Você está na página 1de 22

Judul

: Perilaku Konformitas Pada Remaja Yang Berada Di Lingkungan Peminum Alkohol

Nama/Npm

: Rahayu Sumarlin / 10503145

Pembimbing : Siti Mufattahah, S.Psi

ABSTRAKSI Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara mendalam tentang gambaran perilaku konformitas, faktor-faktor yang mempengaruhi serta dampak-dampak meminum alkohol. Pertanyaan penelitian yang diajukan adalah bagaimana gambaran perilaku konformitas pada remaja yang berada di lingkugan peminum alkohol, faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konformitas ada remaja yang berada pada lingkungan peminum alkohol dan Dampak-dampak yang ditimbulkan akibat meminum alkohol. Hasil penelitian ini, menunjukkan bahwa remaja yang berada di lingkungan peminum ini memiliki gambaran konformitas compliance karena pernah melakukan sesuatu walaupun itu bertentangan dengan hati nurani dan tidak dapat menolak ajakan sesuatu dari temannya dengan tujuan agar bisa diterima oleh teman-temannya. Acceptance seperti adanya tekanan dari kelompok untuk melakukan sesuatu. Prososial seperti pernah melakukan hal-hal yang bersifat positif dan melakukan sesuatu sesuai dengan norma-norma yang berlaku. Netral seperti melakukan sesuatu agar tidak disisihkan dan agar tidak menyinggung perasaan temannya. Anti sosial seperti merugikan diri sendiri dan orang lain. Faktor-faktor yang mempengaruhi konformitas pada remaja yang berada di lingkungan peminum antara lain keterpaduan karena memiliki ikatan yang kuat terhadap kelompoknya, merasa bahwa kelompoknya merupakan hal yang penting dalam hidupnya dan sangat besar pengaruhnya. Ukuran kelompok karena besarnya jumlah anggota kelompok yang sangat berpengaruh dan cenderung untuk lebih memilih anggota kelompok dengan jumlah yang banyak. Suara bulat karena lebih memilih keputusan bersama dari pada memperthankan pendapat sendiri. Status karena tingginya status seseorang yang ada dikelompok dianggap bisa dijadikan contoh karena ada sesuatu hal yang lebih dari orang tersebut. Tanggapan umum seperti lebih percaya fakta dari pada kabar yang baru didengar. Komitmen umum seperti tidak mempunyai komitmen terhadap siapapun. Pengaruh informasi karena subjek bisa memperoleh informasi dari kelompoknya tersebut. Kepercayaan terhadap kelompok karena subjek sudah mengenal lama kelompoknya sehingga subjek percaya terhadap pendapat kelompoknya. Kepercayaan yang lemah terhadap penilaian diri sendiri karena merasa tidak percaya diri dan tidak yakin kepada diri sendiri sehingga membuat subjek menjadi bergantung kepada teman-temannya. Rasa takut terhadap celaan sosial dan penyimpangan seperti mau melakukan apa saja untuk kelompok agar tidak disisihkan dan di cela. Dampak-dampak yang dapat ditimbulkan akibat meminum alkohol antara lain penurunan daya ingat, perasaan was-was, kesulitan pemecahan masalah, stroke, impotent, mandul, penyakit hati (liver), kecanduan, free sex, drugs, kehabisan uang, bahkan bisa menyebabkan kematian. Beberapa dampak tersebut sudah dapat dirasakan oleh subjek.
i

Kata kunci: Perilaku Konformitas, Remaja, Dampak meminum alkohol

BAB I A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia sebagai makhluk pribadi mengalami beberapa proses perkembangan dalam hidupnya, baik secara fisik maupun psikologis. Mulai dari masa kanak-kanak, remaja sampai pada masa dewasa dan usia tua. Pada setiap masanya, individu akan menemukan hal-hal baru dan pengalaman-pengalaman baru yang akan menuntunnya ke masa selanjutnya. Masa remaja merupakan suatu masa yang menjadi lebih diperhatikan, karena masa remaja merupakan masa yang penuh gejolak dimana remaja memiliki dunia tersendiri. Selain itu masa remaja juga merupakan waktu yang paling berkesan dalam kehidupan individu (Fatimah, 2006). Kehidupan remaja merupakan masa transisi antara kehidupan anak-anak menuju ke kehidupan dewasa. Salah satu tugas perkembangan yang harus dipenuhi oleh remaja adalah bergaul dengan kelompok pria dan wanita yang sebaya (Havighurst dalam Hurlock, 1996). Tugas perkembangan masa remaja difokuskan pada upaya meninggalkan sikap dan perilaku kekanakkanakan serta berusaha untuk mencapai kemampuan bersikap dan berperilaku secara dewasa (Ali & Asrori, 2005). Tugas-tugas perkembangan merupakan suatu proses yang menggambarkan perilaku kehidupan sosiopsikologis manusia pada posisi yang harmonis di dalam lingkungan masyarakat yang lebih luas dan kompleks. Proses tersebut merupakan tugas-tugas perkembangan fisik dan psikis yang harus dipelajari, dijalani, dan dikuasai oleh setiap individu (Fatimah, 2006).

Debesse (dalam Monks dkk, 1999) berpendapat bahwa remaja menonjolkan sesuatu yang membedakan dirinya dengan orang dewasa, yaitu originalitasnya bukan identitasnya. Ciri-ciri yang menonjol pada usia remaja ini terutama terlihat dalam perilaku sosialnya. Dalam masa-masa ini teman sebaya mempunyai arti yang amat penting. Mereka ikut dalam kelompokkelompok, klik-klik, atau geng-geng sebaya (Riyanti dkk, 1996). Kelompok teman sebaya memberikan sebuah dunia, tempat remaja dapat melakukan sosialisasi dalam suasana dimana nilai-nilai yang berlaku bukanlah nilai-nilai yang diletakkan oleh orang dewasa, melainkan oleh teman-teman seusianya (Hurlock, 1996). Ketika jaman berubah dengan cepat, remaja adalah salah satu kelompok yang rentan untuk ikut terbawa arus, tak lain karena mereka memiliki karakteristik tersendiri yang unik : labil, sedang pada taraf mencari identitas, mengalami masa transisi dari remaja menuju status dewasa dan sebagainya. Secara sosiologis, remaja umumnya memang amat rentan terhadap pengaruh-pengaruh eksternal. Karena proses pencarian jati diri itu, mereka mudah sekali terombang-ambing dan masih merasa sulit menentukan tokoh panutannya. Mereka juga mudah terpengaruh oleh gaya hidup masyarakat di sekitarnya. Karena kondisi kejiwaan yang labil juga remaja mudah terpengaruh. Mereka cenderung mengambil jalan pintas dan tidak mau pusing-pusing memikirkan dampak negatifnya (Suyatno, 2007). Hartadi (1997) mengatakan bahwa masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa puber. Pada
ii

masa inilah umumnya dikenal sebagai masa pancaroba keadaan remaja penuh energi, serba ingin tahu, belum sepenuhnya memiliki pertimbangan yang matang, mudah terombang-ambing, mudah terpengaruh, nekat dan berani, emosi tinggi, selalu ingin mencoba dan tidak mau ketinggalan. Pada masa-masa inilah mereka merupakan kelompok yang paling rawan berkaitan dengan penyalahgunaan obat terlarang. Pengaruh teman-teman sebaya terhadap sikap, pembicaraan, minat, penampilan, dan tingkah laku lebih besar daripada pengaruh keluarga. Hal ini disebabkan karena remaja lebih banyak berada di luar rumah bersama teman-teman sebaya sebagai kelompok. Sebagai contoh, dengan alasan ingin diterima oleh kelompoknya, maka remaja mencoba minum minuman keras, mengkonsumsi obat terlarang atau merokok tanpa mempertimbangkan perasaannya sendiri, remaja cenderung mengikutinya. Menurut Sigelman dan Shaffer (dalam Yusuf, 2000) terdapat dua aspek kepribadian remaja yang berkembang secara menonjol dalam pengalamannya bergaul dengan teman sebaya. Pertama social cognition yaitu dimana kemampuan yang berpengaruh kuat terhadap minatnya untuk bergaul atau membentuk persahabatan. Kedua adalah conformity yaitu motif untuk menjadi sama, sesuai, seragam dengan nilainilai, kebiasaan, kegemaran (hobi), atau budaya teman sebayanya. Konsep konformitas yang dikemukakan Evert (dalam Monks dkk, 1999) bahwa besarnya pengaruh lingkungan atau kelompok tersebut sampai pada pemberian norma tingkah laku oleh kelompok. Bagi remaja yang memiliki kecendrungan kuat untuk masuk kelompok, maka pengaruh pemberian norma oleh kelompok tersebut akan berdampak pada
iii

