Você está na página 1de 21

WRAP UP SKENARIO SANTI PUCAT DAN LEMAH

Kelompok B-2 Ketua : Maya Dwi Anggraeni 1102011157 1102011273 1102011162 1102011186 1102011230 1102011231 1102011267 1102011277 1102011283 1102010307

Sekretaris : Syurlia Putri Mia Indah Sari Nadia Anisha Reza Akbar Nasution Reza Septian Noorady Sugih Primas Adjie Tenny Widya Sari Tjut Fiora Tsania Oebit Zahra Astriantani Sulih

Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi 2011/2012

LO.1. Memahami dan Menjelaskan Eritropoiesis LI.1. Definisi Eritropoiesis LI.2. Mekanisme Eritropoiesis LI.3. Faktor yang Mempengaruhi Eritropoesis LI.4. Morfologi, Sifat Fisik, Fungsi dan Jumlah Normal Eritrosit LI.5. Kelainan Morfologi

LO.2. Memahami dan Menjelaskan Hemoglobin LI.2.1. Definisi Hemoglobin LI.2.2 Struktur Hemoglobin LI.2.3 Fungsi Hemoglobin

LO.3. Memahami dan Menjelaskan Anemia LI.3.1. Definisi Anemia LI.3.2. Klasifikasi anemia LI.3.3. Etiologi Anemia

LO.4. Memahami dan Menjelaskan Anemia Defisiensi Besi LI.4.1. Definisi LI.4.2. Etiologi LI.4.3. Patofisiologi LI.4.4. Manifestasi LI.4.5. Pemeriksaan Lab LI.4.6. Penatalaksanaan LI.4.7. Pencegahan

LO.1. Memahami dan Menjelaskan Eritropoiesis LI.1. Definisi Eritropoiesis


Definisi: Erythropoiesis adalah suatu proses pembentukan sel darah merah (eritrosit). Pada orang dewasa pembuatannya di sumsum tulang. Pada janin eritropoeisis terjadi di yolk saccs. Faktor yang mempengaruhi eritopoesis: Eritropoetin (95% di ginjal/ sel-sel interstitial pertibular ginjal). kemampuan respon SSTL (anemia, perdarahan). Integritas proses pematangan eritrosit. Organ yang memproduksi eritrosit: SSTL Ekstramedular

LI.2. Mekanisme Eritropoiesis


a. Selama perkembangan intrauterus, eritrosit mula-mula dibentuk oleh yolk sac dan kemudian oleh hati dan limpa sampai sumsum tulang terbentuk dan mengambil alih produksi eritrosit secara ekslusif. b. Pada anak, sebagian tulang terisi oleh sumsum tulang merah yang mampu memproduksi sel darah. Namun, seiring dengan pertambahan usia, sumsum tulanh kuning yang tidak mampu melakukan eritropoiesis secara perlahan menggantikan sumsum merah, yang tersisa hanya di beberapa tempat, misalnya sternum, iga dan ujung-ujungg atas tulang oanjang ekstremitas.

Sumsum tulang tidak hanya memproduksi SDM tetapi juga merupakan sumber leukosit dan trombosit.Di sumsum tulang terdapat sel punca pluripotent tak berdiferensiasi yang

secara terus menerus membelah diri dan berdiferensiasi untuk menghasilkan semua jenis sel darah. Ginjal mendeteksi penurunan/ kapasitas daraah yang mengakngkut oksigen.Jika O2 yang disalurkan ke ginjal berkurang, maka ginjal mengeluarkan hormone eritropoietin dalam darah yang berfungsi merangsang eritropoiesis (produksi eritrosit) dalam sumsum tulang.Tambahan eritrosit di sirkulasi meningkatkan kemampuan darah mrngangkut O2.Peningkatan kemampuan darah mengangkut O2 menghilangkan rangsangan awal yang memicu sekresi eritropoietin.

LI.3. Faktor yang Mempengaruhi Eritropoesis


Keseimbangan jumlah eritrosit yang beredar di dalam darah mencerminkan adanya keseimbangan antara pembentukan dan destruksi eritrosit. Keseimbangan ini sangat penting, karena ketika jumlah eritrosit turun akan terjadi hipoksia dan ketika terjadi kenaikan jumlah eritrosit akan meningkatkan kekentalan darah. Untuk mempertahankan jumlah eritrosit dalam rentang hemostasis, sel-sel baru diproduksi dalam kecepatan yang sangat cepat yaitu lebih dari 2 juta per detik pada orang yang sehat. Proses ini dikontrol oleh hormone dan tergantung pada pasokan yang memadai dari besi, asam amino dan vitamin B tertentu.

