Você está na página 1de 7

ASFIKSIA

DEFINISI Asfiksia merupakan kata yang umum digunakan untuk mendeskripsikan berbagai kondisi dimana kekurangan oksigen, baik parsial (hipoksia) maupun komplit (anoksia), dianggap sebagai penyebabnya. Dalam kedokteran forensik, asfiksia seringkali

dideskripsikan sebagai situasi dimana terdapat obstruksi fisik antara mulut dan hidung dan hidung ke alveoli, meskipun terdapat mekanisme asfiksia lainnya dimana terjadi ketidakmampuan untuk menggunakan oksigen pada level selular tanpa adanya obstruksi jalan nafas secara fisik. Contoh-contoh kondisi asfiksia
Penyebab kematian Kurang oksigen dalam udara yang dihirup Sumbatan pada external orifices Sumbatan jalan nafas internal oleh obstruksi Sumbatan jalan nafas internal karena tekanan eksternal Restriksi pergerakan dada Kegagalan transportasi oksigen Kegagalan penggunaan oksigen Nama Sufokasi (suffocation) Sufokasi / pembekapan (smothering) Gagging / choking Strangulasi / hanging Asfiksia traumatik (contohnya keracunan karbon monoksida) (contohnya keracunan sianida)

KLASIFIKASI Klasifikasi dari mekanisme asfiksia: Mekanik Strangulasi (tekanan pada leher oleh ikatan, tangan, dsb) Hanging (tekanan pada neck oleh ikatan yang dikombinasikan oleh berat tubuh) Choking (onstruksi fisik pada jalan nafas) Asfiksi kompresi (tekanan pada dada atau abdomen, yang menyebabkan gangguan dalam bernafas secara efektif) Smothering (onstruksi fisik pada mulut atau hidung yang menghambat pernafasan efektif) Non-mekanik Keracunan karbon monoksida (gangguan kimiawi pada pernafasan di level selular) Keracunan sianida Lain-lain Drowning (tenggelam)

Asfiksia tidak selalu fatal, hasil akhirnya tergantung kepada sifat cederanya, derajatnya, dan lama waktunya.

FASE dan TANDA-TANDA ASFIKASI Episode asfiksia: Fase dyspnea: dyspnea ekspiratori dengan adanya

peningkatan laju pernafasan, sianosis, dan takikardi (dapat terjadi selama semenit atau lebih) Fase konvulsif: kehilangan kesadaran, penurunan

pergerakan pernafasan, facial congestion, bradikardi, hipertensi, fits (dapat terjadi selama beberapa menit) Fase pre-terminal respiratori : tidak ada aksi pernafasan, kegagalan pusat respirasi dan sirkulasi, takikardi, hipertensi (dapat terjadi selama beberapa menit) Gasping for breath: refleks respiratori Fase terminal: lehi;angan pergerakan, arefleksial, dilatasi pupil. Secara tradisional, tanda-tanda klasik asfiksia yaitu: Perdarahan petekie pada kulit wajah dan tepi kelopak mata. Petekie disebabkan oleh peningkatan tekanan vena lalu menyebabkan overdistensi dan ruptur dari venule perifer yang berdinding tipis, terutama di jaringan yang longgar seperti kelopak mata dan membran serosa seperti pleura dan epikardium. Kongesti dan edema pada wajah. Saat leher terkompresi, wajah, bibir, dan lidah menjadi bengkak dan memerah. Perubahan warna sebenarnya pada kongesti biasanya menjadi lebih gelap oleh onset sianosis. Organ internal juga mengalami kongesti, dan pada strangulasi paling dapat terlihat pada lidah, laring, dan faring di atas level obstruksi vena. Kongesti sering disertai pembengkakan jaringan bila obstruksi vena berlanjut. Edema merupakan hasil dari transudasi cepat lewat dinding kapiler dan venule. Sianosis (perubahan warna biru) pada kulit wajah. Kongesti jantung kanan dan fluiditas abnormal pada darah.

