Você está na página 1de 6

AGAMA DAN ABORSI

Kami akan membahas hal ini dari segi agama Islam (Al-Quran & Aborsi) serta agama Kristen (Alkitab & Aborsi) untuk menggambarkan pemahaman lebih lanjut mengenai aborsi dan agama. Pertama-tama kami akan membahasnya dari segi agama Islam dan kemudian dari segi agama Kristen. Al-Quran & Aborsi Umat Islam percaya bahwa Al-Quran adalah Undang-Undang paling utama bagi kehidupan manusia. Allah berfirman: Kami menurunkan Al-Quran kepadamu untuk menjelaskan segala sesuatu. (QS 16:89) Jadi, jelaslah bahwa ayat-ayat yang terkandung didalam Al-Quran mengajarkan semua umat tentang hukum yang mengendalikan perbuatan manusia. Tidak ada satupun ayat didalam Al-Quran yang menyatakan bahwa aborsi boleh dilakukan oleh umat Islam. Sebaliknya, banyak sekali ayat-ayat yang menyatakan bahwa janin dalam kandungan sangat mulia. Dan banyak ayat-ayat yang menyatakan bahwa hukuman bagi orang-orang yang membunuh sesama manusia adalah sangat mengerikan. Pertama: Manusia berapapun kecilnya adalah ciptaan Allah yang mulia. Agama Islam sangat menjunjung tinggi kesucian kehidupan. Banyak sekali ayat-ayat dalam Al-Quran yang bersaksi akan hal ini. Salah satunya, Allah berfirman: Dan sesungguhnya Kami telah memuliakan umat manusia.(QS 17:70) Kedua: Membunuh satu nyawa sama artinya dengan membunuh semua orang. Menyelamatkan satu nyawa sama artinya dengan menyelamatkan semua orang. Didalam agama Islam, setiap tingkah laku kita terhadap nyawa orang lain, memiliki dampak yang sangat besar. Firman Allah: Barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena sebab-sebab yang mewajibkan hukum qishash, atau bukan karena kerusuhan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barang siapa yang memelihara keselamatan nyawa seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara keselamatan nyawa manusia semuanya. (QS 5:32) Ketiga: Umat Islam dilarang melakukan aborsi dengan alasan tidak memiliki uang yang cukup atau takut akan kekurangan uang. Banyak calon ibu yang masih muda beralasan bahwa karena penghasilannya masih belum stabil atau tabungannya belum memadai, kemudian ia merencanakan untuk menggugurkan kandungannya. Alangkah salah pemikirannya. Ayat Al-Quran mengingatkan akan firman Allah yang bunyinya: Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut melarat. Kamilah yang memberi rezeki kepada mereka dan kepadamu juga. Sesungguhnya membunuh mereka adalah dosa yang besar. (QS 17:31) Keempat: Aborsi adalah membunuh. Membunuh berarti melawan terhadap perintah Allah. Membunuh berarti melakukan tindakan kriminal. Jenis aborsi yang dilakukan dengan tujuan menghentikan kehidupan bayi dalam kandungan tanpa alasan medis dikenal dengan istilah abortus provokatus kriminalis yang merupakan tindakan kriminal tindakan yang melawan Allah. Al-Quran menyatakan: Adapun hukuman terhadap orang-orang yang berbuat keonaran terhadap Allah dan RasulNya dan membuat bencana kerusuhan di muka bumi ialah: dihukum mati, atau disalib, atau dipotong tangan dan kakinya secara bersilang, atau diasingkan dari masyarakatnya. Hukuman yang demikian itu sebagai suatu penghinaan untuk mereka di dunia dan di akhirat mereka mendapat siksaan yang pedih. (QS 5:36) Kelima: Sejak kita masih berupa janin, Allah sudah mengenal kita. Sejak kita masih sangat kecil dalam kandungan ibu, Allah sudah mengenal kita. Al-Quran menyatakan:Dia lebih mengetahui keadaanmu, sejak mulai diciptakaNya unsur tanah dan sejak kamu masih dalam kandungan ibumu.(QS: 53:32) Jadi, setiap janin telah dikenal Allah, dan janin yang dikenal Allah itulah yang dibunuh dalam proses aborsi. Keenam: Tidak ada kehamilan yang merupakan kecelakaan atau kebetulan. Setiap janin yang terbentuk adalah merupakan rencana Allah. Allah menciptakan manusia dari tanah, kemudian menjadi segumpal darah dan menjadi janin. Semua ini tidak terjadi secara kebetulan. Al-Quran mencatat firman Allah: Selanjutnya Kami dudukan janin itu dalam rahim menurut kehendak Kami selama umur kandungan. Kemudian kami keluarkan kamu dari rahim ibumu sebagai bayi. (QS 22:5) Dalam ayat ini malah ditekankan akan pentingnya janin dibiarkan hidup selama umur kandungan. Tidak ada ayat yang mengatakan untuk mengeluarkan janin sebelum umur kandungan apalagi membunuh janin secara paksa! Ketujuh: Nabi Muhammad SAW tidak pernah menganjurkan aborsi. Bahkan dalam kasus hamil diluar nikah sekalipun, Nabi sangat menjunjung tinggikehidupan. Hamil diluar nikah berarti hasil perbuatan zinah. Hukum Islam sangat tegas terhadap para pelaku zinah. Akan