Hormonal Control Stimulus langsung untuk pembentukan eritrosit disediakan oleh hormone eritropoetin (EPO)dan hormon glikoprotein.Ginjal memainkan peranan utama dalam produksi EPO. Ketikasel-sel ginjal mengalami hipoksia (kekurangan O2), ginjal akan mempercepat pelepasaneritropoetin. Penurunan kadar O2 yang memicu pembentukan EPO : 1. Kurangnya jumlah sel darah merah atau destruksi eritrosit yang berlebihan 2. Kurang kadar hemoglobin di dalam sel darah merah (seperti yang terjadi pada defisiensi besi) 3. Kurangnya ketersediaan O2 seperti pada daerah dataran tinggi dan pada penderita pneumonia. Peningkatan aktivitas eritropoesis ini menambah jumlah sel darah merah dalam darah,sehingga terjadi peningkatan kapasitas darah mengangkut O2 dan memulihkan penyaluranO2 ke jaringan ke tingkat normal.Apabila penyaluran O2 ke ginjal telah normal, sekresieritropoetin dihentikan sampai diperlukan kembali. Jadi, hipoksia tidak mengaktifkanlangsung sumsum tulang secara langsung, tapi merangsang ginjal yang nantinya memberikanstimulus hormone yang akan mengaktifkan sumsum tulang.Selain

itu, testosterone pada pria juga meningkatkan produksi EPO oleh ginjal.Hormone sexwanita tidak berpengaruh terhadap stimulasi EPO, itulah sebabnya jumlah RBC pada wanitalebih rendah daripada pria.

Eritropoeitin - Dihasilkan oleh: sel interstisial peritubular ginjal,hati - Stimulus pembentukan eritroprotein: tekanan O2dalam jaringan ginjal. - penyaluran O2ke ginjal merangsang ginjal mengeluarkan hormon eritropoetin ke dalamdarah merangsang eritropoiesis di sumsum tulang dengan merangsang proliferasi dan pematangan eritrosit jumlah eritrosit meningkat kapasitas darah mengangkut O2 dan penyaluran O2ke jaringan pulih ke tingkat normal stimulus awal yang mencetuskansekresi eritropoetin hilang sampai diperlukan kembali. - Pasokan O2 ke jaringan akibat peningkatan massa eritrosit/Hb dapat lebih mudah melepaskan O2: stimulus eritroprotein turun - Fungsi: mempertahankan sel-sel precursor dengan memungkin sel-sel tsb terus berproliferasimenjadi elemen-elemen yg mensintesis Hb. - Bekerja pada sel-sel tingkat G1 - Hipoksia: rangsang fisiologis dasar untuk eritropoeisis karena suplai O2& kebutuhanmengatur pembentukan eritrosit. LI.4. Morfologi, Sifat Fisik, Fungsi dan Jumlah Normal Eritrosit Eritrosit normal berbentuk lempeng bikonkaf dengan diameter 7,8 m, dengan ketebalan pada bagian yang paling tebal 2,5 m dan pada bagian tengah1 m atau kurang. Volume eritrosit adalah 90 - 95 m3.Jumlah eritrosit normal pada pria 4,6 - 6,2 juta/Ldan pada wanita 4,2 - 5,4 juta/L. Kadar normalhemoglobin pada pria 14 - 18 g/dL dan pada wanita12 - 16g/dL.

Fungsi Sel darah Merah Sel darah merah berfungsi mengedarkan O2 ke seluruh tubuh. Berfungsi dalam penentuan golongan darah. Eritrosit juga berperan dalam sistem kekebalan tubuh. Ketika sel darah merah mengalami proses lisis oleh patogen atau bakteri, maka hemoglobin di dalam sel darah merah akan melepaskan radikal bebas yang akan menghancurkan dinding dan membran sel patogen, serta membunuhnya. Eritrosit juga melepaskan senyawa S-nitrosothiol saat hemoglobin terdeoksigenasi, yang juga berfungsi untuk melebarkan pembuluh darah dan melancarkan arus darah supaya darah menuju ke daerah tubuh yang kekurangan oksigen. LI.5. Kelainan Morfologi Eritrosit 1) KELAINAN UKURAN a) Makrosit, diameter eritrosit 9 m dan volumenya 100 fL b) Mikrosit, diameter eritrosit 7 dan volumenya 80 fL c) Anisositosis, ukuran eritrosit tidak sama besar 2) KELAINAN WARNA a) Hipokrom, bila daerah pucat pada bagian tengah eritrosit 1/3 diameternya b) Hiperkrom, bila daerah pucat pada bagian tengah eritrosit 1/3 diameternya c) Polikrom, eritrosit yang memiliki ukuran lebih besar dari eritrosit matang, warnanya lebih gelap.

