Você está na página 1de 9

TUGAS AKUTANSI SYARIAH II (MUDHARABAH, MUSYARAKAH DAN WADIAH)

PENDAHULUAN
Akad berasal dari bahasa Arab aqada artinya mengikat atau mengokohkan. Secara
bahasa pengertiannya adalah ikatan, mengikat. Dikatakan ikatan (al-rabath) maksudnya
adalah menghimpun atau mengumpulkan dua ujung tali dan mengikatkan salah satunya pada
yang lainnya, hingga keduanya bersambung dan menjadi seperti seutas tali yang satu.
Dalam Al-Quran kata al-aqdu terdapat pada surat Al-Maidah ayat 1, bahwa manusia
diminta untuk memenuhi akadnya. Menurut Gemala Dewi S.H. beliau mengutip pendapat
Fathurrahman Djamil, istilah al-aqdu dapat disamakan dengan istilah verbentenis dalam KUH
Perdata.
Menurut Fiqh Islam akad berarti perikatan, perjanjian dan permufakatan (ittifaq).
Dalam kaitan ini peranan Ijab (pernyataan melakukan ikatan) dan Qabul (pernyataan
menerima ikatan) sangat berpengaruh pada objek perikatannya, apabila ijab dan qabul sesuai
dengan ketentuan syariah, maka munculah segala akibat hukum dari akad yang disepakati
tersebut.
Menurut Musthafa Az-Zarka suatu akad merupakan ikatan secara hukum yang
dilakukan oleh dua atau beberapa pihak yang sama-sama berkeinginan mengikatkan dirinya.
Kehendak tersebut sifatnya tersembunyi dalam hati, oleh karena itu menyatakannya masing-
masing harus mengungkapkan dalam suatu pernyataan yang disebut Ijab dan Qabul.
Syarat umum yang harus dipenuhi suatu akad menurut ulama fiqh antara lain, pihak-
pihak yang melakukan akad telah cakap bertindak hukum, objek akad harus ada dan dapat
diserahkan ketika akad berlangsung, akad dan objek akadnya tidak dilarang syara, ada
manfaatnya, ijab dan qabul dilakukan dalam satu majelis dan tujuan akad harus jelas dan
diakui syara.
Karena itulah ulama fiqh menetapkan apabila akad telah memenuhi rukun dan syarat
mempunyai kekuatan mengikat terhadap pihak-pihak yang melakukan akad. Hal ini sejalan
dengan Firman Allah SWT. Dalam surat Al-Maidah ayat 5 yang artinya Hai orang-orang
beriman, penuhilah akad-akad itu.
Dalam makalah ini, penulis akan menjabarkan beberapa jenis akad dalam pembiayaan
di perbankan syariah, yaitu akad mudharabah, musyarakah, dan Wadiah.
Dengan tulisan ini diharapkan mampu memberikan pemahaman yang baik dan terarah
guna mewujudkan penerapan syariah Islam secara kaffah di industri perbankan syariah di
lingkungan kita sendiri maupun di Indonesia tercinta.



TUGAS AKUTANSI SYARIAH II (MUDHARABAH, MUSYARAKAH DAN WADIAH)



PEMBAHASAN

1. MUDHARABAH

1.1.Pengertian
Dibawah ini adalah beberapa pengertian mudharabah dari beberapa sumber yang
digunakan sebagai acuan, yaitu:
Mudharabah berasal dari kata dharb, berarti memukul atau berjalan. Pengertian
memukul atau berjalan ini lebih tepatnya adalah proses seseorang memukulkan kakinya
dalam menjalankan usaha. Dan secara tehnis, mudharabah adalah akad kerjasama usaha
antara dua pihak dimana pihak pertama (shohibul maal) menyediakan seluruh (100%) modal,
sedangkan pihak kedua menjadi pengelola. Keuntungan usaha dibagi menurut kesepakatan
yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal
selama kerugian itu bukan akibat dari kelalaian si pengelola. Jika kerugian akibat dari
kelalaian pengelola, si pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut.
Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama
(pemilik dana) menyediakan seluruh dana, sedangkan pihak kedua (pengelola dana) bertindak
selaku pengelola, dan keuntungan usaha dibagi di antara mereka sesuai kesepakatan
sedangkan kerugian finansial hanya ditanggung oleh pengelola dana.
Mudharabah yaitu akad kerjasama suatu usaha antara dua pihak di mana pihak
pertama (malik, shahib al-mal, LKS) menyediakan seluruh modal, sedang pihak kedua (amil,
mudharib, nasabah) bertindak selaku pengelola, dan keuntungan usaha dibagi di antara
mereka sesuai kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak.