tetapi Nabi Muhammad SAW seperti dikisahkan dalam Kitab Al-Hudud tidak memerintahkan seorang wanita yang hamil diluar nikah untuk menggugurkan kandungannya: Datanglah kepadanya (Nabi yang suci) seorang wanita dari Ghamid dan berkata,Utusan Allah, aku telah berzina, sucikanlah aku.. Dia (Nabi yang suci) menampiknya. Esok harinya dia berkata,Utusan Allah, mengapa engkau menampikku? Mungkin engkau menampikku seperti engkau menampik Mais. Demi Allah, aku telah hamil. Nabi berkata,Baiklah jika kamu bersikeras, maka pergilah sampai anak itu lahir. Ketika wanita itu melahirkan datang bersama anaknya (terbungkus) kain buruk dan berkata,Inilah anak yang kulahirkan. Jadi, hadis ini menceritakan bahwa walaupun kehamilan itu terjadi karena zina (diluar nikah) tetap janin itu harus dipertahankan sampai waktunya tiba. Bukan dibunuh secara keji.

"... Dia menjadikan kamu dalam perut ibumu kejadian demi kejadian dalam tiga kegelapan. Yang (berbuat) demikian itu adalah Allah, Tuhan kamu, Tuhan yang mempunyai kerajaan. Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia; maka bagaimana kamu dapat dipalingkan?" (Al Qur'an, 39:6)

Penyakit Menurut Al-Quran Ustad Danu yang aktif melakukan pengobatan penyakit melalui doa-doa menyatakan bahwa pada dasarnya sumber penyakit itu datangnya dari diri sendiri bukan berasal dari virus, kuman bakteri, nyamuk, mutasi sel dan sebagainya. Menurut ustad acara Bengkel Hati di TPI ini, virus, kuman, bakteri yang merajalela didalam tubuh ketika sakit bukanlah sebab melainkan hanya akibat. Alumnus UII Yogya tersebut menganggap sumber penyakit akibat dari perbuatan manusia itu sendiri melalui tingkah laku kita sehari-hari yang kurang terpuji dihadapan Allah SWT. Perilaku yang kurang terpuji tersebut berupa akhlak yang kurang baik menjadikan malaikat Atid terus mencatat dan mencatat serta melaporkannya di hadapan Allah SWT, dimana sudah berjalan bertahun-tahun bahkan mungkin juga sudah berbelas bahkan berpuluh tahun sehingga akhirnya Allah menurunkan suatu musibah berupa penyakit sebagai pengingat bagi umat-Nya agar segera kembali ke jalan-Nya. Pendapat tersebut diatas mengacu pada QS: As-Syuura 42 :30-31, Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar dari kesalahan-kesalahanmu. Dan kamu tidak dapat melepaskan diri (dari azab Allah) di muka bumi, dan kamu tidak memperoleh seorang pelindung dan tidak pula penolong selain Allah. Penekanan pada kata pelindung dan penolong selain Allah. Jadi kalau seseorang mau sembuh dari penyakit maka harus kembali kepada pelindung dan penolong manusia yaitu Allah SWT. Pada ayat lain dalam Al Quran berbunyi, Barangsiapa yang mengerjakan dosa, maka sesungguhnya ia mengerjakannya untuk (kemudharatan) dirinya sendiri. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana (QS: An-Nissa 4 :111). Dalam penafsiran Ustad Danu, dari ayat diatas menerangkan bahwa bahwa dosa dan kesalahan seseorang banyak sekali diampuni oleh-Nya, karena banyak manusia sendiripun tidak akan sadar bahkan mungkin tidak bisa menghitung dosanya setiap harinya. Dosa dan kesalahan itu dikerjakan terus menerus dari hari kehari, bulan ke bulan bahkan hingga berpuluh tahun barulah Allah akan menurunkan suatu musibah dalam hal ini penyakit semata-mata hanya sebagai hukuman, sebagai peringatan, sebagai sentilan, sebagai jeweran bagi manusia agar segera sadar bahwa manusia memang banyak salah dan dosa agar segera mau kembali ke jalan Allah.

