Você está na página 1de 38

IBD

Inflammatory Bowel Disease


Adalah penyakit yang melibatkan saluran cerna dengan penyebab pastinya sampai saat ini belum diketahui jelas. Secara garis besar IBD terdiri dari 3 jenis, yaitu Kolitis Ulseratif (KU), Penyakit Crohn (PC), dan bila sulit membedakan kedua hal tersebut, maka di masukan dalam kategori indeterminate Colitis.

Perbedaan utama antara penyakit Crohn dan UK adalah lokasi dan sifat dari perubahan inflamasi. Crohn dapat mempengaruhi setiap bagian dari saluran pencernaan , dari mulut ke anus, meskipun sebagian besar kasus mulai di ileum terminal . KU, sebaliknya, terbatas pada usus besar dan rektum.

Etio-patogenesis
Sampai saat ini masih belum diketahui etiologi IBD yang pasti maupun penjelasanya yang memadai mengenaipola distribusinya. Faktor genetik memainkan peran penting dengan adanya kekerapan yang tinggi pada anak kembar dan adanya keterlibatan familial.

Teori adanya peningkatan permeabilitas epitel usus, terdapatnya anti neutrofil sitoplasmivc autoantibodi, peran nitrik oksida dan riwayat infeksi (terutama mikobakterium paratuberkulosis) banyak di kemukakan.

Secara umum diperkirakan bahwa proses patogenesis IBD diawali oleh adanya infeksi, toksin, produk bakteri atau diet intralumen kolon, yang terjadi pada individu yang rentan dan dipengaruhi oleh faktor genetik, defek imun, lingkungan, sehingga terjadi kaskade proses inflamasi pada dinding usus.

Gambaran klinik
Diare kronik yang disertai atau tanpa darah dan nyeri perut merupakan manifestasi paling umum dengan beberapa manifestasi ekstra intestinal seperti artritis, uveitis, pioderma gangrenosum, eritema nodosum dan kolangitis. Disamping itu juga disertai dengan gambaran keadaan sistemik yang timbul sebagai dampak keadaan patologis yang ada seperti gangguan nutrisi.

Derajat klinik KU dapat dibagi atas berat, sedang dan ringan, berdasarkan frekuensi diare, ada/tidaknya demam, derajat berat anemia yang terjadi dan laju endap darah. Perjalanan penyakit KU dapat dimulai dengan serangan pertama yang berata ataupun dimulai ringan yang ertambah berat secara gradual setiap minggu.

Berat ringannya serangan pertama sesuai dengan panjangnya kolon yang terlibat. Lesi mukosa bersifat difus dan terutama hanya melibatkan lapisan mukosa.

Pada PC selain gejala umum di atas adanya fistula merupakan hal yang karateristik (termasuk perianal) nyeri perut relatif lebih mencolok. Hal ini disebabkan oleh sifat lesi yang transmural sehingga dapat menimbulkan fistula dan obstruksi serta berdampak pada timbulnya bacterial overgrowth.

Secara endoskopik penilaian aktivitas penyakit KU relatif mudah dengan menilai gradasi berat ringannya lesi mukosa dan luasnya bagian usus yang terlibat. Tetapi pada PC hal tersebut lebih sulit, terlebih bila ada keterlibatan usus halus (tidak terjangkau oleh teknik kolonoskopik), sehingga dipakai kriteria yang lebih spesifik (Crohns Disease Activity Index) yang didasari oleh adanya penilaian demam, data laboratorium, manifestasi ekstra intestinal, frekuensi diare, nyeri abdomen, fistula, penurunan berat badan, terabanya masa intraabdomen dan rasa sehat pasien.

Gambaran laboratorium
Tidak ada parameter laboratorium yang spesifik untuk IBD. Adanya abnormalitas parameter laboratorium dalam hal kadar hemoglobin, leukosit, LED, trombosit, C-reactive protein, kadar lesi serum dapat terjadi pada kasusu IBD, tetapi gambaran ini juga didapatkan pada kasus infeksi.

Juga tidak terdapat perbedaan yang spesifik antara gambaran laboratorium PC dan KU. Data laboratorium lebih banyak berperan untuk menilai derajat aktivitas penyakit dan dampaknya pada status nutrisi pasien.

Endoskopi

Radiologi
Barium kontras ganda dapat memperlihatkan lesi striktur, fistulasi, mukosa yang ireguler, gambaran ulkus dan polip, ataupun perubahna distensibilitas lumen kolon berupa penebalan dinding usus dan hilangnya haustrae. Pemeriksaan radiologik merupakan kontraindikasi pada KU berat karena dapat mencetuskan megakolon toksik.

