Você está na página 1de 11

BAB I

PENDAHULUAN
Masyarakat dan kebudayaan manusia di manapun selalu berada dalam keadaan berubah. Pada masyarakat-masyarakat dengan kebudayaan primitif, yang hidup terisolasi jauh dari berbagai jalur hubungan dengan masyarakat-masyarakat lain di luar dunianya sendiri, perubahan yang terjadi dalam keadaan lambat. Perubahan yang terjadi dalam masyarakat berkebudayaan primitif tersebut, biasanya telah terjadi karena adanya sebab-sebab yang berasal dari dalam masyarakat dan kebudayaan itu sendiri, yaitu karena perubahan dalam hal jumlah dan komposisi penduduknya dan karena perubahan lingkungan alam dan fisik tempat mereka hidup. Sedangkan dalam masyarakat-masyarakat yang hidupnya tidak terisolasi dari atau yang berada dalam jalur-jalur hubungan dengan masyarakat-masyarakat dan kebudayaan lain, cenderung untuk berubah secara cepat dibandingkan dengan perubahan yang terjadi dalam masyarakat berkebudayaan primitif seperti tersebut di atas. Perubahan yang terjadi secara lebih cepat tersebut, disamping karena faktor-faktor perubahan jumlah dan komposisi penduduk serta perubahan lingkungan hidup juga telah disebabkan oleh adanya difusi atau adanya penyebaran kebudayaan lain ke dalam masyarakat yang bersangkutan, penemuan-penemuan baru khususnya penemuanpenemuan teknologi dan inovasi.

BAB II
PEMBAHASAN PERUBAHAN SOSIAL Pengertian
Definisi dan pengertian tentang perubahan sosial menurut para ahli diantaranya adalah sebagai berikut : Kingsley Davis : perubahan sosial merupakan perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat. William F. Ogburn : perubahan sosial adalah perubahan yang mencakup unsur-unsur kebudayaan baik material maupun immaterial yang menekankan adanya pengaruh besar dari unsur-unsur kebudayaan material terhadap unsur-unsur immaterial. Mac Iver : perubahan sosial adalah perubahan-perubahan yang terjadi dalam hubungan sosial (social relation) atau perubahan terhadap keseimbangan (equilibrium) hubungan sosial. Gillin dan Gillin : perubahan sosial adalah perubahan yang terjadi sebagai suatu variasi dari cara hidup yang telah diterima karena adanya perubahan kondisi geografi, kebudayaan material, komposisi penduduk, ideologi, maupun adanya difusi atau penemuan-penemuan baru dalam masyarakat. Samuel Koenig : menjelaskan bahwa perubahan sosial menunjuk pada modifikasi-modifikasi yang terjadi dalam pola-pola kehidupan manusia. Modifikasi-modifikasi tersebut terjadi karena sebab-sebab intern atau sebab-sebab ekstern. Selo Soemardjan : menjelaskan bahwa perubahan sosial adalah segala perubahan pada lembagalembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat yang memengaruhi istem sosialnya, termasuk di dalamnya nilai-nilai, sikap, dan pola perilaku di antara kelompok-kelompok dalam masyarakat. Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa perubahan sosial adalah perubahan unsur-unsur atau struktur sosial dan perilaku manusia dalam masyarakat dari keadaan tertentu ke keadaan yang lain1. Tidak semua gejala-gejala sosial yang mengakibatkan perubahan dapat dikatakan sebagai perubahan sosial, gejala yang dapat mengakibatkan perubahan sosial memiliki ciri-ciri antara lain: Setiap masyarakat tidak akan berhenti berkembang karena mereka mengalami perubahan baik lambat maupun cepat.
1 Soekanto, Soerjono. Sosiologi Suatu Penganter. Jakarta : Rajawali Press, 1987. hal, 18.

Perubahan yang terjadi pada lembaga kemasyarakatan tertentu akan diikuti dengan perubahan pada lembaga-lembaga sosial lainnya. Perubahan sosial yang cepat dapat mengakibatkan terjadinya disorganisasi yang bersifat sementara sebagai proses penyesuaian diri. Perubahan tidak dibatasi oleh bidang kebendaan atau bidang spiritual karena keduanya memiliki hubungan timbal balik yang kuat.