Akhirul kalam, sumber penyakit menurut sains dan Al Quran bisa saja berbeda pada tataran konsep, namun dalam tataran aksi memiliki kesamaan. Tataran aksi yang dimaksud adalah langkah-langkah terapi/pengobatan yang berfokus pada dua kategori: pengobatan fisik dan non fisik (spiritual/doa).

Al-Quran, Obat Segala Penyakit


(ditulis oleh: Al-Ustadz Abu Karimah Askari bin Jamal Al-Bugisi) Dan Kami turunkan dari Al-Qur`an suatu yang menjadi penyembuh dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al-Qur`an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang dzalim selain kerugian. (Al-Isra`: 82) Penjelasan Beberapa Mufradat Ayat Kami turunkan. Jumhur ahli qiraah membacanya dengan diawali nun dan bertasydid. Adapun Abu Amr membacanya dengan tanpa tasydid (). Sedangkan Mujahid membacanya dengan diawali huruf ya` dan tanpa tasydid (). Al-Marwazi juga meriwayatkan demikian dari Hafs. (Tafsir AlQurthubi, 10/315 dan Fathul Qadir, Asy-Syaukani, 3/253) dari Al-Qur`an. Kata min () dalam ayat ini, menurut pendapat yang rajih (kuat), menjelaskan jenis dan spesifikasi yang dimiliki Al-Qur`an. Kata min di sini tidak bermakna sebagian, yang mengesankan bahwa di antara ayat-ayat Al-Qur`an ada yang tidak termasuk syifa` (penawar), sebagaimana yang dirajihkan oleh Ibnul Qayyim t. Kata min pada ayat ini seperti halnya yang terdapat dalam firman-Nya: Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang shalih bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi (An-Nur: 55) Kata min dalam lafadz tidaklah bermakna sebagian, sebab mereka seluruhnya adalah orangorang yang beriman dan beramal shalih. (Lihat Tafsir Al-Qurthubi, 10/316, Fathul Qadir, 3/253, dan At-Thibb An-Nabawi, Ibnul Qayyim, hal. 138) Penyembuh. Penyembuh yang dimaksud di sini meliputi penyembuh atas segala penyakit, baik rohani maupun jasmani, sebagaimana yang akan dijelaskan dalam tafsirnya. Penjelasan Tafsir Ayat Ibnu Katsir t berkata: Allah I mengabarkan tentang kitab-Nya yang diturunkan kepada Rasul-Nya n, yaitu Al-Qur`an, yang tidak terdapat kebatilan di dalamnya baik dari sisi depan maupun belakang, yang diturunkan dari Yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji, bahwa sesungguhnya AlQur`an itu merupakan penyembuh dan rahmat bagi kaum mukminin. Yaitu menghilangkan segala hal berupa keraguan, kemunafikan, kesyirikan, penyimpangan, dan penyelisihan yang terdapat dalam hati. Al-Qur`an-lah yang menyembuhkan itu semua. Di samping itu, ia merupakan rahmat yang dengannya membuahkan keimanan, hikmah, mencari kebaikan dan mendorong untuk melakukan-nya. Hal ini tidaklah didapatkan kecuali oleh orang yang mengimani, membenarkan, serta mengikutinya. Bagi orang yang seperti ini, Al-Qur`an akan menjadi penyembuh dan rahmat. Adapun orang kafir yang mendzalimi dirinya sendiri, maka tatkala mendengarkan Al-Qur`an tidaklah bertambah baginya melainkan semakin jauh dan semakin kufur. Dan sebab ini ada pada orang kafir itu, bukan pada Al-Qur`annya. Seperti firman Allah I:

