Você está na página 1de 30

A.

Kajian Umum Perilaku Seksual Hewan Perilaku adalah serangkaian aktivitas yang mengorientasikan hewan terhadap lingkungan eksternalnya (Schaums Outlines, 1999). Pengkajian perilaku merupakan cabang biologi yang relatif baru dan cenderung lebih deskriptif serta tidak begitu meyakinkan secara analitis daripada cabang-cabang lain. Salah satu bahaya menganalisis pola-pola aktivitas hewan lain adalah kecenderungan sang peneliti untuk menyamakan aksi-aksi yang mirip dengan motif, keinginan, dan tujuan manusia. Hal ini terutama krusial dalam hal tujuan, dimana kita sama sekali tidak mempunyai kemampuan untuk menentukan apa yang sebenarnya diinginkan hewan ketika menjalani serangkaian aktivitas. Intensitas dari dalam yang mendorong hewan untuk melakukan sesuatu apapun sifatnya disebut dorongan (drive). Dorongan tersebut berkaitan dengan kegiatan makan, seks, perawatan anak, dan lain sebagainya. Dorongan itu dimodifikasi oleh berbagai faktor, baik faktor internal maupun eksternal. Dorongan seringkali disebut sebagai insting. Salah satu perilaku hewan yang akan dibahas dalam artikel ini adalah mengenai perilaku seksual, yang terkait dengan ciri mahluk hidup yaitu berkembang biak. Perilaku seksual meliputi perkawinan (mating) dan pemeliharaan anak. Perilaku seksual atau aktivitas berkembang biak berhubungan langsung dan sangat menentukan kelestarian hidup hewan. Perkawinan pada hewan merupakan hal yang paling kompleks. Bagi hewan, perkawinan dianggap paling penting karena tanpa perkawinan jenisnya tidak mungkin bertahan. Dalam hal perkawinan, antara hewan-hewan jantan terjadi persaingan untuk mengawini hewan betina. Ritual yang khas pada perilaku seksual hewan adalah perkelahian antara hewan jantan dan rayuan atau percumbuan. Keberhasilan reproduksi yang dihasilkan dari keuntungan dalam bersaing atau menarik perhatian untuk mendapatkan pasangan kawin ditentukan oleh adanya seleksi seksual. Seleksi seksual bertujuan agar hewan betina dapat memilih dikawini oleh pejantan tertentu. Seleksi seksual yang dilakukan oleh hewan betina ditunjukkan dengan memilih pejantan yang berkualitas. Pejantan yang yang berkualitas dan mampu membuahi ratusan hewan betina adalah suatu jaminan bahwa pejantan tersebut lulus dari seleksi alam karena dapat mempertahankan jenisnya. Setiap hewan memiliki ciri perilaku seksual yang berbeda-beda dengan jenis hewan lainnya, baik dari cara percumbuannya maupun dari sistem perkawinannya. Ritual perkelahian antara hewan jantan adalah suatu usaha untuk memperebutkan hewan betina yang akan dikawininya. Keberhasilan reproduksi pada 1

hewan jantan tergantung pada banyaknya hewan betina yang dikawininya daripada jumlah spermatozoa yang disemprotkannya. Dalam perkelahian, hewan jantan mengadu kekuatan dan hewan yang lebih kuat selalu menjadi pemenang. Jika dilihat dari ukuran tubuhnya maka hewan jantan yang mempunyai ukuran tubuh lebih besar lebih mungkin mengawini hewan betina daripada pejantan yang ukuran tubuhnya kecil. Pada beberapa spesies, hewan jantan mempunyai senjata khusus yang digunakan dalam perkelahian memperebutkan hewan betina, contohnya pada rusa jantan yaitu menggunakan antler. Perkelahian juga dapat dilakukan dengan membentuk koalisi antara pejantan lain dari spesiesnya, contohnya singa jantan membentuk kelompok yang terdiri atas dua sampai tiga ekor untuk memperebutkan singa betina dan dengan kekerasan akan mengusir pejantan pemiliknya. Perkelahian untuk bersaing tidak hanya dilakukan secara fisik, hewan jantan dapat melakukan tindakan membunuh bayi hasil perkawinan hewan betina dengan pejantan terdahulu. Contohnya adalah pada singa, singa jantan akan membunuh bayi singa betina yang lahir dari perkawinan singa jantan sebelumnya agar singa betina dapat melahirkan anak yang baru lagi. Selain itu, persaingan antara hewan jantan juga dapat terjadi melalui persaingan spermatozoa. Contohnya adalah pada Drosophila, seekor Drosophila kawin dengan dua pejantan sehingga pejantan yang kedua berhasil membuahi lebih dari setengah jumlah sel telurnya. Ritual lainnya dalam perilaku seksual adalah rayuan atau percumbuan. Istilah percumbuan digunakan untuk menyatakan seluruh interaksi hewan jantan dan betina sebelum berlangsungnya pembuahan sel telur oleh spermatozoa. Bentuk dan lagak percumbuan tersebut bervariasi, asalkan dapat membuat hewan betina terkesan. Proses rayuan diperlukan oleh hewan agar hewan tersebut dapat mengadakan perkawinan dengan spesies yang tepat, jenis kelamin yang tepat, dan kondisi yang tepat. Percumbuan terjadi melalui interaksi yang kompleks dan terdiri dari suatu rentetan tindakan yang kelihatannya memperkuat bahwa hewan itu berasal dari spesies yang sama dan dari jenis kelamin yang berbeda sehingga memberi kesan berada dalam kondisi fisiologis yang benar dan tepat, serta tidak saling mengancam satu sama lain. Dalam hal memilih anggota spesies yang tepat, maka sangat jarang terjadi perkawinan antara spesies yang berlainan. Seleksi alam bekerja untuk mencegah perkawinan antara hewan-hewan yang spesiesnya berbeda. Spesies hewan yang berbeda tidak banyak mempunyai peluang untuk kawin satu sama lain (interbreed) sebab hewan tersebut hidup pada daerah geografik yang berbeda atau kalaupun pada daerah 2

geografik yang sama, lokasinya berbeda. Perkawinan antara dua spesies yang berbeda juga sulit berlangsung karena spesies yang satu mungkin tidak tertarik pada rayuan sepesies yang lain. Selain itu, bastar yang dihasilkan oleh perkawinan yang demikian biasanya mandul. Kalaupun ada beberapa hewan yang spesiesnya berbeda mempunyai peluang untuk kawin dengan spesies yang lain, peluang demikian sangat jarang. Salah satu contoh perkawinan beda spesies terjadi antara kuda dengan keledai. Jika pejantannya keledai sedangkan yang dikawininya kuda betina, maka anaknya dinamai mule. Jika pejantannya kuda, sedangkan yang dikawininya keledai betina, maka anaknya dinamai hinney. Contoh lainnya adalah perkawinan antara singa dan harimau, bastar tersebut dinamai liger. Namun hasil perkawinan adalah bastar yang steril. Pada umumnya hewan betina lebih aktif memilih pasangan kawin. Hewan betina akan memilih potensi yang dimiliki hewan jantan berdasarkan pada ciri spesifik jantan atau sumberdaya yang ada di bawah pengawasannya. Proses ini disebut dengan penilaian (assessment). Terdapat dua dasar ultimat untuk pilihan tersebut, yaitu : 1) Jika jenis kelamin yang lain memberikan pengasuhan anak oleh orangtuanya, maka si betina akan memilih pasangan kawin yang tangkas, kuat, dan dalam keadaan sehat. Yang dijadikan indikator adalah kemampuan si pejantan menyediakan makanan bagi anak-anaknya, pejantan yang paling hebat melakukan pertunjukan percumbuan, dan karakteristik kelamin sekunder yang baik. 2) Hewan betina cenderung memilih hewan jantan dengan kualitas genetik yang baik karena keberhasilan keturunannya tergantung pada gen hewan betina dan gen hewan jantan pasangan kawinnya. Yang menjadi indikator adalah pejantan yang bercumbu paling kuat dan menarik dari segi penampakan ciri kelamin sekundpernya. Suatu faktor penting dalam kualitas genetik jantan adalah kemampuan untuk melawan patogen dan parasit. Apabila sejumlah ritual telah berjalan lancar, maka tahap selanjutnya adalah diadakannya fertilisasi. Sistem perkawinan antara hewan jantan dan betina pada setiap spesies sangat bervariasi. Sistem perkawinan mempunyai hubungan dengan pemeliharaan anak oleh tetuanya. Adapun pembagian dari sistem perkawinan hewan adalah sebagai berikut. 1) Monogami Pada sistem ini seekor hewan jantan dan seekor hewan betina membentuk pasangan, baik dalam jangka waktu yang singkat maupun untuk jangka waktu yang lama (satu jantan mengawini satu betina). Dalam sistem perkawinan ini, 3

