Você está na página 1de 23

TERAPI RETINOID UNTUK PHOTOAGING

1. Pendahuluan Semenjak adanya laporan awal yang menjelaskan bahwa asam trans-retinoid (RA) memiliki efek yang bermanfaat terhadap photoaging, efektivitas terapi dengan asam retinoid topical pada kerusakan kulit akibat cahaya telah didemonstrasikan dalam jumlah banyak melalui studi klinis terkontrol. Meskipun ada penelitian ini, terdapat jarak yang lebar dalam pengertian kita mengenai basis molecular mengenai bagaimana asam retinoid memperbaiki kerusakan kulit akibat cahaya. Syarat photoaging berhubungan dengan kelainan kulit akibat terpapar sinar maatahari secara kronik. Pada kulit yang terpapar sinar matahari, photoagin terjadi secara natural, penuaan intrinsic, yang terjadi pada seluruh kulit. Subjek yang cocok secara klinis, histology, dan analisis biokimia dari kulit yang terpapar matahari dan kulit yang terlindung dari sinar matahari menunjukan kulit yang terpapar sinar matahari terjadi kerusakan bentuk dan fungsi kulit lebih hebat derajatnya dibandingkan dengan proses penuaan natural. Rupa kulit photoaged yaitu kering, berkerut,longgar, pigmen yang tidak sama rata, dan terdapat bintik coklat. Secara histologist, kulit photoaged menunjukkan ketebalan epidermal yang bervariasi, luas, dan kelompok melanosit yang irregular, kurang teraturnya dermis, elastosis, dan infiltrasi sel radang ringan. Photoaging merupakan proses kumulatif, oleh karena itu, berat ringannya sangat berhubungan dengan usia. Pada bagian ini, pertama-tama kami menjelaskan mekanisme molecular oleh radiasi sinar ultraviolet (UV) dari matahari yang merusak kulit, terfokus pada kerusakan kolagen yang merupakan komponen structural utama dari jaringan konektif kulit. Kami tidak mendeskripsikan secara detail dampak kerusakan UV terhadap DNA. Kami menampilkan bukti bahwa retinoid topical dapat mencegah kerusakan kulit akibat UV dan memperbaiki kerusakan kulit akibat cahaya. Pada akhirnya, kami mereview beberapa efek samping yang berhubungan dengan terapi retinoid.

2. Kerusakan jaringan konektif kulit akibat UV Iradiasi sinar UV dari matahari menyebabkan kerusakan dalam jumlah besar pada kulit manusia, termasuk kulit terbakar, imunosupresi, dan kanker kulit, dan juga penuaan dini. Radiasi sinar UV mencapai permukaan bumi dibagi berdasarkan panjang gelombang menjadi UVB (290-320 nm), UVA2 (320-340 nm) dan UVA1 (340-400 nm). Energy yang terdapat pada radiasi sinar UV dapat diabsorpsi oleh berbagai komponen selular pada kulit dan karenanya mendatangkan respon selular yang beragam oleh akibat aktivasi terkoordinasi jalur transduksi sinyal yang dihasilkan dari kelainan ekspresi gen. Pada bagian ini, kami mengulang mekanisme sinar UV mengaktivasi jalur sinyal spesifik, dan terlebih modifikasi transkripsi gen serta kerusakan jaringan konektif kulit.
2.1 Iradiasi UV menginduksi aktivasi jalur sinyal

Mekanisme utamanya dimana radiasi UV menginisiasi respon molecular pada kulit melalui generasi fotokimia dari reactive oxygen species (ROS). ROS dihasilkan dari energy dan/atau transfer electron dari kemoreseptor penyerap-UV di kulit. Banyak kromofor yang dijadikan generator ROS endogen, diantaranya tryptophan, NADPH, riboflavin, porfirin, asam trans-urocanic. Dalam kulit, UV terinduksi yang melepaskan ROS bertanggungjawab untuk stimulasi beberapa sinyal jalur transduksi melalui aktivasi sel sitokin surface dan grow factor reseptor. Aktivasi sinar UV oleh EGF-R merupakan ligand-independent, sejak penempelan-benda asing tidak lagi diperlukan untuk aktivasi UV oleh reseptor. Bagaimanapun, aktivasi langsung EGF-R oleh sinar UV tidak pernah didemonstrasikan. 2.2 Iradiasi UV menginduksi degradasi kolagen kulit Aktivasi UV-terinduksi oleh MMPs, merupakan hasil dari degradasi berlebihan komponen matriks ekstraselular (ECM) di dermis. ECM merupakan substrat untuk adhesi sel, pertumbuhan, perpindahan, dan diferensiasi, serta menyediakan bantuan mekanik untuk jaringan dan organ. Protein ECM disembunyikan oleh fibroblast di dermis, dan mekanisme terbalik memperbolehkan fibroblast mengadaptasi kelainan pada ECM.

