Você está na página 1de 42

TUTORIAL KULIT 1.

SKENARIO Seorang wanita 20 tahun datang kerumah sakit dengan keluhan gatal dan bercak kemerahan disertai sisik pada daerah badan yang telah dialami sejak 2 minggu yang lalu . riwayat keluarga menderita penyakit yang sama tidak adav . hasil pemeriksaan laboratorium dalam batas normal 2. KATA SULIT 1. Gatal Sensasi yang menimbulkan keinginann untuk menggaruk yang berasal ,dari sistem saraf , psikologi , dan rangsangan pada reseptor-reseptor saraf kulit. 2. Skuama Lapisan stratum korneum yang terlepas dari kulit. Bentuknya dapat halus seperti taburan tepung dan lapisan tebal seperti lembar kertas. Jenis-jenis skuama : Ptyriasis formis (halus) Psoriasis formis (berlapis) Iktiosis formis (seperti sisik ikan) Kutikular(tipis ) Lamelar(berlapis) Membranosa /eksolitiativa(lembaran-lembaran) Keratotik ( seperti tanduk)

3. KATA KUNCI 1. Wanita 20 tahun 2. Gatal 3. Bercak kemerahan 4. Sisik 5. Sejak 2 minggu yang lalu 6. Tidak ada riwayat keluarga 7. Laboratorium normal

4. PERTANYAAN JAWABAN PERTANYAAN 1. Anatomi, fisiologi,dan histologi dari kulit 2. Patomekanisme gejala gatal dan skuama 3. Diffferential diagnosis 4. Sebutkan dan jelaskan differential yang meliputi: definisi epidemiologi Patomekanisme gejala klimis penatalaksanaan diagnosis prognosis

ANATOMI KULIT SECARA HISTOPATOLOGIK Pembagian kulit secara garis besar tersusun atas tiga lapisan utama yaitu (gambar 1-1): 1. 2. 3. Lapisan epidermis atau kutikel Lapisan dermis (korium, kutis vera, true skin) Lapisan subkutis (hipodermis) Tidak ada garis tegas yang memisahkan dermis dan subkutis, subkutis ditandai dengan adanya jaringan ikat longgar dan adanya sel dan jaringan lemak. 1. Lapisan epidermis Terdiri atas : stratum korneum, stratum iusidum, stratum granulosum, stratum spinosum, dan stratum basale. Stratum korneum (lapisan tanduk) adalah lapisan kulit yang paling luar dan terdiri atas beberapa lapis sel - sel gepeng yang mati, tidak berinti, dan protoplasmanya telah berubah menjadi keratin (zat tanduk). Stratum lusidum terdapat langsung dibawah lapisan korneum,merupakan lapisan sel sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma yang berubah menjadi protein yang disebut eleidin, Lapisan tersebut tampak lebih jelas di telapak tangan dan kaki. Stratum granulosum (lapisan keratohialin) merupakan 2 atau 3 lapis sel-sel gepeng dengan sitoplasma berbutir kasar dan Butir-butir kasar ini terdiri atas keratohialin. Mukosa

biasanya tidak mempunyai lapisan ini. Stratum granulosum juga tampak jeias di telapak tangan dan kaki. Stratum spinosum (stratum Malphigi) atau disebut pula prickle cell layer (lapisan akanta) terdiri atas beberapa lapis sel yang berbentuk poligonal yang besamya berbeda-beda karena adanya proses mitosis. Protoplasmanya jernih karena banyak mengandung glikogen, dan inti terletak di tengah - tengah. Sel ini makin dekat ke permukaan makin gepeng bentuknya. Di antara sel - sel stratum spinosum terdapat jembatan - jembatan antar sel {intercellular bridges) yang terdiri atas protoplasma dan tonofibril atau keratin. Perlekatan antar jembatan - jembatan ini membentuk penebalan bulat kecil yang disebut nodulus Bizzozero. Di antara sel-sel spinosum terdapat pula sel Langerhans. Sel - sel Stratum spinosum mengandung banyak glikogen. Stratum basale terdiri atas sel-sel berbentuk kubus (kolumnar) yang tersusun vertikal pada perbatasan dermo-epidermal berbaris seperti pagar (palisade). Lapisan ini merupakan lapisan epidermis yang paling bawah. Sef-sel basal ini mengadakan mitosis dan berfungsl reproduktif. Lapisan ini terdiri atas dua jenis sel yaitu: a. sel-sel yang berbentuk kolumnar dengan protoplasma basofilik inti lonjong dan besar, dihubungkan satu dengan yang lain oleh jembatan antar sel. b. sel pembentuk melanin(melanosit) atau clear cell merupakan sel-sel berwarna muda. dengan sitoplasma basofilik dan inti gelap, dan mengandung butir pigmen (melanosomes). 2. Lapisan dermis adalah lapisan dibawah epidermis yang jauh lebih tebal daripada epidermis. Lapisan ini terdiri atas lapisan elastik dan fibrosa padat dengan elemen - elemen selular dan folikel rambut. Secara garis besar dibagi menjadi dua bagian yakni : a. pars papilare, yaitu bagian yang menonjol ke epidermis, berisi ujung serabut saraf dan pembuluh darah. b. pars retikulare, yaitu bagian di bawahnya yang menonjol ke arah subkutan, bagian ini terdiri atas serabut-serabut penunjang misalnya serabut kolagen, elastin, dan retikulin. Dasar (matriks) lapisan ini terdiri atas cairan kental asam hialuronat dan kondroitin suflat, di bagian ini terdapat pula fibroblas. membentuk ikatan (bundel) yang mengandung hidroksiprolin dan hidroksisilin. Kolagen muda bersifat lentur dengan bertambah umur

menjadi kurang larut sehingga makin stabil. Retikulin mirip kolagen muda. Serabut elastin biasanya bergelombang, berbentuk amorf dan mudah mengembang serta lebih elastis. 3. Lapisan subkutis adalah kelanjutan dermis, terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel-sel lemak di daiamnya. Sel-sel lemak merupakan sel bulat, besar, dengan inti terdesak ke pinggir sitoplasma lemak yang bertambah. Sel - sel ini membentuk kelompok yang dipisahkan satu dengan yang lain oleh trabekula yang fibrosa. Lapisan sel - sel lemak disebut p-yiikulus adiposa, berfungsi sebagai cadangan makanan. Di lapisan ini terdapat ujung-ujung saraf tepi, pembuluh darah, dan getah bening. Tebal tipisnya jaringan lemak tidak sama bergantung pada lokalisasinya. Di abdomen dapat mencapai ketebalan 3 cm, di daerah kelopak mata dan penis sangat sedikit. Lapisan lemak ini juga merupakan bantalan. Vaskularisasi di kulit diatur oleh 2 pleksus, yaitu pleksus yang terletak di bagian atas dermis (pleksus superfisial) dan yang terletak di subkutis (pleksus profunda). Pleksus yang di dermis bagian atas mengadakan anastomosis di papil dermis, pleksus yang di subkutis dan di pars retikulare juga mengadakan anastomosis, di bagian ini pembuluh darah berukuran lebih besar. Bergandengan dengan pembuluh darah terdapat saluran getah bening. ADNEKSA KULIT Adneksa kulit terdiri atas kelenjar = kelenjar kulit, rambut, dan kuku. 1. Kelenjar kulit terdapat di lapisan dermis, terdiri atas: a. Kelenjar keringat (glandula sudorifera) Ada dua macam kelenjar keringat, yaitu kelenjar ekrin yang kecil - kecil, terletak dangkal di dermis dengan sekret yang encer, dan kelenjar apokrin yang lebih besar, tertetak lebih dalam dan sekretnya lebih Kental. Kelenjar ekrin telah dibentuk sempurna pada 28 minggu kehamilan dan baru berfungsi 40 minggu setelah kelahiran. Saluran kelenjar ini berbentuk spiral dan bermuara langsung di permukaan kulit. Terdapat di seluruh permukaan kulit dan terbanyak di telapak tangan dan kaki, dahi, dan aksila. Sekresi bergantung padabeberapa faktor dan dipengaruhi oleh saraf kolinergik. faktor panas. dan stres emosional. Kelenjar apokrin dipengaruhi oleh saraf adrenergik, terdapat di aksiia, areola mammae, pubis, labia minora, dan saluran telinga luar. Fungsi apokrin pada manusia belum jelas, pada waktu lahir kecil, tetapi pada pubertas mulai besar dan mengeluarkan sekret. Keringat mengandung air, elektrolit, asam laktat, dan glukosa, biasanya pH sekitar 4 - 6,8.

