Você está na página 1de 8

Berebut Air Jamasan

Setiap malam 1 Suro di Pendopo Pura Mangkunegaran, Surakarta, Jawa Tengah, dilakukan ritual memandikan (mencuci) pusaka milik Pura Mangkunegaran. Pusaka itu berwujud Tombak dan Joli (sebuah rumah-rumahan kecil berisi pakaian milik Mangkunagoro I atau Raden Mas Said), yang dipanggul empat orang prajurit Mangkunegaran.

Pusaka tersebut dibawa dengan cara dikirabkan (semacam pawai) mengelilingi Pura Mangkunegaran dengan ikuti para kerabat Mangkunegaran, abdi dalem dan masyarakat lainnya, sambil menerapkan laku bisu (sama sekali tidak bicara), sebagai wujud keprihatinan terhadap kondisi negara saat ini. Tujuannya, untuk mendapatkan keselamatan sekaligus dalam rangka tolak bala. Bersamaan dengan itu, sejumlah abdi dalem menyebarkan bungkusan nasi kepada ribuan orang yang mengikuti ritual tersebut. Mereka saling berebutan, karena diyakini siapa saja yang mendapatkan bungkusan nasi tersebut akan mendapatkan banyak berkah dan diberi kemurahan rezeki.

Benda pusaka tadi dicuci atau dimandikan atau dijamas dengan air bercampur bunga. Air sisa mencuci benda pusaka tadi, atau biasa disebut air jamasan, diperebutkan oleh ribuan warga masyarakat yang percaya bahwa air dan bunga sisa jamasan tadi dapat membawa berkah. Ritual tersebut berlangsung pada 28 Desember 2008 (malam 1 Suro), sekitar pukul 19:00 waktu setempat. Rebutan air jamasan juga terjadi di Jogjakarta. Menurut pemberitaan detknews edisi Jumat, 02/01/2009 13:27 WIB, ratusan warga berebutan air sisa jamasan (pencucian) kereta pusaka Kraton Ngayogyakarto Hadiningrat. Berbeda dengan di Solo yang ritual mencuci benda pusakanya berlangsung pada malam 1 Suro, di Jogja ritual mencuci benda pusaka berlangsung pada hari Jumat tanggal 2 Januari 2009, bertepatan dengan tanggal 5 Suro (hari pasaran Jumat Kliwon) tahun 1942 berdasarkan penanggalan Jawa. Benda pusaka (kereta pusaka Kraton Ngayogyakarto Hadiningrat) yang dijamas adalah kereta utama yang diberi nama Kanjeng Nyai Jimat, dan satu buah kereta pengiringnya. Pada masanya, kereta utama buatan Belanda pada pertengahan abad 18 tersebut, boleh jadi merupakan barang mewah. Kalau dikiaskan dengan masa sekarang, barangkali setara dengan mobil mewah Jaguar, Mercedes Benz atau Volvo. Barang mewah itu merupakan hadiah dari Gubernur Jenderal Belanda di Batavia (Jacob Mossel) kepada Sri Sultan Hamengku Buwono I sampai Sri Sultan Hamengku Buwono IV. Maksudnya, untuk dijadikan kendaraan utama para sultan tersebut.

Kalau saja saat itu sudah ada KPK, mungkin Sri Sultan sudah diseret KPK karena menerima hadiah barang mewah, dari penjajah pula. Hadiah yang diberikan penjajah tentu bukan tanpa maksud. Pasti ada tujuan-tujuan berupa mengekalkan kolonialisme di Nusantara. Siapapun yang menerima hadiah dari penjajah untuk mengekalkan kolonialisasi di daerah jajahannya, layak disebut sebagai pengkhianat.

Seandainya Jacob Mossel masih hidup dan melihat barang mewah yang dihadiahkannya kepada Sultan masih terawat, mungkin ia akan merasa senang. Tetapi, ketika ia melihat benda itu diperlakukan sebagai benda bertuah, bahkan air cuciannya diperebutkan banyak orang, mungkin ia akan tertawa terkekeh-kekeh melihat betapa bodohnya bangsa koeli van Jogja ini. Boleh jadi Jacob Mossel juga akan terheran-heran dan bertanya-tanya, apakah tidak ada orang berpendidikan di nusantara ini, sehingga perilaku bodoh yang merendahkan martabat bangsa terus berlangsung tanpa ada yang memberi pencerahan sama sekali?