1.2.Landasan Syariah
Al-Quran
4pNOE=-474 4pO+)O;4C O)
^O- 4pO74-:4C }g` ;_ *.-
dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah
(al-Muzzammil: 20)

"^1 :^OU4N NEE4N_ p W-O74->
1E;_ }g)` :)O _
tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezki hasil perniagaan) dari
Tuhanmu (al-Baqarah: 198)

Al-Hadist
Abbas bin Abdul Muthallib jika menyerahkan harta sebagai mudharabah, ia
mensyaratkan kepada mudharib-nya agar tidak mengarungi lautan dan tidak menuruni
lembah, serta tidak membeli hewan ternak. Jika persyaratan itu dilanggar, ia (mudharib)
harus menanggung resikonya. Ketika persyaratan yang ditetapkan Abbas itu didengar
Rasulullah, beliau membenarkannya (HR. Thabrani dari Ibnu Abbas).
1.3.Rukun Dan Syarat Pembiayaan

TUGAS AKUTANSI SYARIAH II (MUDHARABAH, MUSYARAKAH DAN WADIAH)



Dibawah ini adalah beberapa rukun dan syarat dalam pembiayaan mudharabah yang
dimuat dalam fatwa DSN no. 7 tentang mudharabah.
1. Penyedia dana (shahibul maal) dan pengelola (mudharib) harus cakap hukum.
2. Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan
kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad), dengan memperhatikan hal-hal
berikut:
a. Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan tujuan kontrak
(akad).
b. Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kontrak.
c. Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau dengan
menggunakan cara-cara komunikasi modern.
3. Modal ialah sejumlah uang dan/atau aset yang diberikan oleh penyedia dana kepada
mudharib untuk tujuan usaha dengan syarat sebagai berikut:
a. Modal harus diketahui jumlah dan jenisnya.
b. Modal dapat berbentuk uang atau barang yang dinilai. Jika modal diberikan
dalam bentuk aset, maka aset tersebut harus dinilai pada waktu akad.
c. Modal tidak dapat berbentuk piutang dan harus dibayarkan kepada mudharib,
baik secara bertahap maupun tidak, sesuai dengan kesepakatan dalam akad.
4. Keuntungan mudharabah adalah jumlah yang didapat sebagai kelebihan dari modal.
Syarat keuntungan berikut ini harus dipenuhi:
a. Harus diperuntukkan bagi kedua pihak dan tidak boleh disyaratkan hanya
untuk satu pihak.
b. Bagian keuntungan proporsional bagi setiap pihak harus diketahui dan
dinyatakan pada waktu kontrak disepakati dan harus dalam bentuk persentase
(nisbah) dari keuntungan sesuai kesepakatan. Perubahan nisbah harus
berdasarkan kesepakatan.
c. Penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah, dan
pengelola tidak boleh menanggung kerugian apapun kecuali diakibatkan dari
kesalahan disengaja, kelalaian, atau pelanggaran kesepakatan.
5. Kegiatan usaha oleh pengelola (mudharib), sebagai perimbangan (muqabil) modal
yang disediakan oleh penyedia dana, harus memperhatikan hal-hal berikut:
a. Kegiatan usaha adalah hak eksklusif mudharib, tanpa campur tangan penyedia
dana, tetapi ia mempunyai hak untuk melakukan pengawasan.
b. Penyedia dana tidak boleh mempersempit tindakan pengelola sedemikian rupa
yang dapat menghalangi tercapainya tujuan mudharabah, yaitu keuntungan.
c. Pengelola tidak boleh menyalahi hukum Syariah Islam dalam tindakannya
yang berhubungan dengan mudharabah, dan harus mematuhi kebiasaan yang
berlaku dalam aktifitas itu.