timbulnya konformitas yang kuat. Kondisi demikian akan membuat remaja cenderung untuk lebih menyesuaikan diri dengan norma kelompok agar mendapatkan penerimaan dan menghindari penolakan. Tiap-tiap anggota kelompok pasti ingin diterima dan diperlakukan sebagai anggota kelompok yang sama oleh anggota kelompok yang lain. Tiap angota juga akan berusaha untuk berperilaku sesuai dengan norma-norma kelompok yang berlaku. Keinginan ini berkembang menjadi mengikuti apa saja yang oleh mayoritas anggota diterima sebagai sesuatu yang benar (Robbins, 1996). Di dalam kelompok, terbentuk suatu persatuan dan rasa solidaritas yang kuat yang diikat oleh nilai dan norma kelompok yang telah disepakati bersama (Fatimah, 2006). Norma diperlukan oleh individu atau kelompok-kelompok dalam masyarakat untuk melindungi diri dari ancaman pelanggaran hak dari orang atau kelompok. Oleh karena itu individu dan kelompok dalam masyarakat diharapkan mentaati norma-norma yang berlaku. Remaja biasanya memiliki standar norma tertentu yang sesuai dengan kelompok mereka (Kotia dalam Sarwono, 2005). Agar tidak dikucilkan, biasanya tiap anggota kelompok berusaha untuk menjadi konformis, yaitu tidak berbeda dengan orang lain di dalam kelompoknya. Dorongan demikian tidak hanya datang dari dalam diri sendiri tetapi juga datang dari luar diri biasanya datang dalam bentuk tekanantekanan kelompok ataupun tekanan dari anggota kelompok yang lain (Robbins, 1996). Untuk bisa mengikuti norma di dalam kelompok tidaklah mudah, karena setiap individu memiliki budaya dan kebiasaan yang berbeda-beda, mau tidak mau individu harus dan akan berusaha untuk

mengikuti apa yang telah menjadi kesepakatan di dalam kelompoknya. Pada saat itulah individu dihadapkan pada situasi konform terhadap kelompoknya (Robbins, 1996) Konformitas kepada norma tersebut terjadi apabila norma tersebut secara jelas dinyatakan, individu berada dalam pengawasan kelompok, kelompok memiliki sanksi yang kuat dan kelompoknya memiliki sifat kohesif yang tinggi. Sikap konform yang ditunjukkan oleh remaja itu sendiri seolah-olah menjadi budak dari peraturan kelompoknya, seperti berpakaian mencontoh teman-temannya,menggunakan slang atau bahasa khas remaja dan mengikuti model rambut yang sama (Johnson dalam Yusuf, 2000). Pada masa remaja juga ada beberapa minat yang ditunjukkan dari remaja salah satunya minat terhadap hal simbolik. Tinggi rendahnya status seseorang, yang menjadi ukuran prestisenya, biasanya digambarkan dengan hal-hal yang bersifat simbolik. Bagi remaja, hal-hal yang bersifat simbolik itu menunjukkan status sosial ekonomi yang lebih tinggi dari pada teman-teman lain dalam kelompok, bahwa dia mencapai prestasi yang tinggi, bahwa dia bergabung dengan kelompok dan merupakan anggota yang diterima kelompok karena penampilan atau perbuatan yang sama dengan penampilan dan perbuatan anggota kelompok lainnya dan bahwa dia mempunyai status yang hampir dewasa di dalam masyarakat (Al-Mighwar, 2006). Hal-hal yang bersifat simbolik itu memiliki arti besar bagi semua remaja untuk mendekatkan dirinya ke usia dewasa, sehingga mereka selalu mencari simbolsimbol baru. Bila tanpa arahan dan bimbingan yang baik dan benar, aplikasi hal-hal yang bersifat simbolik itu bisa berlebihan, bahkan menyimpang, seperti
iv

berhubungan seks sebelum menikah, merokok, minum-minuman keras, mengkonsumsi berbagai jenis obat terlarang, tauran dan sebagainya (Al-Mighwar, 2006). Menurut Hartadi (1997) ternyata obat terlarang bukan hanya narkotik saja, ternyata yang sedang populer sekarang NAZA (Narkotika, Alkohol, dan Zat Adiktif lainnya) juga termasuk dalam obat terlarang. Maka obat terlarang juga mencakup alkohol, psikotropika, tembakau dan zat adiktif lainnya. Minuman beralkohol bukan merupakan minuman yang baru saja ada, sejak ribuan tahun yang silam ini sudah ada, bahkan istilah alkohol itu sendiri pada awalnya berasal dari bahasa Arab Al Kuhl. Alkohol merupakan suatu senyawa kimia yang mengandung gugus OH, sedangkan yang dikenal sebagai minuman adalah jenis etanol (C2H5OH). Orang yang kecanduan alkohol biasanya disebut dengan alkoholisme, istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Magnus Huss, seorang pejabat bidang kesehatan masyarakat di Swedia pada tahun 1849. Penderita alkoholisme di Indonesia cukup banyak tetapi belum ada data konkret mengenai hal tersebut (Bachtiar, 2006). Berdasarkan peraturan Menteri Kesehatan RI No. 86/Menkes/Per/IV/77 tentang minuman keras, minuman beralkohol dikategorikan sebagai minuman keras dan dibagi menjadi 3 golongan berdasarkan persentase kandungan etanol volume per volume pada suhu20 C. Minuman dengan kadar etanol 1-5% dikategorikan sebagai minuman keras golongan A, minuman dengan kadar etanol lebih dari 5% sampai dengan 20% tergolong minuman keras golongan B sedangkan minuman dengan kadar etanol golongan C mengandung etanol lebih dari 20% sampai dengan 55% (Jurnal LPPOM MUI, 2006).

Dewasa ini fenomena meminum minuman keras (minuman beralkohol) di kalangan remaja sudah bukan menjadi hal yang tabu lagi. Mereka tidak takut untuk membelinya. Biasanya mereka membeli minuman tersebut untuk diminum bersama. Tampaknya sebagian dari remaja tersebut membeli minuman beralkohol sudah seperti membeli coca-cola saja. Tidak susah bagi mereka untuk membelinya, siapa saja bisa membelinya asal punya uang bisa menikmati alkohol tersebut, mereka tinggal pilih mulai dari yang ringan, sedang atau keras sekalipun. Mereka tidak hanya meminumnya pada saat berkumpul saja tetapi juga kadang meminumnya pada saat pergi ke suatu tempat yang menurut mereka membutuhkan minuman itu, misalnya mereka pergi mendaki gunung. Bagi mereka meminum minuman beralkohol tersebut mempunyai tujuan agar bisa menghangatkan badan dan tidak jarang bagi mereka membawa minuman tersebut adalah hal yang wajib sejauh mereka tidak pernah mengalami kesulitan membeli minuman beralkohol ini. Minuman ini sendiri merupakan kegiatan kelompok, hanya sedikit remaja mau minum sendirian. Mengingat minum minuman beralkohol terbatas pada kegiatan kelompok selama tahun-tahun masa remaja, jarang ada remaja yang menjadi kecanduan. Rasa nikmat pada minuman keras terus berkembang selama masa remaja menimbulkan kecendrungan untuk menganggap minuman sebagai simbol yang penting bagi keanggotaan kelompok. Dalam kondisi seperti itu, bibit untuk menjadi pecandu mulai berkembang baik bagi anak perempuan maupun anak laki-laki (AlMighwar, 2006). Di Indonesia diperkirakan pengguna minuman beralkohol mencapai 1-2 persen dari total penduduk atau kira-kira sampai 4 juta jiwa (Wibowo, 2007). Di Indonesia 30
v

