Você está na página 1de 41

PRESENTASI KASUS FRAKTUR SUBTHROCANTER

Pembimbing : 1. Dr. Tjahja Nurrobi ,Sp.OT 2. Dr. Subagyo, Sp.OT

Disusun oleh : Indah Mukarromah 0920.221.102

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT BEDAH RSAL DR.MINTOHARDJO FAKULTAS KEDOKTERAN UPN VETERANJAKARTA 2012

BAB I LAPORAN KASUS


I. IDENTITAS PASIEN Nama Umur Jenis kelamin Alamat Status Perkawinan Agama Suku Pekerjaan Ruang II. SUBJEKTIF Riwayat penyakit pasien diperoleh dari autoanamnesis pada tanggal 27 April 2012 Poli Bedah Orthopedi RSAL Dr. Mintohardjo Keluhan Utama Keluhan tambahan = Bekas luka operasi pada paha kirinya masih terasa sakit, = Belum bisa berdiri sendiri, masih harus di bantu oleh riwayat terjatuh dari sepeda. orang lain, tetapi sudah bisa duduk Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang untuk kontrol rutin di Poli Bedah Orthopedi RSAL Dr. Mintohardjo, saat ini pasien mengeluhkan bekas luka operasi pada paha kirinya masih terasa sakit, selain itu pasien masih belum bisa berdiri sendiri, selama di rumah pasien sudah bisa duduk sendiri. Sebelumnya pada tanggal 13 April 2012, pasien telah dioperasi pada paha kirinya atas indikasi fraktur subthrocanter sinistra (berdasarkan hasil ekspertise CT- SCAN) Pada tanggal 04 April 2012, pasien datang ke UGD RSAL DR. Mintohardjo dengan keluhan nyeri pada paha kirinya karena terjatuh dari sepeda, pada : Tn. T.M : 78 tahun : Laki - laki : Jl. Penyengat I Kodamar. Jakarta - Utara : Menikah : Islam : Jawa : Pensiun Purnawirawan TNI-AL : Poli BEDAH Orthopedi

Tanggal Kontrol RSAL : 27 April 2012

tungkai kiri tidak bisa diluruskan dan sangat nyeri jika di gerakkan. Saat terjatuh pasien dalam posisi terduduk miring ke arah kiri dan saat itu sepeda menimpa tubuh bagian kanannya, pasien menyangkal adanya benturan pada kepalanya, setelah kejadian tersebut pasien juga menyangkal adanya pingsan, mual dan muntah. Hal tersebut merupakan kejadian yang pertama kali dan kecelakaan tersebut merupakan kecelakaan tunggal. Riwayat Penyakit Dahulu III. Riwayat trauma sebelumnya disangkal Riwayat alergi obat di sangkal oleh pasien Riwayat asma disangkal Riwayat Penyakit jantung disangkal Riwayat Hipertensi disangkal Riwayat Diabetes Melitus disangkal Riwayat mengkonsumsi obat disangkal Riwayat alergi obat di sangkal oleh pasien Riwayat asma disangkal Riwayat Penyakit jantung disangkal Riwayat Hipertensi disangkal Riwayat Diabetes Melitus disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga

OBJEKTIF Pemeriksaan Fisik dilakukan pada tanggal 27 April 2012 pukul 12.00 di Poli Bedah Survey Primer 1. Keadaan umum 2. Airway 3. Breathing 4. Circulation 5. Disability : Tampak Sakit sedang, kesan gizi baik : Tidak ada sumbatan, C-Spine stabil : 18 x/ menit : Nadi = 85 x/menit : GCS E4M6V5

6. Exposure

: Suhu 36,50C per axiller, terdapat bekas luka

operasi pada 1/3 proximal femur sinistra Status generalis Tanda Tanda Vital : Tekanan Darah Frekwensi nadi Frekwensi Nafas Suhu Kulit : - Warna : Sawo matang, pucat (-), ikterik (-) - Rambut : pertumbuhan rambut normal - Turgor kulit : kurang Kepala : Normocephal Mata : Conjunctiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), pupil bulat isokor, refleks pupil +/+ normal Leher Thoraks Cor : Inspeksi Palpasi : Ictus cordis tidak terlihat : Ictus cordis teraba pada sela iga 5 linea mid clavicula sinistra. Perkusi Auskultasi (-) Pulmo : Inspeksi : Pergerakan keadaan hemitoraks statis dan dalam dinamis : Batas jantung normal : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop : Trakea ditengah, pembesaran KGB (-) : 160/70 mmHg : 80 x/menit : 36 kali / Menit : 36,50 C

simetris kanan dan kiri

Palpasi

: Fremitus

vocal

dan

taktil

hemitoraks kanan dan kiri simetris, tidak teraba massa dan tidak ada nyeri tekan Perkusi Auskultasi : Sonor di seluruh lapang paru : SD Vesikuler +/+, Rhonki -/-,