b. Kelenjar palit (glandula sebasea). Terletak di seluruh permukaan kulit manusia kecuali di telapak tangan dan kaki. Kelenjar palit disebut juga kelenjar holokrin karena tidak berlumen dan sekret keienjar ini berasal dari dekomposisi sel-sel kelenjar. Kelenjar palit biasanya terdapat disamping akar rambut dan muaranya terdapat pada lumen akar rambut (folikel rambut). Sebum mengandung trigjiserida, asam lemak bebas, skualen, wax ester. dan kolesterol. Sekresi dipengauhi oleh hormon androgen. pada anak - anak jumlah kelenjar palit sedikit, pada pubertas menjadi lebih besar dan banyak serta mulai berfungsi secara aktif. 2. Kuku, adalah bagian terminal lapisan tanduk (stratum korneum) yang menebal. Bagian kuku yang terbenam dalam kulit jari disebut akar kuku (nail root), bagian yang terbuka diatas dasar jaringan lunak kulit pada ujung jari tersebut badan kuku (nail plate), dan yang paling ujung adalah bagian kuku yang bebas. Kuku tumbuh dari akar kuku keluar dengan kecepatan tumbuh kira-kira 1 mm per minggu. Sisi kuku agak mencekung membentuk alur kuku (naik groove). Kulit tipis yang menutupi kuku di bagian proksimal disebut eponikium sedang kulit yang ditutupi bagian kuku bebas disebut hiponikium 3. Rambut, terdiri atas bagian yang terbenam dalam kulit (akar rambut) dan bagian yang berada di luar kulit (batang rambut). Ada 2 macam tipe rambut, yaitu lanugo yang merupakan rambut halus, tidak mengandung pigmen dan terdapat pada bayi, dan rambut terminal yaitu rambut yang lebih kasar dengan banyak pigmen, mempunyai medula, dan terdapat pada orang dewasa. Pada manusia dewasa selain rambut di kepala, juga terdapat bulu mata, rambut ketiak, rambut kemaluan, kumis, dan janggut yang pertumbuhannya dipengaruhi hormon seks (androgen). Rambut halus di dahi dan badan lain disebut rambut velus. Rambut tumbuh secara siklik, fase anagen (pertumbuhan) berlangsung 2-6 tahun dengan kecepatan tumbuh kira-kira 0.35 mm per hari. Fase telogen (istirahat) berlangsung beberapa bulan. Di antara kedua fase tersebut terdapat fase katagen (involusi temporer). Pada satu saat 85% seluruh rambut menga lami fase anagen dan 15% sisanya dalam fase telogen. Rambut normal dan sehat berkilat, elastis dan tidak mudah patah, dan dapat menyerap air. Komposisi rambut terdiri atas karbon 50 - 60%, hidrogen 6,36%, nitrogen 17,14%, sulfur 5.0%, dan oksigen 20,80%. Rambut dapat mudah dibentuk dengan mempengaruhi gugusan disulfida misalnya dengan panas atau bahan kimia

FISIOLOGI KULIT 1. Fungsi proteksi, kulit menjaga bagian dalam tubuh terhadap gangguan fisis atau mekanis, misalnya tekanan, gesekan, tarikan; gangguan kimiawi, misalnya zat-zat kimia terutama yang bersifat iritan, contohnya lisol, karbol, asam, dan alkali kuat lainnya; gangguan yang bersifat panas, misalnya radiasi, sengatan sinar ultra violet; gangguan infeksi luar terutama kuman / bakteri maupun jamur. Hal di atas dimungkinkan karena adanya bantalan lemak, tebalnya lapisan kutit dan serabut - serabut jaringan penunjang yang berperanan sebagai pelindung terhadap gangguan fisis. Melanosit turut berperanan dalam melindungi kulit terhadap pajanan sinar matahari dengan mengadakan tanning. Proteksi rangsangan kimia dapat terjadi karena sifat stratum korneum yang impermeabel terhadap pelbagai zat kimia dan air, di samping itu terdapat lapisan keasaman kulit yang melindungi kontak zat-zat kimia dengan kulit. Lapisan keasaman kulit ini mungkin terbentuk dari hasil ekskresi keringat dan sebum, keasaman kulit menyebabkan pH kulit berkisar pada pH 5 - 6,5 sehingga merupakan perlindungan kimiawi terhadap infeksi bakteri maupun jamur. Proses keratinisasi juga berperanan sebagai sawar (barrier) mekanis karena sel-sel mati melepaskan diri secara teratur. 2. Fungsi absorpsi, kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, iarutan dan benda padat, tetapi cairan yang mudah menguap lebih mudah diserap, begitupun yang larut lemak. Permeabilitas kulit terhadap 02, CO2, dan uap air memungkinkan kulit ikut mengambil bagian pada fungsi respirasi. Kemampuan absorpsi kulit dipengaruhi oleh tebal tipisnya kulit, hidrasi, kelembaban, metabolisme dan jenis vehikulum. Penyerapan dapat bertangsung melalui celah antara sel, menembus sel - sel epidermis atau melalui muara saluran kelenjar; tetapi lebih banyak yang melalui sel - sel epidermis daripada yang melalui muara kelenjar. 3. Fungsi ekskresi, kelenjar-kelenjar kuiit mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna lagi atau sisa metabolisme dalam tubuh berupa NaCl, urea, asam urat, dan amonia. Kelenjar lemak pada fetus atas pengaruh hormon androgen dari ibunya memproduksi sebum untuk melindungi kulitnya terhadap cairan amnion, pada waktu lahir dijumpai sebagai vernix caseosa. Sebum yang diproduksi melindungi kulit karena lapisan sebum ini selain meminyaki kulit juga menahan evaporasi air yang berlebihan sehingga kulit tidak menjadi kering. Produk kelenjar temak aan keringat di kulit menyebabkan keasaman kulit pada pH 5 - 6.5.

4.

Fungsi persepsi, kulit mengandung ujung - ujung saraf sensorik di dermis dan subkutis. Terhadap rangsangan panas diperankan oleh badan-badan Ruffini di dermis dan subkutis. Terhadap dingin diperankan oleh badan - badan Krause yang terletak di dermis. Badan taktii Meissner terietak di papita dermis berperan terhadap rabaan, demikian pula badan Merkel Ranvier yang terietak diepidermis. Sedangkan terhadap tekanan diperankan oleh badan Paccini di epidermis. Saraf-saraf sensorik tersebut lebih banyak jumlahnya di daerah yang erotik.

5.

Fungsi pengaturan suhu tubuh (termoregulasi), kulit melakukan peranan ini dengan cara mengeluarkan keringat dan mengerutkan (otot berkontraksi) pembuluh darah kulit. Kulit kaya akan pembuluh darah sehingga memungkinkan kulit mendapat nutrisi yang cukup balk. Tonus vaskular dipengaruhi oleh saraf simpatis (asetilkolin). Pada bayi biasanya dinding pembuluh darah belum terbentuk sempurna, sehingga terjadi ekstravasasi cairan, karena itu kulit bayi tampak lebih edematosa karena lebih banyak mengandung air dan Na.

6.

Fungsi pembentukan pigmen, sel pembentuk pigmen (melanosit). terletak di lapisan basal dan sel ini berasal dari rigi saraf. Perbandingan jumlah sel basal : melanosit adalah 10 : 1. Jumlah melanosit dan jumlah serta besarnya butiran pigmen (melanosomes) menentukan warna kulit ras maupun individu. Pada pulasan H.E. sel ini jernih berbentuk bulat dan merupakan sel dendrit, disebut puia sebagai clear cell. Melanosom dibentuk oleh alat Golgi dengan bantuan enzim tirosinase, ion Cu dan 02. Pajanan terhadap sinar matahari mempengaruhi produksi melanosom. Pigmen di sebar ke epidermis melalui tangan - tangan dendrit sedangkan ke lapisan kulit di bawahnya dibawa oleh sel melanofag (melanofor). Warna kulit tidak sepenuhnya dipengaruhi oleh pigmen kulit, melainkan juga oleh tebal tipisnya kulit, reduksi Hb, oksi Hb, dan karoten.

7.

Fungsi keratinisasi, lapisan epidermis dewasa mempunyai 3 jenis sel utama yaitu keratinosit, sel Langerhans, melanosit. Keratinosit dimulai dari sel basai mengadakan pembelahan, sel basal yang lain akan berpindah ke atas dan berubah bentuknya menjadi sel spinosum, makin ke atas sel menjadi makin gepeng dan bergranuia menjadi sel granulosum. Makin lama inti menghilang dan keratinosit ini menjadi sel tanduk yang amorf. Proses ini berlangsung terus menerus seumur hidup, dan sampai sekarang belum sepenuhnya dimengerti. Matoltsy berpendapat mungkin keratinosit melalui proses sintesis dan degradasi menjadi lapisan tanduk. Proses ini berlangsung normal selama kira-kira 14-21 hari, dan memberi periindungan kulit terhadap infeksi secara mekanis fisiologik.

8.

Fungsi pembentukan vit D, dimungkinkan dengan mengubah 7 dihidroksi kolestero! dengan pertolongan sinar matahari. Tetapi kebutuhan tubuh akan vitamin D tidak cukup hanya dari hal tersebut, sehingga pemberian vitamin D sistemik masih tetap diperlukan.

9.

Fungsi Imunologik, yang diperankan oleh sel sel Langerhans sebagai APC. Pada manusia kulit dapat pula mengekspresikan emosi karena adanya pembuluh darah,

kelenjar keringat, dan otot - otot di bawah kulit. 2. Patomekanisme bercak kemerahan, skuama/sisik dan gatal/pruritus Patomekanisme bercak kemerahan Mengaktivasi Basofil Pelepasan Histamin