3) KELAINAN BENTUK

a) Sel sasaran (target cell), Pada bagian tengah dari daerah pucat eritrosit terdapat bagian yang lebih gelap/merah. b) Sferosit, Eritrosit < normal, warnanya tampak lebih gelap. c) Ovalosit/Eliptosit, Bentuk eritrosit lonjong seperti telur (oval), kadangkadang dapat lebih gepeng (eliptosit). d) Stomatosit ,Bentuk sepeti mangkuk. e) Sel sabit (sickle cell/drepanocyte) Eritosit yang berubah bentuk menyerupai sabit akibat polimerasi hemoglobin S pada kekurangan O2. f) Akantosit, Eritrosit yang pada permukaannya mempunyai 3 - 12 duridengan ujung duri yang tidak sama panjang. g) Burr cell (echinocyte), Di permukaan eritrosit terdapat 10 - 30 duri kecil pendek, ujungnyatumpul. h) Sel helmet, Eritrosit berbentuk sepeti helm. i) Fragmentosit (schistocyte), Bentukeritrosit tidak beraturan. j) Teardropcell, Eritrositseperti buahpearatau tetesan air mata. k) Poikilositosis, Bentukeritrosit bermacam-macam.

LO.2. Memahami dan Menjelaskan Hemoglobin LI.2.1. Definisi Hemoglobin


Menurut William, Hemoglobin adalah suatu molekul yang berbentuk bulat yang terdiri dari 4 subunit. Setiap subunit mengandung satu bagian heme yang berkonjugasi dengan suatu polipeptida.Heme adalah suatu derivat porfirin yang mengandung besi.Polipeptida itu secara kolektif disebut sebagai bagian globin dari molekul hemoglobin

Nilai Batas Ambang Hb di Indonesia


(Nilai normal Hb pada berbagai umur dan jenis kelamin(WHO).Menkes RI 736 a/menkes/XI/1989)

Bayi baru lahir : 16,5 +/- 3 g/Dl

Bayi 3 bulan : 11,5 +/- 2 g/dL Anak usia 1 tahun : 12 +/- 1,5 g/dL Wanita tidak hamil : 14 +/- 2,5 g/dL Wanita hamil : 11 g/dL Ibu menyusui : 12 g/dL Wanita dewasa : 12 g/dL Pria dewasa : 13 g/dL Hemoglobin ditemukan hanya disel darah merah.hemoglobin adalah molekul yang berbentuk bulat dan terdiri atas empat subunit. Setip subunit memiliki dua bagian : 1. Bagian globin, protein yang terbentuk dari empat rantai polipeptida yang sangat berlipat-lipat. 2. Empat gugus nonprotein yang mengandung besi yang dikenal dengan Heme, dengan masing-masing terikat ke salah satu polipeptida di atas. Heme adalah suatu derivate porfirin yang mengandung besi. Hemoglobin satuannya adalah % Hb atau g/dL, secara genetis Hb mempunyai 146 pasang basa nomer 6 glutamin (glu) Hb normal.Hb yang tidak normal sickle cellhemoglobine nomer 6 valine (val). Hb pria 15,4 g/dL ; Hb wanita 13,8 g/dL,Tanpa melihat jenis kelamin 14,6 g/dL . Hemoglobin adalah suatu pigmen (yang berwarna secara alami). Karena kandungan besinya maka hemoglobin tampak kemerahan jika berikatan dengan O2 dan keunguan jika mengalami deoksigenasi.(Sherwood,L. 2011. Fisiologi manusia. Ed.6. Jakarta: EGC) Sifat penting darah dalam transport oksigen adl ikatan yang reversibel oksigen dengan Hb Hb + O2 HbO2 Pd kons. tinggi Hb berkombinasi dgn O2 untuk membentuk Oksihemoglobin (HbO2) dan reaksi bergeser ke kanan. Tiap atom Fe dlm mol. Hb mengikat satu mol. O2. Bila kita plot jml Oksihemoglobin yg ada pada tiap kons. O2 diperoleh kurva disosiasi oksigen hemoglobin

LI.2.2 Struktur Hemoglobin

Molekul hemohlobin A, yang memperlihatkan empat subunit. Ada dua rantai polipeptida alfa dan dua rantai polipeptida beta yang masing masing mengandung satu gugus heme.