Kolagen tipe I merupakan protein struktural terbanyak di jaringan konektif kulit. Terhitung 85% dari total protein dermal. Kolagen tipe III berinteraksi dengan kolagen tipe I, dan diperkirakan jumlahkan 1/10 kolagen tipe I. kolagen tipe I dan III terbentuk dari 3 rantai polipertida dan disintesis oleh fibroblast di dermis, sebagai prokolagen mengandung tempat globular di setiap ujungnnya. Secara rahasia, propeptida dihilangkan secara enzimatis oleh protease spesifik. Kehilangan propeptide menyebabkan molekul kolagen secar spontan berubah menjadi serat. Bentuk baru molekul kolagen berubah menjadi serat kolagen, dan membentuk crosslinking intermolecular menjadi bentuk serat kolagen matang. Hubungan silang kolagen dikatalisasi oleh enzim lisil oksidase. Serat kolagen disusun sebagai perintah yang diatur beruhubungan dengan protein ECM lain untuk membentuk ikatan kolagen. Ikatan kolagen menyediakan kekuatan dan kekenyalan pada kulit, dan sangat sesisten terhadap degradasi enzimatik. Waktu paruh kolagen kulit diperkirakan ssampai beberapa tahun. Degradasi serat kolagen membutuhkan bantuan kolagenase. Seperti telah dijelaskan di atas, iradiasi UV mengindukasi MMP-1. MMP-8 secara primer diekspesikan oleh neutrofil, ysng menginfiltrasi kulit sebagai respon stimulus imun terinduksi oleh radiasi UV. Meskipun jumlah MMP-8 meningkat di kulit mengikuti radiasi UV sebagai konsekuensi peningkatan neutrofil, MMp-8 tetap terbanyak dalam bentuk inaktif, dan terlebih tidak ada kontribusi yang bermakna terhadap degradasi kolagen diobservasi berdasarlan paparan UV. 2.3 Iradiasi UV menghambat produksi kolagen baru Sebagai tambahan penyebab degradasi kolagen matang, radiasi UV akut secara sementara menghambat sintesis prokolagen tipe I dan III. Berdasarkan radiasi UV pada kulit secara in vivo, protein prokolagen tipe I secara signifikan berkurang dalam 8 jam, dan maksimal berkurang sekitar 70 % dalam 24 jam, dan kembali ke level normal dalam 2-3 hari. Kehilangan produksi prokolagen terletak pada 1/3 atas dermis, merefleksikan paparan radiasi UV terhadap kulit. Setidaknya ada 2 mekanisme yang berpengaruh pada downregulator sintesis prokolagen. Pertama, radiasi UV mengaktivasi faktor transkripsi AP-1, yang secara negative meregulasi transkripsi kedua gen yang mengencode rantai nkolagen tipe I. iradiasi Uv menggagu sinyal dari TGF- (profibrotik sitokin utama), men3

downregulasi reseptor TGF- tipe II dan meningkatkan regutalot penghambat sinyal TGF. 2.4 Kerusakan kolagen kumulatif berkontribusi terhadap fenotif kulit photodamaged kerusakn kulit akibat cahaya ditandai dengan penurunan regulasi produksi prokolagen tipe I yang terus menerus, dibandingkan dengan individu yang terproteksi dari sinar matahari. Penurunan regulasi prokolagen berhubungan dengan derajat kesakitan secara klinis dari kerusakan kulit, terlebih menggambarkan derajat kerusakan secara akumulatif. Yang menarik, jumlah fibroblast yang terkandung pada kerusakan kulit akibat cahaya yang berat, tidak terganggu produksi prokolagennya. Seperti dijelaskan sebelumnya, radiasi UV akut mengaktivasi MMPs sementara waktu. Dengan paparan sinar matahari berulang selama beberapa tahun, kolagen terfragmen terakumulasi pada kulit rusak tersebut. Terapi in vitro gel kolagen dengan MMP-1, produksi prokolagen dihambat dengan jelas, Yang menarik, dibandingkan dengan kultur fibroblast pada gel kolagen yang intak. memperbaiki biosintesis prokolagen. Fibroblast terikat dengan kolagen melalui reseptor spesifik, intergrins, yang terdapat di permukaan sel. Ikatan intergrins menyebabkan fibroblast menggunakan kekuatan kontraksi pada matriks kolagen dan mengubah kekuatan sesistif mekanik yang digunakan matriks kolagen. Beberapa penekanan mekanik telah dilakukan dalam bentuk sistem untuk mempengaruhi perilaku selular secara luas, termasuk produksi prokolagen oleh kulit.

hilangnya sebagian kolagen terdegradasi akibat teapi gel yang mengandung MMP-9

3. Metabolism asam retinoid di kulit Retinoid termasuk kelompok alami dan bahan sintetis yang ditandai dengan aktivitas biologis seperti vitamin A (vitamin A-like). Vitamin A dan retinoid alami lainnya, yaitu transRA, memainkan peran penting dalam embryogenesis, reproduksi, penglihata, regulasi imunitas, dan diferensiasi sel epitel. Retinoid didapatkan dari makanan, diserap di usus,
4

disimpan di hati sebagai retinyl ester (REs), dan ditransportasikan ke sirkulasi ke dalam target organ sebagai ROL. Mobilisais ROL dari sel hati diregulasi oleh konsentrasi plasma retinol binding protein (RBP) tak terikat. Ketika ROL dilepas ke dalam sirkulasi, ini membuat RBP mengantar ke target jaringan. Di dalam target sel, ROl disimpan dalam membrane plasma sebagai Res, atau dikonversi menjadi RA. Konversi ROL menjadi RA terdiri dari 2 langkah reaksi. Pertama, ROL diubah menjadi retinal (RAL), fase ini dikatalisais oleh enzim alcohol dehidrogenase (ADH). Tahap kedua, perubahan RAL menjadi RA, reaksi ini dikatalisasi oleh retinaldehide dehidrogenase (RALDH), dan ireversibel. Inilah alasan mengapa penambahan RA pada hewan dengan defisiensi vitamin A tidak meningkatkan kadar RAL atau ROL. Di dalam sel, RA tidak disimpan dan konsentrasinya dikontrol ketat. RA berikatan dalam sel sitoplasma dengan cellular RA binding protein (CRABP), RA berikatan dengan CRABP dapat melalui satu atau dua jalur, yaitu dikirim ke reseptor RA nucleus (RARs) atau katabolisme menjadi bentuk inkatif. Katabolisme dikatalisasi oleh RA-4hidroksilase. RA menggunakan efek biologisnya melalui ikatan menuju RARs, yang seharusnya merupakan superfamili reseptor hormone steroid nucleus. RA terdiri atas 3 formasi stereoisomerik yang berbeda, yaitu all-trans, 9-cis, dan 13-cis.

4. Retinod topical mencegah photoaging Penelitian menunjukkan bahwa trans-RA topical dapat mencegah respon induksi UV pada kulit yang mengarah pada degradasi dan regulasi ulang kolagen tipe I pada kulit manusia in vivo. Praterapi kulit dengan RA menghambat induksi UV-termediasi dan aktivasi AP-1. Inhibisi AP-1 oleh RA tampaknya terjadi melalui mekanisme jelas dari transrepresi. RA menghambat induksi UV dari c-Jun protein, tetapi bukan c-Jun mRNA.