Kenyataannya, perilaku bodoh yang merendahkan martabat bangsa, bahkan menghancurkan keimanan itu justru diagung-agungkan sebagai bagian dari kekayaan budaya Indonesia yang luhur dan harus dilestarikan. Padahal, bangsa lain sudah mampu menciptakan pesawat terbang, berbagai jenis mobil, dan mampu membangun budaya disiplin yang tinggi, eh, bangsa kita boro-boro bikin mobil, disuruh sabar mengantre saja tidak bisa, disuruh tertib berkendaraan saja tidak bisa, bahkan air jamasan (bekas cucian) kereta kuda saja diperebutkan, dan dijadikan objek wisata, dibiayai pula oleh pemerintah.

Pesta Lumban atau Pesta Laut


Di tempat lain, pesta lomban yang disebut juga dengan pesta laut, berisi antara lain wisata air menggunakan kapal cothok yang disewa dari para nelayan setempat. Sebagian warga ada yang datang hanya untuk sekadar berendam atau membasahi tubuh dengan air laut, dengan keyakinan untuk membuang sial. Usai berendam dan mandi mereka makan-makan di pesisir pantai. Di kabupaten Jepara, pesta laut seperti ini sudah berlangsung lebih dari satu abad. Di dalam Islam tidak ada istilah membuang sial. Apalagi dengan cara lumban ataupun kungkum atau apa saja yang kaitannya dengan perbuatan yang tidak diajarkan oleh Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam. Sial itu sendiri tidak akan menimpa manusia kecuali kalau allah Taala menetapkanNya. 51. Katakanlah: Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah untuk kami. Dia lah pelindung kami, dan hanya kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal. (QS At-taubah/ 9: 51). Setiap kebaikan akan kembali berupa kebaikan bagi pelakunya. Begitulah ajaran Islam. Musibah, dapat terjadi kapan saja dan menimpa siapa saja. Bila di suatu tempat ada sekelompok orang yang suka menebangi hutan secara liar, maka musibah banjir akan menimpa siapa saja, orang beriman atau tidak. Tugas orang beriman adalah, selain tidak melakukan penebangan liar dan brutal, juga turut mencegah orang lain melakukan hal itu.Allah Taala memperingatkan: 41. Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (QS Ar-Ruum: 41). 25. Dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya. (QS Al-Anfaal/ 8: 25). Masyarakat Islam di Indonesia, faktanya tidak saja dikepung oleh pemikiran sepilis (sekulerisme, pluralisme agama alias menyamakan semua agama (ini kemusyrikan baru), bahkan neo komunis, pada satu sisi; namun pada sisi lain juga masih dijejali dengan tradisi yang bersifat syirik kepada Allah, diliputi dengan kemunkaran. Ironisnya, kedua sisi tadi dapat kita temukan di Republika, yang selama ini masih diposisikan oleh sebagian orang sebagai koran Islam. Gaya penyajian Republika terhadap tradisi yang bermuatan syirik dan kemunkaran, cenderung kepada mempromosikannya. Padahal, seharusnya Republika menjadi media yang dapat mempengaruhi

masyarakat (termasuk Muspida dan ulama setempat) untuk meninggalkan tradisi yang selain tidak Islami juga tidak rasional dan merupakan sebuah pemborosan. Meski hanya satu rupiah yang kita keluarkan untuk kemusyrikan dan aneka kemunkaran, itu terlalu mahal. Apalagi kemusyrikan dan aneka kemunkaran yang dilakukan sekelompok orang itu menghabiskan dana ratusan juta rupiah. Lebih baik dananya digunakan untuk membangun gedung sekolah, dibagi-bagikan kepada pedagang kecil, petani dan nelayan sebagai tambahan modal, sehingga mereka tidak terlalu menderita akibat adanya krisis global ini.