1.4.Jenis Mudharabah
Secara umum mudharabah terdiri dari dua jenis, yaitu:

1. Mudharabah muthlaqah

TUGAS AKUTANSI SYARIAH II (MUDHARABAH, MUSYARAKAH DAN WADIAH)



adalah mudharabah dimana pemilik dana memberikan kebebasan kepada pengelola
dana dalam pengelolaan investasinya.
2. Mudharabah muqayyadah
adalah mudharabah dimana pemilik dana memberikan batasan kepada pengelola dana,
antara lain mengenai tempat, cara dan atau obyek investasi.
Seiring dengan perkembangannya,
Ada satu jenis mudharabah lagi yaitu Mudharabah Musytarakah.
Mudharabah musytarakah adalah bentuk mudharabah dimana pengelola dana menyertakan
modal atau dananya dalam kerjasama investasi.

1.5.Mekanisme Pembiayaan
Pada sisi pembiayaan, akad mudharabah biasanya diterapkan pada dua hal, yaitu:
1. Pembiayaan modal kerja, seperti modal kerja perdagangan dan jasa
2. Investasi khusus, yang disebut juga mudharabah muqayyadah, dimana sumber dana
khusus dengan penyaluran yang khusus dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan
oleh shahibul maal


2. MUSYARAKAH

2.1.Pengertian
Dibawah ini adalah beberapa pengertian musyarakah dari beberapa sumber yang
digunakan sebagai acuan, yaitu:
Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha
tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa
keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan sedangkan risiko berdasarkan porsi kontribusi
dana.
Musyarakah yaitu pembiayaan berdasarkan akad kerjasama antara dua pihak atau
lebih untuk suatu usaha tertentu, di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana
dengan ketentuan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan
kesepakatan.

2.2.Landasan Syariah
Al-Quran
;e_ +7.~4O= O) g+U<1- _
Maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga (an-Nisa: 12)

Ep)4 -LOOgVE =}g)`
g7.CUC^- O:4O gO^u4
_O>4N `*u4 ) 4g~-.-
W-ONL4`-47 W-OUg4N4
geE)UO-

TUGAS AKUTANSI SYARIAH II (MUDHARABAH, MUSYARAKAH DAN WADIAH)



Dan Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian
mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal yang saleh (Shaad: 24)

Al-Hadist
Allah swt. berfirman: Aku adalah pihak ketiga dari dua orang yang bersyarikat selama
salah satu pihak tidak mengkhianati pihak yang lain. Jika salah satu pihak telah berkhianat, Aku
keluar dari mereka. (HR. Abu Daud, yang dishahihkan oleh al-Hakim, dari Abu Hurairah).

2.3.Rukun dan syarat pembiayaan
Dibawah ini adalah beberapa rukun dan syarat dalam pembiayaan musyarakah yang
dimuat dalam fatwa DSN no. 8 tentang musyarakah.
1. Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan
kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad), dengan memperhatikan hal-hal
berikut:
a. Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan tujuan kontrak
(akad).
b. Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kontrak.
c. Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau dengan
menggunakan cara-cara komunikasi modern.
2. Pihak-pihak yang berkontrak harus cakap hukum, dan memperhatikan hal-hal berikut:
a. Kompeten dalam memberikan atau diberikan kekuasaan perwakilan.
b. Setiap mitra harus menyediakan dana dan pekerjaan, dan setiap mitra
melaksanakan kerja sebagai wakil.
c. Setiap mitra memiliki hak untuk mengatur aset musyarakah dalam proses bisnis
normal.
d. Setiap mitra memberi wewenang kepada mitra yang lain untuk mengelola aset dan
masing-masing dianggap telah diberi wewenang untuk melakukan aktifitas
musyarakah dengan memperhatikan kepentingan mitranya, tanpa melakukan
kelalaian dan kesalahan yang disengaja.
e. Seorang mitra tidak diizinkan untuk mencairkan atau menginvestasikan dana
untuk kepentingannya sendiri.
3. Obyek akad (modal, kerja, keuntungan dan kerugian)
a. Modal
Modal yang diberikan harus uang tunai, emas, perak atau yang nilainya sama.
Modal dapat terdiri dari aset perdagangan, seperti barang-barang, properti, dan
sebagainya. Jika modal berbentuk aset, harus terlebih dahulu dinilai dengan
tunai dan disepakati oleh para mitra.
Para pihak tidak boleh meminjam, meminjamkan, menyumbangkan atau
menghadiahkan modal musyarakah kepada pihak lain, kecuali atas dasar
kesepakatan.
Pada prinsipnya, dalam pembiayaan musyarakah tidak ada jaminan, namun
untuk menghindari terjadinya penyimpangan, LKS dapat meminta jaminan.
b. Kerja