Respon Imun

IgE meningkat

Bercak kemerahan

Peningkatan permeabilitas kapiler

Vasodilatasi

Patomekanisme Gatal (pruritus) Diketahui bahwa zat-zat kimia dan rangsangan fisik (mekanik) dapat memicu terjadi pruritus. Stimulasi terhadap ujung saraf bebas yang terletak di dekat junction dermoepidermal bertanggung jawab untuk sensasi ini. Sinaps terjadi di akar dorsal korda spinalis (substansia grisea), bersinaps dengan neuron kedua yang menyeberang ke tengah, lalu menuju traktus spinotalamikus kontralateral hingga berakhir di thalamus. Dari thalamus,terdapat neuron ketiga yang meneruskan rangsang hingga ke pusat persepsidi korteks serebri.Sempat diduga bahwa pruritus memiliki fungsi untuk menarik perhatian terhadap stimulus yang tidak terlalu berbahaya (mild surface stimuli ),sehingga diharapkan ada antisipasi untuk mencegah sesuatu terjadi. Namun demikian, seiring dengan perkembangan ilmu kedokteran dan penemuan teknik Mikroneurografi (di mana potensial aksi serabut saraf C dapat diukur menggunakan elektroda kaca yang sangat halus) berhasil menemukan serabut saraf yang terspesiaslisasi untuk menghantarkan impuls gatal, dan dengan demikian telah mengubah paradigma bahwa pruritus merupakan stimulus nyeri dalam skala ringan. Saraf yang menghantarkan sensasi gatal (dan geli,tickling sensation)merupakan saraf yang sama seperti yang digunakan untuk menghantarkan rangsang

nyeri. Saat ini telah ditemukan serabut saraf yang khusus menghantarkan rangsang pruritus, baik di sistem saraf perifer, maupun disistem saraf pusat.Ini merupakan serabut saraf tipe C-tak termielinasi. Hal ini dibuktikan dengan fenomena menghilangnya sensasi gatal dan geli ketika dilakukan blokade terhadap penghantaran saraf nyeri dalam prosedur anestesi. Namun demikian, telah ditemukan pula saraf yang hanya menghantarkan sensasi pruritus. Setidaknya, sekitar 80% serabut saraf tipe C adalah nosiseptor polimodal (merespons stimulus mekanik, panas, dan kimiawi); sedangkan 20% sisanya merupakan nosiseptor mekano-insensitif,yang tidak dirangsang oleh stimulus mekanik namun oleh stimulus kimiawi.Dari 20% serabut saraf ini, 15% tidak merangsang gatal (disebut dengan histamin negatif ), sedangkan hanya 5% yang histamine positif dan merangsang gatal. Dengan demikian, histamine adalah pruritogen yang paling banyak dipelajari saat ini. Selain dirangsang oleh pruritogen seperti histamin, serabut saraf yang terakhir ini juga dirangsang oleh temperatur. Mediator Penyebab Gatal pada Kulit Histamin Konsentrasi histamin yang rendah pada lapisan dermo-epidermal menyebabkan sensasi gatal, namun injeksi yang lebih dalam (deeper intracutaneus) menyebabkan nyeri. Histamin disintesis di dalam sel mast dan tersimpan pada granula sel mast. Ketika terjadi reaksi radang, sel mast terdegranulasi dan keluarlah histamin tersebut. Histamin terdiri dari dua macam, H1 dan H2. Histamin yang menyebabkan gatal adalah H1. Serotonin Amina jenis ini ditemukan pada platelet tapi tidak terdapat pada sel mast manusia. Serotonin dapat menyebabkan gatal melalui pelepasan histamine dari sel mast dermal. Endopeptidase Endopeptidase seperti tripsin atau papain dapat menyebabkan gatal. Tripsin adalah komponen penting dari sel mast dermal dan dilepaskan akibat aktivasi sel mast. Sel mast memperoleh triptase, dari kerja proteinase-activated receptor-2 (PAR-2) pada terminal saraf C yang berdekatan sehingga membangkitkan neuropeptida pruritogenik dari terminal yang sama. Hal ini memperlihatkan interaksi sistem imun dan sistem saraf dalam menyebabkan sensasi gatal. Selain tripsin, reaksi inflamasi juga menghasilkan interleukin-2 (IL-2) yang ikut berperan dalam timbulnya gatal.

Neuropeptida Substansi P yang terdapat pada terminal neuron C dilepaskan sebagai akibat dari kerja triptase sel mast pada PAR-2 dan menyebabkan gatal dengan baik dengan aksi langsung maupun memicu pelepasan histamin oleh sel mast melalui reseptor NK-1. Dosis rendah dari morphin menyebabkan gatal dan efeknya adalah pelepasan prostaglandin dan degranulasi sel mast. Reseptor agonis opioid adalah pada saraf tulang belakang atau ganglia dorsal karena dosis rendah dari morphine dapat menyebakan gatal segmental. Eicosanoid Transformasi asam arakidonat (prostaglandin, leukotrin) memliki peran yang kuat dalam mediator inflamasi tapi tidak secara langsung menyebabkan gatal. Prostaglandin E (PGE) menyebabkan gatal melalui mediator lain. Konsentrasi rendah PGE pada satu area kulit menurunkan ambang batas timbulnya sensasi gatal akibat kerja histamin pada area tersebut. Patomekanisme skuama/sisik Sel-sel hidup pada stratum basalis mengalami diferensiasi, kemudian bergerak ke atas (stratum korneum) menjadi sel-sel mati yang berisi keratin. Pada stratum korneum selsel tanduk menghasilkan sel keratosit yang mengalami keratinisasi. Tapi karena adanya suatu proses inflamasi sehingga menyebabkan proses dari keratinisasi terganggu. Sel-sel tanduk yang telah mati mengalami penumpukan kemudian menyebabkan terbentuknya skuama pada kulit.

4 DIAGNOSIS BANDING A) PITYRIASIS ROSEA

Definisi Pitiriasis rosea adalah penyakit kulit yang belum diketahui penyebabnya, dimulai dengan sebuah lesi inisial berbentuk eritema dan skuama halus. Kemudian disusun oleh lesi-lesi yang lebih kecil di badan, lengan dan paha atas yang tersusun sesuai dengan lipatan kulit dan biasanya menyembuh dalam waktu 3-8 minggu. Epidemiologi Pitiriasis rosea didapati pada semua umur, terutama antara 15-40 tahun, pada wanita dan laki-laki sama banyaknya. Etiologi Etiologinya belum diketahui, demikian pula cara infeksi. Ada yang mengemukakan hipotesis bahwa penyebabnya virus, karena penyakit ini merupakan penyakit swasima (self limiting desease), umumnya sembuh sendiri dalam waktu 3-8 minggu. Sementara ahli yang lain mengaitkan dengan berbagai faktor yang diduga berhubungan dengan timbulnya Pityriasis rosea, diantaranya:

Faktor cuaca. Hal ini karena Pityriasis rosea lebih kerap ditemukan pada musim semi dan musim gugur. Faktor penggunaan obat-obat tertentu, seperti bismuth, barbiturat, captopril, mercuri, methoxypromazine, metronidazole, D-penicillamine, isotretinoin, tripelennamine hydrochloride, ketotifen, dan salvarsan. Diduga berhubungan dengan penyakit kulit lainnya (dermatitis atopi, seborrheic dermatitis, acne vulgaris) dikarenakan Pityriasis rosea dijumpai pada penderita penyakit dengan dermatitis atopik, dermatitis seboroik, acne vulgaris dan ketombe.

Gejala Klinis Gejala konstitusi pada umumnya tidak terdapat, sebagian penderita mengeluh gatal ringan. Pitiriasis berarti skuama halus. Penyakit dimulai dengan lesi pertama (herald patch), umumnya di badan, solitar, berbentuk oval dan anular, diameternya kira-kira 3 cm. Ruam terdiri atas eritema dan skuama halus di pinggir. Lamanya beberapa hari hingga beberapa minggu. Lesi berikutnya timbul 4-10 hari setelah lesi pertama, memberi gambaran yang khas, sama dengan lesi pertama hanya lebih kecil, susunannya sejajar dengan kosta, hingga menyerupai pohon cemara terbalik. Lesi tersebut timbul serentak atau dalam beberapa hari. Tempat predileksi pada badan, lengan atas bagian proksimal dan paha atas. Kecuali bentuk yang lazim berupa eritroskuama, pitiriasis rosea dapat juga berbentuk urtika, vesikel, dan papul, yang lebih sering terdapat pada anak-anak. Pengobatan Pengobatan bersifat simtomatik, untuk gatal-gatal dapat diberikan sedativa, sedangkan sebagai obat topikal dapat diberrikan bedak asam salisilat yang dibubuhi mentol -1 %. Prognosis Prognosis baik karena penyakit ini sembuh spontan biasanya dalam waktu 3-8 minggu. B) PSORIASIS a. Definisi Psoriasis adalah penyait kulit kronik residif dengan lesi yang khas berupa bercak-bercak eritema berbatas tegas, ditutupi oleh skuama yang tebal berlapis-lapis berwarna putih mengkilap serta transparan disertai fenomen tetsan lilin, auspitz dan kobner. Kemunculan penyakit ini terkadang dalam jangka waktu lama atau kambuhan dalam waktu yang tidak menentu yang ditandai oleh adanya benjolan bersisik berwarna keperakan dan sejumlah plak (bercak yang menonjol) dengan ukuran yang bervariasi.

b. Epidemiologi Psoriasis merupakan salah satu peradangan kulit yang sering terjadi dan terdapat di seluruh dunia, prevalensi penyakit ini bervariasi pada setiap negara di dunia, hal ini mungkin dikarenakan adanya faktor ras, geografi dan lingkungan. Prevalensinya mulai dari 0,1% hingga 11,8%. Di literatur lain ada yang menyebutkan 1-3% dari penduduk di negara-negara Eropa dan Amerika Utara pernah menderita psoriasis. Dan ada lagi literatur yang melaporkan 1,5-3% populasi di Eropa dan Amerika Utara pernah menderita psoriasis dan jarang dijumpai pada Negara Afrika dan Jepang. Angka kejadian pada laki-laki dan perempuan sama. Insiden pada orang kulit putih lebih tinggi dari pada orang yang memiliki kulit berwarna, kasus psoriasis jarang dilaporkan pada bangsa Indian di Amerika maupun bangsa Afrika. Psoriasis menyerang segala usia. Angka kejadian pada usia dibawah 10 tahun atau di atas 70 tahun adalah jarang. Berdasarkan Awitan penyakit psoriasis dibedaka menjadi 2 tipe yaitu (1) Psoriasis tipe 1 dengan awitan dini, familial, onset <40thn, berkaitan dengan HLA ( Human Leucocyte Antigen ), sedangkan (2) Psoriasis tipe 2 dengan awitan lambat, nonfamilial onset >40thn, tidak berkaitan dengan HLA. c. Etiologi. Psoriasis adalah penyakit inflamasi kronik, dengan dasar genetic yang kuat, yang dikarakteristikkan dengan pemicu yang kompleks pada pertumbuhan dan differensiasi epidermal dan multiple biochemical, immunologic, dan kelainan pembuluh darah, serta terdapat hubungan terhadap fungsi system saraf yang belum diketahui dengan jelas. Akar utama dari penyebab psoriasis belum diketahui. Psoriasis secara luas dipertimbangkan sebagai kelaianan primer dari keratinocytes. Dengan ditemukannya sel T spesifik immunosuppressant cyclosporine A (CsA) yang sangat aktif melawan psoriasis. d. Faktor Resiko. 1. Faktor predisposisi yang dapat menimbulkan penyakit ini, yaitu : Faktor herediter yang bersifat dominan. (berkaitan dengan HLA-

B13,B17,BW57,CW6 (psoriasis tipe 1), HLA-B27,CW2 (psoriasis tipe 2), Psoriasis pustulosa terkait dengan HLA-B27) Faktor psikis seperti streess dan gangguan emosi.