% dari penderita yang dirawat karena ketergantungan obat adalah peminum alkohol. Menurut hasil penelitian oleh Prof Soejono P seorang pakar Ilmu Kedokteran Jiwa didapatkan bahwa 50 % dari pelajar sudah pernah minum-minuman keras. Sebagian besar alasan mereka mengkonsumsi miras adalah untuk menenangkan pikiran didapat data sebanyak 40 %, disusul oleh karena ikut-ikutan teman sebanyak 25 % dan hanya untuk coba-coba sebanyak 11 % (Bachtiar, 2006). Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa perilaku konformitas pada remaja berpengaruh besar terhadap lingkungan kelompok sehingga di dalam kelompok tersebut muncul norma-norma yang mengatur kelompok tersebut. Pada remaja biasanya mereka selalu ingin berkelompok dalam hidupnya. Biasanya pada remaja mereka ingin diterima dan diperlakukan yang sama oleh anggota kelompok yang lain, untuk itu mau tidak mau mereka berperilaku sesuai dengan norma-norma kelompok yang berlaku agar mereka bisa diterima. Jika remaja tersebut masuk kedalam kelompok yang mempunyai kegiatan yang positif, maka remaja tersebut akan menghasilkan nilai yang positif juga. Begitu sebaliknya apabila remaja masuk atau bergabung dalam kelompok yang mempunyai kegiatan yang negatif maka remaja tersebut akan menghasilkan nilai yang negatif pula. Sebagai contoh pada remaja yang melakukan minum minuman keras. Pada saat usia remaja tidak bisa dipungkiri bahwa remaja termasuk individu yang ingin mencoba segala sesuatu hal masih baru baginya. Pada kegiatan minum minuman keras ini, remaja biasanya terpengaruh akan kelompoknya, dengan tujuan agar ia bisa bergabung dan diakui dalam kelompoknya tersebut. Akibatnya lama kelamaan itu akan menjadi kecanduan bagi remaja itu sendiri atau dalam istilah psikologi lebih dikenal dengan alkoholisme,

sedangkan orang yang menggunakannya disebut alkoholik. B. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan diatas, maka yang menjadi masalah penelitian adalah : 1.Bagaimana gambaran perilaku konformitas pada remaja yang berada dalam lingkungan peminum alkohol ? 2.Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perilaku konformitas pada remaja yang berada pada lingkungan peminum alkohol ? 3. Dampak-dampak yang ditimbulkan akibat meminum alkohol ? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai gambaran perilaku konformitas pada remaja yang berada di lingkungan peminum dan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konformitas pada remaja yang berada di lingkungan peminum serta melihat dampak-dampak apa yang di timbulkan akibat meminum alkohol. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi ilmu psikologi khususnya psikologi perkembangan dan psikologi sosial serta dapat menjadi masukkan yang berguna dan dapat sebagai tambahan bahan referensi bagi penelitian lebih lanjut dengan menggali lebih dalam tentang perilaku konformitas pada kelompok remaja dan mengenai perilaku peminum alkohol pada remaja. 2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan masukan dan gambaran mengenai perilaku konformitas kepada masyarakat umum khususnya untuk para remaja terutama yang berada di lingkungan peminum serta kepada orang tua agar dapat lebih memberikan perhatian kepada remaja. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengertian Konformitas konformitas adalah suatu bentuk perilaku, sikap, dan keyakinan yang ditampilkan oleh seseorang baik karena adanya tekanan dari kelompok maupun yang hanya ingin berperilaku sama dengan orang lain dan mengindahkan nilai-nilai yang berlaku. Tujuan dari sikap konform itu membuat suatu kesan yang baik agar dapat diterima oleh kelompoknya atau orang lain. 2. Bentuk-bentuk Konformitas Sarwono (2005) mengatakan bahwa terdapat dua bentuk konformitas yaitu: a. Menurut (compliance) Adalah konformitas yang dilakukan secara terbuka sehingga terlihat oleh umum walaupun hatinya tidak setuju. Kalau perilaku menurut ini adalah terhadap suatu perintah maka namanya adalah ketaatan (obedience), misalnya anggota tentara yang menembak musuh atas perintah komandannya. b. Penerimaan (acceptance) Adalah konformitas yang disertai perilaku dan kepercayaan yang sesuai dengan tatanan sosial, misalnya berganti agama sesuai kepercayaan sendiri, memenuhi ajakan teman-teman untuk membolos.

vi

Myers (1996) menjelaskan bahwa bentuk konformitas dapat dibagi menjadi dua: a. Acceptance Konformitas ini terjadi karena pengaruh sosial yang bersifat informatif. Bentuk konformitas ini dimana perilaku dan keyakinan individu sesuai dengan tekanan kelompok. b. Compliance Konformitas ini terjadi karena pengaruh sosial yang bersifat normatif. Hal ini melibatkan perilaku kita sesuai dengan harapan orang lain. Bentuk konformitas ini dimana individu berperilaku sesuai dengan tekanan kelompok, sementara secara pribadi individu yang bersangkutan tidak menyetujui perilaku tersebut. Konformitas ini terjadi untuk diterima di dalam kelompok atau untuk menghindari penolakan. 3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konformitas Menurut Sarwono (2005), faktorfaktor yang mempengaruhi konformitas adalah: a. Keterpaduan (cohesiveness) Keterpaduan atau kohesi (cohesiveness) adalah perasaan kekitaan antara anggota kelompok. Semakin kuat rasa keterpaduan atau kekitaan tersebut, semakin besar pengaruhnya pada perilaku individu. b. Ukuran Kelompok Berdasarkan dari percobaan dari Milgram, dkk (dalam Sarwono, 2005) dapat disimpulkan bahwa semakin besar kelompok, semakin besar pula pengaruhnya.
vii

c. Suara Bulat Dalam hal harus dicapai suara bulat, satu orang atau minoritas yang suaranya paling berbeda tidak dapat bertahan lama. Mereka merasa tidak enak dan tertekan sehingga akhirnya mereka menyerah pada pendapat kelompok mayoritas. d. Status Semakin tinggi status orang yang menjadi contoh, maka semakin besar pengaruhnya bagi orang lain untuk konform atau patuh. e. Tanggapan Umum Perilaku yang terbuka, yang dapat didengar atau dilihat lebih mendorong konformitas dari pada perilaku yang hanya dapat didengar dan diketahui oleh orang tertentu saja (Myers dalam Sarwono, 2005). f. Komitmen Umum Orang yang tidak mempunyai komitmen apa-apa kepada masyarakat atau orang lain lebih mudah konform daripada yang sudah pernah mengucapkan suatu pendapat (Deutsch & Gerrard dalam Sarwono, 2005). Menurut Sears dkk (1985) ada beberapa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi konformitas yaitu: a. Pengaruh Informasi Orang lain merupakan sumber informasi yang penting. Oleh karena itu, tingkat konformitas yang didasarkan pada informasi ditentukan oleh dua aspek situasi, yaitu sejauh mana mutu informasi yang dimiliki orang lain tentang apa yang benar dan sejauh mana

kepercayaan diri kita terhadap penilaian kita sendiri. b. Kepercayaan terhadap Kelompok Dalam situasi konformitas, individu mempunyai suatu pandangan dan kemudian menyadari bahwa kelompoknya menganut pandangan yang bertentangan. Individu ingin memberikan informasi yang tepat, oleh karena itu semakin besar kepercayaan individu terhadap kelompok sebagai sumber informasi yang benar, semakin besar pula kemungkinan untuk menyesuaikan diri terhadap kelompok. c. Kepercayaan yang Lemah Terhadap Penilaian Sendiri Sesuatu yang menigkatkan kepercayaan individu terhadap penilaiannya sendiri akan menurunkan konformitas. Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi rasa percaya diri dan tingkat konformitas adalah tingkat keyakinan orang tersebut pada kemampuannya sendiri untuk menampilkan suatu reaksi, selain itu tingkat kesulitan penilaian yang dibuat juga dapat mempengaruhi keyakinan individu terhadap kemampuannya. Dimana semakin sulit penilaian tersebut, semakin rendah rasa percaya yang dimiliki. d. Rasa Takut Terhadap Celaan Sosial dan Penyimpangan Alasan seseorang melakukan konformitas salah satunya adalah demi memperoleh persetujuan atau menghindari celaan kelompok. Seseorang tidak mau dilihat sebagai orang lain dari yang lain, ia ingin agar kelompok tempat ia berada menyukainya, memperlakukannya dengan baik dan bersedia menerima dirinya.
viii