5. Retinoid topical memperbaiki photoaging


5

5.1 Kegunaan trans-retinoid acid pada terapi photoaging Menurut kligman et al. menemukan bahwa trans-RA krim (tretinoin,Retin-A), yang digunakan untuk terapi acne vulgaris, dapat memperbaiki sebagian kerusakan struktur kulit berhubungan dengan photoaging. Pada penelitian ini, peneliti menunjukkan 6-12 bulan terapi dengan tretinoin 0,05% pada muka dan lengan menginduksi ketebalan atrofi epidermis, mengeliminasi dysplasia dan atipia, menghasilkan melanin serta membentuk kolagen dan pembuluh darah baru. Menurut Weiss et al. penggunaan krim tretinoin 0,1% sehari sekali selam 4 bulan memberikan perbaikan klinis terutama pada kerutan di muka, pucat, kelonggaran kulit dan hiperpigmentasi macular (liver spot). Dosis tretinoin yang lebih tinggi juga efektif untuk terapi pfotoaging. Rafael et al. mendapatkan 83% pasien yang diterapi dengan tretinoin 0,1% teratur selama 10 bulan, dan dengan terapi placebo sebanyak 23%, menunjukkan perbaikan dari acnitic lentigines. Hasil tersebut dikonfirmasi dengan histoligi yang menunjukkan penurunan pigmentasi epidermal pada specimen biopsy. Pada satu penelitian, terapi jangka panjang yang berhubungan dengan epidermal hyperplasia, menunjukkan ketebalan epidermal tidak langsung berhubungan dengan perbaikan klinis. Kontras, perbaikan potoaging dengan retinoid berhubungan dengan peningkatan formasi prokolagen I, membentuk ulang serat kolagen, dan meningkatkan jumlah fibril jangkar tipe VII. Elastosis cahaya tidak berkurang secara substansial, bagaimanapun akan memetap di bagian bawah dermis, mungkin akibat akibat akumulasi kolagen baru pada bagian atas dermis, dibawah dermoepidermal junction. Dua observasi berdasarkan retinoid terapi pada kulit photoaged sangat konsisten. Pertama, besarnya efek sangat luas pada kulit yang awalnya menunjukkan kerusakan kulit yang sangat hebat. Kedua, 92% subjek yang menggunakan tretinoin di berbagai studi dilaporkan adanya eritema. Efek samping utama ini disebut retinoid dermatitis dan dapat dibatasi pada penggunaannya untuk terapi photoaging.

5.2 Penggunaan retinoid lain pada terapi photoaging

Karena adanya efek samping yang nyata akibat penggunaan terapi tretinoin, efektivitas beberapa retinoid lainnya pada terapi photoaged telah dipelajari, idealnya tanpa menyebabkan iritasi. Untuk contoh, penggunaan krim isotretinoin 0,1% sekali sehari selama 8 bulan menghasilkan berkurangnya kerutan dan actinic lentigines, berhubungan dengan ketebalan epidermal. Bagaimanapun, eritema ditemukan pada 65% pasien dengan isotretinoin dan 25%pada pasien dengan placebo. Trans-RAL topical telah menunjukkan peningkatan ketebalan epidermal, meningkatkan penanda diferensiasi, dan meningkatkan regulasi CRABP-II ketika digunakan dengan dosis 0,5%, 0,1%, dan 0,05% selama 1-3 bulan in vivo. RAL secara signifikan mengurangi kerutan, walaupun kurang luas disbanding tretinoin. 5.3 Mekanisme aksi retinoid Meskipun bukti luas menunjukkan manfaat efek retinoid topical dalam mencegah dan mengobati aspek klinis pada kerusakan kulit akibat cahaya, basis molecular yang detail dari aktivitas ini masih sangat kurang. Awalnya, iritasi dan scaling terjadi akibat mekanisme perbaikan akibat induksi retinoid yang belum diketahui. Pertama, dua konsentrasi tretinoin, 0,025% dan 0,1% dibandingkan efikasi dan iritansinya. Penggunaan selama 11 bulan, keduanya menunjukkan perbaikan kulit dengan luas yang sama, tetapi tretinoin 0,1% lebih iritatif. Kedua, retinyl palmitate topical (0,15%) menginduksi iritasi kulit tanpa menunjukkan keuntungan dibandingkan placebo. Kemampuan retinoid dalam memperbaiki bentuk kolagen berlangsung dalam mekanisme yang belum diketahui yang menunjukkan adanya perbaikan dalam kerukan kulit akibat cahaya. Studi mengenai induksi kolagen oleh retinoid pada kerusakan kulit akibat cahaya terhambat oleh kurangnya model in vitro. 6. Efek samping retinoid Sekitar 92% pasien yang menggunakan tretinoin di berbagai studi klinis dilaporkan

retinoid dermatitis, contohnya eritema. Kondisi ini biasanya memuncak pada awal terapi dan menghilang ketika terapi tidak dilanjutkan. Scaling merupakan penghalang utama terapi retinoid topical dan sering terjadi keterbatasan penggunaan retinoid. Perkembangan terkini
7

