut Al-Frb, orang-orang Yunani juga berpendapat bahwa secara potensial kebijaksanaan ini memasukkan setiap jenis kebajikan. Berdasarkan alasan ini, filsafat lantas disebut sebagai ilmu dari segala ilmu, induk dari segala ilmu, kebijaksanaan dari segala kebijaksanaan dan seni dari segala seni. Maksud mereka sebenarnya, tutur Al-Frb, adalah seni yang memanfaatkan segala kesenian, kebajikan yang memanfaatkan segala kebajikan, dan kebijaksanaan yang memanfaatkan segala kebijaksanaan.

Al-Frb agaknya sadar sepenuhnya akan fakta berikut: sementara esensi dari kebijaksanaan abadi ini satu dan sama dalam setiap tradisi, sejauh ini tidak ditemukan model pengungkapan yang sama pada tradisi-tradisi ini. Tetapi, Al-Frb tidak menjelaskan deskripsi cara pengungkapan ini dalam kasus tradisi pra-Yunani. Tetapi dia menyebut filosof-filosof Yunani, tepatnya plato dan Aristoteles, khususnya lagi Aristoteles, sebagai pencipta bentuk-bentuk pengungkapan dan penjelasan baru dari kebijaksanaan kuno ini, berupa pengungkapan dialektis atau logis. Pengetahuan tentang bentuk-bentuknya baru diwarisi oleh Islam melalui orang-orang Kristen Syria. Sebagaimana telah kita lihat, Al-Frb mendefinisikan kebijaksanaan tertinggi sebagai "pengetahuan paling tinggi tentang Yang Maha Esa sebagai Sebab pertama dari setiap eksistensi sekaligus Kebenaran pertama yang merupakan sumber dari setiap kebenaran". Mengikuti Aristoteles, Al-Frb menggunakan istilah filsafat untuk merujuk pada pengetahuan metafisis yang diungkapkan dalam bentuk-bentuk rasional serta ilmu-ilmu,yang dijabarkan dari pengetahuan metafisis yang didasarkan pada metode demonstrasi yang meyakinkan. Karena itu, filsafat Al-Frb terdiri dari empat bagian: ilmu-ilmu matematis, fisika (filsafat alam), metafisika, dan ilmu tentang masyarakat (politik). Perbedaan filsafat-agama oleh Al-Frb dibayangkan dalam konteks satu tradisi wahyu yang sama. Tetapi perbedaan itu memiliki keabsahan universal, yang dapat diterapkan bagi setiap tradisi wahyu. Dengan meninjau tiap-tiap tradisi dalam batas-batas pembagian hierarkis menjadi filsafat dan agama, Al-Farabi memberikan teori untuk menjelaskan fenomena, keragaman agama. Menurutnya, agama berbeda itu satu sama lain karena kebenaran-kebenaran intelektual dan spiritual yang sama bisa jadi memiliki banyak penggambaran imajinatif yang berlainan. Kendati demikian, terdapat kesatuan pada setiap tradisi wahyu didataran filosofis, karena pengetahuan filosofis tentang realitas sesungguhnya hanya satu dan sama bagi setiap bangsa dan masyarakat. Pada saat yang sama, Al-Frb menyukai gagasan keunggulan relatif satu lambang religius atas lambang lainnya, dalam pengertian bahwa lambang-lambang dan citra-citra yang dipakai dalam satu agama lebih mendekati kebeparan spiritual yang hendak disampaikan-lebih tepat dan lebih efektif-ketimbang yang dipakai dalam agama lainnya. renting dicatat, Al-Farabi diketahui tidak pernah mencela agama tertentu, meskipun dia berpendapat bahwa sebagian dari lambang dan citra religius agama tersebut tak memuaskan atau bahkan membahayakan. Tulisnya: Tiruan dari hal-hal macam itu bertingkat-tingkat dalam keutamaannya; penggambaran imajinatif sebagian dari mereka lebih baik dan lebih sempurna, sementara yang lainnya kurang baik dan kurang sempurna; sebagian lebih dekat pada kebenaran, sebagian lain lebih jauh. Dalam beberapa hal, butir-butir pandangannya sedikit-atau bahkan tidak dapat-diketahui, atau malah sulit berpendapat menentang mereka, sementara dalam beberapa hal lainnya, butir-butir pandangannya banyak atau mudah dilacak, di samping mudah memahami pendapat tentang mereka atau untuk menolak mereka. Perbedaan filsafat-agama sebagaimana telah dirumuskan Al-Frb, lagi-lagi, menjadi fokus pemusatan hierarki ilmu dalam pemikirannya. Ketika perbedaan ini diterapkan baik pada dimensi teoretis maupun praktis dari wahyu, seperti dikemukakan sebelumnya, kita akan sampai pada hasil yang menyoroti lebih jauh perlakuan Al-Frb terhadap ilmu-ilmu religius dalam klasifikasinya dikaitkan dengan ilmu-ilmu filosofis. Kalm dan fiqh, satu-satunya ilmu-ilmu religius yang muncul dalam klasifikasinya, Al-Frb adalah ilmu-ilmu eksternal atau eksoterik dari dimensi-dimensi wahyu secara teoretis dan praktis. Metafisika (al-'ilm al-ilh) dan politik (al-'ilm al-madan) berturut-turut merupakan mitra filosofisnya

Empat Unsur Agama


Setiap agama pada dasarnya terdiri dari empat unsur, yaitu:
1. 2. 3. 4. Ajaran (= teori; konsep) sebagai sisi gaib Iman sebagai interaksi antara pelaku dan konsep, Ritus (= upacara) sebagai sistem lambang, dan Praktik ( = amal) sebagai perwujudan konsep dalam segala segi kehidupan individu dan masyarakat.