Wheezing -/Abdomen Inspeksi Palpasi teraba besar Perkusi Auskultasi : Tympani pada seluruh kuadran abdomen : Bising usus (+ ) normal : Tampak datar simetris : Supel , Nyeri tekan (NT): - ; hepar dan lien tidak

Ekstremitas atas Ekstremitas bawah lokalis)

: Akral hangat, edema -/-, sianosis -/: Akral hangat, edema -/-, sianosis -/- (Lihat status

Status lokalis :

a/r Femoralis sinistra Look : Terlihat paha kiri terbalut elastic verband dari os femur proksimal sinistra sampai ke genu sinistra. Feel : Arteri dorsalis sinistra teraba, sensibilitas baik, suhu normal dibandingkan tungkai atas sebelahnya Move : Nyeri (+), abduksi (+) terbatas, adduksi (+) terbatas, tungkai bawah kiri dapat digerakan terbatas, ankle joint kanan dapat digerakan rasa nyeri (+), dorso dan plantar fleksi (+) rasa nyeri (-), Jari jari kaki kanan dapat bebas digerakan nyeri (-

a/r Femoralis Dekstra Look Feel : Terlihat paha kanan tampak normal : Arteri dorsalis dekstra teraba, sensibilitas baik, suhu normal dibandingkan tungkai atas sebelahnya Move : Nyeri (-), abduksi (+) bebas, adduksi (+) bebas, tungkai bawah kanan dapat digerakan bebas, ankle joint kanan dapat digerakan rasa nyeri (-), dorso dan plantar fleksi (-) rasa nyeri (-), Jari jari kaki kanan dapat bebas digerakan nyeri (-) IV. Pemeriksaan Penunjang

a. Foto thorax

Kesan = Jantung dan pulmo normal b. Foto Pelvis

c. ST SCAN PELVIS (tanggal 10 April 2012)

Kesan = Fraktur Femur Kiri (Subthrochanter), tampak discontinuitas pada subthrocanter, Aposisi dan alignment jelek Articulatio coxae kanan baik d. Foto pelvis post operasi (tanggal 13 April 2012)

1. Hasil Laboratorium PEMERIKSAAN HEMATOLOGI Hemoglobin Leukosit Hematokrit Trombosit KIMIA KLINIK GDS SGOT (AST) SGPT (ALT) Gamma GT BT CT Billirubin Total Billirubin direk Billirubin indirek HASIL 12,4 13700 35 223.000 175 45 25 39 230 1200 1,01 0,27 0,74 SATUAN g/dL ribu/ L % ribu/L mg/dL U/L UL mg/dL menit menit mg/dl mg/dl mg/dl NORMAL 11,7 15,5 3.60 11.00 35 47 150.000 440.000 70 200 10 31 9 36 < 55 - < 38 1-6 10-16 0,1- 1,2 <0,2 <0,9

IV.

RESUME Pasien laki laki usia 78 tahun datang dengan keluhan bekas operasi pada paha

kirinya masih terasa sakit, pasien belum bisa berdiri sendiri. Sudah bisa duduk, dan sedikit demi sedikit sudah dapat menggerakkan kaki kirinya, kaki kirinya sudah bisa diluruskan, di gerakkan walau masih terbatas. Pada pemeriksaan fisik di Regio Femoralis sinistra di dapatkan, terlihat paha kiri terbalut elastic verband dari os femur proksimal sinistra sampai ke genu sinistra. Pada perabaan, arteri dorsalis sinistra teraba, sensibilitas baik, suhu normal dibandingkan tungkai atas sebelahnya. Pada pergerakan tungkai kiri masih terasa nyeri (+), abduksi (+) terbatas, adduksi(+)terbatas,tungkai bawah kiri dapat digerakan terbatas, ankle joint kanan dapat digerakan rasa nyeri (+),dorso dan plantar fleksi (+) rasa nyeri (-),jari jari kaki kanan dapat bebas digerakan nyeri (-).