Kesemua tanda klasik tersebut tidak spesifik untuk asfiksia, dan mereka seringkali terlihat, contohnya, pada korban yang meninggal karena kongesti jantung. Peningkatan tekanan intravaskular pada pembuluh darah di kepala atau leher menjelaskan 3 tanda pertama, sementara kongesti jantung kanan dan fluiditas darah dapat dianggap irelevan untuk diatribusikan kepada kematian karena asfiksia. Dari tanda-tanda klasik tersebut, penemuan petekie pada wajah atau leher merupakan hal paling penting; ini merupakan penemuan yang memerlukan penjelasan dan pencarian bukti yang mendukung diagnosis adanya tekanan pada leher atau dada. Pada orang yang selamat dari episode asfiksia, pemeriksaan klinisnya dapat menunjukkan: Rasa sakit dan nyeri tekan di sekitar leher dan struktur di dalam leher. Kerusakan pada laring dan kartilago yang berhubungan. Kerusakan pada tulang hyoid. Saliva kering di sekeliling mulut. Sianosis (terutama bila orang yang selamat tersebut ditemukansegera setelah serangan). Kongesti dan edema pada struktur di atas level kompresi. Petekie di atas level kompresi Perdarahan dari mulut, hidung, dan telinga, diperkirakan sebagai konsekuensi peningkatan tekanan intravaskular; inkontinensi feces dan urin.

TIPE-TIPE MEKANISME ASFIKSIA MEKANIK Tekanan pada leher Tiga bentuk aplikasi tekanan langsung pada leher: manual strangulation, ligature strangulation, dan hanging. Pada setiap bentuk ini, tidak mungkin untuk memprediksikan seberapa cepat kematian akan terjadi. Pada beberapa kasus, kematian secara relatif berjalan lambat, memungkinkan terbentuknya tanda-tanda klasik asfiksia (meskipun tanda-tanda klasik dapat muncul setelah tekanan pada leher dalam beberapa detik), sementara pada kasus lainnya tanda-tanda tersebut bisa tidak didapatkan. Tekanan pada leher dapat menyebabkan hal-hal berikut, sifat pasti dari hal-hal tersebut bergantung pada tipe, tempat, dan derajat tekanan: Obstruksi vena jugularis, menyebabkan gangguan pada aliran darah kembali dari kepala ke jantung (mengakibatkan sianosis, kongesti dan petekie) Obtruksi arteri karotid, bila parah dapat menyebabkan hipoksis serebral.

Stimulasi baroreseptor sinus karotid pada bifurkasi common carotid artery, menyebabkan henti jantung. Elevasi laring dan lidah, menutup jalan nafas pada level faring. Inhibisi vagal atau refleks henti jantung Sudah dikenali bahwa stimulasi mekanik pada baroreseptor sinus karotid di leher dapat berakibat pada hasil akhir yang tidak dapat diprediksi dan terkadang fatal. Stimulasi pada baroreseptor sinus karotid menyebabkan ditransmisikannya impuls via saraf sinus carotid (cabang dari saraf glosofaringeal) ke nukleus di traktus solitarius dan vagal nuclei di medula. Impuls parasimpatetik berjalan turun ke jantung cia saraf vagus, menyebabkan bradikardia dan kemungkinan asistol. Kematian dapat terjadi kapan saja setelah adanya tekanan pada leher, dan diperkirakan bahwa inhibisi vagal menjelaskan mengapa banyak orang yang ditemukan tergantung tidak menunjukkan tanda-tanda klasik asfiksia. Lamanya waktu yang harus dipertahankan oleh tekanan pada leher atau dada untuk menghasilkan kongesti atau petekie pada korban hidup masih dalam kontroversi, tapi secara umum diterima bahwa minimal 10130 detik diperlukan. Saat tidak ada petekie, dan bila kematian dikarenakan tekanan pada leher, kematian diperkirakan terjadi dalam rentang waktu tersebut.

