Você está na página 1de 12

KEJANG DEMAM A.

DEFINISI Kejang demam adalah kejang yang cenderung timbul dalam 24 jam pertama pada waktu sakit dengan demam atau pada waktu demam mendadak tinggi. (Wright. John, 1994) Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal lebih dari 380C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. (Mansjoer.A, 2000) Kejang adalah perubahan fungsi otak mendadak dan sementara sebagai akibat dari aktivitas neuronal yang abnormal dan pelepasan listrik serebral yang berlebihan. (Betz Cecily, 2002) Berdasarkan definisi tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa kejang demam merupakan bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh yang cenderung timbul dalam 24 jam pertama akibat dari aktivitas neuronal yang abnormal dan pelepasan listrik serebral yang berlebihan yang lebih sering dijumpai pada anak, terutama pada golongan 6 bulan 4 tahun. B. ETIOLOGI Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan suhu tubuh yang tinggi dan cepat yang disebabkan infeksi diluar susunan saraf pusat, misalnya tonsilitis, otitis media akut, bronkhitis, furunkulosis dan lain lain.

C. PATOFISIOLOGI Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak diperlukan suatu energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi dimana oksigen disediakan dengan perantaraan fungsi paru paru dan diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskuler. Jadi sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air.

Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam adalah lipoid dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na +) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (C1-). Akibatnya konsentrasi kalium (K+) dalam neuron tinggi dan konsentrasi natrium (Na+) rendah, sedangkan diluar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi didalam dan diluar sel, maka terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-KATPase yang terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan potensial membran ini dapat berubah oleh adanya : a. Perubahan konsentrasi ion diruang ekstraseluler b. Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dan sekitarnya. c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.

Pada keadaan demam kenaikan suhu 10 C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10 15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20 %. Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak akan mencapai 65 % dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15 %. Jadi pada kenaikan suhu tubuh dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun ke membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter dan terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang seorang anak pada kenaikan suhu tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang dapat terjadi pada suhu 380 C, sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 400 C atau lebih. Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan tingkat suhu pada beberapa penderita kejang. Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada gejala yang

berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea, meningkat kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat disebabkan meningkatnya penyebab aktivitas otot dan selanjutnya neuron menyebabkan otak selama gangguan metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian diatas adalah faktor hingga terjadinya lama. kerusakan Faktor berlangsunya kejang terpenting adalah

peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah medial lobus temporalis setelah

mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi matang dikemudian hari, sehingga terjadi epilepsi spontan. Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis diotak hingga terjadi epilepsi. D. DIAGNOSIS Apabila terjadi kejang harus dipikirkan apakah penyebabnya dari dalam atau dari luar susunan saraf pusat. Kelainan dalam otak biasanya karena infeksi misalnya meningitis, ensefalitis, abses otak. Pengamatan kejang tergantungpada banyak faktor, termasuk umur penderita, tipe dan frekuensi kejang, dan ada atau tidak adanya temuan neurologis dan gejala yang bersifat dasar. Pemeriksaan minimum untuk kejang tanpa demam pertama pada anak yang lainnya sehat meliputi glukosa puasa, kalsium, magnesium, elektrolit serum dan EEG. Peragaan discharge ( rabas ) paroksismal pada EEG selama kejang klinis adalah diagnostic epilepsy, tetapi kejang jarang terjadi dalam 40% laboratorium penderita. EEG. EEG normal yang tidak mengesampingkan hiperventilasi, diagnosis epilepsi, karena perekaman antar kejang normal pada sekitar Prosedur aktivitas meliputi

penutupan mata, stimulasi cahaya, dan bila terindikasi penghentian tidur dan penempatan elektrode khusus ( misal hantaran zigomatik ), sangat meningkatkan hasil positif. Discharge ( rabas ) kejang lebih mungkin direkam pada bayi dan anak daripada remaja atau dewasa.