Bentuk-Bentuk
Perubahan Evolusi dan Perubahan Revolusi Berdasarkan cepat lambatnya, perubahan sosial dibedakan menjadi dua bentuk umum yaitu perubahan yang berlangsung cepat dan perubahan yang berlangsung lambat. Kedua bentuk perubahan tersebut dalam sosiologi dikenal dengan revolusi dan evolusi2. Perubahan evolusi Perubahan evolusi adalah perubahan-perubahan sosial yang terjadi dalam proses lambat, dalam waktu yang cukup lama dan tanpa ada kehendak tertentu dari masyarakat yang bersangkutan. Perubahan-perubahan ini berlangsung mengikuti kondisi perkembangan masyarakat, yaitu sejalan dengan usaha-usaha masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Dengan kata lain, perubahan sosial terjadi karena dorongan dari usaha-usaha masyarakat guna menyesuaikan diri terhadap kebutuhan-kebutuhan hidupnya dengan perkembangan masyarakat pada waktu tertentu. Contoh, perubahan sosial dari masyarakat berburu menuju kemasyarakat meramu. Menurut Soerjono Soekanto, terdapat tiga teori yang mengupas tentang evolusi, yaitu : Unilinier Theories of Evolution : menyatakan bahwa manusia dan masyarakat mengalami perkembangan sesuai dengan tahap-tahap tertentu, dari yang sederhana menjadi kompleks dan sampai pada tahap yang sempurna. Universal Theory of Evolution : menyatakan bahwa perkembangan masyarakat tidak perlu melalui tahap-tahap tertentu yang tetap. Menurut teori ini, kebudayaan manusia telah mengikuti suatu garis evolusi yang tertentu. Multilined Theories of Evolution : menekankan pada penelitian terhadap tahap perkembangan tertentu dalam evolusi masyarakat. Misalnya, penelitian pada pengaruh perubahan sistem pencaharian dari sistem berburu ke pertanian. Perubahan revolusi Perubahan revolusi merupakan perubahan yang berlangsung secara cepat dan tidak ada
2 Ibid. hal, 19.

kehendak atau perencanaan sebelumnya. Secara sosiologis perubahan revolusi diartikan sebagai perubahan-perubahan sosial mengenai unsur-unsur kehidupan atau lembaga-lembaga kemasyarakatan yang berlangsung relatif cepat. Dalam revolusi, perubahan dapat terjadi dengan direncanakan atau tidak direncanakan, dimana sering kali diawali dengan ketegangan atau konflik dalam tubuh masyarakat yang bersangkutan3. Revolusi tidak dapat terjadi di setiap situasi dan kondisi masyarakat. Secara sosiologi, suatu revolusi dapat terjadi harus memenuhi beberapa syarat tertentu, antara lain adalah : Ada beberapa keinginan umum mengadakan suatu perubahan. Di dalam masyarakat harus ada perasaan tidak puas terhadap keadaan, dan harus ada suatu keinginan untuk mencapai perbaikan dengan perubahan keadaan tersebut. Adanya seorang pemimpin atau sekelompok orang yang dianggap mampu memimpin masyarakat tersebut. Pemimpin tersebut dapat menampung keinginan-keinginan tersebut, untuk kemudian merumuskan serta menegaskan rasa tidak puas dari masyarakat, untuk dijadikan program dan arah bagi geraknya masyarakat. Pemimpin tersebut harus dapat menunjukkan suatu tujuan pada masyarakat. Artinya adalah bahwa tujuan tersebut bersifat konkret dan dapat dilihat oleh masyarakat. Selain itu, diperlukan juga suatu tujuan yang abstrak. Misalnya perumusan sesuatu ideologi tersebut. Harus ada momentum untuk revolusi, yaitu suatu saat di mana segala keadaan dan faktor adalah baik sekali untuk memulai dengan gerakan revolusi. Apabila momentum (pemilihan waktu yang tepat) yang dipilih keliru, maka revolusi dapat gagal.