anaknya dipelihara oleh kedua tetuanya. Contoh hewan monogami adalah elang gundul (Haliaeetus leucocephalus), robin serigala (Canis lupus), dan anglerfish cichlid

(Lophiiformes),

burung

(Copsychus

saularis),

ikan

(Chichlasoma biocellatum). 2) Poligini Pada sistem ini seekor hewan jantan kawin dengan beberapa hewan betina, sedangkan setiap hewan betina hanya kawin dengan seekor hewan jantan. Seekor hewan jantan dapat berkumpul dengan beberapa hewan betina dalam waktu yang sama (simultaneous polygyny) atau dalam waktu yang berturutan (successive polygyny). Dalam perkawinan ini hewan betinalah yang memelihara anaknya. Contoh hewan poligini adalah ikan dokter (Labroides dimidiatus), kalkun (Meleagris galloparo). 3) Poliandri Sistem perkawinan ini merupakan lawan dari sistem perkawinan poligini. Seekor hewan betina kawin dengan beberapa hewan jantan, baik dalam waktu yang relatif bersamaan, maupun dalam waktu yang berturutan. Dalam sistem perkawinan ini hewan jantanlah yang memelihara anaknya. Contoh hewan poliandri adalah burung kasuari (Casuarius casuarius), lebah (Apis sp), burung mesite (Monias benschi). 4) Poligami atau Promiskuous Dalam sistem ini, baik hewan jantan maupun hewan betina kawin beberapa kali dengan individu yang berlainan. Dengan demikian, sistem ini merupakan campuran dari sistem poligini dan poliandri. Anaknya mungkin dipelihara oleh salah satu tetuanya. Contoh hewan poligami adalah macan tutul (Panthera pardus), monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), banteng (Bos javanicus). Pada kebanyakan spesies, perkawinannya bersifat poligami karena tidak ada ikatan yang kuat antara pasangan. Setelah berhasil mengadakan perkawinan dan menghasilkan keturunan maka masalah selanjutnya adalah pemeliharaan anak.

B. Perilaku Seksual pada Invertebrata 1. Bekicot (Achatina fulica) Bekicot adalah hewan hermaprodit, yaitu dalam satu individu memiliki dua jenis kelamin (kelamin jantan dan betina) yang dapat menghasilkan ovum dan 4

sperma. Walaupun bersifat hermaprodit, bekicot tidak dapat melakukan perkawinan sendiri karena masaknya sperma dan ovum tidak bersamaan. Sperma dan ovum dihasilkan oleh satu organ yang disebut ovotestis. Fertilisasi dilakukan di dalam tubuh bekicot betina. Meskipun hermaprodit, ada yang disebut bekicot betina karena menghasilkan ovum dan ada yang disebut bekicot jantan karena menghasilkan sperma. Alat kelamin bekicot (porus genetalia) berada di lehernya, tepatnya di belakang tangkai mata (eye stalk). Kebanyakan bekicot melakukan perkawinan pada sore dan malam hari, dan bertelur pada pagi hari. Bekicot cenderung bersifat poligami, meskipun dimungkinkan terjadinya perkawinan ulang. Perkawinan bekicot dapat terjadi dalam keadaan satu induk menempel bersifat pasif, yang ditempel bersifat aktif dengan memutar kepala arah kanan atas yang dapat mencapai putaran 1800 hingga terjadi pertemuan antara kedua porus genetalia pasangan kawin. Ritual kawin pada bekicot dapat dibayangkan seperti dua orang ksatria yang saling menusukkan pedang dalam pertarungan. Pedang ini disebut love dart oleh ahli biologi. Love dart berupa semprotan lendir yang mengandung kalsium. Semprotan ini berfungsi agar sperma tersimpan dengan aman di rahim (uterus) si bekicot. Dari pembuahan kedua bekicot tersebut, maka akan dihasilkan telur. Telur tersebut biasanya diletak di bawah dedaunan.

Gambar 1. Peristiwa Love Dart pada Bekicot

2. Gurita (Octopus sp.) Gurita jantan bereproduksi dengan meletakkan kantong spermatofora ke dalam rongga mantel gurita betina menggunakan lengan istimewa yang disebut hectocotylus. Lengan kanan ketiga biasanya menjadi hectocotylus. Hectocotylus akan putus saat kawin, tapi akan tumbuh kembali pada musim berikutnya. Pada beberapa spesies, gurita betina bisa menjaga sperma agar tetap hidup sampai telur

menjadi matang. Setelah dibuahi, gurita betina bisa bertelur hingga sekitar 200.000 butir. Jumlah telur gurita bisa berbeda-beda bergantung pada masingmasing individu, familia, genus atau spesies. Gurita betina menggantung kumpulan telur berbentuk kapsul yang membentuk untaian di langit-langit sarang.

Gambar 2. Gurita (Octopus sp.)

3. Cacing Pipih (Pseudobiceros gloriosus) Cacing pipih biasanya melakukan foreplay (pemanasan) sebelum melakukan hubungan. Bagi cacing pipih, seks lebih seperti perang daripada cinta. Seperti semua siput laut, cacing pipih adalah hewan hermafrodit yaitu dalam satu individu terdapat dua jenis kelamin. Organ jantannya berupa dua penis mirip belati yang mereka gunakan untuk berburu maupun berhubungan. Selama perkimpoian, dua cacing pipih bertarung (penis fencing) untuk saling menusuk satu sama lain, sambil menghindari tusukan pasangannya. Cacing yang kalah adalah cacing yang tertusuk oleh pasangannya dan akan menyerap sperma melalui kulitnya. Cacing yang tertusuk ini kemudian berperan sebagai betina.

Gambar 3. Perkimpoian cacing pipih

4. Lebah (Apis sp) Adapun tahapan perilaku seksual yang ditunjukkan oleh lebah adalah sebagai berikut. a. Kawin satu kali Lebah ratu mengalami perkawinan hanya satu kali seumur hidupnya, yaitu pada awal kedewasaannya. Masa birahi lebah perawan kebanyakan pada umur 21 hari sejak telur menghuni sel sarang.Pearkawinan berlangsung ketika lebah ratu perawan berumur 23 hari. Saat itu didalam spermateca (kantung vagina nya) terdapat suatu cairan yang dapat menerima spermatozoa dari lebah jantan. Kalau dari lima hari setelah menjadi dewasa lebah ratu tidak menerima spermatozoa, cairan itu akan mejadi padat.