Infeksi fokal, infeksi menahun pada bagian hidung dan telinga, ex : infeksi Streptococcal. Penyakit metabolik seperti diabetes militus yang laten. Ganguan pencernaan seperti obstipasi. Faktor cuaca, beberapa kasus menunjukkan bahwa tendensi untuk menyembuhkan pada musim panas sedangkan pada musim penghujan akan kambuh dan lebih hebat.

2.

Faktor Provokatif yang dapat menjadi pencetus munculnya psoriasis pada individu yang berbakat antara lain : a. Trauma. Trauma pada epidermis maupun dermis seperti bekas garukan, bekas luka, dll dapat menimbulkan lesi psoriasis pada tempat tersebut (fenomena koebner). b. Infeksi. Infeksi saluran nafas bagian atas oleh bakteri Streptococcus, merupakan faktor pencetus timbulnya psoriasis, terutama psoriasis gutata. c. Obat-obatan. Obat-obatan tertentu seperti beta blockers, lithium dan anti malaria dapat memperburuk atau mencetuskan timbulnya proriasis. d. Sinar matahari. Pajanan sinar matahari secara langsung terutama lebih dari 20 menit dapat memperburuk psoriasis sekitar 10%. e. Stress. Stress dapat memperburuk psoriasis hingga 30-40%

e. Gejala Gejala awal yang dialami penderita psoriasis biasanya tampak bintik merah yang makin melebar dan ditumbuhi sisik putih berlapis-lapis. Tumbuhnya tidak selalu di seluruh bagian kulit tubuh. Psoriasis kadang-kadang hanya timbul pada tempat-tempat tertentu. Itu disebabkan sel kulit bagian lainnya masih cukup normal dan sehat. Selanjutnya, psoriasis tidak saja menyerang kulit tubuh, penyakit kulit ini bahkan bisa menyerang kulit kepala. Jika kulit kepala yang terkena, gejala yang muncul bisa dilihat dengan timbulnya pecahan-pecahan kulit kering menyerupai ketombe. Psoriasis juga bisa menyerang lempeng kuku. Jika kuku yang terkena, maka akan terlihat lubang-lubang kecil dan keruh pada kuku. Penyakit kulit ini dapat disertai dengan rasa gatal dan rasa perih namun ada pula yang tanpa rasa gatal sama sekali.

Psoriasis yang termasuk serius berbahaya seperti psoriasis bernanah (psoriasis postulosa). Jika terjadi seluruh kulit akan menjadi merah disertai badan menggigil (eritoderma). Psoriasis menyebabkan timbulnya lapisan-lapisan di kulit, Jika daerah ini membaik, kulit akan tampak seperti semula dan pertumbuhan rambut tidak berubah. f. Macam-macam psoriosis - Artritis psoriosis : menimbulkan gejala yang mirip arthritis rematoid, dimana penderita merasakan nyeri pada persendiannya - Dermatitis psoriatik eksfolitiva : Meskipun sangat jarang, psoriasis bisa menutupi seluruh tubuh dan menyebabkan dermatitis psoriatik eksfoliativa, dimana keseluruhan kulit mengalami peradangan. Jenis psoriasis ini sangat serius karena seperti halnya luka bakar, kelainan ini menyebabkan kulit tidak dapat berfungsi dengan baik sebagai pelindung terhadap cedera dan infeksi. - Psoriasis pustuler (jerawat berisi nanah) : psoriasis yang berukuran besar dan kecil timbul di tangan dan telapak kaki. Kadang pustula ini menyebar di seluruh tubuh - Psoriasis vulgaris : lesi-lesi yang ditimbulkan berbentuk plak - Psoriasis gutata : Diameter kelainan < 1 cm, timbulnya mendadak, dan umumnya setelah infeksi Streptococcus di saluran pernafasan bagian atas atau setelah influenza atau morbili, maupun karena infeksi bakterial. - Psoriasis inversa (Psoriasis fleksural) : Mempunyai tempat presileksi pada daerah fleksor misalnya, aksila, pangkal paha dibawah payudara, dan lipatan-lipatan kulit. - Psoriasis pustulosa dan psoriasis eritoderma g. Diagnosa Diagnosa dilakukan melalui: Pemeriksaan kulit : dari autoanamnesis pasien mengeluh adanya bercak kemerahan yang menonjol pada kulit dengan pingiran merah, tertutup dengan sisik keperakan, dengan ukuran yang bervariasi, makin melebar bisa pecah dan menimbulkan nyeri, jarang menyebabkan gatal.

Tidak ada kelainan laboratorium yang spesifik pada penderita psoriasis terkecuali psoriasis pustural general serta eritroderma psoriasis dan pada plak serta psoriasis gutata. Pemeriksaan laboratorium bertujuan untuk menganalisis penyebab psoriasis seperti pemeriksaan darah rutin, gula darah, kolesterol, dan asam urat.

h. Pengobatan Jika hanya terdapat sedikit plak yang kecil, psoriasis dengan cepat akan memberikan respon terhadap pengobatan. Untuk menjaga kelembaban kulit bisa digunakan salep dan krim yang melumasi kulit (emolien) 1-2 kali/hari. Salep yang mengandung corticosteroid efektif digunakan pada psoriasis dan efektivitasnya bisa ditingkatkan dengan mengoleskan dan kemudian membungkus daerah tersebut dengan selofan (kertas kaca). Bisa juga diberikan krim vitamin D. Salep dan krim yang mengandung asam salisilat atau aspal batubara juga digunakan untuk mengobati psoriasis. Kadang digunakan obat yang lebih kuat, yaitu antralin; tetapi dapat menyebabkan iritasi kulit dan meninggalkan noda pada pakaian. Jika kulit kepala terkena, digunakan shampo yang mengandung antralin. Sinar ultra violet juga bisa membantu meredakan psoriasis. Berjemur dibawah sinar matahari seringkali membantu menghilangkan plak di daerah tubuh yang lebih luas. Obat yang paling efektif untuk psoriasis pustuler adalah etretinat dan isotretinoin, yang juga digunakan untuk mengobati jerawat yang parah. C) PARAPSORIASIS

Penyakit ini pertama kali dilukiskan oleh BROCK pada tahun 1902 dengan ciri sebagai berikut : jarang terdapat, etiologinya belum diketahui, keadaan umum penderita baik, umumnya tidak disertai keluhan ( kadang kadang gatal ringan ), perjalanannyua perlahan lahan dan menahun, kelainan kulit berupa eritema dan skuama, dan terapinya sukar. Kemudian ternyata bahwa parapsoriasis tidak selalu menahun, tetapi ada bentuk akut yang akan diuraikan. Definisi Parapsoriasis merupakan penyakit kulit yang belum diketahui penyebabnya, pada umumnya tanpa keluhan, kelainan kulit terutama terdiri atas eritema dan skuama, berkembangnya biasanya perlahan lahan, perjalanannya umumnya kronik.

Epidemiologi Di eropa lebih banyak dibuat diagnosis parapsoriasis daripada di amerika serikat. Klasifikasi Pada umumnya parapsoriasis dibagi menjadi 3 bagian, yaitu : 1. Parapsoriasis gutata 2. Parapsoriasis variegata 3. Parapsoriasis en plaques Gejala klinis Parapsoriasis gutata Bentuk ini terdapat pada dewasa muda terutama pada pria dan relative paling sering ditemukan. Ruam terdiri atas papul miliar serta lentikular, eritema dan skuama, dapat hemoragik, kadang kadang berkonfluensi, dan umumnya simetrik. Penyakit ini sembuh spontan tanpa meninggalkan sikatriks. Tempat predileksi pada badan, lengan atas dan paha, tidak terdapat pada kulit kepala, muka, dan tangan. Bentuk ini biasanya kronik, tertapi dapat akut dan disebut parapsoriasis glutata akuta ( penyakit Mucha-Habermann ). Gambaran klinisnya mirip varisela, kecuali ruam yang telah disebutkan dapat ditemukan vesikel, papulonekrotikadan krusta. Jika sembuh meninggalkan sikatriks psoriasis varioliformis akuta atau pitiriasis likenoides et varioliformis akuta atau pitiriasis likenoides et varioliformis akuta atau pitiriasis likenoides et varioliformis. Parapsoriasis veriegata Kelainan terdapat pada badan, bahu, dan tungkai, bentuknya seperti kulit zebra; terdiri atas skuama dan eritema yang bergaris-garis.