Strangulasi Manual mendeksripsikan strangulation pemberian digunakan pada untuk leher

tekanan

menggunakan tangan, dan merupakan cara yang relatif umum dgunakan untuk pembunuhan, terutama bila ada perbedaan ukuran tubuh antara pelaku dan korban. Tanda-tanda eksternal pada strangulasi manual

termasuk: luka memar dan lecet pada bagian depan dan samping leher, serta rahang bawah; pola luka pada permukaan kulit seringkali sulit untuk diinterpretasikan karena sifat serangan yang dinamis, dan kemungkinan adanya pengulangan pemberian tekanan saat strangulasi. Luka memar disebabkan tekanan ujung jari (luka memar berbentuk bulat atau oval berukuran sekitar 2 cm) dan garukan kuku jari (luka lecet atau cetakan berbentuk linear atau bulan sabit) dapat terlihat; garukan kuku jari dapat dibuat oleh pelaku maupun korban.

Saat tekanan pada leher dipertahankan, tambahan tanda-tanda strangulasi manual dapat mencakup tanda-tanda klasik asfiksia, termasuk petekie wajah. Pada korban hidup, evaluasi klinis dapat menunjukkan rasa sakit saat menelan, suara serak, stridor, sakit pada leher, kepala atau punggung.

Ligature strangulation dapat merupakan pembunuhan, bunuh diri, atau kecelakaan dan melibatkan pemberian tekanan pada leher oleh benda yang dapat mengkonstriksikan leher, seperti scarf, dasi, stocking, kabel telepon, dsb. Seringkali terdapat demarkasi yang jelas pada kongesti, sianosis, dan petekie di atas level ikatan, dan biasanya terdapat ligatire mark pada leher di tempat konstriksi. Tanda ini kemungkinan terbentuk dari kombinasi kompresi dan abrasi pada kulit, dan dapat merefleksikan sifat ikatan itu sendiri, menirukan pola dari ikatan. Tanda ligature strangulation pada leher dapat mengelilingi leher secara horizontal. Mungkin terdapat tanda yang mengarahkan pada adanya simpul ikatan, tapi tidak ada pola yang menunjukkan adanya suspension point, membedakan ligature strangulation dari hanging. Pada pemeriksaan post-mortem, tanda-tanda ligature seringkali terlihat seperti pita-pita perkamen coklat, merefleksikan pengeringan kulit yang terabrasi saat post-mortem.

Jangkuan cedera ke jaringan, otot, dan tulang pada leher bervariasi tergantung pada sifat tekanan pad aleher. Diseksi postmortem pada leher harus selalu dilakukan setelah drainage vaksularisasi pada leher, yang dicapai dengan cara mendiseksi setelah pengeluaran otak dan jantung. Teknik tersebut menghindari produksi perdarahan artefak pada bagian belakang laring. Mungkin terdapat memar di sepanjang otot di leher dan cedera pada kornu superior kartilago tiroid. Cedera internal pada leher biasanya kurang ekstensif pada ligature strangulation, dengan perdarahan seringkali lebih terlokalisasi pada tempat ikatan.

Hanging Penggantungan mendeskripsikan suspensi tubuh oleh leher. Tekanan ikatan pada leher dihasilkan oleh berat tubuh. Seperti ligature strangulation, tanda ikatan seringkali terlihat, dan disertai indentasi pada kulit, tapi terputus pada suatu titik di sekitar leher. Diskontinuitas ini merefleksikan suspension point. Mekanisme pasti pada kematian karena penggantungan belum dimengerti sepenuhnya. Dengan tidak adanya tanda-tanda klasik asfiksia, diduga kematian terjadi lebih cepat dariapda waktu yang dibutuhkan tanda asfiksia untuk mencul, memunculkan kemungkinan bahwa tekana sinus karotid dan henti jantung neurogenik memainkan peranan penting. Penggantungan karena hukuman melibatkan jatuh, menyebabkan cedera spinal cord dan fraktur-dislokasi dari tulang servikal, tapi tanpa dekapitasi. Selain itu, cedera internal pada leher seringkali tidak ada. Seringkali penggantungan yang bukan karena hukuman adalah tindakan bunuh diri. Beberapa kasus tidak disengaja.

