Você está na página 1de 2

Adalah sebuah sisi lain dari Gunung Merapi yang baru menurutku.

Biasanya kalau ingin "ngadhem", maka aku akan meluncur ke Pengunungan Menoreh atau ke Kinahrejo. Namun, mulai Desember 2010, aku menjejakkan kaki di Songgobumi, salah satu perkampungan yang secara administrative termasuk Desa yang bernama Mriyan, Kecamatan Musuk Kabupaten Boyolali. Satu tempat yang baru, yang bisa dicapai setelah menempuh perjalanan yang bisa dikatakan "wow"...you have to go there, try it, it works.. Malam itu, aku menginap di rumah Pak Widi, setelah beramah tamah sebentar, akhirnya munculah Ibuk membawakan teh hangat yang sangat bermanfaat karena memang di ketinggian 1.300 mdpl, suhu di Songgobumi malam itu sudah cukup membuat tubuhku yang kurus ini menggigil. Dan apakah itu yang menemani teh hangat?? Yup,, cukup mengenyangkan dan ternyata enak juga (adalah tales, digodog, dikasih bumbu dilanjutkan digoreng)...thanks buk. Setelah ngobrol cukup lama di depan TV akhirnya mata ini ingin istirahat. Dengan membuntalkan diri pada selimut, akhirnya diriku pun tertidur. Esok hari 05.30 WIB. Ketika terbangun, sepi...bapak-ibuk gak terlihat. langsung kuambil air wudhu untuk sholat subuh (masuk kategori murtad, jemur pantat coz matahari dah nongol). Kemanakah gerangan anggota keluarga ini? Ternyata sepagi ini Sigit & Alif sudah sibuk di kandang sapi. Dua pemuda itu dengan semangat membersihkan kandang yang dihuni oleh enam ekor sapi guedhe-guedhe..hebat bener mereka. Sigit masih sekolah, dan rutinitas dia sebelum berangkat sekolah memang seperti itu, membantu orang tua merawat sapi. Sangat jarang kutemui, pun di dusunku yang boleh dikatakan pelosok tapi tidak terpencil. Kemanakah Bapak? ternyata beliau sedang menyiapkan kombor untuk sapi, air + garam + konsentrat + singkong....nyammmm :). Lah trus Ibuk mana?? pagi-pagi Ibuk sudah pergi mencari rumput, ke tegalan atau kalau stok rumput di tegalan sudah habis maka akan mulai masuk ke hutan. Kurang lebih pukul 08.00, setelah stok pakan cukup untuk makan sapi dalam sehari, Ibuk mulai membersihkan rumah. Setelah sejenak beristirahat, Ibuk berangkat ke tegalan untuk menanam cabai dan memberikan lanjaran untuk buncis yang sudah ditanamnya minggu-minggu lalu. Sebagian besar wilayah Gobumi yang berajarak datar 4 km dari puncak Merapi ini, memang dimanfaatkan sebagai lahan pertanian dengan tanamn utama tembakau, sayura-sayuran dan diselingi tanaman mawar. Di tegalan yang terletak pada punggungan yang cukup curam itu, Ibuk bergabung dengan ibu-ibu lain yang sudah lebih dulu ada di tegalan. Tegur sapa dan percakapan pun terjadi di tengah tegalan, diantara suara angin dan kicauan burung yang diselingi suara anak anjing yang mengikuti majikannya ke tegalan. Beberapa orang yang lain nampak datang dan pergi mengusung pupuk kandang ke gubuk yang ada di tegalan. Di gubuk ini, pupuk kandang dicampur dengan sekam padi. Aku pun bercakap-cakap dengan ibuk-ibuk yang sedang melepas lelah di gubuk itu. Uhhh senangnya, mereka ramah-ramah, gak heran kalau Bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa yang ramah hohohoho. Pagi hingga menjelang siang itu, aku hanya melihat satu orang bapak. Di usianya yang sudah cukup tua (kurang lebih 60 tahun), dengan memanggul seikat rumput yang cukup besar, beliau

menapaki punggungan curam. Kemanakah bapak-bapak yang lainnya? ternyata di hari itu, hampir seluruh pria di Gobumi (Songgobumi) bergotong royong memperbaiki jalan yang rusak. Meskipun masing-masing mempuyai kesibukan, namun dalam sehari itu mereka menyempatkan diri untuk bergotong-royong. Sepulang dari bergotong-royong, kurang lebih pukul 15.00 mereka akan menyempatkan diri untuk beraktivitas di tegalan mereka. Seperti itulah hari-hari di Gobumi. Keramahan dan kedamain yang diberikan masih melekat di benakku.. Gambar : Mawar, ladang, sapi, rumput

Você também pode gostar