Parapsoriasis en plaque Insidens penyakit ini pada orang berwarna rendah. Umumnya mulai pada usia pertengahan, dapat terus-menerus atau mengalami remisi, lebih sering pada pria dari pada wanita. Tempat predileksi pada badan dan ekstremitas. Kelainan kulit berupa bercak eritematosa, permukaan datar, bulat atau lonjong, berdiameter 2,5 cm dengan sedikit skuama, berwarna merah jambu, coklat atau agak kuning. Bentuk ini sering berkembang menjadi mikosis fungoides. Histopatologi Parapsoriasis gutata Terdapat sedikit infiltrate limfohistiositik disekitar pembuluh darah

superficial, hyperplasia epidermalyang ringan, dan sedikit spongiosis setempat. Parapsoriasis variegate Epidermis tampak minipis disertai parakeratosis setempat-setempat. Pada dermis terdapat infiltrate menyerupai pita terutama terdiri atas limfosit. Parapsoriasis en plaque Gambarannya tak khas, mirip dermatitis kronik. Diagnosis banding Sebagai diagnosis banding ialah pitiriasis rosea dan psoriasis. Ruam pada pitiriasis rosea juga terdiri atas eritema dan skuama, tetapi perjalannya tidak menahunseperti pada parapsoriasis. Perbedaan lain ialah pada pitiriasis rosea susunan ruam sejajar dengan lipatan kulit dan kosta.

Psoriasis berbeda dengan parapsoriasis, karena pada psoriasis skuamanya tebal, kasar, berlapis-lapis, dan terdapat fenomena tetesan lilin dan auspitz. Selain itu gambaran histopatologoknya berbeda. Pengobatan Hasil pengobatan kurang memuaskan. Penyakit dapat membaik dengan penyinaran ultraviolet atau kortikosteroid topical seperti yang digunakan pada pengobatan psoriasis. Meskipun demikian hasilnya bersifat sementara dan sering kambuh. Dalam kepustakaan banyak sekali obat yang dicobakan, di antaranya kalsiferol, preparatter, obat antimalaria, derivate sulfon, obat sitostatik, dan vitamin E. Ada laporan pengobatan parapsoriasis glutata akuta dengan eritromisin (40 mg/kg berat badan) dengan hasul baik juga dengan tetrasiklin. Keduanya mempunyai efek menghambat kemotaksis neutrofil. Prognosis Seperti telah dikatakan penyakit ini kronok dan residif, tidak ada obat pilihan dan sebagian menjadi mikosis fungoides.
D) TINEA IMBRIKATA A. DEFENISI Tinea imbrikata adalah dermatofitosis kronik rekuren disebabkan Trichophyton concentricum. Di Indonesia penyakit ini ditemukan endemis di wilayah tertentu antara lain Papua, Sulawesi, Sumatra dan pulau-pulau bagian tengah Indonesia Timur, terutama pada masyarakat terasing. Kerentanan terhadap penyakit ini diduga diturunkan secara genetik dengan pola penurunan autosomal resesif. B. ETIOLOGI Disebabakan oleh jamur Trichophyton concentricum C. EPIDEMIOLOGI Umur; semua umur. Jenis kelamin : tidakberbcda pada pria danwanita

Bangsa/ras Daerah Musim/iklim Kebersihan Keturunan Lingkungan D. GEJALA KLINIS

: dapat menyerang semua ras. : banyak di daerah tropis. :iklim panas mempermudah perkembangan : kebersihan mempengaruhi infcksi T. concentricum. : tidak berpengaruh. :lembab dan panas mempengaruhi penyebaran.

Tinea imbrikata biasanya menyerang seluruh permukaan kulit berupa lingkaran-lingkaran yang bersisik kasar dan tampak menyerupai ling-karan-lingkaran bermata satu (polisiklis). Sisik-sisik mclingkar yang sa-tu menutup yang lain seperti lapisan genting, dapat disertai perasaan yang sangat gatal. Lokalisasi : Biasanya seluruh tubuh. Efloresensi/sifat- : Makula berwarna seperti kulit normal, ber-sifatnya bentuk lingkaran dan ditutupi sisik-sisik kasar, atau bcbcrapa lingkaran dapat mcnyalu (polisiklis); skuama saling menindih seperti susunan atap genteng

Gambar : cincin squama yg tersusun konsentris Dengan sisi bebas menghadap kedalam

E. DIAGNOSIS 1. Kerokan kulit dengan KOH 10%, dipanasi sebentar tidak sampai mendidih. Dapat ditemukan hifa, miselium, dan spora.

2. Biakan skuama pada media Sabouraud, menghasilkan koloni ragi. Gambaran klinik yang khas ini, tidak ditemukan pada penyakit lain sehingga memudahkan diagnosis pasti. F. PENATALAKSANAAN Penyakit ini relatif sukar diobati dan sering kambuh selama pasien berada dilingkungan yang terkontaminasi jamur penyebab, misalnya lantai rumah, alat tidur, baju, dsb. Griseofulvin micronized 500 mg per hari dapat menolong, tetapi kekambuhan

sangat tinggi dan cepat terjadi. Itrakonazol 100-200 mg per hari selama 4 minggu. Terbinafin 250 mg per hari selama 4 minggu. Pada anak-anak dosis perlu disesuaikan

G. PROGNOSIS Perkembangan penyakit dermatofitosis dipengaruhi oleh bentuk klinik dan

penyebabpenyakitnya disamping faktor-faktor yang memperberat atau memperingan penyakit. Apabila faktor-faktor yang memperberat penyakit dapat dihilangkan, umumnya penyakit ini dapat hilang sempurna. E) DERMATITIS SEBOROIK A. DEFINISI Istilah dermatitis seboroik (D.S.) dipakai untuk segolongan kelainan kulit yang didasari oleh faktor konstitusi dan bertempat predileksi di tempat-tempat seboroik. B. ETIOPATOGENESIS Penyebabnya belum diketahui pasti. Faktor predisposisinya ialah kelainan konstitusi berupa status seboroik (seborrhoeic state) yang rupanya diturunkan, bagaimana caranya belum dipastikan. Banyak percobaan telah dilakukan untuk menghubungkan penyakit ini dengan infeksi oleh bakteri atau Pityrosporum ovale yang merupakan flora normal kulit manusia. Pertumbuhan P. Ovale yang berlebihan dapat mengakibatkan reaksi inflamasi, baik akibat produk metabolitnya

yang masuk ke dalam epidermis, maupun karena sel jamur itu sendiri, melalui aktivasi sel limfosit T dan sel Langerhans. Status seboroik sering berasosiasi dengan meningginya suseptibilitas terhadap infeksi piogenik, tetapi tidak terbukti bahwa mikroorganisme inilah yang menyebabkan D.S. D.S. berhubungan erat dengan keaktivan glandula sebasea. Glandula tersebut aktif pada bayi baru lahir, kemudian menjadi tidak aktif selama 9-12 tahun akibat stimulasi hormone androgen dari ibu berhenti. D.S. pada bayi terjadi pada umur bulan-bulan pertama, kemudian jarang pada usia sebelum akil balik dan insidensnya mencapai puncaknya pada umur 18-40 tahun, kadang-kadang pada umur tua. D.S. lebih sering terjadi pada pria daripada wanita. Meskipun kematangan kelenjar sebasea rupanya merupakan faktor tibulnya D.S., tetapi tidak ada hubungan langsung secara kuantitatif antara keaktivan kelenjar tersebut dengan suseptibilitas untuk memperoleh D.S. D.S. dapat diakibatkan oleh proliferasi epidermis yang meningkat seperti pada psoriasis. Hal ini dapat menerangkan mengapa terapi dengan sitostatik dapat memperbaikinya. Pada orang yang telah mempunyai faktor predisposisi, timbulnya D.S. dapat disebabkan oleh faktor kelelahan, stress emosional, infeksi, atau defisiensi imun

C. GEJALA KLINIS Kelainan kulit terdiri atas eritema dan skuama yang berminyak dan agak kekuningan, batasnya agak kurang tegas. D.S. yang ringan hanya mengenai kulit kepala berupa skuama-skuama yang halus, mulai sebagai bercak kecil yang kemudian mengenai seluruh kulit kepala dengan skuama-skuama yang halus dan kasar. Kelainan tersebut disebut pitriasis sika (ketombe, dandruff). Bentuk yang berminyak disebut pitriasis steatoides yang dapat disertai eritema dan krusta-krusta yang tebal. Rambut pada tempat tersebut mempunyai kecenderungan rotok, mulai di bagian vertex dan frontal. Bentuk yang berat ditandai dengan adanya bercak-bercak yang berskuama dan berminyak disertai eksudasi dan krusta tebal. Sering meluas ke dahi, glabela, telinga posaurikuler dan leher. Pada daerah dahi tersebut, batasnya sering cembung. Pada bentuk yang lebih berat lagi, seluruh kepala tertutup oleh krusta-krusta yang kotor, dan berbau tidak sedap. Pada bayi, skuama-skuama yang kekuningan dan kumpulan debris-debris epitel yang lekat pada kulit kepala disebut cradle cap. Pada daerah supraorbita, skuama-skuama halus dapat terlihat di alis mata, kulit di bawahnya eritematosa dan gatal, disertai bercak-bercak skuama kekuningan, dapat terjadi pula blefaritis, yakni pinggir kelopak mata merah disertai skuama-skuama halus.

Gambar: Dermatitis seboroik pada kulit kepala Selain tempat-tempat tersebut D.S. juga dapat mengenai liang telinga luar, lipatan nasolabial, daerah sterna, areola mame, lipatan di bawah mame pada wanita, interskapular, umbilicus, lipat paha, dan daerah anogenital. Pada daerah pipi, hidung, dan dahi kelainan dapat berupa papul-papul. D.S. dapat bersama-sama dengan akne yang berat. Jika meluas dapat menjadi eritroderma, pada bayi disebut penyakit liener.