LI.2.3 Fungsi Hemoglobin Hemoglobin berperan penting dalam mempertahankan bentuk sel darah yang bikonkaf, jikaterjadi gangguan pada bentuk sel darah ini, maka keluwesan sel darah merah dalam melewati kapiler jadi kurang maksimal.Hal inilah yang menjadi alasan mengapa kekurangan zat besi bisa mengakibatkananemia. Nilai normal hemoglobin adalah sebagai berikut : a. Anak-anak 11 13 gr/dl b. Lelaki dewasa 1418 gr/dl c. Wanita dewasa 1216 gr/dl Jika nilainya kurang dari nilai diatas bisa dikatakan anemia, dan apabila nilainya kelebihan akanmengakibatkan polinemis. LO.3. Memahami dan Menjelaskan Anemia LI.3.1. Definisi Anemia Anemia adalah keadaan dimana masa eritrosit dan /atau massa hemoglobin yang beredar tidak dapat memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi jaringan tubuh. LI.3.2. Klasifikasi anemia Klasifikasi Anemia berdasarkan morfologi eritrosit A. Anemia hipokromik mikrositer (MCV<80 fl; MCH <27pg) 1. Anemia defisiensi besi 2. Thalassemia

3. Anemia akibat penyakit kronik 4. Anemia sideroblastik B. Anemia Normokromik normositer 1. Anamia pascapendarahan akut 2. Anemia aplastic hipoplastik 3. Anemia hemolitik terutama bentuk yang didapat 4. Anemia akibat penyakit kronik 5. Anemia mieloptisik 6. Anemia pada gagal ginjal kronik 7. Anemia pada mielofibrosis 8. Anemia pada sindrom mielodiplastik C. Anemia makrositer 1. Megaloblastik a. Anemia defisiensi folat b. Anemia defisiensi vitamin B12 2. Nonmegaloblastik a. Anemia pada penyakit hati kronik b. Anemia pada hipotiroid c. Anemia pada sindroma mielodiplastik d. Klasifikasi anemia berdasarkan etiopatognesis A. Produksi eritrosit menurun 1. Kekurangan bahan untuk eritrosit a. Besi : anemia defisiensi besi b. Vit. B12 dan asam folat : anemia megaloblastik 2. Gangguan utilisasi besi a. Anemia akibat penyakit kronik b. Anemia sideroblastik 3. Kerusakan jaringan sumsum tulang a. Atrofi dengan penggantian oleh jaringan lemak : aplastic/hipoplastik b. Penggantian oleh jaringan fibrotic/tumor : leukoritroblastik/ mieloptisik B. Kehilangan eritrosit dari tubuh 1. Anemia pasca pendarahan akut 2. Anemia pasca pendarahan kronik C. Peningkatan penghancuran eritrosit dalam tubuh (hemolysis) 1. Factor ekstrakapsuler 2. Factor intrakapsuler a. Gangguan membrane

anemia anemia

i. Hereditary spherocytosis ii. Hereditary elliptocytosis b. Gangguan ensim i. Defisiensi pyruvate kinase ii. Defisiensi G6PD (Glocuse-6 phospate dehydrogenase) c. Gangguan hemoglobin i. Hemoglobinopati structural ii. thalassemia D. Bentuk campuran E. Bentuk yang patogenesisnya belum jelas
TIBC meningkat Feritin menurun menurun anemia akibat penyakit kronil HbA2^ HbF^

besi sumsum tulang negatif

Anemia defisiensi besi

TIBC menurun anemia hipokrom mikrositer Feritin N / ^ besi serum

besi sumsum tulang positif

elektroforesis Hb normal Feritin Normal Ring sideroblast dalam sumsum tulang

Thalasemia

Anemia sideroblastik

TIBC meningkat menurun Feritin menurun TIBC menurun anemia hipokrom mikrositer besi serum Feritin N / ^

besi sumsum tulang negatif besi sumsum tulang positif elektroforesi s Hb

Anemia defisiensi besi anemia akibat penyakit kronil HbA2^ HbF^ Anemia sideroblas tik Thalasemi a

normal

Feritin Normal

Ring sideroblast dalam sumsum tulang

riwayat keluarga positihf tanda hemolisis positif meningkat riwayat perdarahan akut anemia normokromik normositer retikulosit negatif tes coomb postif anemia pasca perdarahan akut hipoplastik tumor ganas hematologi (leukimia, mieloma) infiltrasi anemia aplastik anemia pada leukimia akut/ peny mieloma obat

ensimopati membranopati pada hemoglobinopati

Anemia mikrongiopati,parasit AIH A

Normal/ menurun

sumsum tulang

limfoma kanker faal hati, faal ginjal, faal tiroid, peny kronis

anemia mielopsitik anemia pada :