Gambar 4. Lebah kawin

Pada masa perkawinan, lebah ratu yang masih perawan akan memilih salah satu antara ratusan ekor lebah jantan yang paling kuat untuk mengawininya. b. Sayembara Kawin Lebah ratu yang masih perawan tidak bersedia dikawini lebah jantan lebih dari satu ekor. Karena calon pasangan banyak, ia membuat sayembara terbang. Lebah jantan pemenang yang dapat menyusul dirinya terbang berhak mengawininya. Perkawinan berlangsung dalam keadaan terbang di udara terbuka. Selesai kawin, keduanya sama sama jatuh ke tanah. Pada waktu lebah jantan mengawini lebah ratu, kantung spermanya terlepas dan tertinggal dalam spermatica lebah ratu. Lebah janta mati. Sekitar empat jam kemudian kantung sperma lebah jantan di lepaskan, lalu lebah ratu dapat terbang kembali ke udara untuk melangsungkan perkawinan kedua. Setelah kembali ke sarang, sekitar 1,5 jam kemudian kantung sperma lebah jantan dilepas. Kalau di dalam spermateca-nya belum cukup banyak terdapat 7

spermatozoa, lebah ratu akan melangsungkan perkawinan yang ketiga kalinya. Lebah ratu kemudian sudah mulai bertelur dalam waktu 2-3 hari setelah melakukan perkawinan. Induk baru akan bertelur bersama-sama dengan induk tua di dalam sarang, tetapi biasanya tidak lama kemudian induk tua akan menghilang. Sekali sperma lebah jantan masuk ke dalam tubuh lebah ratu, sperma itu dapat membuahi telur sedemikian banyaknya sampai bertahun-tahun selama lebah ratu masih hidup. Hal ini bisa terjadi karena sel spermalebah jantan yang jutaan jumlahnya tersimpan dalam alat berupa katung yang terdapat di ujung saluran indung telur lebah ratu. Sel telur yang melewati kantung sperma itu akan di buahi. Kelak telur itu akan menetas menjadi lebah betina sempurna (calon lebah ratu) dan lebah betina tidak sempurna (calon lebah pekerja). Sel telur tidak terbuahi akan metetas menjadi lebah jantan. Penentu jenis kelamin ini sebetulnya dipengaruhi oleh besarnya ruang tetas (sel sarang), pakan yang tersedia, sikap dan sifat lebah ratu, iklim, adanya pembuahan dengan sperma. Belum tentu selama terbang-kawin lebah ratu memperoleh kesuburan tinggi, terutama kalau ia hanya sedikit mengumpulkan spermatozoa. Kalau sampai tak mampu bertelur banyak, ia gagal sebagai ratu yang baik. c. Di Dalam Sarang Seumur Hidup Setelah kawin, lebah ratu akan tinggal selama hidupnya di dalam sarang, kecuali kalau mengalami gangguan atau sarangnya rusak karena terusik mahluk lain. Kalau tetap subur sepanjang hidupnya dan mampu menelurkan calon lebah segala jenis kelamin, lebah ratu dianggap berhasil. Kalau spermatozoa dalam kantung telurnya habis, ia menghasilkan telur lebah jantan saja. Hal ini terjadi waktu lebah ratu telah tua atau lebah ratu muda gagal dalam perkawinan.

5.

Kupu-kupu Tahapan perilaku seksual pada kupu-kupu adalah sebagai berikut. a. Memilih pasangan Saat mencari pasangan, para pejantan memperlihatkan dua model kelompok pencarian betina yang berbeda. Kelompok pertama adalah kelompok pencari, dimana mereka akan secara aktif berpatroli ke sana ke 8

mari mencari betina yang cocok untuk mereka. Sementara kelompok lainnya adalah kelompok penunggu, para jantan yang tampaknya cukup yakin akan dirinya dan lebih baik menunggu di tempat tenggerannya sambil mengamati betina-betina yang lewat. Jantan-jantan ini pun kalaupun terbang tidak pernah jauh dibanding betinanya. Selewat proses ini, barulah pendekatan dilakukan. Pasangan yang baru bertemu ini tentunya tak segera berpisah sehingga harus mendapat lokasi yang pas untuk bertengger yang tak mudah mendapat gangguan.

Gambar 5. Perkawinan kupu-kupu Raja (Troides haliphron)

Proses pendekatan kupu-kupu ini berlangsung lama, kupu-kupu ini juga sangat mungil sehingga proses kejar-kejarannya sangat cepat dari satu tempat ke tempat lain. Para jantannya merupakan jenis dari kelompok penunggu, karena pejantannya memiliki warna tubuh yang menarik tentunya. b. Mempertahankan pasangan Harry Gilbert (1976) menemukan bahwa setelah kawin kupu-kupu Heliconius erato betina selalu mengeluarkan bau yang tidak disenangi oleh kupu-kupu jantan. Ternyata bau tersebut dikeluarkan oleh kupu-kupu jantan yang mengawininya pada akhir kopulasi. Dengan demikian, kupu-kupu jantan yang lain menjauh. c. Bahasa tubuh menolak pasangan Kupu-kupu jenis copper butterfly (Lycaena phlaeas) adalah jenis kupu-kupu yang hanya kawin sekali sepanjang hidupnya. Kupu-kupu ini punya bahasa tubuh yang unik untuk menolak pejantan lain yang ingin mengawininya alias menolak perselingkuhan. Copper butterfly yang sudah kawin sering kali menutup sayapnya ketika kupu-kupu jantan mendekati. Sementara itu, yang perawan akan tetap membuka sayapnya. Salah satu faktor yang dilihat kupu-kupu jantan untuk mengawini betina adalah corak 9

sayap. Semakin elok dan mencolok corak sayap betina, maka pejantan akan semakin tertarik. Dengan menutup sayap, maka copper butterfly betina seolah ingin menyembunyikan keindahannya. Selain menutup sayap ketika ada pejantan mendekat, copper butterfly juga kadang menutup sayap dengan tingkat yang lebih rendah saat spesies kupu-kupu lain lewat. Kupu-kupu betina lebih memilih pasangan kawinnya yang memiliki pupil alias titik putih pada sayapnya. Kupu-kupu betina tertarik pada kilauan cahaya yang dihasilkan dari pantulan cahaya ultraviolet oleh pupil, lingkaran putih yang berada di pusat ornamen berbentuk lingkaran di sayap. Sebaliknya bentuk ornamen sayap, warna, dan ukurannya tidak terlalu dipedulikan. Salah satu faktor yang dilihat kupu-kupu jantan untuk mengawini betina adalah corak sayap. Semakin elok dan mencolok corak sayap betina, semkin pejantan tertarik. Dengan menutup sayap, betina seolah ingin menyembunyikan keindahannya.Uniknya lagi, betina juga kadang menutup sayap lebih dalam ketika kupu-kupu dari spesies lain lewat.