V. VI. VII.

Diagnosis Kerja Post operasi ORIF dengan DHS (Dinamic Hips Scrue) atas indikasi Close Fraktur Subthrocanter sinistra. Fraktur Patologic e.c Osteoporosis. Diagnosis Banding Penatalaksanaan

A. Konservatif FOLLOW UP Persiapan Pre Operasi (04 April 2012) Pemeriksaan darah lengkap Puasa EKG Foto toraks CT-SCAN Pelvis Operasi dengan Bedah Ortopedi.

Terapi medikamentosa = - Ketopain 1 Amp / 8 jam Pansoprazol 1 Amp / 12 jam Pasang skin traksi dengan beban 3 kg.

B. Operatif (13 April - 2012) ORIF (Open Fraktur Internal Fiksation) dengan DHS (Dinamic Hips Scrue), Pasang ORIF dengan DHS pada femur sinistra Laporan operasi = Pasien terlentang dengan General anestesi + meja trakrsi. Insisi Lateral sinistra - Fraktrur Subthrocanter femur di lakukan pemasangan DHS 75/1350 / 4 Screw Pasang bone graft Pasang Drain Jahit luka operasi lapis demi lapis Sayatan operasi 15 cm Quo ad Vitam = ad bonam

VIII. Prognosis Quo ad Fungtionam = dubia ad bonam Quo ad Sanationam = dubia ad bonam

BAB II DAFTAR PUSTAKA


2.1 ANATOMI FEMUR1 Anatomi tulang femur Caput femoris Fovea capitis Trochanter major dan minor Crista intertrochanterica Fossa intercondylaris Linea aspera Epicondylus medialis Epicondylus lateralis Condylus medialis Condylus lateralis Linea intercondylaris

Femur pada ujung bagian atasnya memiliki caput, collum, trochanter major dan trochanter minor. Bagian caput merupakan lebih kurang dua pertiga bola dan berartikulasi dengan acetabulum dari os coxae membentuk articulatio coxae. Pada pusat caput terdapat lekukan kecil yang disebut fovea capitis, yaitu tempat perlekatan ligamentum dari caput. Sebagian suplai darah untuk caput femoris dihantarkan sepanjang ligamen ini dan memasuki tulang pada fovea. Bagian collum, yang menghubungkan kepala pada batang femur, berjalan ke bawah, belakang, lateral dan membentuk sudut lebih kurang 125 derajat (pada wanita sedikit lebih kecil) dengan sumbu panjang batang femur. Besarnya sudut ini perlu diingat karena dapat dirubah oleh penyakit. Trochanter major dan minor merupakan tonjolan besar pada batas leher dan batang. Yang menghubungkan dua trochanter ini adalah linea intertrochanterica di depan dan crista intertrochanterica yang mencolok di bagian belakang, dan padanya terdapat tuberculum quadratum. Bagian batang femur umumnya menampakkan kecembungan ke depan. Ia licin dan bulat pada permukaan anteriornya, namun pada bagian posteriornya terdapat rabung, linea aspera. Tepian linea aspera melebar ke atas dan ke bawah. Tepian medial berlanjut ke bawah sebagai crista supracondylaris medialis menuju tuberculum adductorum pada condylus medialis.Tepian lateral menyatu ke bawah dengan crista supracondylaris lateralis. Pada permukaan posterior batang femur, di bawah trochanter major terdapat tuberositas glutealis, yang ke bawah berhubungan dengan linea aspera. Bagian batang melebar ke arah ujung distal dan membentuk daerah segitiga datar pada permukaan posteriornya, disebut fascia poplitea. Ujung bawah femur memiliki condylus medialis dan lateralis, yang di bagian posterior dipisahkan oleh incisura intercondylaris. Permukaan anterior condylus dihubungkan oleh permukaan sendi untuk patella. Kedua condylus ikut membentuk articulatio genu. Di atas condylus terdapat epicondylus lateralis dan medialis. Tuberculum adductorium berhubungan langsung dengan epicondylus medialis.