Katakanlah: Al-Qur`an itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang yang beriman. Dan orang-orang yang tidak beriman pada telinga mereka ada sumbatan, sedang Al-Qur`an itu suatu kegelapan bagi mereka. Mereka itu adalah (seperti) orang-orang yang dipanggil dari tempat yang jauh. (Fushshilat: 44) Dan Allah I juga berfirman: Dan apabila diturunkan suatu surat, maka di antara mereka (orang-orang munafik) ada yang berkata: Siapakah di antara kamu yang bertambah imannya dengan (turunnya) surat ini? Adapun orang-orang yang beriman, maka surat ini menambah imannya, sedang mereka merasa gembira. Adapun orang-orang yang di dalam hati mereka ada penyakit, maka dengan surat itu bertambah kekafiran mereka, di samping kekafirannya (yang telah ada) dan mereka mati dalam keadaan kafir. (At-Taubah: 124-125) Dan masih banyak ayat-ayat yang menjelaskan tentang hal ini. (Tafsir Ibnu Katsir, 3/60) Al-Allamah Abdurrahman As-Sadi t berkata pula dalam menjelaskan ayat ini: Al-Qur`an mengandung penyembuh dan rahmat. Dan ini tidak berlaku untuk semua orang, namun hanya bagi kaum mukminin yang membenarkan ayat-ayat-Nya dan berilmu dengannya. Adapun orang-orang dzalim yang tidak membenarkan dan tidak mengamalkannya, maka ayatayat tersebut tidaklah menambah baginya kecuali kerugian. Karena, hujjah telah ditegakkan kepadanya dengan ayat-ayat itu. Penyembuhan yang terkandung dalam Al-Qur`an bersifat umum meliputi penyem-buhan hati dari berbagai syubhat, kejahilan, berbagai pemikiran yang merusak, penyimpangan yang jahat, dan berbagai tendensi yang batil. Sebab ia (Al-Qur`an) mengandung ilmu yakin, yang dengannya akan musnah setiap syubhat dan kejahilan. Ia merupakan pemberi nasehat serta peringatan, yang dengannya akan musnah setiap syahwat yang menyelisihi perintah Allah I. Di samping itu, AlQur`an juga menyembuhkan jasmani dari berbagai penyakit. Adapun rahmat, maka sesungguhnya di dalamnya terkandung sebab-sebab dan sarana untuk meraihnya. Kapan saja seseorang melakukan sebab-sebab itu, maka dia akan menang dengan meraih rahmat dan kebahagiaan yang abadi, serta ganjaran kebaikan, cepat ataupun lambat. (Taisir Al-Karim Ar-Rahman, hal. 465) Al-Qur`an Menyembuhkan Penyakit Jasmani Suatu hal yang menjadi keyakinan setiap muslim bahwa Al-Qur`anul Karim diturunkan Allah U untuk memberi petunjuk kepada setiap manusia, menyembuhkan berbagai penyakit hati yang menjangkiti manusia, bagi mereka yang diberi hidayah oleh Allah U dan dirahmati-Nya. Namun apakah Al-Qur`an dapat menyembuhkan penyakit jasmani? Dalam hal ini, para ulama menukilkan dua pendapat: Ada yang mengkhususkan penyakit hati; Ada pula yang menyebutkan penyakit jasmani dengan cara meruqyah, ber-taawudz, dan semisalnya. Ikhtilaf ini disebutkan Al-Qurthubi dalam Tafsir-nya. Demikian pula disebutkan Asy-Syaukani dalam Fathul Qadir, lalu beliau berkata: Dan tidak ada penghalang untuk mem-bawa ayat ini kepada dua makna tersebut. (Fathul Qadir, 3/253) Pendapat ini semakin ditegaskan Syaikhul Islam Ibnul Qayyim t dalam kitabnya Zadul Maad: Al-Qur`an adalah penyembuh yang sempurna dari seluruh penyakit hati dan jasmani, demikian pula penyakit dunia dan akhirat. Dan tidaklah setiap orang diberi keahlian dan taufiq untuk menjadikannya sebagai obat. Jika seorang yang sakit konsis-ten berobat dengannya dan meletakkan pada sakitnya dengan penuh kejujuran dan keimanan, penerimaan yang sempurna, keyakinan yang kokoh, dan menyempurna-kan syaratnya, niscaya penyakit apapun tidak akan mampu menghadapinya selama-lamanya. Bagaimana mungkin penyakit tersebut mampu menghadapi firman Dzat yang memiliki langit dan bumi. Jika diturunkan kepada gunung, maka ia akan menghancurkannya. Atau diturunkan kepada bumi, maka ia akan membelahnya. Maka tidak satu pun jenis penyakit, baik penyakit hati maupun jasmani, melainkan dalam Al-Qur`an ada cara yang mem-bimbing kepada obat dan sebab (kesem-buhan) nya. (Zadul Maad, 4/287)