Choking Menelan objek atau makanan yang dapat menyumbat dapat menyebabkan tersedak (choking), obstruksi internal pada jalan nafas atas oleh objek atau substansi yang terhambat di faring atau laring. Tersedak seringkali tidak disengaja. Obstruksi biasanya menyebabkan gangguan nafas dengan kongesti dan sianosis pada kepala dan wajah. Caf coronary. Salah satu penyebab tersering pada tersedak adalah masuknya makanan ke dalam jalan nafas. Bila makanan memasuki laring saat menelan, hal ini biasanya menyebabkan gejala-gejala tersedak seperti batuk, kepanikan, dan sianosis, yang dapat menjadi fatal kecuali obstruksi dihilangkan. Tapi bila ukuran makanan cukup besar untuk menutup laring sepenuhnya, hal ini tidak hanya menghambat nafas tapi juga berbicara dan batuk. Orang tersebut dapat meninggal dengan cepat dan tidak bersuara, penyebab kematian tidak diketathui sampai dilakukan otopsi. Inilah yang disebut caf coronary.

Asfiksia kompresional dan posisional. Tekanan pada batang tubuh (dada atau abdomen) dapat menyebabkan

ketidakmampuan untuk bernafas secara efektif dan dapat berakhir kematian. Contohnya

pekerja yang terperangkap di reruntuhan bangunan, orangorang yang tertindih orang lain saat melarikan diri, contoh tersebut disebut asfiksia traumatik atau crush asphyxia. Asfiksia postural terjadi pada orang yang dalam situasi posisi tubuh yang janggal sehingga tidak dapat bernafas dengan efektif contohnya mencoba keluar ruangan lewat bukaan kecil pada jendela dan terjebak.

Sufokasi dan pembekapan Sufokasi mendeskripsikan reduksi fatal pada konsentrasi oksigen pada udara yang dihirup, dan seringkali menyertakan pembekapan. Obstruksi mekanik pada jalan nafas atas dapat menyebabkan sufokasi, seperti terlihat saat kantung plastik

ditempatkan menyelubungi kepala. Pemeriksaan post-mortem pada kasus-kasus tersebut jarang memperlihatkan tanda-tanda klasik asfiksia. Pembekapan, oklusi fisik pada hidung dan mulut, juga dapat tidak meninggalkan tanda-tanda asfiksia. Terkadang, pemeriksaan menunjukkan cedera ntraoral (termasuk memar atau lecet pada bagian dalam bibir, atau memar pada gusi, pada orang yang tidak bergigi). Diseksi jaringan lunak pada wajah mungkin menunjukkan memar subkutis di sekitar mulut dan hidung. Pembekapan mungkin tidak mungkin untuk didiagnosis saat pemeriksaan postmortem.

Asfiksia autoerotic Merupakan istilah untuk mendeskripsikan kematian yang terjadi selama aktivitas seksual tertentu. Istilah lainnya juga digunakan, seperti asfiksia seksual, sex hanging, asphyxiophilia, Kotzwarrism, autoasphyxiophilia, dan hypoxyohilia. Tanda yang sering terlihat adalah adanya penggunaan alat yang menyebabkan kompresi leher, menyebabkan hipoksia serebral, dengan tujuan meningkatkan respon seksual. Adanya keadaan-keadaan berikut harus dipertimbangkan saat mendiagnosis asfiksia autoerotik: Bukti aktivitas solo seksual Lokasi privat Bukti aktivitas serupa di masa lalu. Tidak ada niat bunuh diri Properti yang tidak biasa, termasuk talitali, baju, dan pornografi. Kegagalan alat atau set-up.

Você também pode gostar