C. Perilaku Seksual pada Vertebrata 1. Pisces Secara umum ikan bereproduksi secara seksual. Dalam proses reproduksinya, ikan mempunyai tingkah laku dan tata cara yang berbeda-beda, mulai dari tingkah laku meminang dan kawin, memijah, sampai penjagaan terhadap anak-anaknya. Tingkah Laku Meminang dan Kawin pada Ikan Ikan mempunyai cara yang berbeda-beda dalam tingkah laku meminang (courrship) dan tingkah laku kawinnya (Mating). Dalam tingkah laku tersebut, ikan jantan dan betina dewasa sama-sama melepaskan sperma dan telur melalui bermacam cara agar terjadi pembuahan dengan tingkat keberhasilan yang tinggi. Selain dapat memberikan ketepatan waktu dalam pelepasan sperma dan telur agar pembuahan dapat berhasil baik, tingkah laku meminang juga dapat menjamin dua individu yang berpasangan tersebut berasal dari jenis yang sama. Individu jantan dari setiap jenis ikan mempunyai tanda-tanda atau sinyal tersendiri yang hanya dimengerti oleh

10

betina dari jenisnya. Begitu pula ikan betina mempunyai sinyal-sinyal khusus yang hanya dimengerti oleh individu jantannya. Di alam sangat jarang terjadi perkawinan antar dua jenis ikan yang berbeda (Crossbreed). Andai pun terjadi, embrio yang dihasilkan biasanya tidak berkembang dengan baik. Walaupun dapat tumbuh hingga dewasa, individu tersebut biasanya menjadi individu steril (mandul) dan tidak dapat oduksi. Apabila seekor individu ikan membuat kesalahan dengan melakukan perkawinan dengan individu dari jenis lain, spemanya hanya akan terbuang percuma. Oleh karena itu, jenis-jenis yang hidup bersama di dalam lingkup yang sama, mempunyai tingkah laku meminang dan tingkah laku kawin yang berbeda-beda, sehingga mereka hanya dapat melakukan perkawinan dengan pasangan dari jenis yang sama. Biasanya individu jantan lebih berperan aktif dalam tahap pinangan daripada individu betina. Jantan harus dapat meyakinkan betina untuk dapat berpasangan dengannya, agar betina tersebut dapat bekerja hingga proses pembuahan dapat berhasil. Biasanya ikan-ikan yang bergerak lincah mempunyai warna tubuh yang cerah. Sedangkan ikan-ikan yang cenderung diam, atau pun yang berbentuk menakutkan, mempunyai warna yang cenderung pucat. Pada ikanikan karang, ikan jantan umumnya mempunyai warna yang mencolok dan lebih cerah daripada ikan betina. Selain untuk menarik perhatian ikan betina, warna yang cerah pada ikan-ikan jantan juga dapat memberikan kesempatan ikan betina untuk mengenalinya, karena umumnya ikan-ikan betina memiliki warna yang kusam dan corak tubuh kurang menarik. Ikan jantan juga biasanya bergerak aktif seperti menari di sekitar ikan betina sehingga dapat menarik perhatian ikan betina. Umumnya ikan-ikan jantan dari

Pomacanthidae memiliki tingkah laku dengan cara berenang ke arah permukaan lalu turun kembali sambil melakukan gerakan-gerakan tertentu untuk menarik perhatian ikan betinanya. Semasa musim kawin, ikan-ikan jantan biasanya merubah dirinya dengan warna yang lebih terang seperti merah, atau hitam. Tingkah laku ini dapat memberikan pesan-pesan tertentu, antara lain adalah memberi tanda-tanda pada betina bahwa jantan tersebut telah siap untuk kawin. Hal ini menandakan pula pada ikan jantan lain bahwa ikan jantan tersebut telah siap untuk mempertahankan wilayahnya, karena

11

umumnya ikan-ikan jantan tersebut mulai membuat sarang pada musim kawin. Selain warna, pada jenis ikan lain yang siap kawin mempunyai tandatanda khusus, seperti bagian perut yang membengkak pada ikan betina karena penuh berisi telur, yang juga dapat menarik minat ikan jantan. Jantan dan betina kadang juga mempunyai bentuk yang berbeda. Selain itu, tingkah laku ikan juga dapat membedakan jenis kelamin dan tingkat kedewasaannya. Ikan betina yang siap kawin mempunyai tingkah laku yang berbeda dengan ikan jantan ataupun ikan betina yang belum dewasa. Sebagai contoh adalah tingkah laku menggerak-gerakan sirip yang dapat menunjukkan selera ikan tersebut. Pada ikan-ikan yang bergerak lincah, ketika musim kawin cenderung untuk membentangkan sirip mereka lebar-lebar, sebagai cara untuk berkomunikasi dengan yang lainnya. Tingkah laku meminang dan penjagaan wilayah secara detail berbeda-beda dari tiap jenis ikan teleosteik. Tapi secara umum mempunyai cara yang sama, yaitu umummya ikan jantan menentukan wilayah tertentu sebagai sarang dan daerah kekuasaannya selama masa reproduksi. Fungsi sarang tersebut antara lain adalah mempermudah ikan betinanya menemukan pasangannya dengan mendatangi daerah kekuasan ikan jantan tersebut. Daerah kekuasaan ikan merupakan tempat perlindungan yang aman bagi betina untuk meletakkan telur-telurya dan juga untuk membesarkan anak-anaknya. Di daerah kekuasaan tersebut, jantan cenderung mempertahankannya dari ikan jantan lain atau pun jenis yang lain. Apabila ada ikan jantan lain berenang mendekat, maka ikan tersebut akan menyerangnya. Ada yang menggunakan lengan menghampiri ikan yang selagi dengan mulut yang terbuka lebar sambil membentangkan sirip-siripnya bertujuan untuk menakut-nakutinya. Biasanya ikan pendatang akan pergi, tetapi apabila tidak maka akan berkelahi dengan menggunakan tamparan sirip-siripnya, atau pun menggunakan ekornya. Umumnya jantan yang menjaga sarangnya selalu dalam perkelahian, sehingga proses perkawinan dapat berlangsung tanpa ada gangguan. Meskipun tingkah laku secara visual merupakan hal yang paling penting dalam proses pinangan, beberapa jenis ikan juga mempunyai tingkah laku lain yang khas, seperti mengeluarkan bunyi-bunyian tertentu. Bunyi 12

yang dikeluarkan oleh ikan jantan biasanya merupakan tanda peringatan bagi jantan lain yang memasuki wilayahnya, ataupun untuk menarik perhatian ikan betina. Masa Memijah Proses memijah pada ikan berbeda-beda antar kelompok ikan. Umumnya ikan-ikan betina meletakkan telur-telurnya di dasar perairan untuk kemudian dibuahi oleh ikan jantan sementara ikan betina menungguinya. Pada jenis ikan lain, ada yang memijah dengan cara berenang berdekatan secara bersama-sama, dan ada pula yang memodifikasi sirip ekorya (pada ikan jantan) untuk dilingkarkan pada tubuh betina, untuk kemudian keduanya secara bersama-sama melepaskan sperma dan telur. Banyak jenis ikan terutama yang hidup daerah tropis, bereproduksi sepanjang masa. Tetapi, kebanyakan jenis ikan mempunyai waktu memijahnya sendiri-sendiri. Pada ikan karang tropis (Pyge inferruptus) memijah berkisar pada bulan Mei dan Oktober, dengan suhu dan matahari sebagai faktor pembatasnya. Ikan tersebut tidak akan memijah pada suhu 22oC. Ikan-ikan dari suku Pomacanthidae pada saat 10 menit sebelum sampai 5 menit sesudah terbenamnya matahari. Pada daerah subtropis, pemijahan terjadi pada musim semi dan awal panas, ketika itu makanan berlimpah tersedia waktu yang cukup bagi larva untuk tumbuh lebih kuat sebelum datang masa dingin. Induk ikan sebagai salah satu hewan perairan mempunyai cara yang sangat beragam dan kadang kala melakukan hal-hal yang unik untuk melindungi telur-telurnya. Beberapa yang hidup di perairan dangkal, menghasilkan telur yang lebih sedikit, tetapi akan cenderung melindungi telur-telur dari bahaya atau pun perubahan suhu. Beberapa contoh tingkah laku seksual pada ikan dapat kita amati pada ikan cupang (Betta sp.), Clownfish (Amphiprion ocellaris), Ikan Cichlid (Geophagus brasiliensis), dan Anglerfish. a. Ikan Cupang (Betta sp.) Cupang (Betta sp.) adalah ikan air tawar yang habitat asalnya adalah beberapa negara di Asia Tenggara, antara lain Indonesia, Thailand, Malaysia, dan Vietnam. Di kalangan penggemar, ikan cupang umumnya terbagi atas tiga golongan, yaitu cupang hias, cupang aduan, dan cupang liar. Di