Dalam dnul-islm (agama Islam) keempat unsur itu terungkap melalui Hadis Jibril, yang mencakup butir-butir di bawah ini. 1. Ajaran Allah sebagai konsep hidup Dalam dialog tentang iman, Rasulullah menegaskan tentang masalah terpenting dari dnul-islm, yaitu adanya interaksi antara seorang mumin dengan ajaran Allah, yang disampaikan (diajarkan) melalui malaikat-malaikatNya, dalam bentuk kitab-kitab, yang diterima rasul-rasulNya, untuk mencapai tujuan akhir (kehidupan yang baik di dunia dan akhirat), dengan menjadikan ajaran Allah sebagai qadar (ukuran; standard; teori nilai) baik-buruk menurutNya. Ajaran Allah yang dimaksud adalah Al-Qurn. Al-Qurn sebagai qadr atau taqdr adalah sisi gaib (abstract level) dari dnul-islm, yang merupakan teori nilai untuk menentukan baik buruknya segala sesuatu menurut pandangan Allah. 2. mn sebagai interaksi Iman pada hakikatnya adalah interaksi (aksi timbal balik) antara Allah sebagai pemberi konsep hidup dengan si mumin yang menyambut dawah (ajakan; tawaran) Allah melalui rasulNya. Selanjutnya, interaksi itu berlangsung intensif melalui penghayatan si mumin terhadap AlQurn, sehingga Al-Qurn menjadi satu-satunya konsep hidup yang tumbuh subur dalam organ kesadaran (al-qalbu) si mumin, yang selanjut meledak dan membanjir keluar melalui indra pengucapan (al-lisnu), dan akhirnya menjelma menjadi berbagai bentuk tindakan dan kretifitas (al-amalu). Tepat seperti dinyatakan Rasulullah, misalnya dalam hadis riwayat Ibnu Majah: . 3. Ritus sebagai sistem lambang Dalam dnul-islm ada sejumlah ritus yang dalam Hadis Jibril disebut dengan nama Al-Islm pula, yaitu:
1. a. Syahdah sebagai sumpah setia (bayah). Pada masa Rasulullah jelas bahwa syahadat (syahdah) adalah sebuah upacara (ritus) untuk menyatakan sumpah setia seseorang terhadap dnul-islm, alias untuk meresmikan rekrutmen seseorang atau sejumlah orang sebagai anggota bun-ynul-islm (organisasi Islam). 2. b. Shalat sebaga sarana pembatinan nilai-nilai Al-Qurn, sekaligus pembinaan jamaah/korp Islam. Orang-orang yang menyatakan diri (bersyahadat) sebagai anggota organisasi Islam tentu harus memahami dan menghayati konsep organisasinya, yakni Al-Qurn. Hal itu dilakukan melalui shalat, yang bacaan pokoknya adalah surat Al-Ftihan (ummul-qurn) ditambah dengan

surat-surat lain yang terus dipelajarinya. Selain itu, melalui shalat jamaah, mereka juga belajar untuk membangun sebuah jamaah atau korp yang rapi dan kompak. 3. c. Zakat sebagai sistem ekonomi. Zakat, mulai dari zakat harta sampai zakat fitrah, pada hakikatnya melambangkan kesediaan setiap mumin yang mampu untuk mendanai organisasi dan memperkuat jamaah. Lebih lanjut, setelah organisasi menjelma menjadi sebuah sistem yang dipercaya untuk menata kehidupan umat (jamaah mumin plus komunitas-komunitas lain, seperti terlihat pada Piagam Madinah), maka zakat itu pun dikembangkan menjadi sistem ekonomi masyarakat secara umum. 4. d. Shaum Ramadhan sebagai pembina ketahanan mental dan fisik dalam menerapkan nilai-nilai Al-Qurn. Seluruh anggota organisasi jelas membutuhkan pembinaan mental dan fisik, supaya menjadi anggota-anggota yang militan dan tangguh. Shaum Ramadhan adalah sarana yang tepat untuk itu. 5. e. Haji sebagai sarana pemersatu umat Islam sedunia. Ibadah haji merupakan ritus yang paling istimewa di antara kelima ritus dalam dnul-islm. Melalui hajilah umat Islam sedunia berkumpul, menjalin persahabatan, persaudaraan, dan persatuan berdasar kesamaan iman.

4. Praktik sebagai perwujudan konsep Dnul-islm pada dasarnya adalah agama yang berorientasi pada praktik (amal). Tapi supaya praktinya tidak dilakukan sembarangan, Allah menempatkan rasulNya sebagai tokoh sentral untuk memimpin dan memberikan contoh penerapan setiap aspek ajaran Islam, mulai dari yang bersifat individu sampai pada yang bersifat kemasyarakatan. Tegasnya, pribadi Rasulullah adalah contoh sempurna dari individu mumin, dan masyarakat yang dibangun beliau bersama jamaahnya juga, otomatis, merupakan bentuk masyarakat yang ideal. Sebuah masyarakat yang mewakili Al-Qurn sebagai konsepnya. 5. Ihsn sebagai sistem kendali Seperti ditegaskan Rasulullah dalam Hadis riwayat Muslim, bahwa Allah menentukan alihsn(u) pada setiap urusan, sampai pada urusan menyembelih hewan, maka bisa disimpulkan bahwa ihsan adalah sistem kendali (kontrol) atas setiap pelaksanaan ajaran Allah. Dengan demikian, harfiah, ihsan bisa diterjemahkan sebagai kecermatan, ketelitian, dan keseksamaan dalam melaksanakan ajaran Allah. Bagi kita sekarang, sikap ihsan harus diterapkan pertama-tama dalam konteks studi ajaran Allah itu sendiri, yang mencakup musshaf Al-Qurn, kitab-kitab Hadits, plus buku-buku sejarah, dan lain-lain yang berkaitan. Studi ini harus mengarah pada ditemukannya makna Al-Qurn yang utuh dan murni, yaitu suatu makna yang mampu merekonstruksi pribadi-pribadi (tokohtokoh), jamaah, dan umat yang dulu dibangun Rasulullah bersama para sahabat beliau. Suatu makna yang, pertama-tama, mampu menegaskan bahwa persatuan para mumin adalah mutlak wajib, dan perpecahan mereka adalah mutlak haram! 6. Sah sebagai peluang dawah Harfiah, sah berarti waktu, tapi waktu di sini bukanlah sembarang waktu. Dalam konteks Nabi Muhammad pada masanya, sah yang dimaksud adalah waktu yang dibentangkan Allah sebagai wilayah dawah hingga mencapai hasil. Tepatnya, waktu yang dimaksud adalah 13 tahun dalam Periode Makkah, dan 10 tahun dalam Periode Madinah. Yang pertama (Periode Makkah) merupakan masa perjuangan untuk memperkenalkan konsep Allah dan membangun jamaah.