2.2 FRAKTUR DEFINISI Fraktur adalah putusnya kontinuitas tulang, tulang rawan epifisis atau tulang rawan sendi ETIOLOGI Fraktur dapat disebabkan oleh : 1. Cedera dan benturan seperti pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan puntir mendadak, kontraksi otot ekstrim. 2. Letih karena otot tidak dapat mengabsorbsi energi seperti berjalan kaki terlalu jauh. 3. Kelemahan tulang akibat penyakit kanker atau osteoporosis pada fraktur patologis. 2.3 KLASIFIKASI2 KLASIFIKASI FRAKTUR Fraktur dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Berdasarkan tempat (Fraktur humerus, tibia, clavicula, dan cruris dst). 2. Berdasarkan luas dan garis fraktur terdiri dari : Fraktur komplit (garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua korteks tulang). Fraktur tidak komplit (bila garis patah tidak melalui seluruh garis penampang tulang). 3. Berdasarkan bentuk dan jumlah garis patah : Fraktur komunit (garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan). Fraktur segmental (garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan). Fraktur Multipel ( garis patah lebih dari satu tapi pada tulang yang berlainan tempatnya, misalnya fraktur humerus, fraktur femur dan sebagainya). 4. Berdasarkan posisi fragmen : Undisplaced (tidak bergeser)/garis patah komplit tetapi kedua fragmen tidak bergeser. Displaced (bergeser) / terjadi pergeseran fragmen fraktur

5. Berdasarkan hubungan fraktur dengan dunia luar : Tertutup Terbuka (adanya perlukaan dikulit).

6. Berdasar bentuk garis fraktur dan hubungan dengan mekanisme trauma Garis patah melintang. Oblik / miring. Spiral / melingkari tulang. Kompresi Avulsi / trauma tarikan atau insersi otot pada insersinya. Missal pada patela.

7. Berdasarkan kedudukan tulangnya : Tidak adanya dislokasi. Adanya dislokasi

8. Berdasarkan mekanisme terjadinya fraktur : Tipe Ekstensi

Trauma terjadi ketika siku dalam posisi hiperekstensi, lengan bawah dalam posisi supinasi. Tipe Fleksi Trauma terjadi ketika siku dalam posisi fleksi, sedang lengan dalam posisi pronasi. KLASIFIKASI FRAKTUR FEMUR6 Klasifikasi fraktur femur dapat dibagi dalam : A. FRAKTUR COLLUM FEMUR: Fraktur collum femur dapat disebabkan oleh trauma langsung yaitu misalnya penderita jatuh dengan posisi miring dimana daerah trochanter mayor langsung terbentur dengan benda keras (jalanan) ataupun disebabkan oleh trauma tidak langsung yaitu karena gerakan exorotasi yang mendadak dari tungkai bawah, dibagi dalam : Fraktur intrakapsuler (Fraktur collum femur) Fraktur extrakapsuler (Fraktur intertrochanter femur)

B. FRAKTUR SUBTROCHANTER FEMUR8 Dimana fraktur terdapat garis patahnya berada 5 cm distal dari trochanter minor, dibagi dalam beberapa klasifikasi: a. The Evans Classification b. The Ramadier Classification c. The Briot Classification d. The Ender Classification e. The Ao Classification THE EVANS CLASSIFICATION (Fig. 1)

Figure 1 Evans' classification Type I: Undisplaced 2-fragment fracture Type II: Displaced 2-fragment fracture Type III: 3-fragment fracture without posterolateral support, owing to

displacement of greater trochanter fragment Type IV: 3-fragment fracture without medial support, owing to displaced lesser trochanter or femoral arch fragment Type V: 4-fragment fracture without posterolateral and medial support (combination of Type III and Type IV) R: Reversed obliquity fracture

THE RAMADIER CLASSIFICATION (Fig. 2)

Figure 2 Ramadier's classification a: Cervico-trochanteric fractures b: Simple pertrochanteric fractures c: Complex pertrochanteric fractures d: Pertrochanteric fractures with valgus displacement e: Pertrochanteric fractures with an intertrochanteric fracture line f: Trochantero-diaphyseal fractures g: Subtrochanteric fractures Decoulx and Lavarde's classification (1969) Cervico-trochanteric fractures (a) Pertrochanteric fractures (b,c,d) Subtrochanteric fractures (e) Subtrochantero-diaphyseal fractures (f)