TUGAS AKUTANSI SYARIAH II (MUDHARABAH, MUSYARAKAH DAN WADIAH)



Partisipasi para mitra dalam pekerjaan merupakan dasar pelaksanaan
musyarakah; akan tetapi, kesamaan porsi kerja bukanlah merupakan syarat.
Seorang mitra boleh melaksanakan kerja lebih banyak dari yang lainnya, dan
dalam hal ini ia boleh menuntut bagian keuntungan tambahan bagi dirinya.
Setiap mitra melaksanakan kerja dalam musyarakah atas nama pribadi dan
wakil dari mitranya. Kedudukan masing-masing dalam organisasi kerja harus
dijelaskan dalam kontrak.
c. Keuntungan
Keuntungan harus dikuantifikasi dengan jelas untuk menghindarkan
perbedaan dan sengketa pada waktu alokasi keuntungan atau penghentian
musyarakah.
Setiap keuntungan mitra harus dibagikan secara proporsional atas dasar
seluruh keuntungan dan tidak ada jumlah yang ditentukan di awal yang
ditetapkan bagi seorang mitra.
Seorang mitra boleh mengusulkan bahwa jika keuntungan melebihi jumlah
tertentu, kelebihan atau prosentase itu diberikan kepadanya.
Sistem pembagian keuntungan harus tertuang dengan jelas dalam akad.
d. Kerugian
Kerugian harus dibagi di antara para mitra secara proporsional menurut saham
masing-masing dalam modal.
4. Biaya Operasional dan Persengketaan
a. Biaya operasional dibebankan pada modal bersama.
b. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan
di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi
Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

2.4.Jenis Musyarakah
Secara umum, musyarakah terbagi menjadi dua jenis, yaitu:
1. Musyarakah permanen adalah musyarakah dengan ketentuan bagian dana setiap mitra
ditentukan sesuai akad dan jumlahnya tetap hingga akhir masa akad. Maksud dari
musyarakah permanen adalah syirkah uqud yang terbagi menjadi empat jenis, yaitu:
a. Inan, yaitu Usaha bersama (kongsi) dimana modal dan keahlian yang diberikan
tidak sama
b. Mufawadhah, yaitu Usaha bersama dimana modal dan keahlian yang diberikan
sama jumlah dan kualitasnya
c. Abdan, yaitu Usaha bersama dimana modal yang diberikan adalah keahlian/
tenaga
d. Wujuh, yaitu Usaha bersama dimana modal yang diberikan adalah nama baik
2. Musyarakah menurun (musyarakah mutanaqisha) adalah musyarakah dengan
ketentuan bagian dana entitas akan dialihkan secara bertahap kepada mitra sehingga
bagian dana entitas akan menurun dan pada akhir masa akad mitra akan menjadi
pemilik penuh usaha tersebut


TUGAS AKUTANSI SYARIAH II (MUDHARABAH, MUSYARAKAH DAN WADIAH)



2.5.Mekanisme pembiayaan
Pada sisi pembiayaan, akad musyarakah dapat diterapkan pada beberapa hal,
diantaranya adalah:
1. Musyarakah permanen
a. Pembiayaan proyek
b. Modal ventura
2. Musyarakah Mutanaqisah
a. Pembiayaan real estate


3. WADIAH

3.1.Pengertian
Dalam tradisi fiqih islam, prinsip titipan/simpanan dikenal dengan prinsip wadiah.
Al-wadiah dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak ke pihak lain, baik
individu maupun badan hukum, yang dijaga dan dikembalikan saja si penitip
menghendaki.
Maknanya adalah perjanjian antara pemilik barang (termasuk uang), dimana pihak
penyimpan bersedia menyimpan bersedia menyimpan dan menjaga keselamatan barang
yang dititipkan kepadanya.