B. Remaja 1. Pengertian Remaja remaja adalah suatu periode peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa dan telah mengalami kematangan mental, emosi, sosial, serta fisik dengan rentang usia 12 tahun sampai dengan 22 tahun. 2. Karakteristik Umum Remaja Masa remaja dikenal dengan masa mencari jati diri, dikarenakan masa remaja merupakan masa peralihan antara masa kehidupan anak-anak dan masa kehidupan orang dewasa (Erickson dalam Ali & Asrori, 2005). Oleh karena itu ada sejumlah sikap yang ditunjukkan oleh remaja, yaitu sebagai berikut: a. Kegelisahan Pada masa remaja adanya dorongan untuk mendapat pengalaman sebanyakbanyaknya untuk menambah pengetahuan. Tetapi dipihak lain remaja merasa belum mampu melakukan berbagai hal dengan baik sehingga tidak berani mengambil tindakan mencari pengalaman langsung dari sumbernya. Tarik-menarik antara angan-angan yang tinggi dengan kemampuan yang masih belum memadai mengakibatkan mereka diliputi oleh perasaan gelisah. b. Pertentangan Sebagai individu yang sedang mencari jati diri, remaja berada pada situasi psikologis antara ingin melepaskan diri dari orang tua dan perasaan masih belum mampu untuk mandiri. Oleh karena itu, pada umumnya remaja sering mengalami kebingungan karena sering terjadi pertentangan antara

mereka dengan orang tua. Pertentangan yang sering terjadi itu menimbulkan keinginan remaja untuk melepaskan diri dari orang tua kemudian ditentangnya sendiri karena dalam diri remaja ada keinginan untuk memperoleh rasa aman c. Mengkhayal Khayalan remaja putera biasanya berkisar pada soal prestasi dan jenjang karir, sedangkan remaja puteri lebih mengkhayalkan romantika hidup. Khayalan ini tidak selamanya bersifat negatif. Sebab khayalan ini kadangkadang menghasilkan sesuatu yang bersifat konstruktif, misalnya timbul ide-ide tertentu yang dapat direalisasikan. d. Aktivitas Berkelompok Berbagai macam keinginan para remaja seringkali tidak dapat terpenuhi karena bermacam-macam kendala. Kebanyakan remaja menemukan jalan keluar dari kesulitannya setelah mereka berkumpul dengan rekan sebaya untuk kegiatan bersama. Mereka melakukan suatu kegiatan secara berkelompok sehingga berbagai kendala dapat diatasi bersama-sama. e. Keinginan Mencoba Segala Sesuatu Pada umumnya, remaja memiliki rasa ingin tahu yang tinggi (high curiousity). Karena didorong oleh rasa ingin tahu yang tinggi. Remaja cenderung ingin berpetualang dan mencoba segala sesuatu yang belum pernah dialaminya. C. Peminum Alkohol 1. Pengertian Peminum Alkohol alkohol adalah berupa cairan yang tidak berwarna yang mudah menguap, terbakar,
ix

dan dapat memabukkan apabila bila dikonsumsi dalam jumlah banyak yang akhirnya dapat meyebabkan kecanduan pada orang yang meminumnya yang biasa dikenal dengan istilah alkoholik. 2. Karakteristik Peminum Alkohol Menurut data subjektif pada diagnosa keperawatan ada beberapa karekteristik peminum alkohol (Lynda, 2000) antara lain: a. Teman-temannya peminum alkohol berat b. Berjanji untuk berhenti atau mengurangi masukan c. Gagal untuk mengingat kejadian ketika minum alkohol d. Menghindari pembicaraan tentang menggunakan alkohol e. Menyatakan alasan-alasannya menggunakan alkohol f. Kasar secara verbal atau secara fisik g. Adanya penyesalan 3. Gangguan Mental Organik (GMO) / Gangguan Mental Perilaku (GMP) akibat NAZA Mereka yang mengkonsumsi NAZA akan mengalami gangguan mental organik (GMO) / gangguan mental perilaku (GMP). Gangguan mental tersebut (GMO/GMP) disebabkan karena NAZA menggagnggu sistem atau fungsi neuro-transmiter pada sususnan saraf pusat (otak) yang mengakibatkan terganggunya fungsi berfikir, berperasaan dan berperilaku yang bersangkutan. a. Perubahan perilaku misalnya perkelahian dan tindak kekerasan lainnya. Ketidakmampuan menilai realitas, gangguan dalam fungsi sosial dan pekerjaan. b. Gejala fisiologik 1) Bicara cadel

2) Gangguan koordinasi 3) Cara jalan yang tidak mantap 4) Mata jereng (nistakmus) 5) Muka merah c. Gejala Psikologik 1) Perubahan alam perasaan 2) Mudah marah dan tersinggung 3) Banyak bicara (melantur) 4) Hendaya / gangguan perhatian / konsentrasi. Hendaya ini besar pengaruhnya bagi terjadinya kecelakaan lalu lintas. d. Gejala putus alkohol 1) Gemetaran (tremor) kasar pada tangan, lidah dan kelopak mata 2) Mual dan muntah 3) Jantung berdebar-debar, tekanan darah meninggi dan keringat berlebihan 4) Kecemasan (gelisah, tidak tenang, rasa ketakutan) 5) Perubahan alam perasaan (pemurung, mudah tersinggung, depresi berat, pikiran kematian dan keinginan bunuh diri) 6) Tekanan darah menurun karena perubahan posisi tubuh (hipotensi ortostatk) 7) Halusinasi pendengaran (mendengar suara-suara ancaman padahal tidak ada sumber / stimulus suara itu) BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian 1. Definisi Studi Kasus studi kasus ialah suatu penelitian mendalam yang dilakukan untuk memberikan gambaran mendalam mengenai suatu kasus yang dapat dilakukan secara kuantitatif maupun
x

kualitatif dengan sasaran perorangan, kelompok atau lembaga bahkan masyarakat luas yang mempunyai karakteristik tertentu. 2. Tipe-tipe Studi Kasus Poerwandari (2001) membedakan studi kasus dalam beberapa tipe, yaitu: a. Studi kasus intrinsik Penelitian ini dilakukan karena ketertarikan atau kepedulian pada suatu kasus khusus. Penelitian dilakukan untuk memahami secara utuh kasus tersebut, tanpa harus dimaksudkan untuk menghasilkan konsep-konsep atau teori ataupun tanpa upaya menggeneralisasi. b. Studi kasus instrumental Yaitu penelitian pada suatu kasus unik tertentu, dilakukan untuk memahami isu dengan lebih baik, juga untuk mengembangkan, memperhalus teori. c. Studi kasus kolektif Yaitu suatu studi kasus instrumental yang diperluas sehingga mencakup beberapa kasus. Tujuannya adalah untuk mempelajari fenomena atau populasi atau kondisi umum dengan lebih mendalam. B. Subjek Penelitian Pada penelitian ini tema yang diangkat berada dalam lingkup psikologi di bidang sosial dan perkembangan, yang merupakan cabang dari ilmu psikologi secara umum, seperti diketahui bahwa karakteristik subjek penelitian di dalam bidang psikologi sosial dan perkembangan adalah berada dalam setting sosial maupun perkembangan yang direpresentasikan dengan berbagai lingkungan sosial atau kelompok orang yang memiliki suatu