telah dilakukan untuk mengetahui mekanisme dimana retinoid menginduksi hyperplasia epidermal. Iritasi mungkin dapt dijelaskan karena kelebihan konsentrasi RA di epidermis. Epidermis merupakan jaringan non-homogen yang terdiri dari keratinosit tidak terdiferensiasi (lamina basalis) dan sel terdiferensiasi (lamina suprabasal). Pada kulit normal, kapasitas keratinosit basal yang tidak terdiferensiasi untuk mengolah ROL 4x lebih banyak dibandingkan yang terdiferensiasi., dan kapasitas ikatan RA meningkat dengan diferensiasi keratinosit. Skema ini konsisten dengan observasi bahwa RA bebas mempengaruhi diferensiasi dan proliferasi keratinosit, saaat penurunan konsentrasi dari basal ke superficial. Ketika kulit diterapi dengan RA topical, konsentrasi RA kulit meningkat untuk mengaktifkan transkripsi gen pada reseptor retinoid. Terapi retinoid pada kulit normal juga menurunkan sifat kohesif stratum korneum, kerusakan pelindung kulit. Hyperplasia kulit akibat RA membutuhkan reseptor retinoid fungsional, dan utamanya dimediasi oleh RARs. Intensitas iritasi dan scaling berhubungan langsung dengan jumlah RA yang diberikan, sejak dikurangi konsentrasi Ra topical terjadi penurunan iritasi. Keterlibatan EGF-R pada epidermal hyperplasia akibat RA telah didemonstrasikan dalam beberapa studi. Hyperplasia epidermal akibat RA dipicu oleh peningkatan sekresi 2 EGF-R ligand, heparin-binding epidermal growth factor (HB-EGF) dan amfiregulin, pada sel suprabasal pada epidermis normal. Aplikasi RA topical prekursor menyebabkan lebih sedikit iritasi dibandingkan RA itu sendiri. Yang menarik, luasnya iritasi bergantung pada langkah yang dibutuhkan untuk mengkonversi precursor menjadi RA. 7. Kesimpulan Photoaging disebabkan reaksi kulit terhadap paparan sinar matahari yang kronik. Retinoid topical efektif dalam mengobati gejala klinis dari photoaging, seperti keriput, kulit kasar, dan longgar. Dermatitis retinoid berhubungan dengan terapi retinoid, sejak dimediasi oleh reseptor retinoid nucleus. Iritasi dapat diminimalisasi dengan menata ulang mekanisme aksi molecular dari retinoid pada photoaging akan membuktikan target farmakologikal untuk pengembangan non-retinoid, yang bermanfaat tanpa efek samping yang tidak diinginkan.

BOTOLINUM TOXIN, FILLERS, PEELS: The Scientific View

Pendahuluan Berdasrkan American Society of plastic Surgeons (ASPS), orang mulai menginvestasikan penampilannya. Injeksi toksin botulinum meningkat 2400% dari 1997 sampai 2003. Seluruh rejuvenal prosedur tidakan bedah 25% dan teknik non-invasif 75%. Hampir 7 juta prosedur yang dilakukan pada 2002 di USA, namun harapan dan janji yang tersimpan tidak selalu berdasarkan analisis yang akurat. Ulasan ini terfokus kepada dasar sains dari teknik noninvasive seperti, injeksi toksin botulinum, fillers, dan peels. Teknik dan prosedur didiskusikan dibagian lain. Toksin Botulinum Toksin botulinum (BTX-A) digunakan untuk megnhilangkan garis wajah. Carruthers and Carruthers yang dilaorkan pertama menggunakan BTX-A untuk memperbaiki glabellar frown di tahun 1992. Awalnya dipergunakan untuk mempernaiki rhytides akibat perubahan hiperkinetik dan hipertrofi otot pada 1/3 atas wajah, indikasi kecantikan termasuk sering untuk penggunaan yang lebih luas. BTX sudah disetujui oleh FDA untuk gangguan neuromuscular (distonia servikalis, spasme hemifasial, blefarospasme, strabismus). Saat ini BTX-A diterima FDA untuk mengobati garis glabellar frown. Tipe toksin Neurotoksin yang diproduksi Clostridium botulinum meruapakan toksin paling poten yang dikenal untuk pria dan agen penyebab botulisme. C.botulinum merupakan gram positif, bakteri anaerob yang tersebar luas di lingkungan dalam bentuk spora. Terdapat 8 jenis yang berbeda secara antigen rantai yang diproduksi C.botulinum, dan sistem nervus manusia hanya terpengaruh pada 5 subtipe toksin dan 3 lainnnya tidak berpengaruh. Semua BTX memiliki mekanisme yang sama dalam memberikan efek paralisis. Mereka menyebabkan kelainan kimiawi yang menghasilkan paralisis temporer otot yang terkena. Injeksi toksin ke otot wajah melemahkan kontraksi otot yang terkena dan berhubungan
9

dengan penarikan permukaan kulit, sehingga mengurangi kerutan dan furrows. Antagonisasi efikasi otot meningkat dan mudulasi dari ekspresi wajah yang ditandai. Neurotiksin berhasil melalui 3 tahap berdasarkan paparan toksin terhadapr otot: Penempelan neurotoksin ke reseptor membrane spesifik pada neuron presinaptik kolinergik Toksin/reseptor kompleks terinternalisasi melalui endositosis ke dalam nervur terminalis Lisis vesikel dan pencegahan pelepasan asetilkolin dari dalam sel.

Setiap toksin menempel pada target protein yang berbeda pada membrane sel dan target protein yang berbeda di dalam sel. Jumlah ini untuk kekurangan reaktivitas silang antara serotipe toksin dan kontribusi baik perbedaan klinis dan imunologis. Apabila netralisasi antibodi dan imunoresisten terjadi pada satu bentuk, memungkinkan pasien tidak responsive terhadap terapi, alternative lain mungkin dapat digunakan untuk menghasilkan efek yang sama. Tersedia 3 jenis tiksin yang dikomersialkan. Tipe A dipertimbangkan sebagai paling toksisk dan hadir dalam 2 bentuk, di USA sebagai Botox dan Eropa sebagai Dysport. Bototx diproduksi dengan beberapa teknik presipitasi dan didistribusikan dalam vial yang mengandung 100 U lipolisis Kristal. Dysport merupakan hasil pemurnian nerbasis kolum dan dikemas dalam vial yang mengandung 500 U. meskipun kedua bentuk toksin tipe A memerlukan tambahan pengencer sebelum digunakan, namun dosis yang direkomendasikan sangatlah berbeda. Imunoresisten terhadap Botox tidak cukup didokumentasikan jika digunakan dalam dosis rendah. Bagaimanapun, penutupan antibodi dihasilkan pada gagal terapi dengan dosis tinggi (>400 U) dengan Botox pada pasien dengan distonia cervical. Botox B didistribusikan Elan Pharmaceutical sebagai Myobloc di US dan Neurobloc di Eropa. Banyak pengalaman dengan BTX-A untuk terpai distonia cervical. Myobloc hadir untuk digunakan dengan formula cair dalam vial 2500 U/0,5 ml, 5000 U/1 ml dan 10000 U/2 ml. sedikit informasi disediakan mengenai ekuivalensi dosi antara
10

subtype A dan B. untuk terapi distonia 5000-10000 U Myobloc dapat digunakan, dan sama dengan 100-300 U Botox, dan dikatakan Botox 50-100 lebih efektif dibandingkan Myobloc.