THE BRIOT CLASSIFICATION (Fig. 3)

Figure 3 Briot's grading of diaphyseo-trochanteric fractures A Evans' reversed obliquity fracture B "Basque roof" fractures C Boyd's "steeple" fracture D Fractures with an additional fracture line ascending to the intertrochanteric line E Fractures with additional fracture lines radiating through the greater trochanter THE ENDER CLASSIFICATION (Fig. 4)

Figure 4 Ender's classification Trochanteric eversion fractures -1 Simple fractures -2 Fractures with a posterior fragment -3 Fractures with lateral and proximal displacement Trochanteric inversion fractures -4 With a pointed proximal fragment spike -5 With a rounded proximal fragment beak -6 Intertrochanteric fractures Subtrochanteric fractures -7 and 7a Transverse or reversed obliquity fractures -8 and 8a Spiral fractures

THE AO CLASSIFICATION (Fig. 5)

Figure 5 AO classification A1: Simple (2-fragment) pertrochanteric area fractures A1.1 Fractures along the intertrochanteric line A1.2 Fractures through the greater trochanter A1.3 Fractures below the lesser trochanter A2: Multifragmentary pertrochanteric fractures A2.1 With one intermediate fragment (lesser trochanter detachment)

A2.2 With 2 intermediate fragments A2.3 With more than 2 intermediate fragments A3: Intertrochanteric fractures A3.1 Simple, oblique A3.2 Simple, transverse A3.3 With a medial fragment

C. FRAKTUR BATANG FEMUR (dewasa) Fraktur batang femur biasanya terjadi karena trauma langsung akibat kecelakaan lalu lintas dikota kota besar atau jatuh dari ketinggian, patah pada daerah ini dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan penderita jatuh dalam shock, salah satu klasifikasi fraktur batang femur dibagi berdasarkan adanya luka yang berhubungan dengan daerah yang patah. Dibagi menjadi : - Tertutup - Terbuka, ketentuan fraktur femur terbuka bila terdapat hubungan antara tulang patah dengan dunia luar dibagi dalam tiga derajat, yaitu ; Derajat I : Bila terdapat hubungan dengan dunia luar timbul luka kecil, biasanya diakibatkan tusukan fragmen tulang dari dalam menembus keluar. Derajat II : Lukanya lebih besar (>1cm) luka ini disebabkan karena benturan dari luar. Derajat III : Lukanya lebih luas dari derajat II, lebih kotor, jaringan lunak banyak yang ikut rusak (otot, saraf, pembuluh darah) D. FRAKTUR BATANG FEMUR (anak anak) E. FRAKTUR SUPRACONDYLER FEMUR Fraktur supracondyler fragment bagian distal selalu terjadi dislokasi ke posterior, hal ini biasanya disebabkan karena adanya tarikan dari otot otot gastrocnemius, biasanya fraktur supracondyler ini disebabkan oleh trauma langsung karena kecepatan tinggi sehingga terjadi gaya axial dan stress valgus atau varus dan disertai gaya rotasi.

F. FRAKTUR INTERCONDYLAIR Biasanya fraktur intercondular diikuti oleh fraktur supracondular, sehingga umumnya terjadi bentuk T fraktur atau Y fraktur. G. FRAKTUR CONDYLER FEMUR Mekanisme traumanya biasa kombinasi dari gaya hiperabduksi dan adduksi disertai dengan tekanan pada sumbu femur keatas.

2.4. PATOFISIOLOGI 3 Fraktur paling sering disebabkan oleh trauma. Hantaman yang keras akibat kecelakaan yang mengenai tulang akan mengakibatkan tulang menjadi patah dan fragmen tulang tidak beraturan atau terjadi discontinuitas di tulang tersebut. Pada fraktur tibia dan fibula lebih sering terjadi dibanding fraktur batang tulang panjang lainnya karena periost yang melapisi tibia agak tipis, terutama pada daerah depan yang hanya dilapisi kulit sehingga tulang ini mudah patah dan karena berada langsung di bawah kulit maka sering ditemukan adanya fraktur terbuka.