3.2.Landasan Syariah

Al-Quran
Ep) -.- 7NON`4C p
W-1E> ge4L4`- -O)
E_)Uu- -O)4 +;EO
4u-4 +EEL- p W-O7^4`
;E^) _ Ep) -.-
+gg^ 7Og4C gO) Ep)
-.- 4p~E OgE- -LOO4
^)g

Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak
menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia
supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang
sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha
Melihat.

Al-Hadist

TUGAS AKUTANSI SYARIAH II (MUDHARABAH, MUSYARAKAH DAN WADIAH)



:
Artinya : Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda : Sampaikanlah
(tunaikanlah) amanat kepada yang berhak menerimanya dan jangan membalas berkhianat kepada
orang yang telah menghianatimu.

3.3. Rukun dan syarat wadiah
- . Rukun Wadiah
1. Orang yang berakad, yaitu :
Pemilik barang / penitip (muwadi)
Pihak yang menyimpan / dititipi (mustauda)
2. Barang / uang yang dititipkan (wadiah)
3. Ijab qobul / kata sepakat (sighot)

- Syarat Wadiah
1. Orang yang berakad harus :
Baligh
Berakal
Cerdas
2. Barang titipan harus :
Jelas (diketahui jenias / indentitasnya)
Dapat di pegang
Dapat dikuasai untuk di pelihara

3.4.Jenis Wadiah
1. Yad Adh-Dhamanah
Yaitu akad penitipan barang / uang, dimana pihak penerimaan titipan dapat memanfaatkannya dan
harus bertanggung jawab atas kerusakan dan kehilangan.
2. Yad Al-Amanah
Yaitu : titipan murni, yang artinya orang yang diminta untuk menjaga barang titipan diberikan amanat
atau kepercayaan untuk menjaga barang tersebut dari segala hal yang dapat merusaknya.
Perbedaan :
1. Yad Adh-Dhamanah
Obyek boleh dimanfaatkan
Kerusakan ditanggung pengguna
Biaya perawatan ditanggung pengguna
2. Yad Al-Amanah
Obyek tidak boleh dimanfaatkan
Krusakan ditanggung oleh pemilik
Biaya perawatan ditanggung pemilik

TUGAS AKUTANSI SYARIAH II (MUDHARABAH, MUSYARAKAH DAN WADIAH)




3.5.Menejemen pembiayaan
Bank sebagai penerima simpanan dapat memanfaatkan wadiah untuk tujuan :
Giri
Tabungan
Sebagai konsekuen dari yad-Adh Dhamanah, semua keuntungan dihasilkan dari dana
titipan tersebut menjadi milik bank (juga menanggung seluruh kemungkinan kerugian),
sedangkan si penyimpan mendapat imbalan jaminan keamanan terhadap barangnya dan juga
bank tidak dilarang memberikan bonus yang merupakan kebijakan dari manajemen bank.
Dalam perbankan modern yang penuh dengan kompetensi, insentif atau bonus
semacam ini dijadikan sebagai banking policy untuk merangsang semangat menabung yang
sebagai indicator kesehatan bank.






















DAFTAR PUSTAKA



Al-Quran Al-Karim.
Antonio, Muhammad Syafii. 2001. Bank Syariah dari Teori ke Praktek. Jakarta: Gema
Insani Press.
DSN. Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) no. 5, 7, 8.
IAI. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) no. 103, 105, 106.
Karim, Adiwarman. 2002. Ekonomi Mikro Islami. Jakarta: The International Institute of
Islamic Thought Indonesia.

Você também pode gostar