Berikut ini kami sebutkan beberapa riwayat berkenaan tentang pengobatan dengan Al-Qur`an. Di antaranya adalah apa yang diriwayatkan Al-Bukhari, Muslim, dan lainnya dari hadits Aisyah x.Beliau x berkata: Adalah Rasulullah n terkena sihir1, sehingga beliau menyangka bahwa beliau mendatangi istrinya padahal tidak mendatanginya. Lalu beliau berkata: Wahai Aisyah, tahukah kamu bahwa Allah U telah mengabulkan permohonanku? Dua lelaki telah datang kepadaku. Kemudian salah satunya duduk di sebelah kepalaku dan yang lain di sebelah kakiku. Yang di sisi kepalaku berkata kepada yang satunya: Kenapa beliau? Dijawab: Terkena sihir. Yang satu bertanya: Siapa yang menyihirnya? Dijawab: Labid bin Al-Asham, lelaki dari Banu Zuraiq sekutu Yahudi, ia seorang munafiq. (Yang satu) bertanya: Dengan apa? Dijawab: Dengan sisir, rontokan rambut. (Yang satu) bertanya: Di mana? Dijawab: Pada mayang korma jantan di bawah batu yang ada di bawah sumur Dzarwan. Aisyah x lalu berkata: Nabi lalu mendatangi sumur tersebut hingga beliau mengeluarkannya. Beliau lalu berkata: Inilah sumur yang aku diperlihatkan seakan-akan airnya adalah air daun pacar dan pohon kormanya seperti kepala-kepala setan. Lalu dikeluarkan. Aku bertanya: Mengapa engkau tidak mengeluarkannya (dari mayang korma jantan tersebut, pen.)? Beliau menjawab: Demi Allah, sungguh Allah telah menyembuhkanku dan aku membenci tersebarnya kejahatan di kalangan manusia. Hadits ini diriwayatkan Al-Bukhari dalam Shahih-nya (kitab At-Thib, bab Hal Yustakhrajus Sihr? jilid 10, no. 5765, bersama Al-Fath). Juga dalam Shahih-nya (kitab Al-Adab, bab Innallaha Ya`muru Bil Adl, jilid 10, no. 6063). Juga diriwayatkan oleh Al-Imam Asy-Syafii sebagaimana yang terdapat dalam Musnad Asy-Syafii (2/289, dari Syifa`ul Iy), Al-Asfahani dalam Dala`ilun Nubuwwah (170/210), dan Al-Lalaka`i dalam Syarah Ushul Itiqad Ahlis Sunnah (2/2272). Namun ada tambahan bahwa Aisyah berkata: Dan turunlah (firman Allah U): Hingga selesai bacaan surah tersebut. Demikian pula yang diriwayatkan Al-Imam Bukhari t dalam Shahih-nya, dari hadits Abu Said AlKhudri z, beliau berkata: Sekelompok2 shahabat Nabi berangkat dalam suatu perjalanan yang mereka tempuh. Singgahlah mereka di sebuah kampung Arab. Mereka pun meminta agar dijamu sebagai tamu, namun penduduk kampung tersebut enggan menjamu mereka. Selang beberapa waktu kemudian, pemimpin kampung tersebut terkena sengatan (kalajengking). Penduduk kampung tersebut pun berusaha mencari segala upaya penyembuhan, namun sedikitpun tak membuahkan hasil. Sebagian mereka ada yang berkata: Kalau sekiranya kalian mendatangi sekelompok orang itu (yaitu para shahabat), mungkin sebagian mereka ada yang memiliki sesuatu. Mereka pun mendatanginya, lalu berkata: Wahai rombongan, sesungguhnya pemimpin kami tersengat (kalajengking). Kami telah mengupayakan segala hal, namun tidak membuahkan hasil. Apakah salah seorang di antara kalian memiliki sesuatu? Sebagian shahabat menjawab: Iya. Demi Allah, aku bisa meruqyah. Namun demi Allah, kami telah meminta jamuan kepada kalian namun kalian tidak menjamu kami. Maka aku tidak akan meruqyah untuk kalian hingga kalian memberikan upah kepada kami. Mereka pun setuju untuk memberi upah beberapa ekor kambing3. Maka dia (salah seorang shahabat) pun meludahinya dan membacakan atas pemimpin kaum itu Alhamdulillahi rabbil alamin (Al-Fatihah). Pemimpin kampung tersebut pun merasa terlepas dari ikatan, lalu dia berjalan tanpa ada gangguan lagi. Mereka lalu memberikan upah sebagaimana telah disepakati. Sebagian shahabat berkata: Bagilah. Sedangkan yang meruqyah berkata: Jangan kalian lakukan, hingga kita menghadap