2.5.MANIFESTASI KLINIS4 1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang. 2. Deformitas dapat disebabkan pergeseran fragmen pada eksremitas. Deformitas dapat di ketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melengketnya obat. 3. 5,5 cm 4. Krepitasi yaitu pada saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang. Krepitasi yang teraba akibat gesekan antar fragmen satu dengan lainnya. 5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi setelah beberapa jam atau beberapa hari setelah cedera. 2.6. TEKNIK BEDAH a. PreOperatif dengan foto X-Ray dan X-Ray Template Pemendekan tulang, karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5 sampai

b. Insisi

c. Mobilisasi fragmen trocater.

d. Posisi plate dan reduksi

e. Fiksasi Plate. e.1. Shaft Fixation

e.2. proximal fixation

f. Additional fixation (opti

onal)

PERAWATAN POST OPERASI a. Abduksi tungkai bawah selama 2 minggu. b. No Adduksi dan aktif adduksi selama 6 minggu. c. Fleksi non aktif > 600 selama 6 minggu. PEMILIHAN SKRUP

2.7. DIAGNOSIS4

1. Anamnesis Biasanya pasien datang dengan keluhan keseleo. Diagnosis patah tulang biasanya dengan adanya trauma tertentu, seperti : terputar, terjatuh, dan tertumbuk. 2. Pemeriksaan Fisik Inspeksi : Bandingkan keadaan kiri dan kanan. Raba : Analisis Rasa Nyeri (+) atau (-). Gerak : Aktif atau pasif. Lihat apakah ada pembengkakan, perubahan bentuk, terputar, pemendekkan, dan juga terdapat gerakan yang tidak normal. Pemeriksaan gerak persendian secara aktif termasuk dalam pemeriksaan rutin patah tulang. Pemeriksaan neurovaskular yang terdapat pada dorsalis pedis, agar dapat memprediksi keadaan neurovaskular disekitar fraktur. PEMERIKSAAN RADIOLOGI5 Prosedur tetap pemeriksaan Os Femur Persiapan pasien : Pasien dianjurkan mengganti pakaian dengan pakaian yang telah disediakan. Persiapan Alat/Bahan : Tidak ada. Posisi pemeriksaan : Anterior-Posterior dan Lateral.

2.8. PENATALAKSANAAN5 Penatalaksanaan fraktur adalah sebagai berikut: 1. Penatalaksanaan secara Umum Fraktur biasanya menyertai trauma. Untuk itu sangat penting untuk melakukan pemeriksaan terhadap jalan napas (airway), proses pernafasan (breathing) dan sirkulasi (circulation), apakah terjadi syok atau tidak.

2. Penatalaksanaan Kedaruratan Segera setelah cedera, pasien berada dalam keadaan bingung, tidak menyadari adanya fraktur dan berusaha berjalan dengan tungkai yang patah, maka bila dicurigai adanya fraktur, penting untuk meng-imobilisasi bagian tubuh segara sebelum pasien dipindahkan. Prinsip Penanganan Fraktur Prinsip-prinsip tindakan/penanganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi, dan pengembalian fungsi dan kekuatan normal dengan rehabilitasi: a. Reduksi, yaitu : restorasi fragmen fraktur sehingga didapati posisi yang dapat diterima. - Reduksi fraktur (setting tulang) berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan posisi anatomis normal. Sasarannya adalah untuk memperbaiki fragmen-fragmen fraktur pada posisi anatomik normalnya. - Metode untuk reduksi adalah dengan reduksi tertutup, traksi, dan reduksi terbuka. Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur, namun prinsip yang mendasarinya tetap sama. Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur sesegera mungkin untuk mencegah jaringan lunak kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan perdarahan. Pada kebanyakan kasus, reduksi fraktur menjadi semakin sulit bila cedera sudah mengalami penyembuhan. Metode reduksi :7 1. Reduksi tertutup, pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang ke posisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan) dengan Manipulasi dan Traksi manual. Sebelum reduksi dan imobilisasi, pasien harus dimintakan persetujuan tindakan, analgetik sesuai ketentuan dan bila diperlukan diberi anestesia. Ektremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan sementara gips, bidai atau alat lain dipasang oleh dokter. Alat imobilisasi akan menjaga reduksi dan menstabilkan ektremitas untuk penyembuhan tulang. Sinar-x harus dilakukan untuk mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang benar.

