Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Outline
Pengantar
Penataan Ruang Otonomi Daerah PartisipasiMasyarakat
pembangunan adalah perencanaan pembangunan bagi suatu kota, daerah, ataupun wilayah. Pendekatan ini memandang kota, daerah, ataupun wilayah sebagai suatu wujud bebas yang pengembangannya tidak terikat dengan kota, daerah, ataupun wilayah yang lain, sehingga penekanan perencanaannya mengikuti pola yang lepas dan mandiri Pembangunan di daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional. Perencaan pembangunan daerah, dalam pendekatan ini, merupakan pola perencanaan pada suatu jurisdiksi ruang atau wilayah tertentu yang dapat digunakan sebagai bagian pola pembangunan nasional.
pembangunan daerah adalah instrumen bagi penentuan alokasi sumber daya pembangunan dan lokasi kegiatan di daerah yang telah direncanakan secara terpusat yang berguna untuk mencegah terjadinya kesenjangan ekonomi antar daerah
dimensi ruang dan daerah, harus dapat mencari jawaban tentang bagaimana pembangunan dapat tetap menjaga persatuan dan kesatuan, tetapi dengan memberikan kewenangan dan tanggung jawab yang cukup pada daerah dan masyarakatnya
tata ruang wilayah yang telah ditetapkan dengan peraturan daerah Tata ruang atau Land use adalah wujud struktur ruang dan pola ruang disusun secara nasional, regional dan lokal. Secara nasional disebut Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, yang dijabarkan ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi, dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) tersebut perlu dijabarkan ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota (RTRWK). Ruang didefinisikan sebagai wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya. Tata Ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang
PEMANFAATAN RUANG
Keterkaitan Rencana
RPJP
NASIONAL RPJM NASIONAL RPJP RTRW RPJM/RKP PROPINSI RPJP RTRW RPJM/RKP KABUPATEN NON SPATIAL KABUPATEN SPATIAL PROPINSI RTRW NASIONAL
PROPINSI
KABUPATEN
RTRWN
RTRWP
RTRWK
Rencana Detail TR
RDTR Kab/Kota
RTR Kawasan
RTR
Peninjauan RTR
Pengendalian
I P Strategis (5 Tahun)
Pemanfaatan
Sektor
Perwujudan
Pemantauan
Konteks Desentralisasi
Kewenangan yang dimiliki
Kemampuan sumberdaya (manusia, alam dan
teknologi) Demokrasi dan partisipasi lokal Kondisi ekonomi, sosial, politik dan kekuasaan lokal Kinerja pembangunan yang berbeda
Berbahaya bagi pelayanan publik: Deseentralisasi korupsi Pengeluaran yang tidak jelas Memtar kembali sejumlah fungsi ekonomi dan sosial khusus dari negara Kader lokal tidak akan cukup independen dan tidak cukup termotivasi untuk mengambil tanggungjawab terhadap kebijakan yang beresiko Politik lokal tetaplah politik: Reproduksi / melabel-kan kembali elit lokal Masyarakat miskin dapat menjauhkan diri dari upaya mempromosikan kepentingan mereka Politisi lokal dapat saja responsif hanya kepada kebutuhan lokal dari konstituen mereka saja Akuntabiltas dapat berkurang jika pemiliahn lokal tidak dilihat sebagai sesuatu yang penting dan menghasilkan turnouts yang rendah Gerakan untuk memisahkan diri: Institusionalisasi faksi-faksi berdasarkan garis etnis Menghasilkan kebijakan diskriminatif dari partai penguasa
Steinich, 2000, 4
Desentralisasi Desentralisasi = devolusi (desentralisasi politik) dan dekonsentrasi (desentralisasi administratif) Desentralisasi = devolusi
DECONCENTRATION
DECENTRALIZATION
Dconcentration (French Dcentralisation (French writers) writers) Deconcentration (UN Devolution (UN report) report) Democratic decentralization Bureaucratic decentralization Political decentralized Administrative decentralized Field administration Regional administration Prefectoral administration Delegation of powers Local government Local self-government Municipal administration
Devolution of powers
Desentralisasi vs Sentralisasi
Desentralisasi dan Sentralisasi tidak bersifat dikotomis
satu rangkaian kesatuan (continuum) Perlu dicari pengaturan pembagian kerja yang terbaik antara Sentralisasi ekstrim dengan Desentralisasi ekstrim Desentralisasi tidak akan terwujud tanpa Sentralisasi
Tujuan Desentralisasi
Merealisasikan tujuan-tujuan dasar atau nilai-nilai tertentu dari komunitas politik Pemerintahan Daerah dilihat sebagai bagian penting dari struktur pemerintahan demokratis Pemindahan beban dalam penyediaan layanan masyarakat Mendorong pendidikan politik dan keterlibatan masyarakat Memungkinkan kebijaksanaan pemerintahan lebih sesuai dengan kondisi wilayah dan masyarakat setempat
dan bersifat setempat (lokalitas) Anti kesederajatan Dari segi keuangan: berbahaya dilihat dari aspek redistribusi, stabilisasi, dan alokasi
Dampak Kelembagaan
Berhak menentukan kebijakan sendiri yang sesuai
dengan aspirasi masyarakat Adanya lembaga perwakilan rakyat Daerah Pendapatan sendiri untuk menjalankan fungsi-fungsi yang telah diserahkan
pelayanan Daerah Dalam rangka efisiensi administratif Daerah yang merupakan pre kondisi bagi partisipasi masyarakat yang efektif
Ciri Dekonsentrasi
Pergeseran kekuasaan secara geografis untuk membuat sejumlah keputusan dalam lingkup hirarkhi administrasi publik yang tersentralisasi secara langsung Digunakan untuk mengurangi lokalisme dan memaksakan keseragaman pembuatan keputusan yang berlaku secara nasional Adanya struktur yang mewakili kepentingan pusat Pembuatan keputusan formal dilakukan oleh pejabat yang ditunjuk Pusat
Dampak Kelembagaan
Adanya Wilayah Administrasi (WA) yang merupakan wilayah kerja dari aparatus Pusat yang ada di Daerah untuk melaksanakan kewenangan-kewenangan Pusat yang telah didelegasikan kepada pejabat Pusat yang ada di Daerah