Yang kedua (Periode Madinah) adalah masa pembangunan konsep Allah itu menjadi sebuah sistem pemerintahan. 5. Tanda-tanda sah sebagai gambaran tujuan Melalui Hadis Jibril kita mendapat gambaran bahwa tujuan penegakan ajaran Allah pada dasarnya adalah demi mencapai target-target:
1. a. Lenyapnya diskriminasi kelas dan gender, yang merupakan produk feodalisme dan antekanteknya, dan 2. b. Lenyapnya kemiskinan struktural, yang merupakan produk kapitalisme dan antek-anteknya.

Fungsi Agama bagi Kehidupan


11/04/2010 Tinggalkan komentar Go to comments

Ada beberapa alasan tentang mengapa agama itu sangat penting dalam kehidupan manusia, antara lain adalah :

Karena agama merupakan sumber moral Karena agama merupakan petunjuk kebenaran Karena agama merupakan sumber informasi tentang masalah metafisika. Karena agama memberikan bimbingan rohani bagi manusia baik di kala suka, maupun di kala duka.

Manusia sejak dilahirkan ke dunia ini dalam keadaan lemah dan tidak berdaya, serta tidak mengetahui apa-apa sebagaimana firman Allah dalam Q. S. al-Nahl (16) : 78 Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak tahu apa-apa. Dia menjadikan untukmu pendengaran, penglihatan dan hati, tetapi sedikit di antara mereka yang mensyukurinya. Dalam keadaan yang demikian itu, manusia senantiasa dipengaruhi oleh berbagai macam godaan dan rayuan, baik dari dalam, maupun dari luar dirinya. Godaan dan rayuan daridalam diri manusia dibagi menjadi dua bagian, yaitu

Godaan dan rayuan yang berysaha menarik manusia ke dalam lingkungan kebaikan, yang menurut istilah Al-Gazali dalam bukunya ihya ulumuddin disebut dengan malak Al-hidayah yaitu kekuatan-kekuatan yang berusaha menarik manusia kepada hidayah ataukebaikan. Godaan dan rayuan yang berusaha memperdayakan manusia kepada kejahatan,yang menurut istilah Al-Gazali dinamakan malak al-ghiwayah, yakni kekuatan-kekuatan yang berusaha menarik manusia kepada kejahatan

Disinilah letak fungsi agama dalam kehidupan manusia, yaitu membimbing manusia kejalan yang baik dan menghindarkan manusia dari kejahatan atau kemungkaran. Fungsi Agama Kepada Manusia Dari segi pragmatisme, seseorang itu menganut sesuatu agama adalah disebabkan oleh fungsinya. Bagi kebanyakan orang, agama itu berfungsi untuk menjaga kebahagiaan hidup.

Tetapi dari segi sains sosial, fungsi agama mempunyai dimensi yang lain seperti apa yang dihuraikan di bawah: - Memberi pandangan dunia kepada satu-satu budaya manusia. Agama dikatankan memberi pandangan dunia kepada manusia kerana ia sentiasanya memberi penerangan mengenai dunia(sebagai satu keseluruhan), dan juga kedudukan manusia di dalam dunia. Penerangan bagi pekara ini sebenarnya sukar dicapai melalui inderia manusia, melainkan sedikit penerangan daripada falsafah. Contohnya, agama Islam menerangkan kepada umatnya bahawa dunia adalah ciptaan Allah SWTdan setiap manusia harus menaati Allah SWT -Menjawab pelbagai soalan yang tidak mampu dijawab oleh manusia. Sesetangah soalan yang sentiasa ditanya oleh manusia merupakan soalan yang tidak terjawab oleh akal manusia sendiri. Contohnya soalan kehidupan selepas mati, matlamat menarik dan untuk menjawabnya adalah perlu. Maka, agama itulah berfungsi untuk menjawab soalan-soalan ini. - Memberi rasa kekitaan kepada sesuatu kelompok manusia. Agama merupakan satu faktor dalam pembentukkan kelompok manusia. Ini adalah kerana sistem agama menimbulkan keseragaman bukan sahaja kepercayaan yang sama, malah tingkah laku, pandangan dunia dan nilai yang sama. Memainkan fungsi kawanan sosial. Kebanyakan agama di dunia adalah menyaran kepada kebaikan. Dalam ajaran agama sendiri sebenarnya telah menggariskan kod etika yang wajib dilakukan oleh penganutnya. Maka ini dikatakan agama memainkan fungsi kawanan sosial Fungsi Sosial Agama Secara sosiologis, pengaruh agama bisa dilihat dari dua sisi, yaitu pengaruh yang bersifat positif atau pengaruh yang menyatukan (integrative factor) dan pengaruh yang bersifat negatif atau pengaruh yang bersifat destruktif dan memecah-belah (desintegrative factor). Pembahasan tentang fungsi agama disini akan dibatasi pada dua hal yaitu agama sebagai faktor integratif dan sekaligus disintegratif bagi masyarakat. Fungsi Integratif Agama Peranan sosial agama sebagai faktor integratif bagi masyarakat berarti peran agama dalam menciptakan suatu ikatan bersama, baik diantara anggota-anggota beberapa masyarakat maupun dalam kewajiban-kewajiban sosial yang membantu mempersatukan mereka. Hal ini dikarenakan nilai-nilai yang mendasari sistem-sistem kewajiban sosial didukung bersama oleh kelompokkelompok keagamaan sehingga agama menjamin adanya konsensus dalam masyarakat. Fungsi Disintegratif Agama. Meskipun agama memiliki peranan sebagai kekuatan yang mempersatukan, mengikat, dan memelihara eksistensi suatu masyarakat, pada saat yang sama agama juga dapat memainkan

peranan sebagai kekuatan yang mencerai-beraikan, memecah-belah bahkan menghancurkan eksistensi suatu masyarakat. Hal ini merupakan konsekuensi dari begitu kuatnya agama dalam mengikat kelompok pemeluknya sendiri sehingga seringkali mengabaikan bahkan menyalahkan eksistensi pemeluk agama lain Tujuan Agama Salah satu tujuan agama adalah membentuk jiwa nya ber-budipekerti dengan adab yang sempurna baik dengan tuhan-nya maupun lingkungan masyarakat.semua agama sudah sangat sempurna dikarnakan dapat menuntun umat-nya bersikap dengan baik dan benar serta dibenarkan. keburukan cara ber-sikap dan penyampaian si pemeluk agama dikarnakan ketidakpahaman tujuan daripada agama-nya. memburukan serta membandingkan agama satu dengan yang lain adalah cerminan kebodohan si pemeluk agama Beberapa tujuan agama yaitu :