F. PENATALAKSANAAN KEJANG DEMAM 1. Saat kejang Dalam keadaan kejang obat yang paling cepat dalam menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena. Dosisnya adalah 0,3 0,5 mg/kg perlahan lahan dengan kecepatan 1 2 mg/menit atau dalam waktu 3 5 menit dengan dosis maksimal 20 mg. diazepam dalam bentuk rektal dapat diberikan di rumah saat kejang. Dosis diazepam rektal adalah 0,5 0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg. atau diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak di bawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak di atas usia 3 tahun. Kejang yang belum berhenti dengan diazepam rektal dapat diulangi dengan cara dan dosis yang sama dalam interval waktu 5 menit. Bila 2 kali dengan diazepam rektal masih kejang dianjurkan ke rumah sakit dan dapat diberikan diazepam intravena dosis 0,3 0,5 mg/kg. Bila kejang masih belum berhenti diberikan fenitoin intravena dengan dosis awal 10 20 mg / kg / kali dengan kecepatan 1 mg / kg / menit atau kurang dari 50 mg / menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4 8 mg / kg / hari, yaitu 12 jam setelah dosis awal. Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat di ruang rawat intensif. Bila kejang telah berhenti pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang demamnya dan faktor risikonya. 2. Saat demam Pemberian obat saat demam dapat digunakan antipiretik dan anti konvulsan. Antipiretik sangat dianjurkan walaupun tidak ada bukti bahwa penggunaannya dapat mengurangi risiko terjadinya kejang demam. Dapat diberikan asetaminofen berkisar 10 15 mg / kg / kali diberikan 3 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis ibuprofen 5 10 mg / kg / kali, 3 4 kali sehari.

Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg / kgbb setiap 8 jam pada saat demam menurunkan risiko berulangnya kejang, dapat juga diberikan diazepam rektal 0,5 mg / kgbb setiap 8 jam pada suhu > 38,5 C. Fenobarbital, karbamazepin, fenitoin pada saat demam tidak berguna untuk mencegah kejang demam. 3. Pengobatan rumatan Pengobatan rumatan hanya diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri sebagai berikut : 1. kejang lama > 15 menit 2. adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya hemiparesis, cerebral palsy, retardasi mental, hidrosefalus. 3. kejang fokal 4. pengobatan rumatan dipertimbangkan bila : kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan kejang demam 4 kali per tahun

Obat pilihan untuk rumatan adalah asam valproat dengan dosis 15 40 mg / kgbb / hari 2 3 dosis. Lama pengobatan rumatan adalah 1 tahun bebas kejang lalu dihentikan bertahap selama 1 2 bulan.

TINJAUAN KASUS

An G ( 1 tahun ) dibawa ke IGD RS Cempaka dengan keluhan badan panas dan kejang kejang, ibu Wati merasa sangat panik, pada saat dilakukan pemeriksaan suhu 40 0 C dan tapak pasien lemas dan pucat, keluarga mengatakan An G sudah demam 4 hari yang lalu disertai batuk pilek.

I.

PENGKAJIAN Hari/Tanggal/Jam Rumah Sakit Ruang Tanggal Masuk Pasien/Jam : Rabu, 24 November 2010/ 08.00 WIB : RS Cempaka : Edhelwes : 24 November 2010/ 07.30 WIB

DATA SUBYEKTIF a. Identitas pasien Nama Umur Diagnosa medis : An. G : 1 tahun : Kejang Demam