normal

- GGK _peny. hati kronik -h-hipotiroid

LI.3.3. Etiologi Anemia Anemia disebabkan oleh berbagai jenis penyakit, namun semua kerusakan tersebut secara signifikan akan mengurangi banyaknya oksigen yang tersedia untuk jaringan. Menurut Brunner dan Suddart (2001), beberapa penyebab anemia secara umum antara lain : a. Secara fisiologis anemia terjadi bila terdapat kekurangan jumlah hemoglobin untuk mengangkut oksigen ke jaringan. b. Akibat dari sel darah merah yang prematur atau penghancuran sel darah merah yang berlebihan. c. Produksi sel darah merah yang tidak mencukupi. d. Faktor lain meliputi kehilangan darah, kekurangan nutrisi, faktor keturunan, penyakit kronis dan kekurangan zat besi. LO.4. Memahami dan Menjelaskan Anemia Defisiensi Besi LI.4.1. Definisi Anemia Defisiensi besi adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan zat besi dalam darah, artinya konsentrasi hemoglobin dalam darah berkurang karena terganggunya pembentukan sel-sel darah merah akibat kurangnya kadar zat besi dalam darah.

LI.4.2. Etiologi 1. Asupan zat besi Rendahnya asupan zat besi sering terjadi pada orang-orang yang mengkonsumsi bahanmakananan yang kurang beragam dengan menumakanan yang terdiri dari nasi, kacang-kacangandan sedikit daging, unggas, ikan yang merupakansumber zat besi.Gangguan defisiensi besi seringterjadi karena susunan makanan yang salah baikjumlah maupun kualitasnya yang disebabkan olehkurangnya penyediaan pangan, distribusi makananyang kurang baik, kebiasaan makan yang salah,kemiskinan dan ketidaktahuan. 2. Penyerapan zat besi Diet yang kaya zat besi tidaklah menjamin ketersediaan zat besi dalam tubuh karenabanyaknya zat besi yang diserap sangat tergantungdari jenis zat besi dan bahan makanan yang dapatmenghambat dan meningkatkan penyerapan besi. 3. Kebutuhan meningkat Kebutuhan akan zat besi akan meningkat pada masa pertumbuhan seperti pada bayi, anak-anak, remaja, kehamilan dan menyusui. Kebutuhan zat besi juga meningkat pada kasus-kasus pendarahan kronis yang disebabkan oleh parasit. 4. Kehilangan zat besi Kehilangan zat besi melalui saluran pencernaan, kulit dan urin disebut kehilangan zat besi basal.Pada wanita selain kehilangan zat besi basal juga kehilangan zat besi melalui menstruasi.Di samping itu kehilangan zat besi disebabkan pendarahan oleh infeksi cacing di dalam usus. LI.4.3. Patofisiologi Zat besi diperlukan untuk hemopoesis (pembentukan darah) dan juga diperlukan oleh berbagai enzim sebagai faktor penggiat.Zat besi yang terdapat dalam enzim juga diperlukan untuk mengangkut elektro (sitokrom), untuk mengaktifkan oksigen (oksidase dan oksigenase).Defisiensi zat besi tidak menunjukkan gejala yang khas (asymptomatik) sehingga anemia pada balita sukar untuk dideteksi.Tanda-tanda dari anemia gizi dimulai dengan menipisnya simpanan zat besi (feritin) dan bertambahnya absorbsi zat besi yang digambarkan dengan meningkatnya kapasitas pengikatan besi. Pada tahap yang lebih lanjut berupa habisnya simpanan zat besi, berkurangnya kejenuhan transferin, berkurangnya jumlah protoporpirin yang diubah menjadi heme, dan akan diikuti dengan menurunnya kadar feritin serum. Akhirnya terjadi anemia dengan cirinya yang khas yaitu rendahnya kadar Rb. Bila sebagian dari feritin jaringan meninggalkan sel akan mengakibatkan konsentrasi feritin serum rendah. Kadar feritin serum dapat menggambarkan

keadaan simpanan zat besi dalam jaringan. Dengan demikian kadar feritin serum yang rendah akan menunjukkan orang tersebut dalam keadaan anemia gizi bila kadar feritin serumnya <12 ng/ml. Hal yang perlu diperhatikan adalah bila kadar feritin serum normal tidak selalu menunjukkan status besi dalam keadaan normal. Karena status besi yang berkurang lebih dahulu baru diikuti dengan kadar feritin. Diagnosis anemia zat gizi ditentukan dengan tes skrining dengan cara mengukur kadar Hb, hematokrit (Ht), volume sel darah merah (MCV), konsentrasi Hb dalam sel darah merah (MCH) dengan batasan terendah 95% acuan