Menegakan kepercayaan manusia hanya kepada Allah,Tuhan Yang Maha Esa (tahuit). Mengatur kehidupan manusia di dunia,agar kehidupan teratur dengan baik, sehingga dapat mencapai kesejahterahan hidup, lahir dan batin, dunia dan akhirat. Menjunjung tinggi dan melaksanakan peribadatan hanya kepada Allah. Menyempurnakan akhlak manusia.

Menurut para peletak dasar ilmu sosial seperti Max Weber, Erich Fromm, dan Peter L Berger, agama merupakan aspek yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Bagi umumnya agamawan, agama merupakan aspek yang paling besar pengaruhnya bahkan sampai pada aspek yang terdalam (seperti kalbu, ruang batin) dalam kehidupan kemanusiaan. Masalahnya, di balik keyakinan para agamawan ini, mengintai kepentingan para politisi. Mereka yang mabuk kekuasaan akan melihat dengan jeli dan tidak akan menyia-nyiakan sisi potensial dari agama ini. Maka, tak ayal agama kemudian dijadikan sebagai komoditas yang sangat potensial untuk merebut kekuasaan. Yang lebih sial lagi, di antara elite agama (terutama Islam dan Kristen yang ekspansionis), banyak di antaranya yang berambisi ingin mendakwahkan atau menebarkan misi (baca, mengekspansi) seluas-luasnya keyakinan agama yang dipeluknya. Dan, para elite agama ini pun tentunya sangat jeli dan tidak akan menyia-nyiakan peran signifikan dari negara sebagaimana yang dikatakan Hobbes di atas. Maka, kloplah, politisasi agama menjadi proyek kerja sama antara politisi yang mabuk kekuasaan dengan para elite agama yang juga mabuk ekspansi keyakinan. Namun, perlu dicatat, dalam proyek kerja sama ini tentunya para politisi jauh lebih lihai dibandingkan elite agama. Dengan retorikanya yang memabukkan, mereka tampil (seolah-olah) menjadi elite yang sangat relijius yang mengupayakan penyebaran dakwah (misi agama) melalui jalur politik. Padahal sangat jelas, yang terjadi sebenarnya adalah politisasi agama. Di tangan penguasa atau politisi yang ambisius, agama yang lahir untuk membimbing ke jalan yang benar disalahfungsikan menjadi alat legitimasi kekuasaan; agama yang mestinya bisa mempersatukan umat malah dijadikan alat untuk mengkotak-kotakkan umat, atau bahkan dijadikan dalil untuk memvonis pihak-pihak yang tidak sejalan sebagai kafir, sesat, dan tuduhan jahat lainnya.

Menurut saya, disfungsi atau penyalahgunaan fungsi agama inilah yang seyogianya diperhatikan oleh segenap ulama, baik yang ada di organisasi-organisasi Islam semacam MUI. Ulama harus mempu mengembalikan fungsi agama karena Agama bukan benda yang harus dimiliki, melainkan nilai yang melekat dalam hati. Mengapa kita sering takut kehilangan agama, karena agama kita miliki, bukan kita internalisasi dalam hati. Agama tidak berfungsi karena lepas dari ruang batinnya yang hakiki, yakni hati (kalbu). Itulah sebab, mengapa Rasulullah SAW pernah menegaskan bahwa segala tingkah laku manusia merupakan pantulan hatinya. Bila hati sudah rusak, rusak pula kehidupan manusia. Hati yang rusak adalah yang lepas dari agama. Dengan kata lain, hanya agama yang diletakkan di relung hati yang bisa diobjektifikasi, memancarkan kebenaran dalam kehidupan sehari-hari. Sayangnya, kita lebih suka meletakkan agama di arena yang lain: di panggung atau di kibaran bendera, bukan di relung hati Fungsi pertama agama, ialah mendefinisikan siapakah saya dan siapakah Tuhan, serta bagaimanakah saya berhubung dengan Tuhan itu. Bagi Muslim, dimensi ini dinamakan sebagai hablun minaLlah dan ia merupakah skop manusia meneliti dan mengkaji kesahihan kepercayaannya dalam menghuraikan persoalan diri dan Tuhan yang saya sebutkan tadi. Perbincangan tentang fungsi pertama ini berkisar tentang Ketuhanan, Kenabian, Kesahihan Risalah dan sebagainya. Kategori pertama ini, adalah daerah yang tidak terlibat di dalam dialog antara agama. Pluralisma agama yang disebut beberapa kali oleh satu dua penceramah, TIDAK bermaksud menyamaratakan semua agama dalam konteks ini. Mana mungkin penyama rataan dibuat sedangkan sesiapa sahaja tahu bahawa asas agama malah sejarahnya begitu berbeza. Tidak mungkin semua agama itu sama! Manakala fungsi kedua bagi agama ialah mendefinisikan siapakah saya dalam konteks interpersonal iaitu bagaimanakah saya berhubung dengan manusia. Bagi pembaca Muslim, kategori ini saya rujukkan ia sebagai hablun minannaas. Ketika Allah SWT menurunkan ayat al-Quran yang memerintahkan manusia agar saling kenal mengenal (Al-Hujurat 49: 13), perbezaan yang berlaku di antara manusia bukan sahaja meliputi perbezaan kaum, malah agama dan kepercayaan. Fenomena berbilang agama adalah seiring dengan perkembangan manusia yang berbilang bangsa itu semenjak sekian lama. Maka manusia dituntut agar belajar untuk menjadikan perbedaan itu sebagai medan kenal mengenal, dan bukannya gelanggang krisis dan perbalahan. Untuk seorang manusia berkenalan dan seterusnya bekerjasama di antara satu sama lain, mereka memerlukan beberapa perkara yang boleh dikongsi bersama untuk menghasilkan persefahaman. Maka di sinilah, dialog antara agama (Interfaith Dialogue) mengambil tempat. Dialog antara agama bertujuan untuk menerokai beberapa persamaan yang ada di antara agama. Dan persamaan itu banyak ditemui di peringkat etika dan nilai.