Perubahan direncanakan dan tidak direncanakan Perubahan yang direncanakan Perubahan yang direncanakan adalah perubahan-perubahan yang diperkirakan atau yang telah direncanakan terlebih dahulu oleh pihak-pihak yang hendak mengadakan perubahan di dalam masyarakat. Pihak-pihak yang menghendaki suatu perubahan dinamakan agent of change, yaitu seseorang atau sekelompok orang yang mendapat kepercayaan dari masyarakat sebagai pemimpin satu atau lebih lembaga-lembaga kemasyarakatan. Oleh karena itu, suatu perubahan yang direncanakan selalu di bawah pengendalian dan pengawasan agent of change. Secara umum, perubahan berencana dapat juga disebut perubahan dikehendaki. Misalnya, untuk mengurangi angka kematian anak-anak akibat polio, pemerintah mengadakan
3 Susanto, Astrid. Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial. Bandung : Bina Cipta, 1985. hal, 28.

gerakan

Pekan

Imunisasi

Nasional

(PIN)

atau

untuk

mengurangi

pertumbuhan

jumlah penduduk pemerintah mengadakan program keluarga berencana (KB). Perubahan yang tidak direncanakan Perubahan yang tidak direncanakan biasanya berupa perubahan yang tidak dikehendaki oleh masyarakat. Karena terjadi di luar perkiraan dan jangkauan, perubahan ini sering membawa masalah-masalah yang memicu kekacauan atau kendala-kendala dalam masyarakat. Oleh karenanya, perubahan yang tidak dikehendaki sangat sulit ditebak kapan akan terjadi. Misalnya, kasus banjir bandang di Sinjai, Kalimantan Barat. Timbulnya banjir dikarenakan pembukaan lahan yang kurang memerhatikan kelestarian lingkungan. Sebagai akibatnya, banyak perkampungan dan permukiman masyarakat terendam air yang mengharuskan para warganya mencari permukiman baru. Perubahan berpengaruh besar dan berpengaruh kecil Apa yang dimaksud dengan perubahan-perubahan tersebut dapat kamu ikuti penjabarannya berikut ini. Perubahan berpengaruh besar Suatu perubahan dikatakan berpengaruh besar jika perubahan tersebut mengakibatkan terjadinya perubahan pada struktur kemasyarakatan, hubungan kerja, sistem mata pencaharian, danstratifikasi masyarakat. Sebagaimana tampak pada perubahan masyarakat agraris menjadi industrialisasi. Pada perubahan ini memberi pengaruh secara besar-besaran terhadap jumlah kepadatan penduduk di wilayah industri dan mengakibatkan adanya perubahan mata pencaharian.

Perubahan berpengaruh kecil Perubahan-perubahan berpengaruh kecil merupakan perubahan- perubahan yang terjadi pada struktur sosial yang tidak membawa pengaruh langsung atau berarti bagi masyarakat. Contoh, perubahan mode pakaian dan mode rambut. Perubahan-perubahan tersebut tidak membawa pengaruh yang besar dalam masyarakat karena tidak mengakibatkan perubahan-perubahan padalembaga kemasyarakatan homolis.

Perubahan Sosial Masyarakat Dilihat Dari Aspek Sosiologi Hukum


Di dalam kehidupan masyarakat terdapat berbagai golongan dan aliran. Walaupun golongan