Di desa Bendar, Kecamatan Juwana, Kudus, Jawa Tengah, tradisi larung sesaji menghabiskan dana sebesar Rp 350 juta. Uang sebanyak itu dihambur-hamburkan untuk melakukan sesuatu yang selain tidak rasional juga musyrik. Artinya, dengan uang sebanyak itu pelakunya tidak mendapat keuntungan apa-apa di dunia dan akhirat.Di dalam hadits dinyatakan, ada orang yang masuk neraka hanya karena berkorban dengan lalat. Tidak sampai bernilai tinggi apalagi ratusan juta rupiah, hanya dengan berkorban lalat saja karena untuk syetan, maka akibatnya masuk neraka. Di desa Bendar ini sesaji yang dilarung berupa kepala kambing (bukan kerbau), dengan diiringi 25 wanita cantik yang mengantar sesaji tadi menuju laut atau sungai Juwana tempat prosesi larung sesaji dilakukan. Agar tidak terkesan hura-hura semata, karena begitu banyaknya pemusik dangdut yang didatangkan, maka sebagai puncak acara digelar pengajian. Pengajian seperti itu jelas merupakan pengajian yang dijadikan alasan untuk menepis adanya muatan kemusyrikan dan aneka kemunkaran yang terkandung di dalam tradisi Lomban atau Pesta Laut tadi. Tradisi, budaya, dan pengajian telah dijadikan media untuk menjejalkan kemusyrikan dan aneka kemunkaran. Pelakunya, jelas dilaknat Allah Subhanahu wa Taala. Mereka rela mengeluarkan uang untuk berkorban demi syetan laut yang mereka percayai. Padahal, berkorban untuk selain Allah Taala adalah tindakan kemusyrikan, menyekutukan Allah Taala, dosa terbesar yang pelakunya akan menjadi penghuni neraka, bila meninggal dalam keadaan belum taubat dengan taubatan nashuha, taubat yang sebenar-benarnya, dan tidak mengulanginya. Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu: Jika kamu musyrik/menyekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orangorang yang merugi (QS Az-Zumar/39: 65). Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar. (QS An-Nisa/ 4: 48).

KEMUSRIKAN DIHARI VALENTAIN


Valentine day merupakan istilah yang sangat akrab dan suatu momentum yang sangat dinantinantikan oleh para remaja-remaja dan pemuda-pemudi untuk mengekspresikan hasrat kasih sayang mereka. Hari yang diabadikan setiap empat belas Februari ini, senantiasa disambut dan dirayakan oleh kawula muda sebagai bagian dari bentuk manifestasi rasa cinta dan kasih sayang. Padahal, kalau dilacak atau ditelusuri akar historis valentine day ini, maka akan tanpak secara jelas, betapa gelar dan hari yang diabadikan sebagai simbol keagungan dan kesucian cinta ini, sangat paradoks dalam pemaknaan cinta yang sesungguhnya. Terlebih lagi itu kalau dihubungkan dengan konsep ajaran Islam. Sulit memang untuk kita bayangkan, jika bangsa yang berpenduduk mayoritas umat Islam ini, kalau kemudian Valentine day ini begitu semarak dirayakan, khususnya oleh kalangan remaja-remaja kita, baik secara terbuka (terangterangan) maupun secara terselubung. Jika saja mereka yang merayakannya, adalah yang belum mengenal atau mengetahui tentang bagaimana akar sejarah Valentine day ini, sedikit masih dapat ditolerir akan kekeliruannya yang membuatnya berdosa dengan turut merayakannya. Meskipun itu tidak seharusnya dilakukan karena Islam sangat menegur bagi orang-orang yang melaksanakan suatu tindakan yang belum tahu dasar hukumnya secara jelas. Tetapi yang paling sangat ironis, jika para remaja-pemuda muslim yang turut serta merayakannya padahal ia sudah tahu secara jelas, tentang bagaimana asal-usul pengabdian fragmen sejarah Valentine day ini. Sebagai seorang remaja dan pemuda Muslim yang tumbuh dengan baik, sejatinya harus benarbenar melihat, mencermati da menyeleksi secara ketat tentang sesuatu hal yang dapat menghambat, menghalangi apalagi mencelakakan dari proses pembentukan jati dirinya. Tulisan yang sederhana ini, ingin mengajak kita semua untuk turut berperan serta dalam melacak akar sejarah Valentine day dan bagaimana hukum merayakannya dalam kaca mata (perspektif) Islam. Sepintas Asal-Usul Hari Valentine Day Uskup Valentin adalah seorang yang dianggap Santo (orang yang dianggap suci untuk agama Katolik) yang menggantikan seorang dewa yang bernama Lupercus sebagai dewa kesuburan, padang rumput dan hewan ternak serta penyayang. Penyembahan dewa Lupercus sudah menjadi bagian tradisi upacara keagamaan Romawi pada masa itu.