Foto polos abdomen secara sederhana dapat mendeteksi adanya dilatasi toksik yaitu tampak lumen usus yang melebar tanpa material feses di dalamnya. Peran CT scan dan ultrasonografi lebih banyak ditujukan pada PC dalam mendeteksi adanya abses ataupun fistula.

Histopatologi
Gambaran khas untuk KU adalah adanya abses kripti, distrosi kripti, infiltrasi sel mononukleus dan polimorfonuklear di lamina propria. Sedangkan pada PC adanya granuloma tuberkuloid (terdapat pada 20-40% kasus) merupakan hal yang karakteristik disamping adanya infiltrasi sel makrofag dan limfosit di lamina propria serta ulserasi yang dalam.

Alur diagnosis
Diagnosis IBD didasarkan pada: Anamnesis yang akurat mengenai adanya perjalanan penyakit yang akut disertai eksaserbasi kronik-remisi diare, kadang berdarah, nyeri perut, serta ada riwayat keluarga. Gambaran klinik sesuai seperti diatas Data laboratorium yang menyingkirkan penyebab inflamasi lain. Tidak ada parameter laboratorium yang spesifik untuk IBD.

Temuan endoskopik yang karakteristik dan disukung konfirmasi histopatologik Temuan gambaran radiologik yang khas. Pemantauan perjalanan klinik pasien yang bersifat akut-remisi-eksaserbasi kronik.

Pengobatan
Pengobatan lebih ditekankan pada penghambatan kaskade proses inflamasi (kalau tidak dapat dihilangkan sama sekali)

Pengobatan umum
Pemberian antibiotik, lavase usus, mengikat produksi bakteri, mengistirahatkan kerja usus, dan perubahan pola diet. Metronidazole cukup banyak bermanfaat pada PC dalam menurunkan derajat aktivitas penyakitnya pada keadaan aktif. Sedangkan KU jarang memakai antibiotik.

Menghindari wheat, ceral yest, dan produk peternakan. Konstituen yang bersifat antioksidan yang bermanfaat untuk IBD adalah glutamin dan asam lemak rantai pendek. Edukasi pada pasien dan keluarganya sangat diperlukan.

Obat golongan kortikosteroid


Obat golongan glukokortikoid merupakan obat pilihan untuk PC (untuk semua derajat) dan KU derajat sedang dan berat. Pada umumnya pilihan jatuh pada prednison, metilprednisolon (bentuk preparat per-oral) atau steroid enema. Pada keadaan berat, diberikan kortikosteroid parenteral

Untuk memperoleh tujuan konsentrasi steroid yang tunggi pada dinding usus dengan efek sitemik (dan efek sampingnya) yang rendah telah dikembangkan obat golongan glukokortikoid non-sitemik dalam pengobatan IBD. Obat yang dipaki adalah obat budesonide baik secara oral lepas lambat atau enema.

Dosis rata-rata yang banyak digunakan untuk mencapai fase remisi adalah setara dengan 40-60 mg prednison, yang kemudian dilakukan tappering dose setelah remisi tercapai dalam waktu 8-12 minggu.

Obat golongan asam amino salisilat


Obat yang sudah lama dipakai dalam pengobatan IBD adalah preparat sulfasalazin yang merupakan gabungan sulpridin dan aminosalisilat dalam ikatan azo. Preparat ini dipecah di dalam usus menjadi sulfapiridin dan 5-acetil salicylic acid (5-ASA) yang bekerja sebagai anti inflamasi. Preparat 5-ASA murni, baik dalam sediaan lepas lambat (di indonesia salofalk) ataupun gabungan 5-ASA dalam bentuk ikatan diazo.

Pada preparat lepas lambat, 5-ASA akan dilepas pada situasi pH > 5 (jadi dalam hal ini di lumen usus halus dan kolon). 5-ASA mempunyai efek samping lebih rendah daripada sulfasalazin. Dosis rata-rata 5-ASA untuk mencapai remisi adalah 2-4 gram perhari, yang kemudian dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan sesuai dengan kondisi pasien.

Obat golongan imunosupresif


Obat ini dipakai bila dengan 5-ASA dan kortikosteroid gagal mencapai remisi. Obat golongan ini seperti; 6-merkaptopurin, azatioprin, siklosporin dan metotreksat.

Surgikal
Bila pengobatan konservatif atau medikamentosa gagal atau terjadinya komplikasi (perdarahan, obstruksi ataupun megakolon toksik)

Algoritme terapi dan rujukan

Você também pode gostar