dan aliran itu beraneka ragam dan masing-masing mempunyai kepentingan sendiri-sendiri, tetapi ada kepentingan bersama yang mengharuskan ketertiban dalam kehidupan bermasyarakat. Agar memenuhi kebutuhannya dengan aman dan tentram tanpa gangguan, tiap manusia memerlukan adanya suatu tata (orde). Tata itu berwujud aturan-aturan yang menjadi pedoman bagi segala tingkah laku manusia dalam pergaulan hidup, sehingga kepentingan masing-masing dapat terpelihara dan terjamin, selain itu anggota masyarakat juga mengetahui hak dan kewajibannya masing-masing. Tata itu lazim disebut dengan kaidah atau norma. Norma itu sendiri mempunyai dua macam isi, yaitu : Perintah, yang merupakan keharusan bagi seseorang untuk berbuat sesuatu. Oleh karena akibatakibatnya dipandang baik. Larangan, yang merupakan keharusan bagi seseorang untuk tidak berbuat sesuatu. Oleh karena akibat-akibatnya dipandang baik. Kegunaan norma itu sendiri adalah untuk memberi petunjuk kepada manusia bagaimana seseorang harus bertindak dalam masyarakat serta perbuatan-perbuatan mana yang harus dipenuhi4. Di dalam kehidupan bermasyarakat terdapat beberapa norma yang berlaku, salah satu diantaranya adalah norma hukum. Isi dari norma hukum adalah peraturan-peraturan yang dibuat oleh penguasa negara dan bersifat mengikat bagi setiap orang. Dalam pelaksanaannya norma hukum dapat dipertahankan dengan segala paksaan oleh alat-alat negara, misalnya Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya (Pasal 2 ayat (1) UU No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan). Menurut Leon Duguit, Hukum ialah aturan tingkah laku para anggota masyarakat, aturan yang daya penggunaannya pada saat tertentu diindahkan oleh suatu masyarakat sebagai jaminan dari kepentingan bersama yang jika dilanggar menimbulkan reaksi bersama terhadap orang yang melakukan pelanggaran itu. Salah satu karakteristik hukum yang membedakanya dari aturan-aturan yang bersifat normatif adanya mekanisme kontrol yaitu yang disebut sebagai sanksi. Sanksi digunakan sebagai alat untuk mengontrol mereka yang menyimpang dan juga untuk menjaga agar orang tetap patuh kepada aturan-aturan yang telah ditentukan. Secara sosiologis hukum berfungsi untuk membimbing manusia, khususnya mengenai perilakunya yang nyata. Di dalam hal ini, hukum dapat dipergunakan sebagai sarana pengendalian, maupun untuk merubah ataupun menciptakan yang baru. Hukum adalah sarana yang dipakai oleh masyarakat untuk mengarahkan tingkah laku anggota masyarakat pada saat mereka berhubungan
4 Soekanto, Soerjono. Beberapa Aspek Sosio Yuridis Masyarakat. Bandung : Alumni, 1983. hal, 76.

satu sama lain. Kemana hukum itu mengarahkan tingkah laku manusia merupakan prioritas yang ada pada masyarakat itu sendiri. Masyarakatlah yang menentukan arah-arah tersebut dan oleh karena itu kita bisa melihat hukum itu sebagai pencerminan dari kehendak masyarakat. Kehendak masyarakat untuk mengarahkan tingkah laku anggota-anggota masyarakat itu dilakukan dengan membuat pilihan antara tingkah laku yang disetujui dan yang ditolak. Salah satu ciri yang menonjol dari hukum pada masyarakat modern adalah penggunaanya secara sadar oleh masyarakatnya. Di sini hukum tidak hanya dipakai untuk mengukuhkan polapola kebiasaan dan tingkah laku yang terdapat dalam masyarakat, melainkan juga untuk mengarahkannya kepada tujuan-tujuan yang dikehendaki, menghapuskan kebiasaan yang dipandang tidak sesuai lagi, menciptakan pola-pola kelakuan baru dan sebagainya. Inilah yang disebut sebagai pandangan modern tentang hukum itu yang menjurus kepada penggunaan hukum sebagai suatu instrument. Sorokin telah menggambarkan pandangan dari masyarakat modern tentang hukum itu dengan cukup tajam, yaitu sebagai : hukum buatan manusia, yang sering hanya merupakan sebuah instrumen untuk menundukkan dan mengeksploitasi suatu golongan oleh golongan lain. Tujuannya adalah sepenuhnya utilitarian: keselamatan hidup manusia, keamanan harta benda dan pemilikan, keamanan dan ketertiban, kebahagiaan dan kesejahteraan atau dari masyarakat keseluruhannya, atau dari golongan yang berkuasa dalam masyarakat, norma-normanya bersifat relative, bisa dirubah dan tergantung pada keadaan. Dalam sistem hukum yang demikian itu tidak ada yang dianggap abadi atau suci. Adanya hubungan fungsional antara sistem hukum yang dipakai dan (struktur) masyarakatnya sebetulnya sudah diuraikan oleh Emile Durkheim, pada waktu itu ia membicarakan tentang hubungan antara kualitas solidaritas antara anggota-anggota masyarakat dengan sistem hukum yang dipakainya. Durkheim membedakan antara masyarakat dengan solidaritas mekanik dengan masyarakat dengan solidaritas organik. Masyarakat dengan solidaritas yang disebut pertama adalah yang mendasarkan pada sifat kebersamaan dari para anggotanya . sedangkan yang kedua , mendasarkan pada individualitas dan kebebasan dari para anggotanya. Masyarakat solidaritas mekanik dipertahankan oleh sistem hukum represif, sedangkan masyarakat solidaritas organik oleh sistem hukum restitutif. Sistem hukum represif fungsional untuk masyarakat dengan solidaritas mekanik, oleh karena ia mampu mempertahankan kebersamaan itu. Sistem hukum restitutif juga sesuai untuk menjaga kelangsungan masyarakat dengan solidaritas organik, oleh karena sistem ini memberikan kebebasan kepada masing-masing individu untuk berhubungan satu sama lain menurut pilihannya sendiri, sedangkan hukumnya hanya mengusahakan supaya tercapai keseimbangan di antara kepentingan-kepentingan dari para pihak yang mengadakan hubungan