13

Indonesia terdapat cupang asli, salah satunya adalah Betta channoides yang ditemukan di Pampang, Kalimantan Timur. Ikan cupang yang bertubuh mungil ini pada awalnya dikenal sebagai ikan aduan. Seiring berjalannya waktu, beberapa peternak ikan cupang berhasil menciptakan beberapa jenis dari ikan cupang. Beberapa diantaranya yaitu Halfmoon, Serit/Crowntail, Plakat, Plakat Halfmoon, Giant Betta dan lain-lain. Ikan cupang betina, ciri-cirinya antara lain siripnya lebih pendek dari ikan jantan, badannya lebih kecil. Untuk cupang betina yang siap kawin dapat dilihat dari perutnya yang buncit, dan di bawah perutnya ada gumpalan kecil berwarna putih

Gambar 6. Halfmoon jantan

Gambar 7. Ikan betina siap kawin

Sebagaimana hewan lainnya, proses pemijahan dilakukan dengan jalan salah satu pasangan menarik perhatian lawan jenisnya. Dalam kasus ini, cupang jantan merupakan pihak yang melakukan aksi menarik perhatian tersebut. Cupang jantan akan berlagak memamerkan ketampanannya di depan sang betina sambil mengembangkan sirip-siripnya. Dengan keindahan warna tubuhnya pula, cupang jantan akan mendekati sang betina dan berputar-putar. Setelah sang betina tertarik, cupang jantan akan menelikung tubuh betina. Sementara cupang betina membiarkan tubuhnya melayang dalam dekapan sang jantan. Jika selesai memijah, cupang jantan akan melepaskan tubuh betina, kemudian akan terlihat telur berjatuhan dari tubuh betina. Selanjutnya, tugas cupang jantan yang merawat telur hingga menetas.

14

Gambar 8. Proses memijah ikan cupang

Dalam hal ini, terdapat dua tipe pemijahan yang terjadi pada ikan cupang, yaitu bubble nest breed dan mouth brooder. Di antara keduanya tedapat perbedaan prinsip dalam hal menetaskan telur. o Bubble nest breed Secara alami, cupang jantan yang siap memijah pada tipe ini akan terlihat membuat sarang busa. Sarang busa yang dibuat berbentuk gelembung-gelembung kecil udara yang ditempatkan sang jantan di permukaan air. Biasanya, sarang busa ini ditempelkan pada dedaunan atau tanaman air. Setelah selesai membuat sarang busa, cupang jantan akan menggiring cupang betina untuk melakukan perkawinan di bawah sarang busa yang telah dibuat. Cupang jantan akan menangkap telur yang berjatuhan dan menyimpan dalam mulutnya. Selanjutnya, telur tersebut disemburkan ke sarang busa agar melekat. Telur yang jatuh akan diambil dan disemburkan kembali hingga benar-benar melekat. Setelah semua telur melekat, cupang jantan akan dengan setia menjaga telurnya dari gangguan ikan lain. Selain itu, cupang jantan akan mengipasi telur dengan sirip-siripnya agar suplai oksigen untuk telur tetap terjaga. Selama itu pula, induk jantan akan merenovasi sarang busa yang rusak dengan membuat sarang baru. Adapun jenis ikan cupang yang termasuk dalam bubble nest breed yaitu Betta akarensis, Betta coccina, Betta bellica, Betta tasyaee, Betta smaragdina, Betta imbellis, dan Betta splendens. o Mouth brooder Pada kelompok ini, cupang jantan akan memunguti telur yang sudah terbuahi dan memasukkan serta mengeraminya dalam mulut 15

hingga menetas. Selama mengerami telur tersebut cupang jantan berpuasa dan menghindari kontak fisik dengan jantan lain. Setelah menetas, anak cupang akan dikeluarkan dari mulut induk jantan ke permukaan air. Selanjutnya, induk jantan akan tetap melindungi anaknya dengan cara memasukkan kembali anaknya ke dalam mulut jika ada bahaya. Hal tersebut dilakukan hingga anak cupang berumur satu minggu dan bisa mencari makan sendiri. Beberapa jenis cupang yang berkembang biak dengan cara ini di antaranya Betta pugnax, Betta taeniata, Betta macrostoma, Betta unimaculata, Betta picta, Betta anabantoides, Betta edithae, dan Betta foerschi.

b.

Clownfish (Amphiprion ocellaris) Clownfish hidup dalam kelompok yang terdiri dari sepasang jantan dan betina yang dapat berkembangbiak, serta beberapa jantan yang tidak berbiak. Ada hirarki ketat dalam kelompok itu berdasarkan ukuran: ikan terbesar adalah betina, terbesar berikutnya adalah jantan, dan kemudian anggota kelompok yang lain adalah jantan tidak berbiak. Jika betina mati atau terpancing manusia, jantan terbesar akan berubah kelamin menjadi betina. Kemudian yang terbesar dari jantan tidak berbiak akan mendapatkan promosi untuk menjadi jantan mendampingi si betina.

Gambar 9. Sepasang ikan Amphiprion ocellaris

c.

Ikan Cichlid (Geophagus brasiliensis) Ikan Cichlid hanya dapat berkembangbiak lewat oral sex. Ikan cichlid betina memiliki kebiasaan membawa telurnya di dalam mulut kemanapun ia pergi. Telur ini belum dibuahi, sehingga tidak akan menjadi anak. 16

Untungnya, sebagian Ikan cichlid jantan memiliki penis yang tersembunyi dalam lingkaran berwarna putih di bawah perutnya, sehingga dalam penglihatan betina penis tersebut akan seperti telurnya yang tercecer saat ia membawanya kemana-mana. Sang betina segera mendekati pejantan dan penisnya, lalu menghisapnya dengan harapan telur yang tercecer tersebut masuk kembali dalam mulutnya untuk dibawa. Sperma yang masuk ke dalam mulut betina kemudian membuahi telur-telur yang sudah ada sebelumnya di dalam mulut betina. d. Anglerfish Anglerfish adalah jenis ikan yang hidup di laut dalam. Mereka memiliki antena pemancar cahaya di atas kepala untuk memancing mangsa. Pada saat tua, seluruh sistem pencernaan jantan akan mati akibatnya pejantan harus menjadi parasit atau mati. Saat betina muncul, pejantan tua ini akan menempel pada tubuh betina dan selamanya hidup sebagai beban bagi hidup sang betina. Setiap saat betina memiliki telur yang siap di buahi, sang pejantan tua cukup melepaskan spermanya tanpa susah payah melakukan pendekatan.

2.