Gips yang ideal adalah yang membungkus tubuh sesuai dengan bentuk tubuh. Indikasi dilakukan pemasangan gips adalah : Immobilisasi dan penyangga fraktur. Istirahatkan dan stabilisasi . Koreksi deformitas . Mengurangi aktifitas .

2. Traksi, dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi. Metode pemasangan traksi: Traksi manual: perbaikan dislokasi, mengurangi fraktur, pada keadaan emergensi. Dilakukan dengan menarik bagian tubuh.

Traksi Mekanik: - Traksi kulit: Dipasang pada dasar sistem skeletal untuk struktur yang lain, misalnya: otot. Traksi kulit terbatas untuk 4 minggu dan beban < 5 kg. Untuk anak-anak waktu beban tersebut mencukupi untuk dipakai sebagai fraksi definitif, bila tidak diteruskan dengan pemasangan gips. - Traksi skeletal: Merupakan traksi definitive pada orang dewasa yang merupakan balanced traction. Dilakukan untuk menyempurnakan operasi dengan kawat metal atau penjepit melalui tulang/jaringan metal. Traksi yang dipasang pada leher, tungkai, lengan atau panggul kegunaannya: Mengurangi nyeri akibat spasme otot Memperbaiki dan mencegah deformitas Imobilisasi Difraksi penyakit (dengan penekanan untuk nyeri tulang sendi) Mengencangkan pada perlekatannya

Macam-macam traksi:7 Traksi Panggul Disempurnakan dengan pemasangan sebuah ikat pinggang di atas untuk mengikat puncak iliaka.

Traksi Extention (Bucks Extention) Lebih sederhana dari traksi kulit dengan menekan lurus satu atau kedua kaki. Digunakan untuk imobilisasi tungkai lengan untuk waktu yang singkat atau untuk mengurangi spasme otot.

Traksi Russell Traksi ini digunakan untuk fraktur batang femur. Kadang-kadang juga digunakan untuk terapi nyeri punggung bagian bawah. Traksi kulit untuk skeletal yang biasa digunakan. Traksi ini dibuat sebuah bagian depan dan atas untuk menekan kaki dengan pemasangan vertical pada lutut secara horizontal pada tibia atau fibula.

Traksi khusus untuk anak-anak Penderita tidur terlentang 1-2 jam, di bawah tuberositas tibia dib or dengan Steinman pen, dipasang staples pada steiman pen. Paha ditopang dengan Thomas splint, sedang tungkai bawah ditopang atau Pearson attachment. Tarikan dipertahankan sampai 2 minggu atau lebih, sampai tulangnya membentuk kalus yang cukup. Sementara itu otot-otot paha dapat dilatih secara aktif.

Pada fraktur femur anak, dilakukan terapi berdasarkan tingkatan usia. Pada anak usia baru lahir hingga 2 tahun dilakukan pemasangan bryant traksi. Sedangkan usia 2-5 tahun dilakukan pemasangan thomas splint. Anak diperbolehkan pulang dengan hemispica.

Pada anak usia 5-10 tahun ditatalaksana dengan skin traksi dan pulang dengan hemispica gips. Sedangkan usia 10 tahun ke atas ditatalaksana dengan pemasangan intamedullary nails atau plate dan screw. Untuk fraktur femur dewasa, tipe Femoral Head, prinsipnya adalah reduksi dulu dislokasi panggul. Pipkin I, II post reduksi diterapi dengan touch down weight-bearing 4-6 minggu. Pipkin I, II dengan peranjakan >1mm diterapi dengan ORIF. Pipkin III pada dewasa muda dengan ORIF, sedangkan pada dewasa tua dengan endoprothesis. Pipkin IV diterapi dengan cara yang sama pada fraktur acetabulum. Tipe Femoral Neck, indikasi konservatif sangat terbatas. Konservatif berupa pemasangan skin traksi selama 12-16 minggu. Sedangkan operatif dilakukan pemasangan pin, plate dan screw atau arthroplasti (pada pasien usia >55 tahun), berupa eksisi arthroplasti, hemiarthroplasti dan arthtroplasti total. Fraktur Trochanteric yang tidak bergeser dilakukan terapi konservatif dan yang bergeser dilakukan ORIF. Penanganan konservatif dilakukan pada supracondylar dan intercondylar, femur atau proksimal tibia. Beban traksi 9 kg dan posisi lutut turns selama 12 minggu. Sedangkan untuk intercondylar, untuk terapi konservatif, beban traksi 6 kg, selama 12-14 minggu. Fraktur Shaft femur bisa dilakukan ORIF dan terapi konservatif. Terapi konsevatif hanya bersifat untuk mengurangi spasme, reposisi dan immobilisasi. Indikasi pada anak dan remaja, level fraktur terlalu distal atau proksimal dan fraktur sangat kominutif. Pada anak, Cast bracing dilakukan bila terjadi clinical union. 3. Reduksi terbuka, pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka. Dengan pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, palt, paku atau batangan logam dapat digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi.