Table 1. Target substrat of BTX . Botulinum toxin type A B C D E F G Substrate SNAP-25 VAMP (synaptobrevin) SNAP-25 (syntaxin) VAMP ( synaptobrevin) SNAP-25 VAMP ( synaptobrevin) VAMP ( synaptobrevin)

Table 2. Toxin commercially available in the USA and EUROPE

11

Type

Trade name (USA)

Trade name (EUROPE) Botox

Units/vial

Form

Company

Stability

Botox

100

Freezedried crystals

Allergen

12

Dysport

500

Freezedried crystals

Ipsen Biopharm Elan Pharmaceuticals

12

Myobloc

Neurobloc

2.500

Solution

12

Studi Banyak penelitian di USA yang mengfokuskan penggunaan Botox pada terapi garis ekspresi di wajah, tetapi hanay sedikit yang membahas pengunaan Dysport untuk hal tersebut. Potensi Botox dan Dysport dalam pengobatan distonia cervical telah dibandingkan dalam penelitian double-blind random. Setiap psienmenerima 3 terapi ( pertama Botox, kedua Dysport 1:3, ketiga Dysport 1:4) dan setiap periode terapi berlangsung selama 16 bulan. Dysport memliki efek yang lebih baik dibandingkan Botox dalam hal ketidakseimbangan dan rasa sakit dengan faktor konversi 3. Durasi paralisis otot dan garis ekspresi berkurang setelah terapi dengan BTX-A dan BTX-B telah dibandingkan pada sedikit penelitian. Matarasso mengevaluasi efek BTX-A dibandingkan BTX-B pada terapi canthal rhytide di 10 wanita. Onset efek BTX-B 1 hari lebih cepat dibandingkan BTX-A, ketidaknyamanan akibat suntikan pada BTX-B lebih besar disbanding BTX-A, paralisis otot pada hari ke 7 setelah injeksi dibandingkan, durasi efek BTX-B 6 minggu sementara BTX-A 12,7 minggu.

12

Berkurangnya nyeri pasca injeksi dengan BTX-B diteliti pada 15 pasien yang total menerima 5250 U BTX-B di kedua sisi wajah, diencerkan dengan saline yang mengandung benzyl alcohol maupun tidak. Dari 15 pasien, 13 didapatkan diinjeksi dengan solusion benzyl alcohol tidak begitu nyeri. Benzyl alcohol diketahui memiliki efek anestesi. Bagaimanapun, kemungkinan terjadinya sensitisasi tipe lambat tidak dipertimbangkan lebih lanjut. Follow-up selama 1-3 tahun dilakukan pada 52 pasien dengan BTX-A untuk rhytide wajah. Injeksi berulang dibutuhkan setiap 3 sampai 6 bualn untuk menjaga perbaikan berkala. Otot di frown, dahi dan mata merupakan otot superficial pada wajah yang merupakan bagian sistem muskuloaponeurotik superficial. Dose-finding Studi Carruthers et al. membandingkan keamanan dan efikasi dari 3 dosis Botox untuk terapi rhytides dahi horizontal. Dari 59 pasien yang diambil, 16 pasien menerima total dosis BTX-A 16 U, 19 pasien menerima 32 U, dan 20 menerima 48 U. pasien dievaluasi secara regular dengan jangka waktu 48 minggu setelah injeksi oleh pengamat terlatih dan penilain pribadi. Perbaikan didapatkan lebih baik dengan penggunaan BTX-A 48 U dibandingkan 16 U dan waktu relapsnya juga lebih panjang. Flynn et al. menunjukkan studi dosis lainnya dari BTX-A untuk terapi rhytide dibawah kelopak mata. Kedua kelopak mata bawah 19 wanita disuntik dengan BTX-A 4 U dan 8 U bilateral. Secara unilateral, 12 U BTX-A disuntikkan ke crows feet area 1 cm diluar lingkar orbita. Peningkatan dosis memberikan hasil yang kurang memuaskan. Untuk pelebaran mata, diberika maksimum 4 U jika dibawah kelopak mata. Untuk kerutan di sisi mata 2 U di kelopak mata bawah dengan 12 U di crows feet area direkomendasikan.

Pandangan Sains Penggunaan BTX-A untuk terapi garis ekspresi di wajah terbukti efektif pada beberapa studi double-blind, placebo-controlled. Terlebih, FDA telah mensetujui BTX-A sebagai terapi glabellar frown lines. Mechanisme kerja beberapa subtype toksin telah
13

dipelajari. Oleh karena itu, tidak ada keraguan bahwa penggunaan BTX-A merupakan alat yang efektif, selama anatoomi dan tonus otot wajah dapat dipahami. Fillers Material yang dapat disuntikkan untuk augmentasi jaringan lunak dan perpindahan volume telah dipelajari lebih dari 40 tahun. Material injeksi yang ideal untuk mengisi kerutan dan memeperbaiki volume haus mudah digunakan dan menawarkan efek kecantikan tahan lama yang hasilnya memuaskan, dengan resiko minimal dari efek samping. Fillers termasuk produk sintetis (sislikon, paraffin, akrilic) dan komponen alami (kolagen, asam hialuronik, lemak autolog). Disni, filler temporer dan permanen didiskusikan Fillers temporer 1. Asam Hialuronik Asam hialuronik (HA) komplek gula yang dibentuk dair pengulangan subunit asam Dglucoronik dan N-asetil-glukosamin dalam rantai panjang polianionik tak bercabang. Produk injeksi yang mengandung HA telah disetujui oleh FDA untuk mengobati kerutan. Persetujuan FDA berdasarkan ulasan studi klinis yang dibuat dan direkomendasikan General and Plastic Surgery Device Panel of the FDA. Evaluasi perbadingan kimiawi dilakukan oleh Manna dan timnya membandingkan Restylane dan Hylaform. Hylaform Viscoelastic Gel digolongkan dari bulu ayam dan dilakukan crosslinking, dan Restylane diproduksi melalui fermentasi bacterial dan distabilkan. Jumlah ikatan sialng HA di Hylaform dari restylane. Restylane mengandung protein yang dihasilkan dari fermentasi bakteri atau penambahan protein untuk reaksi iktana silang. Jumlah protein yang terdapat di Restylane 4x lebih banyak disbanding pada Hylaform. Hylaform dapat menimbulkan reaksi alergi pada individu yang sensitive terhadap produk unggas. Studi klinis Studi klinis dan histologist dilakukan pada 158 sukarelawan untuk augmentasi jaringan lunak pada wajah dengan Restylane mengungkapkan perbaikan subjektif pada 80%
14