masalah tertentu secara jelas dan dapat diukur dan diobservasi perilakunya yang berkaitan dengan ilmu psikologi. Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah seorang individu berjenis kelamin laki-laki, berusia 21 tahun yang melakukan perilaku konformitas dilingkungannya. C.Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini, memilih dan menggunakan teknik wawancara terbuka dimana subjek tahu bahwa mereka sedang di wawancarai dan mengetahui pula apa maksud wawancara itu serta menggunakan menggunakan petunjuk umum wawancara, dimana peneliti telah membuat kerangka dan garis besar pokok-pokok yang akan ditanyakan dalam proses wawancara. Dalam studi kasus ini peneliti menggunakan teknik observasi non partisipan, karena peneliti tidak berperan serta ikut ambil bagian dalam kehidupan atau kegiatan-kegiatan orang yang diobservasi. D. Alat Bantu Penelitian Menurut Poerwandari (2001) penelitian berperan besar dalam seluruh proses penelitian, mulai dari memilih topik, mendekati topik, mengumpulkan data-data, hingga menganalisis dan menginterpretasikannya. Dalam mengumpulkan data-data, penulis membutuhkan alat bantu (instrumen penelitian). Dalam penelitian ini menggunakan instrumen: 1. Pedoman wawancara Dalam melakukan wawancara dengan pedoman umum penelitian menggunakan pedoman wawancara yang berdasarkan tujuan, teori serta kegunaannya. Pedoman wawancara
xi

disusun berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konformitas pada remaja, bentuk-bentuk konformitas, dan dampak-dampak meminum alkohol. 2. Pedoman observasi Peneliti menyusun pedoman observasi untuk mengamati gambaran perilaku konformitas pada remaja yang berada di lingkungan peminum. Selain itu pada saat wawancara peneliti dapat melakukan observasi dengan memperhatikan aspek-aspek fisik, cara menjawab dan gerak tubuh subjek. 3. Alat perekam Alat perekam berguna sebagai alat bantu pada saat wawancara, agar penulis dapat benar-banar berkonsentrasi pada proses pengambilan data tanpa harus berhenti untuk mencatat jawaban responden. Dalam mengumpulkan data baru dapat dipergunakan setelah penulis mendapat ijin dari subjek untuk menggunakan alat tersebut selama proses wawancara berlangsung. E. Keakuratan Penelitian Menurut Moleong (2004) triangulasi adalh teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Teknik yang paling banyak digunakan adalah pemeriksaan melalui sumber lain. Denzin (dalam Moleong, 2004) membedakan empat macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik dan teori. Triangulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh

melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif. Pada triangulasi dengan metode, menurut Patton (dalam Moleong, 2004), terdapat dua strategi, yaitu: (1) pengecekan derajat kepercayaan penemuan hasil penelitian beberapa teknik pengumpulan data, dan (2) pengecekan derajat kepercayaan beberapa sumber data dengan metode yang sama. Teknik triangulasi yang ketiga ialah dengan jalan memanfaatkan peneliti atau pengamat lainnya untuk keperluan pengecekan kembali derajat kepercayaan data. Pemanfaatan pengamat lainnya membantu mengurangi kemencengan dalam pengumpulan data. Pada dasarnya pengamatan suatu tim penelitian dapat direalisasikan dilihat dari segi teknik ini. Cara ini ialah membandingkan hasil pekerjaan seorang analisis dengan analisis lainnya. Tiangulasi dengan teori, menurut Lincoln dan Guba (dalam Moleong, 2004), berdasarkan anggapan bahwa fakta tertentu tidak dapat diperiksa derajat kepercayaannya dengan satu atau lebih teori. Dalam hal ini, jika analisis telah menguraikan pola hubungan dan menyertakan penjelasan yang muncul dari analisis, maka penting sekali untuk mencari tema atau penjelasan pembanding. Secara induktif hal itu dilakukan dengan mengarahkan pada upaya penemuan penelitian lainnya. Sedangkan secara logika dilakukan dengan usaha pencarian cara lainnya untuk mengorganisasikan data dengan jalan memikirkan kemungkinan-kemungkinan itu dapat ditunjang oleh data. Dipihak lain Patton berpendapat lain, bahwa hal itu dapat dilaksanakan dan hal itu dinamakan penjelasan pembanding.

F. Teknik Analisis Data Adapun proses analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini akan dianalisa dengan teknik data kualitatif yang diajukan oleh Lacey & Luff (dalam Patilima, 2005) dalam menganalisa penelitian kualitatif terdapat beberapa tahapan yang perlu dilakukan. Tahapantahapan tersebut adalah: 1. Transkripsi Hampir semua penelitian kualitatif menggantungkan diri pada data hasil wawancara dan diskusi dengan informan. Semua hasil kegiatan tersebut direkam dengan tape recorder, video, atau catatan lapangan, yang kemudian ditransfer ke dalam disket atau lainnya. Hasil dari kegiatan inilah yang dimaksudkan dengan transkripsi. Adakalanya peneliti bias pada saat melakukan transkrip, karena hanya mentranskrip bagian-bagian yang terlihat relevan atau yang menarik saja. Namun demikian ada juga peneliti yang memperhatikan kegiatan non-verbal selama wawancara berlangsung dan mengamati bagaimana tingkah laku dan emosi informan pada saat memberikan jawaban atau penjelasan tentang objek penelitian. Unsurunsur sebaiknya jangan diabaikan dan perlu diperhatikan pada saat melakukan transkrip. 2. Pengorganisasian Data Setelah mentranskrip, hal lain yang dibutuhkan adalah mengorganisasi data. Dalam pengorganisasian data, perlu dicatat tanggal pengumpulan data dan menandai data setiap informan dengan menggunakan angka atau kode. Kode tersebut nantinya dapat dijadikan sebagai
xii

acuan untuk wawancara.

setiap

kegiatan

perintah maka namanya adalah ketaatan (obedience). 2) Acceptance (penerimaan) Subjek melakukan hal meminum minuman alkohol tersebut karena adanya pengaruh dari teman-teman kelompoknya dan juga keyakinan dari diri subjek sendiri karena adanya tekanan dari kelompok. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Myers (1996) bahwa, acceptance adalah konformitas yang terjadi karena pengaruh social yang bersifat informatif dan dimana bentuk konformitas ini perilaku dan keyakinan individu sesuai dengan tekanan kelompok. 3) Prososial Dalam kehidupan sehari-hari subjek tidak hanya prososial terhadap kelompoknya, tetapi juga prososial kepada lingkungan tempat tinggal. Subjek juga pernah melakukan hal-hal yang positif bersama teman-temannya. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Berndt (dalam Koban, 2000) bahwa, prososial adalah melakukan sesuatu yang sesuai dengan norma-norma social. Dalam kehidupan sehari-hari, seseorang harus melakukan segala sesuatunya dengan norma atau nilai-nilai yang berlaku di rumah, sekolah, maupun di lingkungan tempat orang itu berada. Norma atau nilai-nilai tersebut berisi tentang hal-hal yang positif. 4) Netral Subjek termasuk orang yang sangat menjaga perasaan teman-temannya. Subjek berusaha agar teman-temannya tidak tersinggung apabila subjek memberikan sesuatu pertolongan. Walaupun subjek pernah untuk menentang perintaab dari kelompoknya
xiii