Amphibi Pergerakan bulan yang tengah berada pada fase penuh (purnama) umum dimanfaatkan hewan. Walaupun belum banyak diketahui, tetapi fenomena ini terjadi secara global. Amfibi pun menggunakan siklus ini untuk mengumpulkan spesies katak jantan dan betina dalam waktu yang sama sehingga potensi kesuksesan pembuahan telur dapat dimaksimalkan. Semua spesies amfibi seperti katak, kodok, dan salamander melakukan aktivitas perkawinannya selama periode itu. Tiga fase hidup pada amfibi yang dipengaruhi perputaran bulan, yakni fase pembiakan (breeding site), fase perkawinan (mating site), dan fase bertelur (spawning site). Spesies katak biasa Bufo bufo melakukan ketiga fase ini selama masa bulan purnama. Begitu pula dengan spesies katak Jawa Bufo melanostictus, yang melakukan fase perkawinannya dalam periode bulan purnama, di mana katak betina melakukan ovulasi pada saat berdekatan atau di waktu yang sama. Sementara spesies katak Rana temporaria melakukan fase bertelur pada bulan purnama. Reproduksi pada amphibi ada dua macam yaitu secara eksternal pada Anura pada umumnya dan internal pada Ordo Apoda. Proses perkawinan secara 17

eksternal dilakukan di dalam perairan yang tenang dan dangkal. Di musim kawin, pada Anura ditemukan fenomena unik yang disebut dengan amplexus, yaitu katak jantan yang berukuran lebih kecil menempel di punggung betina dan mendekap erat tubuh betina yang lebih besar. Perilaku tersebut bertujuan untuk memberi stimulus agar katak betina mengeluarkan sel telurnya sehingga bisa dibuahi jantannya. Amplexus bisa terjadi antara satu betina dengan 2 sampai 4 pejantan di bagian dorsalnya dan sering terjadi persaingan antar pejantan pada musim kawin. Pejantan yang paling lama bertahan dengan amplexusnya yang mendapatkan betinanya. Salah satu contoh tingkah laku seksual pada kelas amphibia adalah katak pohon (Rana sp.). Katak pohon memiliki perilaku yang unik saat kawin. Katak jantan berukuran lebih kecil dan memiliki kantong suara untuk menarik perhatian betina melalui komunikasi visual. Jantan yang suaranya lebih keras menarik perhatian yang betina karena katak betina dengan mudah menemukan katak jantan tersebut atau mungkin katak jantan yang bersuara keras tersebut memiliki daerah territorial yang lebih baik. Bila betina telah menentukan pilihannya, maka jantan yang terpilih akan naik di punggung betina, bersama-sama mencari tempat yang cocok dan aman untuk meletakkan telur-telur. Biasanya telur-telur diletakkan di daun tanaman atau serasah yang dekat dengan genangan atau aliran air. Genangan air akan menjadi tempat perkembangan berudu. Beberapa predator bagi telur katak ataupun berudu antara lain ulat, semut, ikan kecil, dan serangga air seperti Laccotrephes tristis. Jadi, untuk perkembangbiakannya Katak Pohon membutuhkan habitat dengan genangan dan aliran air yang baik. Sedangkan untuk perkembangannya saat dewasa Katak Pohon membutuhkan kondisi lingkungan (pohon dan tanaman) yang mendukung.

Gambar 10. Ampleksus katak pohon (Rana sp.)

18

3.

Reptil Salah satu contoh yang termasuk kedalam kelas Reptil adalah ular. Ritual perkawinan pada ular seringkali didahului dengan terjadi pertarungan antara jantan dengan jantan lainnya untuk memperebutkan betina, maupun antara jantan dengan betina yang siap kawin. Adapun fase perilaku seksual pada ular terdiri dari fase pengejaran, fase pencarian ekor, fase penjajaran, dan fase intromisi. a. Fase pengejaran Pada fase ini jantan akan mengejar betina yang sudah siap kawin. Betina akan berjalan pelan di depan jantan. Kemudian jantan akan menjulurkan lidahnya ke seluruh tubuh betina dan bergerak erotis sangat pelan dan menggunakan spursnya untuk merangsang sambil menaiki betinanya. Jika usaha jantan ditolak, maka betina akan pergi meninggalkan jantan.

Gambar 11. Fase Pengejaran

b.

Fase pencarian ekor Pada fase ini betina akan mengangkat ekornya, sehingga ekor jantan akan bergerak mengelilingi ekor betina untuk mencari kloakanya. Jantan juga menggunakan spursnya untuk membantu betina mengangkat ekor ketika betina menolak untuk mengangkatnya.

Gambar 12. Fase Pencarian Ekor

19

c.

Fase penjajaran Jantan menyejajarkan ekornya dengan ekor betina sehingga kloakanya bertemu. Sekali lagi, spurs pada jantan digunakan untuk menyejajarkan ekor pasangan ini.

d.

Fase intromisi Ketika betina sudah memberi tanda bahwa dia menerima jantan, maka jantan akan memasukkan salah satu bagian hemipenisnya ke dalam kloaka betina. Penggunaan spurs oleh jantan terlihat pada ketiga fase awal. Jantan akan

memasukan spurs pada kulit di antara sisik dan spurs akan bergetar 1-2 kali tiap detiknya untuk merangsang betina (Murphy et al, 1978). Ular tidak memiliki suara seperti katak yang memiliki nyanyian dalam perilaku kawinnya, hanya beberapa spesies yang memiliki desisan akan tetapi hanya digunakan sebagai peringatan untuk predator dan mangsanya (Goin et al, 1911).

4.

Aves Salah satu faktor yang menjadi keberhasilan dalam perkembangbiakan unggas adalah kecepatan membawa makanan cacing untuk anaknya. Pada spesies unggas yang anaknya dipelihara oleh tetuanya dapat dibayangkan bahwa jumlah makanan yang diberikan kepada anaknya ada dua kali daripada jika diberikan oleh satu tetua. Karena itu, burung jantan dan betina dapat meningkatkan keberhasilannya berkembangbiak dengan cara tinggal bersama-sama. Jika salah satu dari tetuanya pergi, maka kerberhasilan untuk memelihara anknya tinggal setengahnya. Lagi pula untuk menemukan pasangan yang baru dan tempat membuat sarang memerlukan waktu. Karena itu, monogami dan pemeliharaan anak oleh kedua tetuanya dapat dimengerti. Pada beberapa burung laut, misalnya Rinsa tridactyla (kittiwake) dan Puffinus puffinus (mamx shearwater) kesetian berpasangan dalam jangka waktu yang lama memberikan keuntungan karena pasangan yang telah pernah bekerja sama memelihara anak lebih berhasil berkembang biak daripada pasangan yang baru. Jika ada anaknya yang diambil dari sarangnya, maka tetua jantanlah yang biasanya pergi. Sisa anaknya hanya dipelihara oleh induknya. Poligini terdapat juga pada burung yang makan buah-buahan atau biji-bijian. Di alam asli persedian buah-buahan bersifat musiman. Pada musim buah, persediaannya sangat banyak sehingga salah satu tetua saja sudah cukup memberi makan kepada 20

anaknya karena kegiatan demikian sama efisiennya dengan pemberian makan yang dilaksanakan oleh kedau tetuanya. Timbul sebuah pertanyaan, apa sebabnya tetua jantan yang pergi meninggalkan pasangannya? Untuk menjawab pertanyaan ini harus ditinjau dari dua faktor penting yaitu : a. Burung jantan terlebih dahulu mempunyai peluang untuk meninggalkan burung betina. Karena fertilisasi sel telur berlangsung didalam tubuhnya, burung bertina dapat saja ditinggalkan oleh burung jantan dan dibiarkan membawa embrio yang sedang berkembang didalam tubuhnya. b. Dengan meninggalkan pasangannya, burung jantan lebih beruntung karena keberhasilan berkembang biak selama hidupnya lebih banyak tergantung daripada frekuensi perkawinannya. c. Sarang adalah tempat yang dibangun hewan untuk menyimpan telur dan membesarkan bayi mereka. Sarang seringkali dibuat dari ranting, rumput, lumpur, atau daun. Dalam bentuk sederhana, sarang bisa hanya merupakan lekukan pada tanah, atau lubang pada pohon, batuan, atau bangunan. Kadang beberapa bahan buatan manusia seperti tali, plastik, kain, rambut, kertas, dll, juga digunakan untuk membangun sarang. Sarang dapat ditemukan pada berbagai jenis habitat. Sarang terutama dibuat oleh burung, tapi beberapa jenis mamalia, ikan, insekta, dan reptil juga kadang ditemui membuat sarang. Umumnya setiap spesies memiliki gaya sarang yang unik. Berikut ini merupakan beberapa perilaku seksual pada burung. a. Burung Walet Musim kawin burung walet terjadi disaat musim hujan tiba dikarenakan ketersediaan pakan walet yaitu serangga sangat banyak dan berlimpah sehingga anak burung walet akan terjamin kelangsungan hidupnya. Walaupun koloni burung walet tinggal di rumah burung walet tetapi burung walet tidak akan melangsungkan perkawinan dengan saudaranya sendiri, karena kalau hal tersebut terjadi maka kualitas anakan tidak bagus bahkan terjadi cacat. Dengan demikian maka burung walet akan mencari pasangannya dari rumah burung walet yang lain atau yang tidak satu turunan dengannya. o Perkawinan di udara Pada saat masa perkawinan tiba burung walet biasa melakukan perkawinan di atas udara. Salah satu dari sepasang burung ini terbang di 21