Yang paling aneh dari tradisi upacara keagamaan itu diselingi penarikan undian dalam rangka mencari pasangan yang namanya sudah tertulis dalam sebuah kotak undian.

Setelah penarikan undian, maka mereka bebas untuk melakukan hubungan seksual dalam waktu yang sudah ditentukan. Setelah mereka bosan dan sudah terpenuhi kebutuhan nafsu syahwatnya. Mereka pun kembali menarik undian untuk mencari pasangan yang baru lagi, yang kemudian diperlakukan dengan perbuatan yang sama bejatnya. Begitulah tradisi keagamaan ini berlangsung selama berabad-abad.

Setelah Dewa Lupercus meninggal, maka Santo Valentin lah yang menggantikannya sebagai dewa kasih sayang. Tetapi, suatu ketika kekaisaran Romawi memerlukan sejumlah besar tentara yang dipersiapkan untuk berperang. Oleh karena itu, Kaisan memerintahkan untuk tidak melakukan perkawinan, karena menurut Kaisar dengan melakukan perkawinan para tentara perang dikhawatirkan akan mudah lemah dan tidak bersemangat. Namun, apa yang terjadi! Ternyata Santo Valentin merestui perkawinan terselubung seorang muda-mudi yang telah saling mengikat hubungan cinta. Akan tetapi, restu Santo Valentin dari praktek perkawinan terselubung ini, ternyata diketahui oleh Kaisar. Akibat dari tindakan Santo ini, akhirnya Kaisar menghukum mati Santo Valentin dengan memancung atau memenggal kepalanya di Roma pada tahun 270 M dan mayatnya dikuburkan di tepi jalan Flamenia. Baru pada masa Kaisar Constantin (280-337) upacara tersebut kembali didesain dan dimodifikasi dengan penambahan pesan-pesan cinta yang disampaikan oleh para gadis, diletakkan dalam jambangan kemudian diambil para pemudanya. Kemudian mereka berpasangan dan berdansa yang diakhiri dengan tidur bersama alias zina. Oleh Paus Galasium I seorang pimpinan dewan gereja, pada tahun 494 M mengubah upacara tersebut dengan bentuk rutinitas seremoni porofikasi (pembersihan dosa) dan juga mengubah upacara Lupercalia yang biasanya tanggal 15 Februari menjadi 14 Februari yang secara resmi ditetapkan pada tahun 496 M sebagai Valentin day. Valentine Day Dalam Perspektif Islam Setidaknya ada dua dasar pikiran atau pijakan kita dalam melihat dan menentukan, apakah Valentine day dapat diterima dalam ajaran dan tradisi Islam. Dasar pikiran yang pertama, dengan melihat dari segi akar sejarahnya. Dari uraian diatas, jelas bahwa Valentine day bukanlah warisan ajaran peninggalan sejarah para Nabi dan Rasul, melainkan ajaran sejarah Dewa Luparcelia, yang kemudian diteruskan oleh Uskup Santo Valentine salah seorang rahib dalam tradisi agama Katolik pada saat itu.

Sementara dalam perspektif ajaran Islam atau agama-agama hanif (mulai dari Adam sampai dengan Muhammad SAW), bahwa sesuatu pesan baru dianggap sebagai bagian dari ajaran agama ketika pesan ajaran itu disampaikan oleh para Rasul yang kemudian diabadikan oleh wahyu Tuhan.

Di luar dari ketentuan diatas, maka sesuatu perbuatan (apalagi menjadi sebuah momen perayaan) tersebut dianggap menyesatkan dan bisa jatuh kepada hukum syrik.