Shalat dan Manfaatnya bagi Kesehatan


Sahabat, saya akan sedikit mebicarakan dan membahas tentang shalat dan manfaat shalat untuk kesehatan kita. Shalat adalah rukun islam yang kedua setelah syahadatain. Shalat menurut bahasa artinya doa. Sedangkan menurut syariat, yang dimaksud dengan shalat adalah ibadah yang terdiri dari perkataan-perkataan dan perbuatan-perbuatan khusus yang dibuka dengan takbir kepada Allah(takbiratul ihram) dan ditutup dengan salam. Keutamaan-keutamaan shalat adalah: 1. Shalat adalah rukun islam kedua : Rasulullah saw. Bersabda ,islam dibangun di atas lima fondasi yaitu syahadat, shalat, zakat, puasa, dan haji. 2. Shalat adalah Munajat ( komunikasi dan hubungan langsung) antara seorang hamba dengan Tuhannya : istimewanya shalat adalah tempat kita meminta langsung kepada Allah tanpa perantara! Rasulullah bersabda sesungguhnya salah seorang dari kalian apabila berdiri shalat, maka ia sedang bermunajat dengan Tuhannya (HR Bukhari). Makanya sering-seringlah kita bermunajat kepada Allah lewat shalat. 3. Shalat adalah penolong dalam kesulitan dan pencegah dari maksiat. 4. Shalat adalah cahaya bagi orang-orang beriman yang memancar dari dalam hatinya dan akan menyinarinya ketika di padang mahsyar. 5. Kalau diibaratkan sebuah bangunan, shalat itu adalah tiangnya. Rasulullah bersabda, pokok utama setiap urusan adalah islam, sedangkan tiangnya adalah shalat(HR Ahmad). 6. Shalat adalah perkara pertama kali yang diperhitungkan pada hari kiamat: Rasulullah bersabda, Amalan pertama yang akan dihisab dari seorang hamba pada hari kiamat adalah shalat. Jika shalatnya baik, maka baiklah seluruh amalnya dan apabila rusak maka ruskalah seluruh amalnya(HR Thabrani). 7. Shalat merupakan ikatan islam yang terakhir hilang dari muka bumi: Rasulullah besabda, sungguh akan terurai tali islam pintalan demi pintalan, di saat telah terlepas satu pintalan maka manusia berpegang teguh pada pintalan berikutnya. Maka pintalan yang pertama kali terlepas adalah hokum (syariat) dan pintalan yang terlepas paling akhir adalah shalat(HR Al Hakim). 8. Jika shalat dikerjakan oleh semua keluarga, maka akan lahir generasi-generasi yang baik : Allah berfirman yang artinya Dan perintahkanlah keluargamu dalam melaksanakan shalat dan sabar dalam mengerjakannya . maksudnya kebersamaan waktu mengerjakan shalat mencerminkan kalau keluarga itu berisi orang-orang saleh yang dibina oleh nilai-nilai shalat.

Manfaat Shalat bagi kesehatan Menurut Dr. Faris Aazuri, ahli penyakit urat syaraf dan persendian yang bekerja di slah satu universitas di Amerika serikat: sesungguhnya shalat yang dilakukan oleh kaum muslimin, yang didalamnya terdapat gerakan ruku dan sujud memiliki manfaat besar. Kedua gerakan tersebut berfungsi untuk menguatkan punggung dan mampu melenturkan urat-urat yang ada di sekitar punggung. Hal ini akan lebih dirasakan manfaatnya jika seseorang melakukan shalat sejak usia dini. Kebiasaan shalat akan mencegah seseorang terserang penyakit yang disebabkan oleh melemahnya urat. Kondisi urat yang lemah ini akan mengakibatkan timbulnya rasa sakit luar biasa. Menurut Dr. Musthofa Al Haffar: posisi sujud memiliki pengaruh dan manfaat yang besar bagi kaum ibu. Selain itu, gerakan sujud yang biasa dilakukan muslimin dalam shalatnya juga memiliki manfaat yang besar. Di antaranya menekan udara yang ada di dalam perut menuju mulut. Kondisi itu sangat bagus bagi kesehatan seseorang. Menurut Dr Abdurrahman Al Umari: shalat yang dikerjakan seseorang memiliki pengaruh dan manfaat yang sangat besar bagi keseimbangan jasmani manusia, selain pengaruhnya yang sangat besar terhadap kondisi rohani seseorang. Seorang yang mengerjakan shalat akan mendapatkan ketentraman dan ketenangan. Kondisi jiwa yang demikian sangat berpengaruh terhadap keseimbangan produksi hormone dalam tubuh. Keseimbangan antara rohani dan jasmani akan membuat organ tubuh seseornag bekerja dengan baik. Kondisi ini akan memperlambat proses penuaan yang terjadi dalam tubuh. Nah begitu banyak manfaat dari shalat yang kita kerjakan, jadi selain shalat sebagai ibadah, shalat juga berguna untuk kesehatan, itulah kenapa Rasul dan para sahabat memiliki badan sehat. Ya karena rajin shalat, juga shalat itu bisa membuat ketenangan bila kita khusyu menjalankannya. Sahabat, mari kita rajin menjalankan ibadah shalat, seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW.