depan lawan jenisnya dan tiba-tiba menahan sayapnya membentuk sudut besar horizontal atau bahkan vertical. Burung ini akan meluncur turun ke depan sedangkan burung yang dibelakang mengejarnya. Kemudian sepasang burung ini akan terbang normal dengan posisi terbang pejantan di atas dan betina terbang agak dibawah. Kemudian burung jantan langsung hinggap di punggung burung walet betina tersebut dan sepasang burung ini pun terbang meluncur turun dengan sudut kecil. Burung betina merentangkan sayapnya secara horizontal dan burung jantan

merentangkan sayapnya secara vertical membentuk sudut. Sepasang burung ini akan membentangkan sayap dan ekornya selama terjadi perkawianan. Jika ketinggian terbang rendah salah satu burung ini akan sedikit mengepakan sayapnya setelah beberapa detik mereka kembali berpisah.

Gambar 13. Walet kawin di udara

Perkawinan di sarang Perkawinan di sarang dilakukan pada malam hari. Sang betina memanggil burung walet jantan dengan suara cicitannya, setelah mendengar suara walet betina yang birahi, burung walet jantan akan menuju ke tempat burung walet betina dan hinggap di punggung betina. Ketika burung berkicau dalam artian bernyanyi, burung mengeluarkan suara bersuku kata banyak, melodius dan disuarakan secara terus-menerus. Bedanya nyanyian dengan tipe suara lainnya adalah bahwa nyanyian ini berada di bawah kontrol hormon seksual. Hal ini berbeda dengan suara siulan. Meski disuarakan secara terus-menerus dan juga melodius, siulan tidak berada di bawah kontrol hormon seksual. Kicauan dalam artian bernyanyi juga berbeda dengan apa yang disebut peniruan suara atau voice imitating. 22

Perbedaan lain antara nyanyian dan siulan adalah bahwa nyanyian disuarakan oleh burung berjenis kelamin jantan, sedangkan siulan disuarakan oleh burung baik jantan maupun betina. Fungsi dari nyanyian burung jantan adalah sebagai suatu cara bagi burung untuk merayu pasangan, menandai dan mempertahankan wilayah mereka serta memperingatkan burung lain agar tidak masuk kawasan tersebut. Sedangkan fungsi siulan adalah alat berkomunikasi burung satu dengan lainnya, misalnya sebagai sebuah panggilan, pemberi peringatan akan datangnya bahaya, ekspresi keterkejutan, kesakitan dan juga ekspresi senang. Jadi semakin birahi seekor burung, maka dia akan semakin sering bernyanyi (gacor atau rajin berkicau). Meski tidak birahi, semakin senang burung pada situasi atau kondisi tertentu, maka dia akan semakin rajin berkicau (dalam konteks bersiul secara terus-menerus dan juga melodius). Pasangan burung walet ini kemudian merenggangkan sayapnya dan terjadilah perkawinan. Proses perkawinan di sarang ini akan berlangsung beberapa kali dalam semalam.

b. Ayam Perilaku seksual pada ayam dilakukan melalui tahapan sebagai berikut. o Tingkah laku seksual ayam jantan Tarian Walrz Ayam jantan merendahkan sayapnya sambil mendekati betina,melangkah kesamping sampai mencapai jarak 1 langkah. Tarian diperlihatkan ke betina dengan maksud sebagai pinangan, yang sudah siap (membungkuk), setelah selesai kawin. Aktivitas pengganti Bila jantan telah melakukan pinangan, tapi betina menolak (tidak membungkuk) si jantan akan mematuk batu/apasaja serta mengais-ais sambil memanggil betina. Kepakan sayap Mengepakan sayap dan sambil berkokok untuk menunjukan kejantanan jika betina tidak membungkuk. Penegakan bulu Gerakan ekor, ekor digerakan dengan cepat dalam arah horizontal 23

Gerakan kepala, kepala dimiringkan kemudian digerakkan membentuk 1 lingkaran Hentakan kaki Penyisiran bulu

Gerakan abnormal pada jantan : Jantan mengitari betina sambil mengawasi dengan seksama Jantan mendekari betina dari belakang kemudian mematuk kepala sambil mengepakan sayap nya dengan cepat. o Tingkah laku seksual betina Reaksi negatif terhadap pinangan jantan yaitu menghindar dari jantan dan melarikan diri. Bila menerima pinangan si betina akan membungkukan badan,dada dan ekor nya merapat ketanah,sayap dikembangkan meninggi untuk menjaga kseimbangan bila jantan menaikinya.

Gambar 14. Ayam jantan merayu ayam betina

5.

Mamalia Ciri dan aktivitas organ seksual jantan umumnya di tampilkan dalam bentuk pembesaran testes, timbulnya perilaku seksual yang sangat khas, perubahan warna rambut atau bau badan, serta penammpak assesori anggota tubuh yang snagat khas. Ukuran testes panjang x lebar serta keberadaan spermatozoa yang dapat membuahi merupakan indikator yang paling akurat untuk aspek kematangan organ seksual. Dalam penentuan ukuran testes, kondisi pengukuran yang umum di lakukan adalah lingkaran skrotum. Pada satwa hidup, testes yang besar, konsistensi padat, menggelembung, dalam skrotum mudah terlihat dan cauda epididimis yang terlihat melingkar menunjukkan satwa tersebut dalam posisi aktif secara reproduksi. Sedangkan 24

testes yang berukuran relatif lebih kecil dari normal, konsistensi lembek dan kadangkala testes berada di dalam abdominal, tidak seperti seharusnya, menandakan satwa sedang tidak dalam keadaan aktif reproduksi. Testes pada kelelawar yang sedang tidak aktif bereproduksi terlihat menyusut atau naik ke atas abdomen. Untuk mengetahui kualitas sperma suatu jenis satwa yang masih dalam keadaan hidup, koleksi sperma secara paksa diperlukan. Metode koleksi sperma dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain melalui penggunaan vagina buatan. Masase atau elektroejakulator. Tapi pada satwa yang telah mati pengamatan secara seksama namun hasilnya terbatas dapat dilakukan dengan cara membelah jaringan testes berupa pemotongan secara longitudinal terhadap cauda epididimis dan melakukan koleksi sperma yang masih tersisa di alat reproduksi lewat cara pembilasan atau pun lewat cara penajajahan jaringan. Alternatif lainnya adalah melalui pengamatan secara histologi. Sebelumnnya dapat dilakukan dengan pengukuran marfometri terhadap semua organ dan kelenjar reproduksi. Guna kepentingan analisis hormon, cara yang paling akurat dan umum di lakukan adalah melalui pengumpulan sampel darah. Cara lain secara tidak langsung adalah lewat pengumpulan urin dan feses untuk kemudian di analisis metabolit steroid dari hormon reproduksi. Berikut ini merupakan contoh perilaku seksual pada mamalia. a. Singa Singa betina kebanyakan akan bereproduksi pada saat mereka berumur empat tahun. Seperti kucing lainnya, penis singa jantan memiliki duri yang menunjuk ke belakang. Setelah penis ditarik, menyapu dinding vagina betina, yang dapat menyebabkan ovulasi. Sebuah singa betina dapat kawin dengan lebih dari satu pejantan ketika dia berada dalam keadaan birahi. Selama perkawinan, yang bisa bertahan beberapa hari, pasangan singa dapat kawin sebanyak dua sampai empat kali per jam, dengan masing-masing berlangsung sekitar copulaton 20 detik.