Dalam hadis Rasul ditegaskan, Siapa yang menyerupai sesuatu perbuatan kaum, maka ia bagian dari kaum itu. (HR. Bukhori Muslim) hadis ini merupakan, salah satu pernyataan Rasulullah SAW, yang sangat populer dan sering kita dengarkan yang menuntut kehati-hatian kita dalam melaksanakan suatu sistem ajaran, karena kita akan menjadi bagian dari golongan tersebut. Firman Allah: Janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentangnya. Sesungguhnya, pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya akan dimintai pertanggungjawabannya. (QS. Al Isra: 36). Yang kedua, sistem tata nilai yang terkandung dalam Valentine day jelas sangat bertentangan dengan sistem tata nilai dalam ajaran Islam. Dalam Islam, tidak ditemukan atau diperbolehkan bahkan sangat dilarang keras untuk membangun sebuah pola pergaulan antara pria dan wanita secara bebas. Karena perbuatan yang demikian telah msuk kedalam kategori zina, yang dalam Islam sangat disuruh menjauhinya. Firman Allah: Dan janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya zina itu adalah perbuatan keji dan seburuk-buruk jalan. (QS. Al Isra: 32). Bahkan seorang lelaki dan wanita yang berkhalawat (berdua-duaan) saja, disuruh untuk menjauhinya, karena syetan laknatullah alaih akan menjadi pihak ketiga dari mereka. Keadaan yang demikian akan menjadi peluang bagi mereka untuk melakukan perbuatan keji (zina). Sangat tidak bisa diterima akal, jika Valentine day diabadikan sebagai simbolisasi keagungan sebuah cinta, namun dalam realitasnya mereka justru mengangkangi dan menodai makna kesucian cinta. Coba kita bayangkan, dihari itu para pemuda-pemuda larut dalam hura-hura, pergi ketempattempat hiburan, saling bermesraan bahkan tak jarang diantara mereka terjerumus untuk melakukan hubungan seksual secara bebas, tanpa adanya sebuah ikatan yang syah menurut ajaran agama. Dengan mengatas namakan cinta, banyak kemudian para kawula muda justru tidak lagi memiliki masa depan yang ceria dalam kehidupannya. Karena tidak jarang diantara mereka menjadi korban cinta, ditinggalkan oleh mantan kekasihnya, akibat pergaulan bebas yang kadung sudah terlakukan. Dari dua dasra pikiran diatas, maka jelaslah merayakan Valentine day dalam kaca mata Islam adalah haram. Dengan demikian diharapkan kepada generasi muda Islam untuk tidak terlibat dalam acara atau kegiatan yang menyesatkan ini.

Islam yang sangat kaya akan konsepsi-aplikatif, sangat banyak memberikan aturan-aturan tentang prilaku kehidupan yang bertujuan dalam menempatkan manusia, pada tempat-tempat yang sebaik-baiknya dan semulia-mulianya. Islam sebagai rahmatan lil alamin sudah dijamin oleh Sang Pemilik Alam ini, akan konsepsi ajarannya sebagai ajaran yang mengandung nilai-nilai kebaikan dan kemaslahatan hidup kita di dunia dan akhirat.

Konsep kasih sayang misalnya, Islam sangat begitu jelas, ilegan, humanis, egalitarian, indah dan menyejukkan. Lima belas abad yang lalu Rasulullah SAW, telah menyatakan bahwa: Tidak beriman seseorang itu, sebelum ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri (HR Bukhori Muslim. Budaya barat tidak sedikitpun lebih aplikabel dari sistem ajaran Islam. Valentine day tidak akan dapat menandingi konsep kasih sayang dan pemaknaan cint dari pada Islam, karena Islam menempatkan rasa kasih sayang dan cinta tidak hanya berdimensi kemanusiaan yang bersifat temporal-temporal, melainkan didorong atas dimensi ilhiah yang bersifat universal-universal. Penutup Sebagai generasi muda Islam yang baik, tidak seharusnya kita terjebak dengan budaya-budaya barat yang sangat bertentangan dengan nilai-nilai ajaran Islam yang luhur. Valentine day merupakan salah satu bentuk budaya asing, yang asal-usulnya tidak memiliki hubungan dengan akar sejarah para Rasul-rasul dan sistem ajaran agama-agama hanif (Islam). Jika demikian halnya, sudah sepantasnya kita, tidak ikut-ikutan apalagi sampai berlarut untuk turut merayakannya. (arief)

Você também pode gostar