D. PENGOBATAN Kasus-kasus yang telah mempunyai faktor konstitusi agak sukar disembuhkan, meskipun penyakitnya dapat terkontrol. Faktor predisposisi hendaknya diperhatikan, misalnya stress emosional dan kurang tidur. Mengenai diet, dianjurkan miskin lemak.

Pengobatan Sistemik Kortikosteroid digunakan pada bentuk yang berat, dosis prednisone 20-30 mg sehari. Jika telah ada perbaikan, dosis diturunkan perlaha-lahan. Kalau disertai infeksi sekunder dieri antibiotic. Isotreotionin dapat digunakan pada kasus yang rekalsitran. Efeknya mengurangi aktivitas kelenjar sebasea. Ukuran kelenjar tersebut dapat dikurangi sampai 90%, akibatnya terjadi pengurangan produksi sebum. Dosisnya 0,1-0,3 mg per kg berat badan per hari, perbaikan tampak setelah 4 minggu. Sesudah itu diberikan dosis pemeliharaan 5-10 mg per hari selama beberapa tahun yang ternyata efektif untuk mengontrol penyakitnya.

Pada D.S. yang parah juga dapat diobati dengan narrow band UVB (TL-01) yang cukup aman dan efektif. Setelah pemberian terpai 3 x seminggu selama 8 minggu, sebagian besar penderita mengalami perbaikan. Bila pada sediaan langsung terdapat P. Ovale yang banyak dapat diberikan ketokonazol, dossisnya 200 mg per hari. Pengobatan Topikal Pada ptiriasis sika dan oleosa, seminggu 2 3 kali scalp dikeramasi selama 5 15 menit, misanya dengan selenium sulfide (selsun). Jika terdapat skuama dan krusta diberi emolien, misalnya krim urea 10%. Obat lain yang dapat dipakai untuk D.S. ialah : Ter , misalnya likuor karbonas detergen 2 5% atau krim pragmatar. Resorsin 1-3%. Sulfur praesipitatum 4 20%, dapat digabung dengan asam salisilat 3 -6%. Kortikosteroid, misalnya krim hidrokortison 2%. Pada kasus dengan inflamasi yang berat dapat dipakai kortikosteroid yang lebih kuat, misanya betametason velarat, asalkan jangan dipakai terlalu lama karena efek sampingnya. Krim ketokonazol 2% dapat diaplikasikan, bila pada sediaan langsung terdapat banyak P. Ovale. Obat-obat tersebut sebaiknya dipakai dalam krim. E. PROGNOSIS Seperti telah dijelaskan pada sebagian kasus yang mempunyai faktor konstitusi penyakit ini agak sukar disembuhkan, meskipun terkontrol

F) ERITRODERMA A. PENDAHULUAN Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari lingkungan hidup manusia. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Salah satu kelainan kulit yang dapat menyebabkan fungsi kulit adalah eritroderma.(1) Eritroderma adalah kelainan kulit yang ditandai dengan adanya kemerahan atau eritema yang bersifat generalisata yang mencakup 90% permukaan tubuh yang berlangsung dalam beberapa hari sampai beberapa minggu. Dermatitis eksfoliativa dianggap sinonim dengan eritroderma.(2,3) Bagaimanapun, itu tidak dapat mendefinisikan, karena pada gambaran klinik dapat menghasilkan penyakit yang berbeda. Pada banyak kasus, eritroderma umumnya kelainan

kulit yang ada sebelumnya (misalnya psoriasis atau dermatitis atopik), cutaneous T-cell lymphoma(CTCL) atau reaksi obat. Meskipun peningkatan 50% pasien mempunyai riwayat lesi pada kulit sebelumnya untuk onset eritroderma, identifikasi penyakit yang menyertai menggambarkan satu dari sekian banyak kelainan kulit.(4) Pada eritroderma yang kronik eritema tidak begitu jelas, karena bercampur dengan hiperpigmentasi. Sedangkan skuama adalah lapisan stratum korneum yang terlepas dari kulit. Skuama mulai dari halus sampai kasar. Pada eritroderma, skuama tidak selalu terdapat, misalnya eritroderma karena alergi obat sistemik, pada mulanya tidak disertai skuama, skuama kemudian timbul pada stadium penyembuhan timbul. Bila eritemanya antara 50-90% dinamakan preeritroderma..(5

B. ETIOLOGI Eritroderma dapat disebabkan oleh akibat alergi obat secara sistemik, perluasan penyakit kulit, penyakit sistemik termasuk keganasan.(6) Penyakit kulit yang dapat menimbulkan eritroderma diantaranya adalah psoriasis 23%, dermatitis spongiotik 20%, alergi obat 15%, CTCL atau sindrom sezary 5%.(7)

a.

Eritroderma yang disebabkan oleh alergi obat secara sistemik Keadaan ini banyak ditemukan pada dewasa muda. Obat yang dapat menyebabkan

eritroderma adalah arsenik organik, emas, merkuri (jarang), penisilin, barbiturat. Pada beberapa masyarakat, eritroderma mungkin lebih tinggi karena pengobatan sendiri dan pengobatan secara tradisional.(2) Waktu mulainya obat ke dalam tubuh hingga timbul penyakit bervariasi dapat segera sampai 2 minggu. Gambaran klinisnya adalah eritema universal. Bila ada obat yang masuk lebih dari satu yang masuk ke dalam tubuh diduga sebagai penyebabnya ialah obat yang paling sering menyebabkan alergi. b. Eritroderma yang disebabkan oleh perluasan penyakit kulit Eritroderma et causa psoriasis, merupakan eritroderma yang paling banyak ditemukan dan dapat disebabkan oleh penyakit psoriasis maupun akibat pengobatan psoriasis yang terlalu kuat.(5) Dermatitis seboroik pada bayi juga dapat menyebabkan eritroderma yang juga dikenal penyakit Leiner. Etiologinya belum diketahui pasti. Usia penderita berkisar 4-20 minggu.(6)Ptyriasis rubra pilaris yang berlangsung selama beberapa minggu dapat pula menjadi eritroderma. Selain itu yang dapat menyebabkan eritroderma adalah pemfigus foliaseus, dermatitis atopik dan liken planus.(7) c. Eritroderma akibat penyakit sistemik Berbagai penyakit atau kelainan alat dalam termasuk infeksi fokal dapat memberi kelainan kulit berupa eritroderma. Jadi setiap kasus eritroderma yang tidak termasuk akibat alergi obat dan akibat perluasan penyakit kulit harus dicari penyebabnya, yang berarti perlu pemeriksaan menyeluruh (termasuk pemeriksaan laboratorium dan sinar X toraks), untuk melihat adanya infeksi penyakit pada alat dalam dan infeksi fokal. Ada kalanya terdapat leukositosis namun tidak ditemukan penyebabnya, jadi terdapat infeksi bakterial yang tersembunyi (occult infection) yang perlu diobati. (5) Harus lebih diperhatikan komplikasi sistemik akibat eritroderma seperti ; Hipotermia, edema perifer, dan kehilangan cairan, dan albumin dengan takikardia and kelainan jantung harus mendapatkan
(4)

perawatan yang serius. Pada eritroderma kronik dapat

mengakibatkan kakeksia, alopesia, palmoplantar keratoderma, kelainan pada kuku and ektropion.

C. EPIDEMIOLOGI Insidens eritroderma sangat bervariasi, menurut penelitian dari 0,9-70 dari 100.000 populasi. Penyakit ini dapat mengenai pria ataupun wanita namun paling sering pada pria dengan rasio 2 : 1 sampai 4 : 1, dengan onset usia rata-rata > 40 tahun, meskipun eritroderma dapat terjadi pada semua usia.(7) Insiden eritroderma makin bertambah. Penyebab utamanya adalah psoriasis. Hal tersebut seiring dengan meningkatnya insidens psoriasis. (5) Penyakit kulit yang sedang diderita memegang peranan penting lebih dari setengah kasus dari eritroderma. Identifikasi psoriasis mendasari penyakit kulit lebih dari seperempat kasus. Didapatkan laporan bahwa terdapat 87 dari 160 kasus adalah psoriasis berat.(7) Anak-anak bisa menderita eritroderma diakibatkan alergi terhadap obat. Alergi terhadap obat bisa karena pengobatan yang dilakukan sendiri ataupun penggunaan obat secara tradisional.

D. PATOFISIOLOGI Mekanisme terjadinya eritroderma belum diketahui dengan jelas. Patogenesis eritroderma berkaitan dengan patogenesis penyakit yang mendasarinya, dermatosis yang sudah ada sebelumnya berkembang menjadi eritroderma, atau perkembangan eritroderma idiopatik de novo tidaklah sepenuhnya dimengerti. Penelitian terbaru imunopatogenesis infeksi yang dimediasi toxin menunjukkan bahwa lokus patogenesitas stapilococcus mengkodekan superantigen. Lokuslokus tersebut mengandung gen yang mengkodekan toxin dari toxic shock syndrome dan staphylococcal scalded-skin syndrome. Kolonisasi staphylococcus aureus atau antigen lain merupakan teori yang mungkin saja seperti toxic shock syndrome toxin-1, mungkin memainkan peranan pada patogenesis eritroderma. Pasien-pasien pada dengan eritroderma biasanya mempunyai kolonisasi S.aureus sekitar 83%, dan pada kulit sekitar 17%, bagaimanapun juga hanya ada satu dari 6 pasien memiliki toxin S.aureus yang positif.(7) Dapat diketahui bahwa akibat suatu agen dalam tubuh baik itu obat-obatan, perluasan penyakit kulit dan penyakit sistemik maka tubuh beraksi berupa pelebaran pembuluh darah kapiler (eritema) yang generalisata. Eritema berarti terjadi pelebaran pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke kulit meningkat sehingga kehilangan panas bertambah. Akibatnya pasien merasa dingin dan menggigil. Pada eritroderma kronis dapat terjadi gagal jantung. Juga dapat terjadi hipotermia akibat peningkatan perfusi kulit. Penguapan cairan yang makin meningkat dapat menyebabkan dehidrasi. Bila suhu badan meningkat, kehilangan panas juga meningkat.