25

Gambar 15. Betina awalnya menampik kedatangan singa jantan

Gambar 16. Betina berhenti dan membiarkan pejantan menaikinya

Gambar 17. Perkawinan dimulai dengan rintihan dan geraman

b.

Lumba-lumba Saat usia 5-13 tahun, lumba-lumba betina dewasa akan kembali ke kelompok di mana mereka dilahirkan. Kawanan lumba-lumba juga dikenal dengan nama pod, untuk kawanan dengan jumlah ratusan lumba-lumba di dalamnya sering disebut dengan superpod. Lumba-lumba mencapai kematangan seksual pada usia sekitar 7-12 tahun untuk betina dan 10-15 tahun untuk jantan. Lumba-lumba jantan dewasa senang bergaul dan bergerak di antara betina. Mereka bebas dari tanggung jawab dan hanya berkelana, satu-satunya peran yang mereka mainkan adalah kawin. Sedangkan betina dewasa berperan utama dalam semua keputusan, terutama dalam melindungi dan memberi makan anak-anak mereka. 26

Gambar 18. Alat reproduksi lumba-lumba jantan Sekitar usia 12 tahun, lumba-lumba jantan akan mencari pasangan untuk berkembang biak. Mereka terkadang terlibat dalam tindakan agresi sebagai bentuk persaingan memperebutkan betina. Musim kawin biasanya terjadi selama musim semi. Lumba-lumba akan menjajaki masa perkenalan dengan pasangan selama berhari-hari. Pada masa ini, pasangan akan terlihat selalu berenang bersama dan saling membelai dengan sirip mereka. Proses kawin berlangsung sangat cepat, biasanya dalam hitungan detik

c.

Kelelawar Cynopterus sphinx Sebelum melakukan perkawinan kelelawar betina melakukan seks oral untuk mendapatkan pejantan. Seks Oral atau fellatio, sering digunakan dalam pemanasan pada manusia, tapi menurut peneliti jarang terlihat pada hewan. Selama ini fellatio disebut terbatas pada manusia, meskipun

simpanse bonobo juga melakukan untuk main-main. Sekarang para ilmuwan menemukan kelelawar buah (Cynopterus sphinx) berhidung pendek secara rutin terlibat dalam seks oral. Dan pertama kalinya fellatio terlihat pada hewan dewasa selain manusia. Para peneliti berpendapat tindakan itu kemungkinan memiliki manfaat evolusioner. Menariknya, betinanya

melakukan felattio selama 14 dari 20 hubungan.

Felattio biasanya

berlangsung selama sekitar 19 detik, atau kira-kira satu-dua belas waktu ratarata dari kopulasi. Namun, binatang malam dengan nama latin Cynopterus sphinx itu, sebenarnya bukanlah satu-satunya hewan yang selalu melakukan oral seks. Sebelumnya, diketahui simpanse juga termasuk binatang yang selalu melakukan oral seks. Oral seks merupakan aktivitas-aktivitas seksual yang mencakup penggunaan mulut dan lidah untuk merangsang genitalia. 27

Biasanya, seks oral dilakukan sebagai pembukaan atau foreplay sebelum bersetubuh (coitus). Seks oral mencakup memberi atau menerima stimulasi oral (seperti menghisap atau menjilat) genitalia. Kelelawar betina sangat bergairah dalam melakukan oral seks, hampir 70 persen kelelawar betina melakukannya sebelum melakukan hubungan. Kelelawar betina

menginginkan hubungan seks yang lama sehingga melakukan oral seks terlebih dahulu. Rata-rata aktivitas oral seks dilakukan selama empat menit sebelum melakukan hubungan seks.

Jantan

Betina

Gambar 19. Perkawinan kelelawar

28

DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2010. Animal Sexual Behavior. http://en.wikipedia.org diakses tanggal 20 Maret 2012 Anonim. 2012. Cupang. http://id.wikipedia.org/ (Diakses tanggal 13 Maret 2012 di Singaraja) Anonim. 2012. Gurita. http://id.wikipedia.org/ (diakses tanggal 18 Maret 2012 di Singaraja) Anonim. 2012. Habitat dan Fisiologi. http://cupanghias-bettamania.weebly.com/ (diakses tanggal 18 Maret 2012 di Singaraja) Anonim. 2008. Disaat Kupu-kupu Berpasangan. http://noonathome.wordpress.com diakses tanggal 17 Maret 2012 Anonim. 2009. Kehamilan dan Proses Kelahiran pada Lumba-lumba. http://dolphindance.wordpress.com diakses tanggal 20 Maret 2012 Anonim. 2009. Kelelawar Sering Melakukan Oral Sex. http://www.indowebster.web.id diakses tanggal 20 Maret 2012 Anonim. 2009. Sekelumit Cerita Katak Pohon. http://www.peka-indonesia.org/ (Diakses tanggal 13 Maret 2012 di Singaraja) Anonim. 2010. Pengaruh hormon seksual pada kicauan dan perilaku over birahi burung. http://omkicau.com diakses tanggal 20 Maret 2012 Anonim. 2011. Cara Lebah Jantan Memikat Pasangan. http://www.anekaforum.com diakses tanggal 17 Maret 2012 Anonim. 2011. Ketika Kupu Menolak Rayuan. http://aliefqu.wordpress.com diakses tanggal 17 Maret 2012 Anonim. 2012. 10 Cara Kawin Hewan yang Aneh dan Unik. http://unic77.info/ (Diakses tanggal 7 Maret 2012 di Singaraja) Anonim. 2012. Lebah Betina Lebih Perkasa. http://zilzaal.blogspot.com diakses tanggal 17 Maret 2012 Campbell, Reece, Mitchell. 2004. Biologi, Edisi Kelima Jilid 3. Jakarta : Erlangga Danu. 2012. Memijah Ikan Cupang. http://danu.web.id/ (Diakses tanggal 18 Maret 2012 di Singaraja) Drickamer, Vessey, Jakob. 2002. Animal Behavior Fifth Edition (Mechanism, Ecologi, Evolution). New York : McGraw-Hill

29

Macaskill, Scotch. 2012. Lions Mating. http://www.wildlife-pictures-online.com diakses 20 Maret 2012 Matswapati, Dwi. 2009. Biologi Reproduksi Ular Sanca Batik (Phyton reticulatus), pdf. Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (Diakses 24 Maret 2012 di Singaraja) Meutia P., Dian. 2011. Perilaku Reproduksi Hewan Vertebrata. http://biologilengkap.blogspot.com/ (Diakses tanggal 7 Maret 2012 di Singaraja)

Sugiyoto. 2012. Tingkah Laku Unggas. http://duniapertanianpeternakan.wordpress.com diakses 20 Maret 2012 Suhara. 2010. Ilmu Kelakuan Hewan (Animal Behaviour), pdf. Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UPI (Diakses 24 Maret 2012 di Singaraja)

30

Você também pode gostar