LI.4.4. Manifestasi 1. Gejala Umum Anemia Gejala umum anemia disebut juga sebagai sindrom anemia (anemic syndrome) dijumpai pada anemia defisiensi besi apabila kadar hemoglobin kurang dari 7-8 g/dl. Gejala ini berupa badan lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang-kunang, serta telinga mendenging.Pada pemeriksaan fisik dijumpai pasien yang pucat, terutama pada konjungtiva dan jaringan di bawah kuku (Bakta, 2006). Pada umumnya sudah disepakati bahwa bila kadar hemoglobin < 7 gr/dl maka gejala-gejala dan tanda-tanda anemia akan jelas. 2. Gejala Khas Defisiensi Besi Gejala yang khas dijumpai pada defisiensi besi, tetapi tidak dijumpai pada anemia jenis lain adalah:

a. Koilonychia, yaitu kuku sendok (spoon nail), kuku menjadi rapuh, bergaris-garis vertikal dan menjadi cekung sehingga mirip sendok. b. Atrofi papil lidah, yaitu permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil lidah menghilang. c. Stomatitis angularis (cheilosis), yaitu adanya keradangan pada sudut mulut sehingga tampak sebagai bercak berwarna pucat keputihan. d. Disfagia, yaitu nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring

LI.4.5. Pemeriksaan Lab Menurut Guillermo dan Arguelles (Riswan, 2003) pemeriksaan yang dapat dilakukan antara lain: B. Pemeriksaan Laboratorium 1. Hemoglobin (Hb) Hemoglobin adalah parameter status besi yang memberikan suatu ukuran kuantitatif tentang beratnya kekurangan zat besi setelah anemia berkembang.Pada pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat dilakukan dengan menggunakan alat sederhana seperti Hb sachli, yang dilakukan minimal 2 kali selama kehamilan, yaitu trimester I dan III. 2. Penentuan Indeks Eritrosit Penentuan indeks eritrosit secara tidak langsung dengan flowcytometri atau menggunakan rumus: a. Mean Corpusculer Volume (MCV) MCV adalah volume rata-rata eritrosit, MCV akan menurun apabila kekurangan zat besi semakin parah, dan pada saat anemia mulai berkembang. MCV merupakan indikator kekurangan zat besi yang spesifik setelah thalasemia dan anemia penyakit kronis disingkirkan.Dihitung dengan membagi hematokrit dengan angka sel darah merah.Nilai normal 70-100 fl, mikrositik < 70 fl dan makrositik > 100 fl. b. Mean Corpuscle Haemoglobin (MCH) MCH adalah berat hemoglobin rata-rata dalam satu sel darah merah.Dihitung dengan membagi hemoglobin dengan angka sel darah merah. Nilai normal 27-31 pg, mikrositik hipokrom < 27 pg dan makrositik > 31 pg. c. Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration (MCHC) MCHC adalah konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata.Dihitung dengan membagi hemoglobin dengan hematokrit.Nilai normal 3035% dan hipokrom < 30%. 3. Pemeriksaan Hapusan Darah Perifer Pemeriksaan hapusan darah perifer dilakukan secara manual.Pemeriksaan menggunakan pembesaran 100 kali dengan

4.

5.

6.

7.

8.

memperhatikan ukuran, bentuk inti, sitoplasma sel darah merah.Dengan menggunakan flowcytometry hapusan darah dapat dilihat pada kolom morfology flag. Luas Distribusi Sel Darah Merah (Red Distribution Wide = RDW) Luas distribusi sel darah merah adalah parameter sel darah merah yang masih relatif baru, dipakai secara kombinasi dengan parameter lainnya untuk membuat klasifikasi anemia.RDW merupakan variasi dalam ukuran sel merah untuk mendeteksi tingkat anisositosis yang tidak kentara.Kenaikan nilai RDW merupakan manifestasi hematologi paling awal dari kekurangan zat besi, serta lebih peka dari besi serum, jenuh transferin, ataupun serum feritin.MCV rendah bersama dengan naiknya RDW adalah pertanda meyakinkan dari kekurangan zat besi, dan apabila disertai dengan eritrosit protoporphirin dianggap menjadi diagnostik.Nilai normal 15 %. Eritrosit Protoporfirin (EP) EP diukur dengan memakai haematofluorometer yang hanya membutuhkan beberapa tetes darah dan pengalaman tekniknya tidak terlalu dibutuhkan.EP naik pada tahap lanjut kekurangan besi eritropoesis, naik secara perlahan setelah serangan kekurangan besi terjadi.Keuntungan EP adalah stabilitasnya dalam individu, sedangkan besi serum dan jenuh transferin rentan terhadap variasi individu yang luas.EP secara luas dipakai dalam survei populasi walaupun dalam praktik klinis masih jarang. Besi Serum (Serum Iron = SI) Besi serum peka terhadap kekurangan zat besi ringan, serta menurun setelah cadangan besi habis sebelum tingkat hemoglobin jatuh.Keterbatasan besi serum karena variasi diurnal yang luas dan spesitifitasnya yang kurang.Besi serum yang rendah ditemukan setelah kehilangan darah maupun donor, pada kehamilan, infeksi kronis, syok, pireksia, rhematoid artritis, dan malignansi. Besi serum dipakai kombinasi dengan parameter lain, dan bukan ukuran mutlak status besi yang spesifik. Serum Transferin (Tf) Transferin adalah protein tranport besi dan diukur bersama sama dengan besi serum. Serum transferin dapat meningkat pada kekurangan besi dan dapat menurun secara keliru pada peradangan akut, infeksi kronis, penyakit ginjal dan keganasan. Transferrin Saturation (Jenuh Transferin) Jenuh transferin adalah rasio besi serum dengan kemampuan mengikat besi, merupakan indikator yang paling akurat dari suplai besi ke sumsum tulang.Penurunan jenuh transferin dibawah 10% merupakan indeks kekurangan suplai besi yang meyakinkan terhadap perkembangan eritrosit.Jenuh transferin dapat menurun pada penyakit peradangan.Jenuh