subjek selama 8 bulan terapi. Efek samping minor didokumentasikan pada 12% subjek, namun menghilang dalam beberapa hari. Reaksi inflamasi local pada filler mengandung HA insidennya 0,4%. Pada evaluasi multisenter random, mengevaluasi keamanan dan efikasi Restylane dibandingkan dengan Zyplast untuk koreksi dinding nasolabial. 128 sukarelawan menerima 1 terapi setiap sisi wajah. Terapi diulang setiap 2 minggu. Restylane didapatkan lebih baik pada sekitar 60% pasien, sementara Zyplast hanya bekerja baik pada 10% pasien. Bagaimanapun, seperti yang dilaporkan pasien, dalam 14 hari selama terapi pertama, sisi yang mendapatkan Restylane tampak insiden kemerahan berat (5,1% vs 5,8%), tetapi peningkatan pembengkakan (3,6% vs 1,4%), nyeri (3,6% vs 1,4%) dibandingkan dengan sisi yang tirepai Zyplast. Pada penelitian prospektif, studi acak menganalisa efek BTX-A dan Restylane dibandingkan hanya dengan Restylane saja dalam grup parallel dari 19 pasien galis glabellar yang dalam, terapi kombinasi terbukti lebih menguntungkan dari sisi kecantikan dibandingkan hanya Restylane saja. Studi pada 20 sukarelawan mempekerjaan HA non-crosslinking untuk augmentasi jaringan lunak pada wajah ditemukan peningkatan turgor kulit yang diukur menggunakan EM25 elastometer kulit. Bagaimanapun, perbandingan double-blind multisenter telah dilakukan hanay pada Restylane. Kesimpulannya, bentuk ikatan silang HA , baik dari bulu ayam ataupun fermentasi bakteri, telah digunakan untuk augmentasi jaringan lunak selama beberapa tahun. Resiko efek samping, termasuk edema, eritema, indurasi, bersifat minimal pada filler temporer.

2. Kolagen Sejak 1980an, kolagen injeksi sudah digunakan sebagai filler jaringan lunak. Kolagen alaminya mengandung protein yang membantu berbagai bagian tubuh termasuk kulit, tendon dan ligament. Molekul kolagen terdiri dari 3 helix rantai peptide yang luas, contohnya glisin, lisin, dan prolin. Berdasarkan ASPS, di 2003 lebih dari 576.000
15

individu yang menginjeksi kolagen, kolagen merupakan bahan filler yang paling luas digunakan. Kolagen manusia Bebrapa perusahaaan menawarkan kolagen manusia, baik yang didapatkan dari donor seperti Autologon atau yang didapatkan dari cadaver seperti Alloderm atau Dermatologon. Produk tersebut banyak digunaka di USA dibandingkan di eropa.persiapan filler tersebut mahal dan memakan waktu, tetapi efek samping yang signifikan tidak dilaporkan. Tetap, kemerahan sering terjadi, dengan satu produk eritema memanjang dan anceiform rash dijadikan catatan pada 10% dari 130 pasien yang diterapi. Kolagen Bovine Utamanya kolagen injeksi yang digunakan terbuat dari kulit sapi yang dimurnikan, dan berguna untuk mengisi kerutan, garis, dan parut pada wajah. Dan diserap oleh tubuh. Pemberian kolagen bovine merupakan filler temporer dan penggunaannya berhubungan dengan efek samping utama. Sekitar 3% pasien merasa reaksi alergi setelah diberika kolagen bovine dengan perkembangan sirkulasi antibodi terhadap benda asing. Reaksi ini terjadi selama 6 bulan, tetapi dilaporkan mencapai 18 bulan pada beberapa kasus. Tes kulit sebanayk 2 kali direkomendasikan, tetapi tidak dibutuhkan, hanya untuk memonitor pengobatan dengan kolagen. Meskipun kolagen merupakan filler yang paling sering digunakan, hanya sedikit evaluasi yang membandingkan keamanan dan efikasi seperti yang disebutkan diatas memalui studi oleh Narins et al.

3. Bahan Allopastik Selama lebih dari 20 tahun asam polilaktik (PLA) sistetis encapsulated, tipe polyester alifatik telah digunakan dalam ebebrapa konteks terapeutik. PLA ada dalam bentuk L-, D-, meso-, racemik. L-PLA memiliki berrat molekul >100.000 Da dan diserap dalam
16

12 samapi 24 bulan. Bahan sintetik didegradsi in vivo menjadi asam laktat, yang dimetabolisme tubuh dalam siklus laktat menajdi CO2. Sculptura mengandung 150 mg PLA, sodium caramellose 90 mg, dan mannit 127,5 mg, dan setelah injeksi subdermal memiliki 2 efek, (1) gel tersebut memberikan keuntungan dan (2) dengan waktu neokolagenesis diobservasi. PLA telah disetujui oleh FDA untuk terapi lipoatrofi wajah berdasarkan studi dari 30 individu HIV positif dengan lipoatrofi di wajah diberikan PLA 3 injeksi bilateral selang 2 minggu ke dalam dermis pada jaringan lemak buccal. Penilaian termasuk USG wajah, skala analog visual, dan fotografi. Tidak terdapat perubahan imunologis, virologist, biokimia, hematologi, atau parameter metabolic yang membahayakan selama penelitian.