Rasulullah n lalu kita menceritakan kepadanya apa yang telah terjadi. Kemudian menunggu apa yang beliau perintahkan kepada kita. Merekapun menghadap Rasulullah n kemudian melaporkan hal tersebut. Maka beliau bersabda: Tahu dari mana kalian bahwa itu (Al-Fatihah, pen.) memang ruqyah? Lalu beliau berkata: Kalian telah benar. Bagilah (upahnya) dan berilah untukku bagian bersama kalian, sambil beliau n tertawa. Adapun hadits yang diriwayatkan bahwa Rasulullah n bersabda: Sebaik-baik obat adalah Al-Qur`an. Dan hadits: Al-Qur`an adalah obat. Keduanya adalah hadits yang dhaif, telah dilemahkan oleh Al-Allamah Al-Albani t dalam Dhaif AlJami Ash-Shagir, no. 2885 dan 4135. Membuka Klinik Ruqyah Di antara penyimpangan terkait dengan ruqyah adalah menjadikannya sebagai profesi, seperti halnya dokter atau bidan yang membuka praktek khusus. Ini merupakan amalan yang menyelisihi metode ruqyah di zaman Rasu-lullah n. Asy-Syaikh Shalih Alus Syaikh berkata ketika menyebutkan beberapa pe-nyimpangan dalam meruqyah: Pertama, dan yang paling besar (kesalahannya), adalah menjadikan bacaan (untuk penyembuhan) atau ruqyah sebagai sarana untuk mencari nafkah, di mana dia memfokuskan diri secara penuh untuk itu. Memang telah dimaklumi bahwa manusia membutuhkan ruqyah. Namun memfokus-kan diri untuk itu, bukanlah bagian dari petunjuk para shahabat di masanya. Padahal di antara mereka ada yang sering meruqyah. Namun bukan demikian petunjuk para shahabat dan tabiin. (Menjadikan meruqyah sebagai profesi) baru muncul di masa-masa belakangan. Petunjuk Salaf dan bimbingan As-Sunnah dalam meruqyah adalah seseorang memberikan manfaat kepada saudara-saudaranya, baik dengan upah ataupun tidak. Namun janganlah dia memfokuskan diri dan menjadikannya sebagai profesi seperti halnya dokter yang mengkhususkan dirinya (pada perkara ini). Ini baru dari sudut pandang bahwa hal tersebut tidak terdapat (contohnya) pada zaman generasi pertama. Demikian pula dari sisi lainnya. Apa yang kami saksikan pada orang-orang yang mengkhususkan diri (dalam meruqyah) telah menimbulkan banyak hal ter-larang. Siapa yang mengkhu-suskan dirinya untuk meruqyah, niscaya engkau mendapatinya memiliki sekian penyimpangan. Sebab dia butuh prasyarat-prasyarat tertentu yang harus dia tunaikan dan yang harus dia tinggalkan. Serta menjual tanpa petunjuk. Barangsiapa meruqyah melalui kaset-kaset, suara-suara, di mana dia membaca di sebuah kamar, sementara speaker berada di kamar yang lain, dan yang semisalnya, merupakan hal yang menyelisihi nash. Ini sepantasnya dicegah untuk menutup pintu (penyimpangan). Sebab sangat mungkin akan menjurus kepada hal-hal tercela dari para peruqyah yang mempopulerkan perkara-perkara yang terlarang atau yang tidak diperkenankan syariat. (ArRuqa Wa Ahkamuha, Asy-Syaikh Shalih Alus Syaikh, hal. 20-21)

Você também pode gostar