3. Pengenalan Setelah melalui proses diatas, akan dimulai proses pengenalan, yaitu peneliti mendengarkan tape dan menonton video hasil wawancara, serta membaca kembali data, membuat memo dan rangkuman sebelum analisis formal dimulai. Tahapan ini juga merupakan hal yang penting. 4. Koding Membaca transkripsi wawancara perlu dilakukan sebelum memulai tahapan ini. Setelah mengenal, selanjutnya dilakukanlah pengkodingan. Bagian ini disebut juga koding terbuka dalam grounded theory. Asumsi kita tertarik dengan gagasan dari informan tentang konsep, perlawanan hati dan dampak dalam hidupnya. Pastikan gagasan dapat diambil dan diberikan kode. BAB IV Pembahasan a. Gambaran Konformitas 1) Compliance (menurut) Subjek pernah melakukan sesuatu untuk kelompoknya walaupun kadang hatinya tidak setuju. Subjek juga menurut apabila teman sekelompok subjek memintanya untuk melakukan sesuatu hal. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sarwono (2005), bahwa compliance adalah konformitas yang dilakukan secara terbuka sehingga terlihat oleh umum walaupun hatinya tidak setuju. Kalau perilaku compliance ini adalah menurut terhadap suatu

akan tetapi subjek pada akhirnya mengikuti teman-temannya dikarenakan subjek tidak mau tersisih dan dicuekin oleh anggota kelompoknya. Hal ini sesuai dengan pernyatan dari Berndt (dalam Koban, 2000) bahwa, netral adalah melakukan segala sesuatu karena keinginan atau ajakan orang lain agar tidak disisihkan atau tidak menyinggung perasaan orang lain. 5) Anti Sosial Pada saat subjek mengenyampingkan semua kuliahnya dan lebih mendahulukan teman-temannya, subjek merasa bahwa dia telah merugikan dirinya sendiri. Subjek juga pernah merasa bahwa dia juga pernah melakukan sesuatu yang merugikan orang lain. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Berndt (dalam Koban, 2000) bahwa anti social adalah suatu perilaku yang dapat merugikan diri sendiri bahkan orang lain. b) faktor-faktor yang Mempengaruhi Konformitas 1) Keterpaduan Kelompok bagi subjek sangat besar pengaruhnya. Subjek mendapat dukungan dari kelompoknya tentang banyak hal karena subjek tidak mendapat hal tersebut dari keluarganya. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Sarwono (2005) bahwa, keterpaduan adalah perasaan kekitaan antara anggota kelompok. Semakin kuat rasa tersebut maka semakin besar pengaruhnya pada perilaku individu. 2) Ukuran Kelompok Subjek mempunyai jumlah anggota kelompok yang banyak. Jumlah kelompok bagi subjek juga sangat
xiv

berpengaruh. Subjek sendiri lebih cenderung memilih kelompok yang jumlahnya banyak dibandingkan dengan kelompok yang jumlah anggotanya sedikit. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sarwono (2005) berdasarkan dari percobaan Milgram, dkk bahwa semakin besar kelompok semakin besar pula pengaruhnya. 3) Suara Bulat Dalam pengambilan keputusan kelompok, subjek biasanya mengambil suatu keputusan bersama. Bahkan pada saat subjek merasa tertekan dengan keputusannya yang menyebabkan akhirnya subjek menyerah pada keputusan kelompok. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Sarwono (2005) bahwa, dalam hal harus dicapai suara bulat, satu orang atau minoritas yang suaranya paling berbeda tidak dapat bertahan lama. Mereka merasa tidak enak dan tertekan sehingga akhirnya mereka menyerah pada pendapat kelompok mayoritas. 4) Status Subjek memiliki leader/pemimpin di dalam kelompoknya dimana pemimpin tersebut dapat dijadikan contoh atau panutan dalam hidup subjek. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Sarwono (2005) bahwa, semakin tinggi status orang yang menjadi contoh, maka semakin besar pengaruhnya bagi orang lain untuk konform atau patuh. 5) Tanggapan Umum Subjek lebih memilih sesuatu hal yang menurutnya lebih bisa dilihat secara nyata dan benar adanya. Subjek tidak percaya terhadap sesuatu informasi yang berasal dari satu orang saja. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Myers

(dalam Sarwono, 2005) bahwa, perilaku yang terbuka, yang dapat didengar atau dilihat lebih mendorong konformitas dari pada perilaku yang hanya dapat didengar dan diketahui oleh orang tertentu saja. 6) Komitmen Umum Subjek belum memiliki suatu komitmen terhadap siapapun. Hal ini yang menyebabkan subjek mudah untuk konform terhadap kelompoknya. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Deutsch & Gerrard (dalam Sarwono, 2005) bahwa, orang yang tidak mempunyai komitmen apa-apa kepada masyarakat atau orang lain lebih mudah konform daripada yang sudah pernah mengucapkan suatu pendapat. 7) Pengaruh Informasi Subjek sering mendapatkan bermacam-macam informasi penting dari teman kelompoknya. Subjek merasa bahwa kelompoknya adalah sumber informasi yang penting baginya. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Sears, dkk (1985) bahwa, orang lain merupakan sumber informasi yang penting. Oleh karena itu, tingkat konformitas yang didasarkan pada informasi ditentukan oleh dua aspek situasi, yaitu sejauh mana mutu informasi yang dimiliki orang lain tentang apa yang benar dan sejauh mana kepercayaan diri kita terhadap penilaian kita sendiri. 8) Kepercayaan Terhadap Kelompok Subjek percaya terhadap kelompoknya yang dimana subjek merasa bahwa kelompoknya adalah tempat yang tepat sebagai sumber informasi dalam berbagai hal.. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Sears, dkk (1985) bahwa, dalam situasi konformitas, individu mempunyai suatu
xv

pandangan dan kemudian menyadari bahwa kelompoknya menganut pandangan yang bertentangan. Individu ingin memberikan informasi yang tepat, oleh karena itu semakin besar kepercayaan individu terhadap kelompok sebagai sumber informasi yang benar, semakin besar pula kemungkinan untuk menyesuaikan diri terhadap kelompok. 9) Kepercayaan yang Lemah Terhadap Penilaian Sendiri Subjek merasa bahwa dirinya lemah,merasa kurang yakin pada dirinya sendiri dan akan pendapatnya sendiri. Subjek termasuk orang yang tidak percaya terhadap dirinya sendiri. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Sears, dkk (1985) bahwa, salah satu faktor yang sangat mempengaruhi rasa percaya diri dan tingkat konformitas adalah tingkat keyakinan orang tersebut pada kemampuannya sendiri untuk menampilkan suatu reaksi, selain itu tingkat kesulitan penilaian yang dibuat juga dapat mempengaruhi keyakinan individu terhadap kemampuannya. Dimana semakin sulit penilaian tersebut, semakin rendah rasa percaya yang dimiliki. 10) Rasa Takut Terhadap Celaan Sosial dan Penyimpangan Subjek termasuk orang yang mau melakukan apa saja untuk kelompoknya dengan tujuan agar dia tidak dijauhi bahkan untuk menghindar dari cemoohan teman-temannya. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Sears, dkk (1985) bahwa alasan seseorang melakukan konformitas salah satunya adalah demi memperoleh persetujuan atau menghindari celaan kelompok. Seseorang tidak mau dilihat sebagai orang lain dari yang lain, ia ingin agar

kelompok tempat ia berada menyukainya, memperlakukannya dengan baik dan bersedia menerima dirinya. c) Dampak-dampak Meminum Alkohol 1) Penurunan Daya Ingat Subjek sadar bahwa dengan meminum minuman beralkohol dapat menyebabkan penurunan daya ingatnya. Subjek juga merasakan bahwa daya ingatnya mulai menurun semenjak subjek mengkonsumsi minuman beralkohol. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Bagiada (2006) bahwa kebiasaan mengkonsumsi alkohol dapat menyebabkan penurunan daya ingat. 2) Perasaan Was-was yang Luar Biasa Subjek mengalami perasaan yang was-was pada saat subjek mengkonsumsi minuman beralkohol. Hal ini sesuai dengan pernyataan Bagiada (2006) bahwa, kebiasaan mengkonsumsi alkohol dapat menyebabkan perasaan was-was yang luar biasa. 3) Kesulitan Pemecahan Masalah Subjek mempunyai masalah yang sampai saat sekarang belum bisa terselesaikan. Subjek juga mempunyai kesulitan dalam pemecahan masalah tersebut. Subjek sangat menyadari bahwa pemecahan masalahnya tidak akan terselesaikan dengan subjek mengkonsumsi minum minuman beralkohol. Hal ini sesuai dengan pernyataan Bagiada (2006) bahwa kebiasaan mengkonsumsi alkohol bukan suatu solusi dalam pemecahan masalah bahkan sulit dalam pemecahan masalah.