b. Identitas Penanggungjawab Nama : Ny. W : Ibu Hubungan dengan klien A. Riwayat Kesehatan 1. Keluhan utama : badan panas, kejang - kejang 2. Riwayat kesehatan sekarang. Pasien bernama An. G datang ke IGD RS Cempaka pada tanggal 24 November 2010, jam 07.30 WIB diantar oleh keluarga dengan diagnosa medis kejang demam. Pada saat dikaji diperoleh data pasien lemas, pucat, suhu 40 0 C, dan keluarga mengatakan sudah demam 4 hari yang lalu, disertai batuk pilek. 3. Riwayat kesehatan dahulu Riwayat kesehatan yang sebelumnya pernah diderita oleh klien baik penyakit maupun perilaku yang berhubungan atau yang dapat menyebabkan keadaan sekarang. 4. Riwayat kesehatan keluarga Perlu dikaji dari anggota apakah ada atau tidak yang menderita sama sepereti yang diderita klien saat ini dan berkaitan dengan faktor keturunan atau heriditer. B. Pengkajian Pola Fungsional (Menurut Gordon) a. Pola nafas Bagaimana iramanya, frekuensi, keteraturan bernafas, menggunakan alat bantu bernafas atau tidak, faktor pencetus, hal-hal yang mengurangi sesaknya. Keadaan tersebut dibandingkan dengan keadaan sebelum dan selama sakit. b. Pola nutrisi Bagaimana pola makan klien, kebiasaan makan, jenis makanan yang dikonsumsi, jumlah porsi makan, kesimbangan asupan nutrisi ( kalori, lemak, cair atau biasa ) bagaimana pola minum, jumlah asupan tiap hari ( setiap kali minum ) dan jenis minuman yang dikonsumsi. c. Pola eliminasi Bagaimana pola eliminasi BAB klien, konsistensi feces, bau, warna, frekuensi BAB tiap hari, Kebiasaan waktu BAB, ada kelainan / tidak terdapat darah/ tidak, lender/ tidak. Bagaimana pola eliminasi BAKnya, warna urine, bau, jumlah pengeluaran urine, frekuensi BAK, adakah keluhan BAK.

d. Pola istirahat dan tidur Jumlah dan kualitas tidur klien, apakah ada gangguan. e. Pola mempertahankan suhu ( temperature ). Kebiasaan klien dalam pertahankan temperature dan suhu tubuh seperti pakaian tipis saat udara panas. f. Pola personal hygiene Bagaimana pemenuhan kebutuhan personal hygiene klien ( mandi, gosok gigi, keramas ) frekuensi hari/ minggu, apakah menggunakan bantuan saat melakukan personal hygiene. g. Pola berpakaian Bagaimana pola berpakaian klien ( keserasian, waktu dan cara ) dan jenis pakaian yang disukai klien. h. Pola kebutuhan rasa aman dan nyaman Ha-hal yang membuat klien merasa aman dan nyaman i. Pola kebutuhan belajar Merupakan persepsi klien terhadap kesehatannya. C. Pemeriksaan Fisik a. Keadaan umum b. Kesadaran c. TD d. RR e. Suhu f. Nadi g. Tinggi badan h. Berat badan i. Kepala Bentuk kepala Rambut Mata ekternal mata. : jenis, simestris atau tidak antara : penyebaran, ketebalan, tektur, : ketajaman penglihatan, muka dengan tengkorak. lubrikasi, batang rambut, warna, kedalaman kulit kepala. lapang penglihatan, gerakan ektra okuler, setruktur

Hidung

: hidung ekternal ( bentuk, ukuran,

keistimewaan, warna kulit, rongga hidung, apakah kelua cairan, bagaimana karakteristiknya, jumlah dan warnanya. Telinga Mulut pelatum. j. Dada Inspeksi Perkusi Palpasi : postur, bentuk dada (normal, dada paralitikum, barel, chest). : resona/ sonor, hipersonor, hipersonor, timpani/pekak : taktil vremitus, nyeri tekan, adakah massa, keadaan kulit Paru-paru Leher : adakah pembesaran kelenjar tyroid dan kelenjar limfe, mobilitas leher. : kesimetrisan telinga, struktur telinga : bagaimana kondisi gusi, lidah, ( ukuran , bentuk, warna, lesi, adanya massa) ketajaman. selaput lender, pipi bagian dalam, lantai dasar mulut,

dinding dada, kesimetrisan, ekspansi. Auskultasi : bunyi nafas ( vesikuler, bronchial, broncovesikuler ) adakah suara tambahan ronki, wheezing. Jantung m. Anus n. Ekstremitas Superior : Gerak, deformitas atau tidak, adanya kelainan bawaan, cacat, Palpasi Perkusi : untuk mengetaui batas jantung, : untuk mengetahui adanya ketidaknormalan denyutan