Kitab Suci Allah SWT : Taurat, Zabur, Injil & AlQuran - Kitab Suci Agama Islam yang Wajib Diimani Kaum Muslim - Agama Islam
Sat, 12/08/2006 - 2:31pm godam64

Dalam agama Islam dikenal empat buah kitab yang wajib kita percaya serta kita imani. Jumlah kitab suci sebenarnya tidak dijelaskan dalam Alquran dan juga dalam Hadis. Selain dari kitab Allah yang diturunkan melalui rosul melalui malaikat jibril, kita juga bisa berpedoman pada hadist nabi Muhammah SAW dan sahifah-sahifah / suhuf / lembaran firman Allah SWT yang diturunkan pada nabi Adam, Ibrahim dan Musa AS. Percaya pada kitab-kitab Allah SWT hukumnya adalah wajib 'ain atau wajib bagi seluruh warga muslimin di seluruh dunia. Dilihat dari pengertian atau arti definisi, kitab Allah SWT adalah kitab suci yang merupakan wahyu yang diturunkan oleh Allah SWT melalui rasul-rasulnya untuk

dijadikan pedoman hidup umat manusia sepanjang masa. Orang yang mengingkari serta tidak percaya kepada Alquran disebut orang-orang yang murtad. Daftar kitab Allah SWT beserta Rasul penerima wahyunya : 1. Kitab Taurat diturunkan kepada Nabi Musa AS berbahasa Ibrani 2. Kitab Zabur diturunkan kepada Nabi Daud AS berbahasa Qibti 3. Kitab Injil diturunkan kepada Nabi Isa AS berbahasa Suryani 4. Kitab Al-Quran diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW berbahasa Arab Tambahan : Kitab suci injil yang saat ini dijadikan kitab suci oleh kaum nasrani / kristen katolik & protestan sangat berbeda dengan injil yang diwahyukan kepada nabi Isa AS semasa hidupnya untuk kaumnya. Oleh sebab itu datang Alqur'an untuk menjadi penyempurna seluruh kitab suci yang pernah ada.

3.PengertianAgamaIslam Kata agama; dalam bahasa Arab disebut dinun, dalam bahasa Belanda disebut religie dan dalam bahasa Inggris disebut religion. Satu pendapat mengatakan bahwa agama secara bahasa tersusun dari dua kata, a = tidak, gam = pergi. Jadi tidak pergi, diam di tempat, diwarisi turun temurun. Adapun pengertian agama menurut terminologi adalah suatu kepercayaan yang dianut oleh manusia dalam usahanya mencari hakekat dari hidupnya dan yang mengajarkan kepadanya tentang hubungannya dengan Tuhan, tentang hakekat dan maksud dari segala sesuatu yang ada. Sedangkan dalam buku Metodologi Pengajaran sesuatu yang ada. sedangkan dalam buku Metodologi Pengajaran Pendidikan Islam, sebagian ahi agama mengatakan, bahwa ; Agama (al-Din) adalah tatanan (undang-undang) Tuhan yang dianugerahkan kepada manusia, melalui lisan salah seorang pilihan dari kalangan mereka sendiri, tanpa diusahakan dan diciptakannya. Yang dimaksud dengan agama di sini adalah agama lain. Dalam al-Quran kata ad-din mempunyai dua pengertian, yaitu pengertian sempit dan pengertian luas. Adapun yang dimaksud dengan agama di sini adalah kata ad-din dalam pengertian luas, yaitu aturan-aturan hidup yang lengkap dalam segala aspek kehidupan, yang diciptakan oleh penguasa tertinggi (Allah) dan setiap individu mempunyai wewenang untuk mematuhi atau menolaknya. Kata ad-din dalam pengertian yang luas terdapat dalam firman Allah sebagai berikut. Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk (Al-Quran dan agama (addin) yang benar untuk dimenangkan-Nya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrik tidak menyukai. Dalam ayat lain berbunyi sebagai berikut : Barang siapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) dari padanya dan dia diakherat termasuk orang-orang yang rugi. Dengan memperhatikan uraian tersebut di atas, maka dapatlah dikatakan bahwa agama Islam merupakan aturan-aturan dan sistim hidup yang lengkap dalam segala aspek kehidupan yang diberikan kepada manusia dengan perantara manusia pilihan.

Setelah diketahui pengertian pendidikan dan pengertian agama Islam, maka dapatlah dirumuskan pengertian tentang pendidikan agama Islam. Dalam hal ini Hasan Langulung mengemukakan, Pendidikan Agama Islam ialah Proses penyiapan generasi muda untuk mengisi peranan, memindahkan pengetahuan dan nilai-nilai Islam, yang diselaraskan dengan fungsi manusia untuk beramal di dunia dan akhirat. H. Zuhairini dalam Metodik Khusus Pendidikan Agama mengemukakan, bahwa pendidikan agama Islam yaitu usaha-usaha secara sistematis dan pragmatis dalam membantu anak didik agar supaya mereka hidup sesuai dengan ajaran Islam. Dari pendapat-pendapat tersebut di atas, dapatlah diambil suatu pengertian bahwa pendidikan agama Islam adalah usaha yang dilakukan dengan memberikan bimbingan untuk mempengaruhi jiwa anak didik secara berproses menuju kepada tujuan yang telah ditetapkan, yaitu menanamkan taqwa dan akhlak serta menegakkan kebenaran sehingga terbentuklah manusia yang berpribadi dan berbudi luhur sesuai dengan ajaran Islam. Setelah diketahui pengertian pendidikan agama Islam, maka dapatlah dirumuskan pengertian tentang metode pendidikan agama Islam Drs. Mahfudin Shalahuddin dalam bukunya Metodologi Pendidikan Agama mengemukakan bahwa ; Metode Pendidikan Agama adalah suatu cara yang dilakukan oleh guru agama secara sadar, teratur bertujuan untuk menyampaikan bahan pendidikan agama kepada siswa. Dengan proses penyampaian itu diharapkan terjadi perubahan sikap dan perbuatan siswa sesuai dengan tujuan yang ditentukan. Dengan demikian, metode pendidikan agama Islam merupakan cara penerapan prinsip-prinsip didaktis, pendidikan dan psikologis dalam menyediakan kondisi yang merangsang serta mengarahkan kegiatan belajar siswa untuk memperoleh seperangkat ilmu pengetahuan, keterampilan, sikap serta nilai-nilai yang mengakibatkan perubahan tingkah laku maupun pertumbuhan sebagai pribadi. Untuk selengkapnya referensi skripsi pendidikan agama islam yang berjudul Peranan Penting Agama Dalam Kehidupan Manusia di Kalangan Remaja