transferrin umumnya dipakai pada studi populasi yang disertai dengan indikator status besi lainnya.Tingkat jenuh transferin yang menurun dan serum ferritin sering dipakai untuk mengartikan kekurangan zat besi. Jenuh transferin dapat diukur dengan perhitungan rasio besi serum dengan kemampuan mengikat besi total (TIBC), yaitu jumlah besi yang bias diikat secara khusus oleh plasma. 9. Serum Feritin Serum feritin adalah suatu parameter yang terpercaya dan sensitive untuk menentukan cadangan besi orang sehat.Serum feritin secara luas dipakai dalam praktek klinik dan pengamatan populasi.Serum feritin < 12 ug/l sangat spesifik untuk kekurangan zat besi, yang berarti kehabisan semua cadangan besi, sehingga dapat dianggap sebagai diagnostik untuk kekurangan zat besi.Rendahnya serum feritin menunjukan serangan awal kekurangan zat besi, tetapi tidak menunjukkan beratnya kekurangan zat besi karena variabilitasnya sangat tinggi. Penafsiran yang benar dari serum ferritin terletak pada pemakaian range referensi yang tepat dan spesifik untuk usia dan jenis kelamin. Konsentrasi serum feritin cenderung lebih rendah pada wanita dari pria, yang menunjukan cadangan besi lebih rendah pada wanita.Serum feritin pria meningkat pada dekade kedua, dan tetap stabil atau naiksecara lambat sampai usia 65 tahun. Pada wanita tetap saja rendah sampaiusia 45 tahun, dan mulai meningkat sampai sama seperti pria yang berusia60-70 tahun, keadaan ini mencerminkan penghentian mensturasi danmelahirkan anak. Pada wanita hamil serum feritin jatuh secara dramatisdibawah 20 ug/l selama trimester II dan III bahkan pada wanita yangmendapatkan suplemen zat besi.Serum feritin adalah reaktan fase akut, dapat juga meningkat padainflamasi kronis, infeksi, keganasan, penyakit hati, alkohol.Serum ferritin diukur dengan mudah memakai Essay immunoradiometris (IRMA),Radioimmunoassay (RIA), atau Essay immunoabsorben (Elisa). B. Pemeriksaan Sumsum Tulang Masih dianggap sebagai standar emas untuk penilaian cadangan besi, walaupun mempunyai beberapa keterbatasan.Pemeriksaan histologis sumsumtulang dilakukan untuk menilai jumlah hemosiderin dalam sel-sel retikulum.Tanda karakteristik dari kekurangan zat besi adalah tidak ada besi retikuler.Keterbatasan metode ini seperti sifat subjektifnya sehingga tergantungkeahlian pemeriksa, jumlah struma sumsum yang memadai dan teknik yangdipergunakan.Pengujian sumsum tulang adalah suatu teknik invasif, sehinggasedikit dipakai untuk mengevaluasi cadangan besi dalam populasi umum.