4) Stroke Subjek mengetahui kalau dengan minum minuman beralkohol dapat menyebabkan stroke. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Bagiada (2006) bahwa kebiasaan mengkonsumsi alkohol dapat menyebabkan stroke. 5) Impoten Subjek belum mengetahui kalau dengan minum minuman beralkohol dapat menyebabkan impoten. Hal ini tidak sesuai dengan pernyataan dari Bagiada (2006) bahwa kebiasaan mengkonsumsi alkohol dapat menyebabkan impoten. 6) Mandul Subjek belum mengetahui kalau dengan minum minuman beralkohol dapat menyebabkan mandul. Hal ini tidak sesuai dengan pernyataan dari Bagiada (2006) bahwa kebiasaan mengkonsumsi alkohol dapat menyebabkan mandul. 7) Penyakit Hati (liver) Subjek mengetahui bahwa minuman beralkohol dapat menyebabkan penyakit liver. Di lingkungan temapt subjek tinggal pun sudah ada yang mengalaminya. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Bagiada (2006) dan Tanugraha (2007) bahwa kebiasaan mengkonsumsi alkohol dapat menyebabkan penyakit hati (liver). 8) Kecanduan Subjek sudah sangat bergantung pada minuman beralkohol. Subjek sudah menjadi kecanduan tehadap minuman beralkohol. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Tanugraha (2007) bahwa

xvi

kebiasaan mengkonsumsi alkohol dapat menyebabkan kecanduan. 9) Freesex Subjek mengetahui minuman beralkohol bisa mengarah ke freesex, bahkan dalam keadaan tidak sadar bisa melakukannya. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Bagiada (2007) bahwa kebiasaan mengkonsumsi alkohol dapat menyebabkan freesex. 10) Kematian Di lingkungan subjek tinggal sudah ada yang meninggal akibat mengkonsumsi minuman beralkohol. Subjek juga mengetahui bahwa minuman beralkohol dapat menyebabkan kematian. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Bagiada (2007) bahwa kebiasaan mengkonsumsi alkohol dapat menyebabkan kematian. 11) Drugs Subjek mengetahui bahwa minuman beralkohol sanagt erat kaitannya dengan penggunaan drugs. Subjek sendiri pernah mengkonsumsi drugs. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Bagiada (2007) bahwa kebiasaan mengkonsumsi alkohol dapat mengaarah terhadap penggunaan drugs. 12) Habis Uang Subjek pernah mengalami kehabisan uangnya akibat membeli minuman beralkohol. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Bagiada (2007) akibat mengkonsumsi alkohol dapat menyebabkan uang kita habis.

BAB V PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan analisis data wawancara yang ada, maka disimpulkan bahwa: 1. Gambaran Konformitas Pada kasus subjek, subjek pernah melakukan sesuatu untuk kelompoknya walaupun kadang hatinya tidak setuju. Subjek juga menurut apabila teman sekelompok subjek memintanya untuk melakukan sesuatu hal. Subjek melakukan hal meminum minuman alkohol tersebut karena adanya pengaruh dari teman-teman kelompoknya dan juga keyakinan dari diri subjek sendiri karena adanya tekanan dari kelompok. Dalam kehidupan sehari-hari subjek tidak hanya prososial terhadap kelompoknya, tetapi juga prososial kepada lingkungan tempat tinggal. Subjek juga pernah melakukan hal-hal yang positif bersama teman-temannya Subjek termasuk orang yang sangat menjaga perasaan teman-temannya. Subjek berusaha agar teman-temannya tidak tersinggung apabila subjek memberikan sesuatu pertolongan. Walaupun subjek pernah untuk menentang perintaab dari kelompoknya akan tetapi subjek pada akhirnya mengikuti teman-temannya dikarenakan subjek tidak mau tersisih dan dicuekin oleh anggota kelompoknya. Pada saat subjek mengenyampingkan semua kuliahnya dan lebih mendahulukan teman-temannya, subjek merasa bahwa dia telah merugikan dirinya sendiri. Subjek juga pernah dan dapat

xvii

merasa bahwa dia juga pernah melakukan sesuatu yang merugikan orang lain. 2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konformitas Kelompok bagi subjek sangat besar pengaruhnya. Subjek mendapat dukungan dari kelompoknya tentang banyak hal karena subjek tidak mendapat hal tersebut dari keluarganya. Subjek mempunyai jumlah anggota kelompok yang banyak. Jumlah kelompok bagi subjek juga sangat berpengaruh. Subjek sendiri lebih cenderung memilih kelompok yang jumlahnya banyak dibandingkan dengan kelompok yang jumlah anggotanya sedikit. Dalam pengambilan keputusan kelompok, subjek biasanya mengambil suatu keputusan bersama. Bahkan pada saat subjek merasa tertekan dengan keputusannya yang menyebabkan akhirnya subjek menyerah pada keputusan kelompok. Subjek memiliki leader/pemimpin di dalam kelompoknya dimana pemimpin tersebut dapat dijadikan contoh atau panutan dalam hidup subjek. Subjek lebih memilih sesuatu hal yang menurutnya lebih bisa dilihat secara nyata dan benar adanya. Subjek tidak percaya terhadap sesuatu informasi yang berasal dari satu orang saja. Subjek belum memiliki suatu komitmen terhadap siapapun. Hal ini yang menyebabkan subjek mudah untuk konform terhadap kelompoknya. Subjek sering mendapatkan bermacammacam informasi penting dari teman kelompoknya. Subjek merasa bahwa
xviii

kelompoknya adalah sumber informasi yang penting baginya. Subjek percaya terhadap kelompoknya yang dimana subjek merasa bahwa kelompoknya adalah tempat yang tepat sebagai sumber informasi dalam berbagai hal. Subjek merasa bahwa dirinya lemah,merasa kurang yakin pada dirinya sendiri dan akan pendapatnya sendiri. Subjek termasuk orang yang tidak percaya terhadap dirinya sendiri. Subjek termasuk orang yang mau melakukan apa saja untuk kelompoknya dengan tujuan agar dia tidak dijauhi bahkan untuk menghindar dari cemoohan teman-temannya. 3 Dampak-dampak Meminum Alkohol Subjek sadar bahwa dengan meminum minuman beralkohol dapat menyebabkan penurunan daya ingatnya. Subjek juga merasakan bahwa daya ingatnya mulai menurun semenjak subjek mengkonsumsi minuman beralkohol. Subjek mengalami perasaan yang waswas pada saat subjek mengkonsumsi minuman beralkohol. Subjek mempunyai masalah yang sampai saat sekarang belum bisa terselesaikan. Subjek juga mempunyai kesulitan dalam pemecahan masalah tersebut. Subjek sangat menyadari bahwa pemecahan masalahnya tidak akan terselesaikan dengan subjek mengkonsumsi minum minuman beralkohol. Subjek mengetahui kalau dengan minum minuman beralkohol dapat menyebabkan stroke.