A. Definisi Ibadah Ibadah secara bahasa (etimologi) berarti merendahkan diri serta tunduk. Sedangkan menurut syara (terminologi), ibadah mempunyai banyak definisi, tetapi makna dan maksudnya satu. Definisi itu antara lain adalah: [1]. Ibadah adalah taat kepada Allah dengan melaksanakan perintah-Nya melalui lisan para Rasul-Nya. [2]. Ibadah adalah merendahkan diri kepada Allah Azza wa Jalla, yaitu tingkatan tunduk yang paling tinggi disertai dengan rasa mahabbah (kecintaan) yang paling tinggi. [3]. Ibadah adalah sebutan yang mencakup seluruh apa yang dicintai dan diridhai Allah Azza wa Jalla, baik berupa ucapan atau perbuatan, yang zhahir maupun yang bathin. Yang ketiga ini adalah definisi yang paling lengkap.

B. Pembagian Ibadah Yusuf Musa berpendapat bahwa Ibadah dibagi menjadi lima: shalat, zakat, puasa, haji dan jihad.

Secara umum Wahban sependapat denga Yusuf Musa, hanya saja dia tidak memasukan jihad dalam kelompok Ibadah mahdhah (Ibadah murni), dan sebaliknya dia memasukan nadzar serta kafaraah sumpah. Kecenderungan Wahban untuk memasukan sumpah dan nadzar sebagai Ibadah murni dapat diterima, karena keduanya sangat individual dan tidak mempuyai sangsi-sangsi soal.[3] Dari dua pendapat tersebut, dapat ditarik kesimpulan bawa yang dimaksud Ibadah murni (mahdhah), adalah suatu rngkaian aktivitas ibadah yang ditetapkan Allah Swt. Dan bentuk aktivitas tersebut telah dicontohkan oleh Rasul-Nya, serta terlaksana atau tidaknya sangat ditentukan oleh tingkat kesadaran teologis dari masing-masing individu. Adapun bentuk Ibadah mahdhoh tersebut meliputi: Thaharah, Shalat, Zakat, Shaum, Nadzar dan Kafarah Sumpah. Selain ibadah mahdhah, maka ada bentuk lain diluar ibadah mahdhah tersebut yaitu Ibadah Ghair al-Mahdhah, yakni sikap gerak-gerik, tingkah laku dan perbuatan yang mempunyai tiga tanda yaitu: pertama, niat yang ikhas sebagai titik tolak, kedua keridhoan Allah sebagai titik tujuan, dan ketiga, amal shaleh sebagai garis amal. Firman Allah dalam surat Al-Bayyinah ayat 5: padahal mereka tidakdisuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan kepada Allah dalam (menjalankan) agama yang lurus. C. Ruang lingkup ibadah Islam amat istimewa hingga menjadikan seluruh kegiatan manusia sebagai ibadah apabila diniatkan dengan penuh ikhlas kerana Allah demi mencapai keredhaan-Nya serta dikerjakan menurut cara-cara yang disyariatkan olehNya. Islam tidak membataskan ruang lingkup ibadah kepada sudut-sudut tertentu sahaja. Seluruh kehidupan manusia adalah medan amal dan persediaan bekalan bagi para mukmin sebelum mereka kembali bertemu Allah di hari pembalasan nanti. Islam mempunyai keistimewaan dengan menjadikan seluruh kegiatan manusia sebagai 'ibadah apabila ia diniatkan dengan penuh ikhlas kerana Allah demi untuk mencapai keredaan Nya serta dikerjakan menurut cara cara yang disyariatkan oleh Nya. Islam tidak menganggap 'ibadah 'ibadah tertentu sahaja sebagai 'amal saleh malah ia meliputi segala kegiatan lain.[4] Hakikat ini ditegaskan oleh Allah di dalam Al-Quran: Dialah yang telah mentakdirkan adanya mati dan hidup (kamu) untuk menguji dan menzahirkan keadaan kamu: Siapakah di antara kamu yang lebih baik amalnya; dan Dia Maha Kuasa (membalas amal kamu), lagi Maha Pengampun, (bagi orang-orang yang bertaubat). (QS: AlMulk:2) Ruang lingkup 'ibadah di dalam Islam amat luas sekali. Ianya merangkumi setiap kegiatan kehidupan manusia. Setiap apa yang dilakukan baik yang bersangkut dengan individu maupun dengan masyarakat adalah 'ibadah menurut Islam selagi mana ia memenuhi syarat syarat tertentu. Syarat syarat tersebut adalah seperti berikut: 1. Amalan yang dikerjakan itu hendaklah diakui Islam, bersesuaian dengan hukum hukum syara' dan tidak bercanggah dengan hukum hukum tersebut. Adapun 'amalan 'amalan yang diingkari oleh Islam dan ada hubungan dengan yang haram dan ma'siyah, maka tidaklah sekali kali ia dijadikan 'amalan 'ibadah. 2. 'Amalan tersebut dilakukan dengan niat yang baik bagi tujuan untuk memelihara kehormatan diri, menyenangkan keluarga nya, memberi manfa'at kepada umat seluruhnya dan bagi