b. Mobilisasi, yaitu Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi, atau dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Sasarannya adalah mempertahankan reduksi di tempatnya sampai terjadi penyembuhan.

Metode untuk mempertahankan imobilisasi adalah dengan alat-alat eksternal (bebat, brace, case, pen dalam plester, fiksator eksterna, traksi, balutan) dan alat-alat internal (nail, lempeng, sekrup, kawat, batang, dll). c. Rehabilitasi , Sasarannya meningkatkan kembali fungsi dan kekuatan normal pada bagian yang sakit. Untuk mempertahankan dan memperbaiki fungsi dengan mempertahankan reduksi dan imobilisasi adalah peninggian untuk meminimalkan bengkak, memantau status neurovaskuler, mengontrol ansietas dan nyeri, latihan isometrik dan pengaturan otot, partisipasi dalam aktifitas hidup sehari-hari, dan melakukan aktifitas kembali secara bertahap dapat memperbaiki kemandirian fungsi. 2.9. KOMPLIKASI FRAKTUR Malunion, adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam posisi yang tidak pada seharusnya, membentuk sudut atau miring. 6. Delayed union adalah proses penyembuhan yang berjalan terus tetapi dengan kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal. 7. 4. Nonunion, patah tulang yang tidak menyambung kembali. Compartment syndroma adalah suatu keadaan peningkatan takanan yang berlebihan di dalam satu ruangan yang disebabkan perdarahan masif pada suatu tempat. 5. 6. Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur. Fat embalism syndroma, tetesan lemak masuk ke dalam pembuluh darah. Faktor resiko terjadinya emboli lemak ada fraktur meningkat pada laki-laki usia 20-40 tahun, usia 70 sam pai 80 fraktur tahun. 7. Tromboembolic complicastion, trombo vena dalam sering terjadi pada individu yang imobiil dalam waktu yang lama karena trauma atau ketidak mampuan lazimnya komplikasi pada perbedaan ekstremitas bawah atau trauma komplikasi paling fatal bila terjadi pada bedah ortopedil 8. Infeksi, Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini

biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat. 9. Avascular necrosis, pada umumnya berkaitan dengan aseptika atau necrosis iskemia. 10. Refleks symphathethic dysthropy, hal ini disebabkan oleh hiperaktif sistem saraf simpatik abnormal syndroma ini belum banyak dimengerti. Mungkin karena nyeri, perubahan tropik dan vasomotor instability. 2.10. Fiksasi Interna Intramedullary nail ideal untuk fraktur transversal, tetapi untuk fraktur lainnya kurang cocok. Fraktur dapat dipertahankan lurus dan terhadap panjangnya dengan nail, tetapi fiksasi mungkin tidak cukup kuat untuk mengontrol rotasi. Nailing diindikasikan jika hasil pemeriksaan radiologi memberi kesan bahwa jaringan lunak mengalami interposisi di antara ujung tulang karena hal ini hampir selalu menyebabkan non-union. Keuntungan intramedullary nailing adalah dapat memberikan stabilitas longitudinal serta kesejajaran (alignment) serta membuat penderita dpat dimobilisasi cukup cepat untuk meninggalkan rumah sakit dalam waktu 2 minggu setelah fraktur. Kerugian meliput anestesi, trauma bedah tambahan dan risiko infeksi. Closed nailing memungkinkan mobilisasi yang tercepat dengan trauma yang minimal, tetapi paling sesuai untuk fraktur transversal tanpa pemendekan. Comminuted fracture paling baik dirawat dengan locking nail yang dapat mempertahankan panjang dan rotasi.

Você também pode gostar