Pengaturan suhu terganggu. Kehilangan panas menyebabkan hipermetabolisme kompensator dan peningkatan laju metabolisme basal. Kehilangan cairan oleh transpirasi meningkat sebanding laju metabolisme basal. (5) Kehilangan skuama dapat mencapai 9 gram/m2 permukaan kulit atau lebih sehari sehingga menyebabkan kehilangan protein Hipoproteinemia dengan berkurangnya albumin dengan peningkatan relatif globulin terutama gammaglobulin merupakan kelainan yang khas. Edema sering terjadi, kemungkinan disebabkan oleh pergesaran cairan ke ruang ekstravaskuler.
(5)

Eritroderma akut dan kronis dapat menganggu mitosis rambut dan kuku berupa kerontokan rambut dan kuku berupa kerontokan rambut difus dan kehilangan kuku. Pada eritroderma yang telah berlangsung berbulan bulan dapat terjadi perburukan keadaan umum yang progresif. (5) GAMBARAN KLINIS Mula-mula timbul bercak eritema yang dapat meluas ke seluruh tubuh dalam waktu 1248 jam. Deskuamasi yang difus dimulai dari daerah lipatan, kemudian menyeluruh. Dapat juga mengenai membran mukosa, terutama yag disebabkan oleh obat. Bila kulit kepala sudah terkena, dapat terjadi alopesia, perubahan kuku, dan kuku dapat lepas. Dapat terjadi limfadenopati dan hepatomegali. Skuama timbul setelah 2-6 hari, sering mulai di daerah lipatan. Skuamanya besar pada keadaan akut, dan kecil pada keadaan kronis. Warnanya bervariasi dari putih sampai kuning. Kulit merah terang, panas, kering dan kalau diraba tebal. Pasien mengeluh kedinginan. (8) Pengendalian regulasi suhu tubuh menjadi hilang, sehingga sebagai kompensasi terhadap kehilangan panas tubuh, sekujur tubuh pasien menggigil untuk dapat menimbulkan panas metabolik.(9) Dahulu eritroderma dibagi menjadi primer dan sekunder. Pendapat sekarang semua eritroderma ada penyebabnya, jadi eritroderma selalu sekunder. Eritroderma akibat alergi obat secara sistemik diperlukan anamnesis yang teliti untuk mencari obat penyebabnya. Umumnya alergi timbul akut dalam waktu 10 hari. Pada mulanya kulit hanya eritem saja, setelah penyembuhan barulah timbul skuama.(6)

Eritroderma akibat perluasan penyakit kulit seringkali pada psoriasis dan dermatitis seboroik bayi. Psoriasis dapat menjadi eritroderma karena dua hal yaitu : karena penyakitnya sendiri atau karena pengobatan yang terlalu kuat.(6) Psoriasis yang menjadi eritroderma tanda khasnya akan menghilang. Pada eritroderma et causa psoriasis, merupakan eritroderma yang disebabkan oleh penyakit psoriasis atau pengobatan yaitu kortikosteroid sistemik, steroid topikal, komplikasi fototerapi, stress emosional yang berat, penyakit terdahulu misalnya infeksi.(10)

Gambar 1. Eritroderma psoriasis disertai skuama yang kasar. (6) (Dikutip dari pustaka 11) Dermatitis seboroik pada bayi (penyakit leiner). Usia penderita berkisar 4-20 minggu. Kelainan berupa skuama berminyak dan kekuningan di kepala. Eritema dapat pada seluruh tubuh

Gambar 2. Dermatitis Seboroik (dikutip dari pustaka 12)

Ptyriasis rubra pilaris yang berlangsung selama beberapa minggu dapat pula menjadi eritroderma. Mula-mula terdapat skuama moderat pada kulit kepala diikuti perluasan ke dahi dan telinga; pada saat ini akan menyerupai gambaran dermatitis seboroik. Kemudian timbul hyperkeratosis, palmo plantaris yang jelas. Berangsur-angsur menjadi papul folikularis disekeliling tangan dan menyebar ke kulit berambut.(6)

Gambar 3. Ptryasis rubra pilaris (dikutip dari pustaka 13) Pemfigus foliaseus bermula dengan vesikel/ bula berukuran kecil, berdinding kendur yang kemudian pecah menjadi erosi dan eksudatif. Yang khas adalah eritema menyeluruh yang disertai banyak skuama kasar, sedangkan bula kendur hanya sedikit. Penderita mengeluh gatal dan badan menjadi bau busuk.(6)

Gambar 4. Pemfifus Foliasius (dikutip dari pustaka 13)

Dermatitis atopi dimulai dengan eritema, papul-papula, vesikel sampai erosi dan likenifikasi. Penderita tampak gelisah, gatal dan sakit berat.

Gambar 4. Dermatitis atopik (diambil dari pustaka 12) Permulaan timbulnya liken planus dapat mendadak atau perlahan-lahan; dapat berlangsung berminggu-minggu atau berbulan-bulan dan mungkin kambuh lagi. Kadang- kadang menjadi kronik. Papul dengan diameter 2-4 mm, keunguan, puncak mengkilat, poligonal. Papula mungkin terjadi pada bekas garukan (fenomena Koebner). Bila dilihat dengan kaca pembesar, papul mempunyai pola garis garis berwarna putih ("Wickham's striae") Lesi simetrik, biasanya pada permukaan fleksor pergelangan tangan, menyebar ke punggungn dan tungkai. Mukosa mulut terkena pada 50% penderita. Mungkin pula mengenai glans penis dan mukosa vagina. Kuku kadang-kadang terkena, kuku inenipis dan berlubang-lubang. Anak-anak

jarang terkena tetapi bila terdapat bercak kemerahan mungkin tidak khas dan dapat keliru dengan psoriasis. Sering sangat gatal. Cenderung menyembuh dengan sendirinya. (6)

E.PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan Laboratorium Pada pemeriksaan darah maupun anemia ringan.(7) Histopatologi Pada kebanyakan pasien dengan eritroderma histopatologi dapat membantu didapatkan albumin serum yang rendah dan peningkatan

gammaglobulins, ketidakseimbangan elektrolit, protein fase akut meningkat, leukositosis,

mengidentifikasi penyebab eritroderma pada sampai dengan 50% kasus, biopsi kulit dapat menunjukkan gambaran yang bervariasi, tergantung berat dan durasi proses inflamasi. Pada tahap akut, spongiosis dan parakeratosis menonjol, terjadi edema. Pada stadium kronis, akantosis dan perpanjangan rete ridge lebih dominan.(2) Eritroderma akibat limfoma, yang infiltrasi bisa menjadi semakin pleomorfik, dan mungkin akhirnya memperoleh fitur diagnostik spesifik, seperti bandlike limfoid infiltrat di dermis-epidermis, dengan sel cerebriform mononuklear atipikal dan Pautrier's microabscesses. Pasien dengan sindrom Sezary sering menunjukkan beberapa fitur dari dermatitis kronis, dan eritroderma jinak mungkin kadang-kadang menunjukkan beberapa gambaran tidak jelas pada limfoma. (2) Pemeriksaan immunofenotipe infiltrat limfoid juga mungkin sulit menyelesaikan permasalahan karena pemeriksaan ini umumnya memperlihatkan gambaran sel T matang pada eritroderma jinak maupun ganas. Pada psoriasis papilomatosis dan gambaran clubbing lapisan papiler dapat terlihat, dan pada pemfigus foliaseus, akantosis superficial juga ditemukan. Pada eritroderma ikhtisioform dan ptiriasis rubra pilaris, biopsi diulang dari tempat-tempat yang dipilih dengan cermat dapat memperlihatkan gambaran khasnya. (2)

E. DIAGNOSIS Diagnosis agak sulit ditegakkan, harus melihat dari tanda dan gejala yang sudah ada sebelumnya misalnya, warna hitam-kemerahan di psoriasis dan kuning-kemerahan di pilaris rubra pityriasis; perubahan kuku khas psoriasis; likenifikasi, erosi, dan ekskoriasi di dermatitis atopik dan eksema; menyebar, relatif hiperkeratosis tanpa skuama, dan pityriasis rubra; ditandai bercak kulit dalam eritroderma di pilaris rubra pityriasis; hiperkeratotik skala besar kulit kepala, biasanya tanpa rambut rontok di psoriasis dan dengan rambut rontok di CTCL dan pityriasis rubra, ektropion mungkin terjadi. Dengan beberapa biopsi biasanya dapat menegakkan diagnosis.
(2,4)

mencari tanda dari etiologi dari riwayat dan pemeriksaan fisik

terlihat multiple pada biopsy punch; diulangi biopsy 3-6 bulan untuk menentukan diagnosis pasti