Subjek belum mengetahui kalau dengan minum minuman beralkohol dapat menyebabkan impoten. Subjek belum mengetahui kalau dengan minum minuman beralkohol dapat menyebabkan mandul. Subjek mengetahui bahwa minuman beralkohol dapat menyebabkan penyakit liver. Di lingkungan tempat subjek tinggal pun sudah ada yang mengalaminya. Subjek sudah sangat bergantung pada minuman beralkohol. Subjek sudah menjadi kecanduan tehadap minuman beralkohol. Subjek mengetahui minuman beralkohol bisa mengarah ke freesex, bahkan dalam keadaan tidak sadar bisa melakukannya. Di lingkungan subjek tinggal sudah ada yang meninggal akibat mengkonsumsi minuman beralkohol. Subjek juga mengetahui bahwa minuman beralkohol dapat menyebabkan kematian. Subjek mengetahui bahwa minuman beralkohol sanagt erat kaitannya dengan penggunaan drugs. Subjek sendiri pernah mengkonsumsi drugs. Subjek pernah mengalami kehabisan uangnya akibat membeli minuman beralkohol. B. Saran Melalui hasil observasi dan wawancara, ada beberapa saran yang dapat peneliti berikan, antara lain sebaiknya: 1. Bagi Subjek a. Agar dapat lebih konsentrasi terhadap kuliah dan jangan bermain-main lagi.
xix

b. Diharapkan kepada subjek agar bisa bersikap tegas atau berani mengatakan tidak dalam melakukan sesuatu hal yang tidak sesuai dengan hati nurani subjek. c. Agar bisa memilih kelompok yang mempunyai kegiatan yang lebih positif dibandingkan sekarang. e. Mencoba untuk membuka diri dengan cara ikut bergabung dengan kelompok lain agar tidak terpaku pada satu kelompok yang itu-itu saja. f. Menambah wawasan yang lebih luas dengan cara mencari informasiinformasi penting lainnya di luar lingkungan kelompok. g. Agar bisa berhenti mengkonsumsi minuman beralkohol secara perlahan-lahan. g. Meningkatkan keimanan dalam agama dengan cara beribadah sesuai dengan keyakinan subjek. i.Mencoba untuk tetap bergaul dan membina hubungan yang sehat terhadap lingkungan di sekitar. h. Mencoba untuk lebih punya kepercayaan terhadap diri sendri dan mencoba lebih bisa mengambil keputusan sendiri jangan selalu bergantung dengan orang lain. i. Mencoba untuk hidup sehat. 2. Bagi Keluarga

a. Ada sebaiknya sikap orang tua lebih memperhatikan keadaan subjek, memberikan segala masukan atau solusi-solusi yang baik dalam kehidupan subjek. b. Sebaiknya orang tua di rumah lebih menjalin komunikasi yang baik dan lebih terbuka dengan subjek. c. Sebaiknya orang tua memperhatikan pergaulan subjek di luar rumah. d. Memberikan kebebasan bergaul terhadap subjek tetapi tetap mengkontrol pergaulan subjek di luar rumah.

Bagiada, A. (2005). Seribu Satu Rugi Jadi Alkoholik. http://warnawarnibali.blogspot.com/ 2005_06_01_archive.html Basuki, H. (2006). Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu Kemanusiaan dan Budaya. Jakarta: Universitas Gunadarma Chaplin, J.P. (2000). Kamus Lengkap Psikologi. Alih Bahasa: Kartini Kartono. Jakarta: Raja Grafindo Persada

3. Bagi Penelitian Selanjutnya Dalam penelitian selanjutnya yang ingin mengembangkan atau melanjutkan penelitian, diharapkan hendaknya meninjau lebih dalam perilaku konformitas pada kelompok remaja khususnya yang berada pada lingkungan peminum alkohol.

Fatimah, E, M. M, Dra. (2006). Psikologi Perkembangan (Perkembangan Peserta Didik). Bandung: Pustaka Setia Fausiah, F & Widury, J. (2003). Bahan Ajar Mata Kuliah Psikologi Abnormal (klinis dewasa). Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia Hartadi, dr. (1997). Penyalahgunaan Obat Terlarang Di Kalangan Remaja atau Pelajar. http://www1.bpkpenabur.or.id/kpsjkt/wydiaw/54/artikel3.htm Hawari, D. (1999). Terapi (detoksifikasi) dan Rehabilitasi (pesantren) Mutakhir (sistem terpadu) Pasien NAZA (narkotika, alkohol & zat adiktif lain). Jakarta: Universitas Indonesia, UI-Press Hurlock, E.B. (1996). Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga Ichsani, N. (2006). Konformitas Mahasiswa Terhadap Kelompok Di Lingkungan Kos. Skripsi (Tidak diterbitkan). Gunadarma: Depok

DAFTAR PUSTAKA Abraham, A. (1992). The Social Psychology Of Group Cohessiveness. Harvester Wheatsheat Ali, M. & Asrori, M. (2005). Psikologi Remaja (Perkembangan Peserta Didik). Jakarta: Bumi Aksara Al-Mighwar, M, M. Ag. (2006). Psikologi Remaja (Petunjuk Bagi Guru & Orang Tua). Bandung: Pustaka Setia Bachtiar. (2006). Kenapa Miras Harus Dilarang. http://www.indomedia.com/bpost/01 2000/28/opini1.htm

xx

Jurnal LPPOM MUI. (2006). HALAL (Miras Merasuk Dalam Berbagai Makanan). Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOMMUI): Bogor Kimmel, D.C. (1995). Adolescence; A Developmental Transition; Second Edition. Singapore: John Wiley & Sons Inc Koban, A.I. (2000). Hubungan Antara Konformitas Dengan Agresivitas Pada Remaja di Sekolah Menengah Kejuruan Strada Jakarta Pusat. Skripsi (Tidak diterbitkan). Jakarta: UPI YAI Lynda, J.C. (2000). Diagnosa Keperawatan (aplikasi praktik klinis). Edisi 6. Alih Bahasa: Tim Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran. Editor: Monica Ester. S.Kp: Kedokteran EGC Moleong, L. (2004). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Monks, F.J & Haditono, S. R. (1999). Psikologi Perkembangan (Pengantar dalam Berbagai Bagiannya). Yogyakarta: Gajah Mada University Press Myers, D.G. (1996). Social Psychologi; Fifth Edition & International Edition. New York: Mc Graw-Hill Company Nazir, M. (2003). Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia

Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi (LPSP3) Universitas Indonesia

Poerwandari, E. (2001). Pendekatan kualitatif Untuk Penelitian Perilaku Manusia. Jakarta: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi (LPSP3) Universitas Indonesia Riyanti, B.P., Prabowo, H., & Puspitawati, I. (1996). Psikologi Umum; Seri Diktat Kuliah. Jakarta: Gunadarma Robbins, S.P. (1996). Perilaku Organisasi, Konstruksi, Kontroversi, Aplikasi, ed. Bahasa Indonesia, Jilid I. Sandiego University Salim, P & Salim, Y. (2002). Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer. Modern English Press: Jakarta Sarwono, S. W. (2005). Psikologi Sosial (Psikologi Kelompok dan Psikologi Terapan). Jakarta: Balai Pustaka Sears, D.O, dkk. (1985). Psikologi Sosial. Alih Bahasa: Michael Adryanto. Edisi Kelima. Jilid Dua. Jakarta: Erlangga Seventeen Indonesia. (2007). Cewek & Alkohol (Bahaya Yang Ga Kita Duga!). PT Favorit Press Internasional: Jakarta Soekanto, S. (2005). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada Suryabrata, S. (2004). Metode Penelitian. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Patilima, H. (2005). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: CV Alfabeta Poerwandari, E. (1998). Pendekatan Kualitatif dan Penelitian Psikologi. Jakarta: Lembaga Pengembangan
xxi

Suyatno. (2007). Memahami Remaja dari Berbagai Perspektif Kajian Sosiologis. http://hqweb01.bkkbn.go.id/hqweb/c eria/ma45memahami.html Span, C.W & Stephan W.G. (1985). Two Social Psychologies; An Integrative Approach. Chicago; The Doorsey Press Tanugraha, E. (2007). Bahaya Pergaulan Bebas. http://lynelifestyle.blogspot.com/200 7/11/bahaya-pergaulan-bebas.html Wibowo. (2007). Tingkat Pengetahuan Remaja Terhadap Dampak Konsumsi Kronis Minuman Beralkohol Bagi Kesehatan Di Kecamatan Donomulyo. http://digilib.itb.ac.id/gdl.php?mod= browse&op=read&id=jiptumm-gdl-s12003-didikagung.720.kq=hidup Yusuf, S.H. (2000). Psikologi Perkembangan Anak & Remaja. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

xxii

Você também pode gostar