tersebut. Sekalipun Durkheim tidak membicarakan masalah penggunaan hukum secara sadar untuk merubah masyarakat, namun efek yang diberikan oleh uraiannya itu mendukung ke arah penggunaan yang demikian itu. Teori Durkheim memberikan dasar bagi kemungkinan penggunaan suatu sistem hukum untuk menciptakan atau mempertahankan masyarakat yang diinginkannya. Penggunaan hukum secara sadar untuk mengubah masyarakat itu disebut sebagai Social Engineering atau lengkapnya Social Engineering by law. Langkah yang diambil dalam Social Engineering bersifat sistematis, dimulai dari identifikasi problem sampai kepada jalan pemecahannya, yaitu: Mengenai problem yang dihadapai sebaik-baiknya termasuk di dalamnya mengenali dengan seksama masyarakat yang hendak menjadi sasaran dari penggarapan tersebut. Memahami nilai-nilai yang ada dalam masyarakat. Hal ini penting dalam hal Social Engineering itu hendak diterapkan pada masyarakat dengan sektor-sektor kehidupan majemuk, seperti : tradisional, modern dan perencanaan. Pada tahap ini ditentukan nilai-nilai dari sektor mana yang dipilih. Membuat hipotesa-hipotesa dan memilih mana yang paling layak untuk bisa dilaksanakan. Mengikuti jalannya penerapan hukum dan mengukur efek-efeknya. Sekalipun orang pada zaman modern sekarang ini mempunyai kesadaran tentang penggunaan hukum untuk menyusun dan mengubah masyarakat yang demikian itu, namun masih harus dipertanyakan seberapa jauh hukum itu mampu dipakai sebagai instrumen yang dapat mengubah masyarakat. Kalau hukum itu memang mampu menimbulkan pengaruh dan efek yang dikehendaki, seberapa jauhkah, seberapa besarkah? Keadaan memang tidak mudah untuk memastikan apakah hukum itu memang telah berhasil untuk menimbulkan perubahan seperti yang dikehendaki. Hubungan antara hukum dengan masalah yang dijadikan sasarannya tidaklah berupa hubungan sebab-akibat seperti pada ilmu-ilmu alam. Oleh karena itu, masih ada pendapat yang meragukan, bahwa hukum mampu untuk melakukan perubahan yang dinginkannya. Terdapat kemungkinan-kemungkinan lain yang bisa turut menyebabkan timbulnya sesuatu perubahan dalam masyarakat. Factor-faktor ini di antaranya adalah ekonomi dan penggunaan teknologi. Sampai di sini sebetulnya kita telah memasuki suatu persoalan yang memang cukup rumit, yaitu masalah penyebab sosial. Untuk menentukan sebab-sebab tertentu yang diperkirakan menimbulkan suatu keadaan dalam kehidupan sosial adalah tidak mudah dan oleh karena itu orang sering lebih suka memilih untuk menggunakan kata-kata yang lebih ringan, seperti