Auskultasi : bunyi jantung, adakah bunyi jantung tambahan Inspeksi : bentuk perut dan gerakan kulit pada abdomen saat inspirasi dan

k. Abdomen ekspirasi adakah penonjolan. Auskultasi : peristaltik usus Palpasi Perkusi : adanya nyeri tekan, adakah massa : bunyi timpani, hipertimpani, redup : kebersihan, apakah terpasang kateter : Adakah hemoroid

l. Genetalia

lumpuh. Inferior : gerak, deformitas, atau tidak

b. mata simetris . c. Hidung d. Telinga kanan,kiri simetris. e. Leher

: konjungtiva anemis, mata bersih, dan letak mata terlihat : hidung bersih , tidak ada urcus, tidak berlendir / sputum , tidak : keadaan telingga bersih, tidak ada benjolan, letak telingga : : : dari luar leher tanpak normal dan tidak keadaan mulut kotor, gigi otor dan bibir agak

terpasang alat bantu pernafasan .

ditentukan adanya benjolan. f. Mulut pecah pecah. g. Kulit turgor kulit kering, terlihat adanya dehidrasi, tidak terdapat adanya edema. o. Diagnosa Keperawatan 1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake yang kurang dan pengeluaran yang berlebihan, diatasi dengan : Do Ds : tugor jelek pasien sering BAB. : pasien mengeluh tidak nafsu makan. 2. Do Ds Nyeri berhubungan denagn terjadinya peradangan pada daerah usus dan adanya lecet. : adanya absdomen cram. : pasien mengeluh sering sakit perut, nyeri pada abdomen. 3. Gangguan eliminasi diare berhubungan dengan malbsorbsi pada usus, ditandai dengan : Do Ds : pasien BAB encer, sampai 10 x/hari. : pasien mengatakan sering BAB encer.

p. Analisa Data Hari,Tgl,Jam, No Sabtu, 11.00 wib 1. Data Fokus Ds : pasien mengatakan lemes Do : pasien terlihat pucat, lemes, dan hanya berbaring ditempat tidur. Ds : pasien mengatakan sering BAB dan BAB encer Do : pasien tampak lemes Ds : pasien mengatakan adanya 2. nyeri di bagian abdomen Do : pasien tampak menahan nyeri. 3. q. Interevensi Keperawatan Tgl, Jam Sabtu, 24/10 11.00 wib No. Tujuan & KH 01. Pemenuhan cairan agr tidak terjadi kekurangan cairan KH : Tugor baik Intake dan output seimbang Diare berhenti Interevensi Keperawatan Observasi mual, muntah dan diare Observasi intake dan output secara akurat. Mencatat penuruan berat badan. Observasi pemberian cairan untuk mempertahankan hidrasi. Kerjasama dengan tim kesehatan. Pempberian cairan parental Pemberian antibiotik Pemberian dektrlit. 02. Gangguan rasa nyaman dapat diatasi/berkurang. Observasi dan catat distensi peningkatan suhu, penurunan Peradangan pada lambung Nyeri abdomen. BAB lebih dari 5 x sehari Adanya gangguan eliminasi Etiologi Iritasi pada grastointes tinal. Mual Problem

24 Oktober 09 &mual.

KH : Pasien mengatakan hilang atau berkurangnyarasa nyerinya. 03. Gangguan eliminasi dapat diatasi, KH : Berkurangnya frekuensi BAB seperti pola biasa. Konsistensi BAB normal.

tekamnan darah, Observasi dan catat perubahan gambaran lokasi nyeri. Kerjasama dengan tim kesehatan. Observasi, catat frekuensi karakteristik, jumlah, faktor pencetus terhadap seringnya BAB. Batasi makanan dan cairan penyebab diare. Kerja sama dengan tim kesehatan. Pemberian anti diare. Pemberian antacid. Diskusi dengan ahli gizi dalam menentukan kebutuhan protein

04.

Masalah resiko ketidakseimbangan nutrisi dapat teratasi. KH : Nafsu makan bertambah Menjelaskan komponen keadekuatan diet bergizi. Mempertahankan masa tubuh. Menyatakan keinginan untuk diet bergizi.

untuk pasien. Buat perencanaan makan dengan pasien untuk dimasukan dalam jadwal makanan. Mengkaji pola makan pasien. Dukung anggota keluarga untuk membawa makanan kesukaan pasien dari rumah.

Você também pode gostar