Filler permanen 1. Silicon Penggunaan silicon tidak disetujui untuk penggunaan kosmetik di USA. Pada 1991 FDA melarang penggunaan untuk memperbaiki kerutan dan kekurangan wajah karena kemungkinannya menyebabkan inflamsai dan nekrosis kulit.

Polimetilmetacrilate mikrospere Campuran kolagen dan polimetilmetacrilate mikrospere dikembangkan oleh Lemperle dan diperkenalkan di Eropa tahun 1992. Bagaimanapun, reaksi granulomatosa superficial sering terjadi pada filler yang mengandung acrilate, dan penggunaannya harus dihentikan.

Feather-lift

17

feather-lift merupakan tindakan non-bedah untuk mengangkat kulit menggunakan Aptos threads. Aptos thread terbuat dari polipropilen monofilament, dan didesain dengan cogs arah. Sekali dimasukkan dalam kulit, Aptos thread membantu struktur jaringan pada wajah.

Efek samping Gambaran histology dan klinis dari granuloma karena filler orofacial telah dijelaskan pada 11 pasien. Hanya 3 dari 11 pasien yang mengetahui produk injeksi yang alami. Giant sell granuloma klasik telah dihubungkan dengan penggunaan Artecoll, Dermalive, dan New-Fill, dan bentuk kistik dan makrofagik secara histology telah dihubungkan dengan penggunaan silicon cair. Informasi sering kali hilang atau tidak lengkap karena pasien dan praktisioner tidak jelas dalam memberikan detail.

Pandangan Sains Terdapat banyak filler injeksi di pasaran. Baik filler sintetis maupun dari sumber alami, efek samping seperti pertumbuhan granuloma harus dipertimbangkan. Menggunakan filler temporer, reaksi yang timbul biasanya ringan dan dikesampingkan sebagai efek samping. Kontras, filler permanen mungkin memprvokasi reaksi benda asing yang terjadi setelah berbulan-bulan atau bertahun-tahun setelah injeksi. Seperti apa yang difikirkan semua ini dikerjakan untuk tujuan kecantikan pada manusia yang sehat, insiden kemungkinan efek sampign cukup tinggi. Terlebih, hanya terdapat sedikit studi acak yang membahas hal ini.

Peel kimiawi Peeling kimia didefinisikan sebagai aplikasi satu atau lebih agen pengelupas kimia ke kulit, menghasilkan destruksi bagian epidermis atau dermis diikuti dengan regenerasi jaringan epidermal

18

dan dermal baru. Beberapa bahan kimia baru digunakan untuk peeling kimia di wajah. Diantaranya: 1. Asam alfa-hidroksi (AHAs, contoh asam glikolik, 20-70%) 2. Asam salisilat (SA,30%) 3. Resorcinol 4. Asam piruvat 5. Asam trikloroasetat (TCA,15-30%) 6. Jessners solution (14% LA, 14% resorcinol, 14% SA) 7. Kombinasi agen 1-6 8. Phenol Kedalaman dari luka yang ditimbulkan oleh peeling kimia bergantung pada kekuatan dari agen yang bekerja. Klasifikasi peeling kimia telah dijelaskan berdasarkan kedalaman histology dari luka oleh karena agen. Asam Alfa-hidroksi Selama lebih dari 20 tahun, AHA telah digunakan pada dermatologi sebagai agen peeling superficial. AHA merupakan asam organic dengan 1 grup hidroksil menempel pada posisi alfa dari asam. AHA termasuk ke keluarga asam buah, yang merupakan komposisi utama buah. GA contohnya ada pada anggur dan gula tebu. Asam Halfa-hidroksil sebagai bahan kosmetik AHA secara signifikan dapat memperbaiki penanda penuaan pada epidermal dan dermal. AHA juga digunakan untuk memnyembuhkan lesi epidermal atau yang terdapat pada superficial dari dermis, termasuk kerutan, keratosis aktinosis, melasma, lentigines, keratosis seboroik. Namun, AHA tidak dapat dijadikan bahan kosmetik murni. Bagaimanapun, sampai saat ini hanya sedikit efek samping yang dilaporkan. Di USA, formulasi mengandung GA dengan konsentrasi 1-8% ada
19

dipasaran tanpa menggunakan resep. Konsetrasi lebih tinggi memerlukan supervisi medis. Formulasi dengan pH rendah dapat mengiritasi kulit sensitive sampai penggunaan berulang mengganggu fisiologi pH antara 4,2 sampai 5,6. Konsentrasi lebih rendah atau AHA yang sebagiannya dinetralisir hadir dalam bentuk krim dan losion. Pengakuan untuk perbaikan penampilan permukaan kulit dan pembaharuan kulit telah mengarahkan lebih dari 160 kosmetik baru pada 1994. Meskipun seringnya penggunaan AHA pada produk kosmetik dan prosedur peeling, mekanisme kerja mereka masih belum diketahui secara jelas. Beberapa hipotesa pernah dikemukaan. Berikut penjelasannya. Studi dengan placebo control pada 17 sukarelawan menggunakan losion yang mengandung 25% GA,LA, atau asam sitrat (pH 3,5) ke salah satu lengan dan placebo di lengan lainnya selama rata-rata 6 bulan merupakan studi histologist dan ultrastruktur pertama yang dilakukan. AHA menyebabkan peningkatan sekitar 25% ketebalan kulit. Epidermis menipis dan perubahan papilla dermal termasuk peningkatan asam mukopolisakarida, perbaikan kualitas serat elastic, dan peningkatan densitas kolagen. DiNardo et al. mempelajari efek furmulasi yang mengandung berbagai konsentrasi GA pada level pH yang berbeda (3.25, 3.8 dan 4.4) pada 20 sukarelawan. Deposisi kolagen meningkat setelah pemberian produk dengan konsentrasi GA tinggi (13%) pada pH 3,8 sampai 4,0. Studi lainnya telah mengkonfirmasi efek dermal AHA. Penelitian pada kulit manusia normal (11 subjek) dibandingkan dengan pemberian GA, LA, asam tartar dan krim glukonolakton 8% pada subjek lebih dari 4 minggu mengungkapkan tidak ada peningkatan transepidermal water loss (TEWL), sekalipun setelah tes menggunakan sodium laurel sulfat (SLS) 5% pada punggung tangan. Studi berdasarkan insiden prekanker atau kanker epidermal