mema'murkan bumi sebagaimana yang dianjurkan oleh Allah 3. Amalan tersebut mestilah dibuat dengan seelok eloknya bagi menepati apa yang ditetapkan oleh Rasulullah s.a.w yang mafhumnya: "Bahawa Allah suka apabila seseorang dari kamu membuat sesuatu kerja dengan memperelokkan kerjanya." (Muslim) 4. Ketika membuat 'amalan tersebut hendaklah sentiasa menurut hukum hukum syara' dan ketentuan batasnya, tidak menzalimi orang lain, tidak khianat, tidak menipu dan tidak menindas atau merampas hak orang. 5. Tidak mencuaikan 'ibadah 'ibadah khusus seperti salat, zakat dan sebagainya dalam melaksanakan 'ibadah 'ibadah umum. Firman Allah yang mafhumnya: Oleh itu ruang lingkup ibadah dalam Islam sangat luas. Ia adalah seluas tempoh hidup seseorang Muslim dan kesanggupan serta kekuatannya untuk melakukan apa saja amal yang diredhai oleh Allah dalam tempo tersebut. D. Tujuan Ibadah Manusia, bahkan seluruh mahluk yang berkehendak dan berperasaan, adalah hamba-hamba Allah. Hamba sebagaimana yang dikemukakan diatas adalah mahluk yang dimiliki. Kepemilikan Allah atas hamba-Nya adalah kepemilikan mutklak dan sempurna, oleh karena itu mahluk tidak dapat berdiri sendiri dalam kehidupan dan aktivitasnya kecuali dalam hal yang oleh Alah swt. Telah dianugerahkan untuk dimiliki mahluk-Nya seperti kebebasan memilih walaupun kebebasan itu tidak mengurangi kepemilikan Allah. Atas dasar kepemilikan mutak Allah itu, lahir kewajiban menerima semua ketetapan-Nya, serta menaati seluruh perintah dan laranganNya.[5] Manusia diciptakan Allah bukan sekedar untuk hidup di dunia ini kemudian mati tanpa pertanggungjawaban, tetapi manusia diciptakan oleh Allah untuk beribadahhal ini dapat difahami dari firman Allah swt. : maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya kami menciptakan kamu secara main-main (saja), da bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepad kami.(QS al-Muminun:115) Karena Allah maha mengetahui tentang kejadian manusia, maka agar manusia terjaga hidupnya, bertaqwa, diberi kewajiban ibadah. Tegasnya manusia diberi kewajiban ibadah agar menusia itu mencapai taqwa.[6]

KESIMPULAN Dari pembahasan di atas dapat penyusun simpulkan bahwa : Ibadah adalah ketundukan yang tidak terbatas bagi pemilik keagungan yang tidak terbatas pula. Dalam Islam perhubungan dapat dilakukan oleh seorang hamba dengan Allah secara langsung. 'Ibadah di dalam Islam tidak berhajat adanya orang tengah sebagaimana yang terdapat pada setengah setengah agama lain. Begitu juga tidak terdapat dalam Islam tokoh tokoh tertentu yang menubuhkan suatu lapisan tertentu yang dikenali dengan nama tokoh tokoh agama yang menjadi

orang orang perantaraan antara orang ramai dengan Allah. Secara garis besar iadah dibagi menjadi dua: Ibadah murni (mahdhah), adalah suatu rngkaian aktivitas ibadah yang ditetapkan Allah Swt. Dan bentuk aktivitas tersebut telah dicontohkan oleh Rasul-Nya, serta terlaksana atau tidaknya sangat ditentukan oleh tingkat kesadaran teologis dari masing-masing individu. Ibadah Ghairu Mahdhah, yakni sikap gerak-gerik, tingkah laku dan perbuatan yang mempunyai tiga tanda yaitu: pertama, niat yang ikhas sebagai titik tolak, kedua keridhoan Allah sebagai titik tujuan, dan ketiga, amal shaleh sebagai garis amal. Ruang lingkup 'ibadah di dalam Islam amat luas sekali. Ianya merangkumi setiap kegiatan kehidupan manusia. Setiap apa yang dilakukan baik yang bersangkut dengan individu maupun dengan masyarakat adalah 'ibadah menurut Islam selagi mana ia memenuhi syarat syarat tertentu. Manusia diciptakan Allah bukan sekedar untuk hidup di dunia ini kemudian mati tanpa pertanggungjawaban, tetapi manusia diciptakan oleh Allah untuk beribadah. Karena Allah maha mengetahui tentang kejadian manusia, maka agar manusia terjaga hidupnya, bertaqwa, diberi kewajiban ibadah. Tegasnya manusia diberi kewajiban ibadah agar menusia itu mencapai taqwa. PENUTUP Demikianlah makalah sederhana ini kami buat. Namun demikian, kami sebagai penyusun menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Kami mohon maaf apabila masih banyak ditemui kesalahan, itu datangnya dari kealpaan kami. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat kami harapkan dari pembaca semua. Terutama dari Bapak Baeti Rohman M. Ag., selaku pembimbing kami dan teman-teman pada umumnya. Akhirnya, marilah kita kembalikan semua urusan kepada-Nya. Billahit taufiq wal hidayah war ridho wal inayah.

DAFTAR PUSTAKA Syarifudin, Amir, Garis-Garis Besar Fiqih, (Jakarta: Kencana, 2003), Cet. Ke-2. Syihab, M. Quraisy, M. Quraisy Syihab Menjawab 1001 Soal Keislaman Yang Patut Anda Ketahui, (Jakarta: Lentera Hati, 2008), Cet. Ke-1. Al manar, Abduh, Ibadah Dan Syariah, (Surabaya: PT. pamator, 1999), Cet. Ke-1 Daradjat, Zakiyah, Ilmu Fiqih, (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf, 1995), Cet. Ke-1. Yusuf Qardhawi, Konsep Ibadah Dalam Islam, (Bandung: Mizan, 2002), Cet. Ke-2. [1] Amir Syarifudin, Garis-Garis Besar Fiqih, (Jakarta: Kencana, 2003), Cet. Ke-2, hal. 17. [2] M. Quraisy Syihab, M. QURAISY SYIHAB MENJAWAB 1001 SOAL KEISLAMAN YANG PATUT ANDA KETAHUI, (Jakarta: Lentera Hati, 2008), Cet. Ke-1, Hal. 3. [3] Abduh Al manar, IBADAH DA SYARIAH, (Surabaya: PT. pamator, 1999), Cet. Ke-1, Hal. 82.

[4] Dr. Yusuf Qardhawi, Konsep Ibadah Dalam Islam, (Bandung: Mizan, 2002), Cet. Ke-2, Hal. 67. [5] M. Quraisy Syihab, M. QURAISY SYIHAB MENJAWAB 1001 SOAL KEISLAMAN YANG PATUT ANDA KETAHUI, Hal.6. [6] Zakiyah Daradjat, ILMU FIQIH, (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf, 1995), Cet. Ke-1, Hal. 5.

Você também pode gostar