kecenderungan, korelasi dan sebagainya. Hukum tetap bisa dipakai sebagai instrumen yang dipakai secara sadar untuk mencapai tujuantujuan tertentu. Hanya dalam menilai proses pencapaian tujuan itu kita tidak boleh berpikir seperti dalam ilmu-ilmu alam. Yang jelas, prosesnya akan berlangsung cukup panjang dan efek yang ditimbulkannya bisa merupakan efek yang sifatnya berantai. Dalam keadaan yang demikian ini, maka hukum bisa digolongkan ke dalam factor penggerak mula, yaitu yang memberikan dorongan pertama secara sistematis. Namun demikian dalam kenyataannya seringkali kita temukan hukum tidak selalu berpengaruh secara positif terhadap masyarakat. Hukum dapat juga mengakibatkan terjadinya perilaku yang menyimpang, oleh karena warga masyarakat sengaja berbuat melawan hukum atau mungkin dia sama sekali tidak mengacuhkan hukum yang berlaku. Misalnya, perilaku para pejalan kaki apabila ada jembatan penyeberangan mereka tetap memilih untuk tidak memakai jembatan penyeberangan tersebut. Apabila ada kecenderungan bahwa hukum tertentu tidak diacuhkan atau dilawan, maka dapatlah dikatakan bahwa hukum tersebut mempunyai pengaruh yang negatif terhadap warga masyarakat. Maka dalam hal tersebut dapat dikatakan hukum kurang berhasil di dalam fungsinya sebagai sarana untuk merubah perilaku masyarakat. Kalau diperhatikan, maka penggunaan hukum untuk melakukan perubahan-perubahan dalam masyarakat berhubungan erat dengan konsep penyelenggaraan kehidupan sosial-ekonomi dalam masyarakat. Apabila orang berpendapat, bahwa proses-proses sosial ekonomi itu hendaknya dibiarkan berjalan menurut hukum-hukum kemasyarakatan sendiri, maka hukum tidak akan digunakan sebagai instrument perubahan yang demikian itu. Sebaliknya, apabila konsepnya justru merupakan kebalikan dari yang disebut di muka, maka peranan hukum menjadi penting untuk membangun masyarakat. Oleh karena itu, peranan hukum yang demikian itu berkaitan erat dengan konsep perkembangan masyarakat yang didasarkan pada perencanaan. Perencanaan membuat pilihan-pilihan yang dilakukan secara sadar tentang jalan yang mana dan cara yang bagaimana yang akan ditempuh oleh masyarakat untuk mencapai tujuan-tujuannya.

BAB III
KESIMPULAN
Uraian dalam tulisan ini telah memberikan suatu penjelasan mengenai hakekat perubahan yang terjadi dalam kehidupan sosial manusia, faktor-faktor yang turut mempengaruhi tingkat dan corak perkembangan itu, dan implikasi dari perubahan tersebut terhadap kehidupan manusia bermasyarakat. Secara sosiologis hukum berfungsi untuk membimbing manusia, khususnya mengenai perilakunya yang nyata. Dalam hal ini, hukum dapat dipergunakan sebagai sarana pengendalian, maupun untuk merubah ataupun menciptakan yang baru. Hukum juga merupakan sarana yang dipakai oleh masyarakat untuk mengarahkan tingkah laku anggota masyarakat pada saat mereka berhubungan satu sama lain. Pada masyarakat modern hukum tidak hanya dipakai untuk mengukuhkan pola-pola kebiasaan dan tingkah laku yang terdapat dalam masyarakat, melainkan juga untuk mengarahkannya kepada tujuan-tujuan yang dikehendaki, menghapuskan kebiasaan yang dipandang tidak sesuai lagi, menciptakan pola-pola kelakuan baru dan sebagainya. Inilah yang disebut sebagai pandangan modern tentang hukum itu yang menjurus kepada penggunaan hukum sebagai suatu instrument.

DAFTAR PUSTAKA
Soekanto, Soerjono. Beberapa Aspek Sosio Yuridis Masyarakat. Bandung : Alumni, 1983. Soekanto, Soerjono. Sosiologi Suatu Penganter. Jakarta : Rajawali Press, 1987. Susanto, Astrid. Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial. Bandung : Bina Cipta, 1985.

Você também pode gostar