20

Studi placebo-controlled kecil pada penggunaan gel GA 10% (pH 3,52) dibandingkan dengan placebo (pH 5,75) yang dilakukan pada 6 sukarelawan wanita Asia dan 6 wanita Kaukasia yang diberikan gel di punggung dan ekstensor kontralateral lengan lebih ari 3 minggu setelah radiasi UVA dan UVB. Penulis menginterpretasikan peningkatan kemerahan akibat UV dan kehitaman sebagai bukti peningkatan fotosensitivitas setelah penggunaan GA. Untuk mempelajari fungsi GA pada fotokarsinogenesis, dipelajari melalui pemberian GA pada tikus gundul setelah diradiasi dengan UVA dan UVB. GA mengurangi insiden tumor kulit 20%, penggandaan tumor 55%, dan beberapa tumor besar 47%. Pengurangan tersebut berhubungan dengan pengurangan ekspresi siklus regulator protein PCNA dari sel terinduksi UV,dan berhubungan dengan subunit cdk4 dan cdk4. Peeling Agen Sedikit penelitian yang telah dilakukan pada property peeling dari bahan yang disebutkan. Pemeriksaan histology berskala kecil pada penggunaan peeling GA 50% dan 70% dengan pH bervariasi pada 2 pasien menunjukkan tidak ada hubungan antara efek klinis dengan derajat iritasi epidermal, seperti krusta dan nekrosis. Penelitian histology lebih jauh pada tikus gundul medemonstrasikan tidak dibutuhkannya degenerasi atau inflamasi untuk mencapai regenerasi dermal dan epidermal.

Asam salisilat SA, asam beta-hidroksi, telah digunakan untuk membentuk ulang kerusakan kulit wajah akibat cahaya yang berat. SA mudah mempenetrasi kulit dan salisilisme setelah penggunaan perkutaneus yang didokumentasikan dalam literature, namun dengan efek buruk yang jarang dan tergantung pada jumlah ko-faktor seperti usia, kerusakan kulit, permukaan kulit yang terlibat, dosis, status renal.

21

Absorpsi 30% dalam polietilen glycol (PEG) dipelajari pada tikus gundul. Konsentrasi plasma dari radioaktivitas 1 jam setelah pemberian sangat signifikan lebih rendah dibanding tikus dengan kulit rusak akibat SLS. SA (30% dalam hidroetanol) dibandingkan dengan 70% GA unbuffered pada 5 pasien dengan desain setengah wajah. SA mengakibatkan deskuamasi yang lebih jelas dibanding GA, dan pengurangan garis wajah, keksaran permukaan, serta dispigmentasi tetap dipantau. Untuk mengevaluasi efek peeling kimia dengan SA 30% dalam PEG pada formasi tumor kulit, tikus gundul diradiasi dengan UVB selama 14 minggu baik dengan atau tanpa terapi SA 30% setiap 2 minggu total 18 munggu. Jumlah total tumor berkurang dengan hebat pada tikus yang diterapi dibandingkan dengan tikus control, ini mensugestikan peel SA sama baiknya dengan peel GA yang mungkin membantu mencegah tumor kulit akibat UV pada manusia. Reorganisasi epidermis dan pembentukan ulang jaringan konektif dermal tanpa bukti infiltrasi inflamasi dapat dihitung untuk efek ini.

Asam trikloroasetat Peeling wajah yang tahan lama mungkin ditujukan pada agen kaustik TCA, yang telah digunakan selama 1 dekade untuk mengobati keratosis aktinik yang luas, elastosis solaris dan kerutan. TCA menghancurkan epidermis dan bagian atas dermis, menyebabbkan denaturasi kulit selama 5-7 hari. Regenerasi dermis diikuti dengan remodeling kolagen terjadi selama 6 bulan setelahnya. Perubahan histologist dihasilkan agen peeling pada kulit tikus yang teradiasi UVB telah dianalisa, embandingkan SA 30% (pH 1,16), TCA 35% dalam air distilasi (pH 0,65) dan GA 20% dalam gliserin (pH 1,88). Yang tidak diobati, kulit yang teradiasi menunjjukan hipertrofi epidermal ireguler pada hari ke 70. Selutuh specimen kulit yang diobati dengan egen peeling mengebabkan remodeling jaringan konektif dekat epidermis. TCA memproduksi kerusakan jaringan yang parah dan inflamasi yang jelas.

22

Untuk mengevaluasi efek TCA 35% pada formasi tumor kulit, tikus diradiasi dengan UVB selama 14 minggu. Jumlah total tumor meningkat pesat pada area yang diberikan TCA dibandingkan control.

Pandangan Sains Ini terbukti bahwa banyak studi dari prosedur peeling terfokus pada GA sebagai komposisi utama kosmetik. Efek dermal dan epidermal AHA mencakup: Berkurangnya jumlah lapisan SC Pelindung SC yang intak saat penggunaan GA Peningkatan ketebalan epidermal dengan peningkatan mukopolisakarida Peningkatan densitas kolagen dermal Perbaikan kualitas serat elastic Berkurangnya fotokarsinogenesis Kurang hubungan dengan derajat iritasi dan inflamasi

Efek jangka panjang pada proliferasi tidak didokumentasikan dengan baik. Fibroblast dipertimbangkan menjadi senescent setelah 50-60 siklus. Peeling berulang sering merusak dermis, dan sistem imun dapat menyesuaikan. Akselerasi kronis regenerasi kulit pada usia lanjut dapat dituntun menuju kulit muda dalam waktu singkat.

23

Você também pode gostar