lapangan adalah kewenangan birokrasi daripada kewenangan politik Administrator lapangan biasanya pegawai negeri yang ditempatkan untuk jangka waktu terbatas sebelum dipindahkan ke Daerah lain atau Pusat Area dibatasi oleh kebutuhan administratif fungsifungsi mereka
Tipe WA 1/3
Wilayah Administrasi yang Terfragmentasi
(Fragmented Field Administration): batas-batas wilayah kerja (yurisdiksi) dari perangkat departemen di lapangan (Instansi Vertikal) berbeda menurut pertimbangan fungsi dan organisasi departemen induknya. Dalam hal ini tidak terdapat dalam Wilayah Administrasi seorang Wakil Pemerintah (Prefektur) untuk keperluan koordinasi dan kegiatan pemerintahan umum lainnya Sistem Fungsional
Tipe WA 2/3
Wilayah Administrasi yang Terintegrasi (Integrated
Field Administration): mengharuskan terdapatnya keseragaman batas-batas wilayah kerja (yurisdiksi) dari berbagai instansi vertikal atas dasar Wilayah Administrasi serta adanya Wakil Pemerintah Sistem Prefektoral
Tipe WA 3/3
Sistem Prefektoral Terintegrasi (Integrated Prefectoral
System): rangkap jabatannya Wakil Pemerintah yang juga sebagai Kepala Daerah selain dari berhimpinya batas Wilayah Administrasi dengan Daerah Otonom Sistem Prefektoral Tidak Terintegrasi (Unintegrated Prefectoral System): Wakil Pemerintah berbeda dengan Kepala Daerah
Steinich, 2000, 10
Kepemerintahan Lokal (local governance) Akuntabilitas Transparansi Partisipasi Pemberdayaan Ketiadaan korupsi Aturan hukum Kepuasan pegawai
Kinerja pemerintah lokal (local government performance) Kinerja finansial Penyampaian layanan Manajemen infrastruktur Regulasi konflik Manajemen insentif
Steinich, 2000, 11
proses dimana kelompok dan kepentingan yang berbeda terlibat bersama dalam mencapai konsensus pada sebuah rencana dan implementasinya. Perencanaan Partisipatif berarti lebih dari sekedar partisipasi publik
Public participation and participatory planning compared Public participation Participatory planning
The council embodies the interests of the community as a whole, and expresses these in its plan. The public should be informed about the plan and be given a chance to express views. Plans and documents are drafted by the council in line with national guidance, so that already they have substantially resolved most conflicts. They are likely to require marginal adjustments not a fundamental effort to reconcile differences. Skills are in making plans and policies that provide a local interpretation of national policy guidance, and then adjusting these in the light of information gained through the process of consultation.
A council has to serve many different communities. There will be contentious issues that will need to be negotiated or even mediated amongst the interested parties during the process of developing a plan. Stakeholders know their own needs and priorities. Planners need to listen to them, not assume that being planners means they already know the needs of others.
The plans
Skills
Skills are in reaching out to diverse groups; listening to their own perception of needs/ priorities; clearly and systematically establishing and comparing the needs/priorities with the range of groups involved; identifying and negotiating adjustments, and maintaining the confidence of the different parties. Independent mediators or planners, but many parties will be involved, including planners employed by the council. A determined attempt should be made to include groups traditionally marginalized from planning processes.
Who leads?
The professional planners lead the consultation and the collection, processing and reaction to views. Everyone has the same opportunity to participate. However, participants are usually an informed group though they may not be widely representative.
Who participates?
Some innovative techniques Place Ingolstadt, Bavaria Technique 'Day of Visions' in local theatre - music, workshops, special guests (e.g. Franz Beckenbauer). 5000 attended and 900 feedback cards were submitted by citizens with over 1500 ideas for urban development. Then six citizens' conferences, facilitated by expert mediators, had up to 25 participants and included 2-4 city council members, 3-6 administration and external experts and 15 citizens selected because they contributed to the specific topic of the conference. These were followed by 41 Round Tables (Autumn 2001), where citizens, councillors, experts from the administration and representatives of LA21 discussed a range of issues leading to consensus regarding the new Master Plan and the Local Agenda 21 Action Programme.
The POP plan used many different techniques. One particularly interesting one was the outreach to young people through 'Groningen 2030', a story-line project (supported by the NoordXXI Interreg project) aimed at secondary school pupils, who were encouraged to develop their own plans. Pupils and teachers received information packs and staff received training in skills required in story-line techniques. The project culminated in a presentation by the pupils in the provincial government.
This exercise seeking agreements amongst contending interests in a Natura 2000 area went through several planned stages. One of them involved the setting up of study groups (November 2001 to April 2002) focused on four main topics: agriculture, forestry, hunting, and tourism. There were then excursions and local inspections in the Natura 2000 area. This resulted in rough drafts of agreement being prepared (by members of the mediation team) covering the topic areas. These draft agreements were discussed in June-September 2002, which included a plenary meeting of the negotiation team, providing feedback to the original groups involved resulting in gradual revision and specification. These then formed separate chapters in the final draft version of the Agreement.