LI.4.6. Penatalaksanaan Terapi a. Terapi kausal: terapi terhadap penyebab perdarahan b. Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam tubuh Terapi Besi Oral Preparat yang tersedia ferrous sulfat dengan dosis 3 x 200mg. Preparat lain yaitu: ferrous gluconate, ferrous fumarat, ferrous lactate,dan ferrous succinate. Preparat oral diberikan pada saat lambung kosong tetapi pada intoleransi dapat diberikan pada saat makan atau setelah makan. Efek samping yang timbul yaitu gangguan gastrointestinal seperti mual, muntah, serta konstipasi. Pengobatan dilakukan 3-6 bulan, bahkan bisa sampai 12 bulan hingga kadar Hb normal untuk mengisi cadangan besi tubuh. Dosis pemeliharaan 100-200mg. Terapi Besi Parenteral Terapi parenteral dilakukan jika: terjadi intoleransi terhadap pemberian besi oral, kepatuhan terhadap obat yang rendah, gangguan pencernaan yang kambuh apabila diberikan besi, penyerapan besi terganggu, terjadi kehilangan darah banyak, kebutuhan besi besar dalam waktu pendek, dan defisiensi besi fungsional relatif akibat pemberian eritropoietin pada anemia gagal ginjal kronik atau anemia penyakit infeksi kronik. Preparat yang tersedia yaitu iron dextran complex yang mengandung 50 mg besi/ml, iron sorbitol citric acid, atau iron ferric gluconate dan iron sucrose. Besi parenteral diberikan secara intramuskular atau intravena. Efek samping yang dapat timbul yaitu reaksi anafilaksis (jarang), flebitis, sakit kepala, flushing, mual, muntah, nyeri perut,dan sinkop. Dosis yang diberikan yaitu (dalam mg)= (15-Hb sekarang) x BB x 2,4 +500 atau 100 mg Pengobatan lainMakanan tinggi protein terutama dari hewan, vitamin C: 3 x 100 mg/hari, dan transfusi darah.

obat yang menurunkan absorbsi besi

obat yang dipengaruhi absorbsi besi

antasid yang mengandung Al,Mg,Kalsium. tetrasiklin dan dosisiklin. Hidrogen antagonis.

levodopa. metildopa. fluoroquinon.

penghambat pompa proton.

penisilamin.

kolestiramin.

tetrasiklin dan doksisiklin. mikofenat.

Respons terhadap terapiSeorang pasien memberikan respons baik jika retikulosit naik pada minggu pertama, mencapai puncak pada hari ke-10 dan normal lagi setelah hari ke 14, diikuti kenaikan Hb 0,15 g/hari atau 2 g/dl setelah 3-4 minggu. Hb menjadi normal setelah 4-10 minggu. Lidah kembali normal dalam 3 bulan. Koilonychia hilang dalam 3-6 bulan. LI.4.7. Pencegahan

a. Mengubah kebiasaan pola makanan dengan menambahkan konsumsi pangan yang memudahkan absorbsi besi seperti menambahkan vitamin C. Peningkatan konsumsi vitamin C sebanyak 25, 50, 100 dan 250 mg dapat meningkatkan penyerapan zat besi sebesar 2-5 kali. Buah-buahan segar dan sayuransumber vitamin C, namun dalam proses pemasakan 50 - 80 % vitamin C akanrusak.Mengurangi konsumsi makanan yang bias menghambat penyerapan zat besi seperti : fitat,fosfat, tannin. b. Suplementasi zat besi Pemberian suplemen besi menguntungkan karena dapat memperbaiki status hemoglobin dalam waktu yang relatif singkat.Di Indonesia pil besi yang umum digunakan dalam suplementasi zat besi adalah fero sulfat. c. Fortifikasi zat besi Fortifikasi adalah penambahan suatu jenis zat gizi ke dalam bahan pangan untuk meningkatkan kualitas pangan .Kesulitan untuk fortifikasi zat besi adalah sifat zat besi yang reaktif dan cenderung mengubah penampilanm bahan yang di fortifikasi.Sebaliknya fortifikasi zat besi tidak mengubah rasa, warna, penampakan dan daya simpan bahan pangan.Selain itu pangan yang difortifikasi adalah yang banyak dikonsumsi masyarakat seperti tepung gandum untuk pembuatan roti. d. Penanggulangan penyakit infeksi dan parasit Penyakt infeksi dan parasit merupakan salah satu penyebab anemia gizi besi. Dengan menanggulangi penyakit infeksi dan memberantas parasit diharapkan bias meningkatkan status besi tubuh.

Daftar Pustaka

Bakta.I, 2006, Hematologi klinik ringkas, Jakarta : EGC Ganong, F. 2008. Buku Ajar fisiologi kedokteran. Jakarta:EGC http://www.scribd.com/doc/78231342/ERITROSIT [31 Oktober 2012 21:30] http://www.scribd.com/doc/75646161/Sk-Anemia-a7 [1 November 2012 22:00] http://cocoquiin.blogspot.com/2012/03/morfologi-eritrosit-dan-kelainannya.html [31 Oktober 2012] Ppniklaten.com/index.php?option=com_content&view=article&id=76:anemia&catid=38:ppni -ak-category&Itemid=66 [1 November 2012] repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20481/4/Chapter%20II.pdf [1 November 2012] repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21579/4/Chapter%20II.pdf [1 November 2012] Sherwood,L. 2011. Fisiologi manusia. Ed.6. Jakarta: EGC www.jurnalkesmas.com/index.php/kesmas/article/view/66/55 [1 November 2012 23:00]

Você também pode gostar