+
diagnosis pasti dan pengobatan yang tepat

--

dilakukan pemeriksaan tambahan : biopsy untuk immunofluorescence, CBC, CD4: ratio CD8, CXR, biopsy kelenjar limfa

pikirkan DD lain

Bagan 1. langkah untuk pasien yang dicurigai ED, CBC = pemeriksaan sel darah, CXR = x-ray thoraks, PCP = pemeriksaan prime F. DIAGNOSA BANDING Ada beberapa diagnosis banding pada eritorderma : 1. Dermatitis Atopik Dermatitis atopik adalah peradangan kulit kronis yang terjadi di lapisan epidermis dan dermis, sering berhubungan dengan riwayat atopik pada keluarga asma bronchial, rhinitis alergi, konjungtivitis. Atopik terjadi diantara 15-25% populasi, berkembang dari satu menjadi banyak kelainan dan memproduksi sirkulasi antibodi IgE yang tinggi, lebih banyak karena alergi inhalasi.(11,14) Dermatitis atopik adalah penyakit kulit yang mungkin

terjadi pada usia berapapun, tetapi biasanya timbul sebelum usia 5 tahun. Biasanya, ada tiga tahap : balita, anak-anak dan dewasa.(15) Dermatitis atopik merupakan salah satu penyebab eritroderma pada orang dewasa dimana didapatkan gambaran klinisnya terdapat lesi pra-existing, pruritus yang parah, likenifikasi dan prurigo nodularis, sedangkan pada gambaran histologi terdapat akantosis ringan, spongiosis variabel, dermal eosinofil dan parakeratosis.(6)

Gambar 7. Dikutip dari pustaka 11

G)

Psoriasis Eritroderma psoriasis dapat disebabkan oleh karena pengobatan topikal yang

terlalu kuat atau oleh penyakitnya sendiri yang meluas. Ketika psoriasis menjadi eritroderma biasanya lesi yang khas untuk psoriasis tidak tampak lagi karena terdapat menghilang dimana plak-plak psoriasis menyatu, eritema dan skuama tebal universal.(2)

Psoriasis mungkin menjadi eritroderma dalam proses yang berlangsung lambat dan tidak dapat dihambat atau sangat cepat. Faktor genetik berperan. Bila orang tuanya tidak menderita psoriasis resiko mendapat psoriasis 12 %, sedangkan jika salah orang tuanya menderita psoriasis resikonya mencapai 34 39%.(5) Psoriasis ditandai dengan adanya bercak-bercak, eritema berbatas tegas dengan skuama yang kasar, berlapis-lapis dan transparan disertai fenomena tetesan lilin, Auspitz, dan Kobner.(5) seseorang

H)

Dermatitis seboroik Dermatitis seboroik adalah peradangan kulit yang kronis ditandai dengan plak

eritema yang sering terdapat pada daerah tubuh yang banyak mengandung kelenjar sebasea seperti kulit kepala, alis, lipatan nasolabial, belakang telinga, cuping hidung, ketiak, dada, antara skapula.
(16)

Dermatitis seboroik dapat terjadi pada semua umur, dan

meningkat pada usia 40 tahun.(17) Biasanya lebih berat apabila terjadi pada laki-laki daripada wanita dan lebih sering pada orang-orang yang banyak memakan lemak dan minum alkohol.(5) Biasanya kulit penderita tampak berminyak, dengan kuman pityrosporum ovale yang hidup komensal di kulit berkembang lebih subur. Pada kepala tampak eritema dan skuama halus sampai kasar (ketombe). Kulit tampak berminyak dan menghasilkan skuama putih yang berminyak pula. Penderita akan mengeluh rasa gatal yang hebat.(5)DS dapat diakibatkan oleh ploriferasi epidermis yang meningkat seperti pada psoriasis. Hal

ini dapat menerangkan mengapa terapi dengan sitostatik dapat memperbaikinya. Pada orang yang telah mempunyai faktor predisposisi, timbulnya DS dapat disebabkan oleh faktor kelelahan sterss emosional infeksi, atau defisiensi imun. (2)

TERAPI Prinsip prinsip :


1. Karena banyak kehilangan cairan, kita harus memperhatikan keseimbangan

cairannya. Diberikan cairan fisiologis.(8)


2. Anti histamin dapat menghilangkan rasa gatal. (8) 3. Emolien.(18) 4. Hentikan semua obat yang mempunyai potensi menyebabakan terjadinya penyakit

ini.(9)
5. Rawat pasien diruangan yang cukup sinar matahari. (9) 6. Perhatikan kemungkinan terjadinya masalah medis sekunder (misalnya : dehidrasi,

gagal jantung, dan infeksi). (9)


7. Biopsi kulit untuk menegakkan diagnosis pasti. (9) 8. Berikan steroid sistemik jangka pendek ( bila pada permulaan sudah dapat

didiagnosis adanya psoriasis maka mulailah mengganti dengan obat-obat anti psoriasis.
(9)

9. Mulailah pengobatan yang diperlukan untuk penyakit yang melatar belakanginya. (9

KOMPLIKASI 1. Gagal jantung 2. Gagal ginjal.


3. Kematian mendadak akibat hipotermia sentral. (9

PROGNOSIS

Prognosis eritroderma tergantung pada proses penyakit yang mendasarinya. Kasus karena penyebab obat dapat membaik setelah obat penggunaan obat dihentikan dan diberikan terapi yang sesuai.

Prognosis kasus akibat gangguan sistemik yang mendasarinya seperti limfoma akan tergantung pada kondisi keberhasilan pengobatan .

Eritroderma disebabkan oleh dermatosa akhirnya dapat diatasi dengan pengobatan, tetapi mungkin timbul kekambuhan

Kasus idiopatik adalah kasus yang tidak terduga,dapat bertahan dalam waktu yang lama, sering kali disertai dengan kondisi yang lemah.

Eritroderma yang termasuk golongan I, yakni karena alergi obat secara sistemik, prognosisnya baik. Penyembuhan golongan ini ialah yang tercepat dibandingkan dengan golongan lain.

Pada eritroderma yang belum diketahui sebabnya, pengobatan dngan kortikosteroid hanya mengurangi gejalanya, pasien akan mengalami ketergantungan kortikosteroid. (18)

5. KESIMPULAN Eritroderma adalah kelainan kulit yang ditandai dengan eritema di seluruh/ hampir seluruh tubuh dan biasanya disertai skuama. Kelainan ini lebih banyak didapatkan pada pria, terutama pada usia rata rata 40-60 tahun. Penyebab sering eritroderma adalah akibat perluasan penyakit kulit sebelumnya, reaksi obat, alergi obat dan akibat penyakit sistemik termasuk keganasan. Gambaran klinik eritrodermi berupa pruritus, eritema dan skuama yang bersifat generalisata. Penatalaksanaan eritroderma yaitu pemberian kortikosteroid dan pengobatan topical dengan pemberian emolien serta pemberian cairan dan perawatan diruangan yang hangat. Prognosis eritroderma yang disebabkan obat obatan relatif lebih baik, sedangkan eritroderma yang disebabkan oleh penyakit idipatik, dermatitis dapat berlangsung berbulan bulan bahkan bertahun tahun dan cenderung untuk kambuh.

DAFTAR PUSTAKA

1. Wasitaatmadja Syarif M. Anatomi Kulit. Djuanda A. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.

4th ed. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2005.p; 3.


2. Champion RH. Eczema, Lichenification, Prurigo, and Erythroderma. In : Champion RH

eds. Rooks, Textbook of dermatology, 5th ed. Washington ; Blackwell Scientific Publications. 1992.p; 17.48-17.49.
3. Umar H sanusi. Erythroderma (generalized exfoliative dermatitis),( online )2010.

Available From www.emedicine.com


4. Sterry W, Assaf Chalid. Papulosquamous and Eczematous Dermatoses. Erythroderma.

In : Bolognia JL, Jonzzo JL. Rapini RP, Horn TD, Mascaro JM, Saurat JH, Mancini AJ, Salasche SJ, Stingl G, editor. Dermatology. 1th ed London. Mosby. 2003. Chapter-11.p;1.
5. Djuanda A. Dermatosis Eritroskuamosa. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 4th ed.

Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2005.p; 189-190,197-200.


6. Siregar RS. Saripati penyakit kulit. Jakarta : EGC. 2004.p; 104,236. 7. Kels-Grant JM, Bernstein ML, Rothe MJ. Chapter-23Exfoliative Dermatitis. Wollf K et

all. Fitzpatricks dermatology in general medicine. 7th eds. Newyork : Megraw-Hill. 2001. Chapter-23.p; 225-8.

8. Harahap M. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta : Hipokrates; 2000.p; 28. 9. Graham robin brown, Burn tony. Lecture notes Dermatologi. Jakarta. 2002.p; 64. 10. Habif TP. Clinical Dermatology A Colour Guide To Diagnosis and Therapy. Toronto.

2004.p; 213
11. Gawkrodger JD. Dermatology an Illustrated colour text. 3rd ed. 2002.p; 40 12. Ekm. Itraconazole oral untuk terapi dermatitis seboroik. (online)2010. Available from

www.kalbe.co.id.com.
13. Hierarchical.

Pityriasis

Rubra

Pilaris.

(online)2010.

Available

from

www.lookfordiagnosis.com.
14. Sularsito SA, Djuanda S. Dermatitis. Djuanda A. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 4th

ed. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2005.p; 138.


15. Kefei K et all. Atopic Dermatitis. Papulosquamous and Eczematous Dermatoses.

Erythroderma. In : Bolognia JL, Jonzzo JL. Rapini RP, Horn TD, Mascaro JM, Saurat JH, Mancini AJ, Salasche SJ, Stingl G, editor. Dermatology. 1th ed London. Mosby. 2003. Chapter-13.p; 1.
16. Cameli Norma, Picardo Mauro. Seborrheic Dermatitis. Evidence-based dermatology. 2th

eds. Nottingham : Blackwell publishing. BMJ books; 2008. Chapter 20.p; 164.
17. Selden Samuel. Seboroik Dermatitis,(online)2010. Available From www.emedicine.com 18. Bandyopadhyay debabrata, Associate Professor and Head Departement of Dermatology,

(serial

online)

2010

(cited

2010

december

20)

available

from

http://www.tripodIndonesia.com

Você também pode gostar