Você está na página 1de 9

ASKEP DISPEPSIA

A. KONSEP DASAR MEDIS Dalam uraian konsep dasar medis, penulis akan menampilkan tentang anatomi dan fisiologi, pengertian, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinik, pemeriksaan diagnostik, penatalaksanaan dan komplikasi. Konsep dasar medis dibuat agar memudahkan kita untuk memahami bagaimana penanganan dan perawatan yang harus dilakukan pada klien gastroenteritis, lebih lanjut akan dibahas berikut ini: 1. Anatomi dan Fisiologi Menurut Syaifudin (1996) saluran pencernaan makanan merupakan saluran yamg menerima makanan dari luar dan mempersiapkan untuk diserap oleh tubuh dengan jalan proses pencernaan (pengunyahan, penelanan dan pencampuran) dengan enzim dan zat cair yang terbentang mulai dari mulut samapi ke anus. Struktur pencernaan terdiri dari: a. Mulut (oral) Mulut adalah permulaan saluran pencernaan yang terdiri dari dua bagian, yaitu: 1). Bagian luar yang sempit atau vesibula, yaitu ruang di antara gusi, gigi, bibir dan pipi. 2). Bagian rongga mulut atau bagian dalam yaitu bagian rongga mulut yang dibatasi sisinya oleh tulang maksilaris, palatum dan mandibularis di sebelah belakang bersambung dengan faring dan lidah terletak di luntainya dan terikat pada tulang (Syaifudin, 1999). b. Faring Faring terletak di belakang hidung dan laring tenggordian. Faring merupakan saluran berbentuk kerucut dan bahan membran berotot dan berjalan dari dasar tenggorokan sampai ketinggian tulang rawan krikoid, tempat faring terbagi menjadi tiga bagian: 1). Nasofaring Terletak di belakang hidung dindingnya terdapat saluran eustakius dan kelenjar adenoid. 2). Orofaring Terletak di bagian media. Bagian ini terbatas ke depan sampai ke akar lidah bagian inferior. 3). Laringofaring Berhubungan dengan laring. Faring organ yang menghubungkan rongga mulut dengan kerongkongan osopagus. c. Osofagus Merupakan saluran yang menghubungkan tekak dengan lambung. Panjang 25 cm mulai dari faring sampai pintu masuk cardiak lambung. Lapisan dinding dari dalam keluar lapisan mukosa, submukosa, lapisan otot melingkar esofagus terletak di belakang trakhea dan depan tulang punggung setelah melalui torak menembus diafragma masuk ke adalam abdomen menyambung dengan lambung. d. Gaster (lambung) Gaster merupakan bagian dari saluran pencernaan yang melebar seperti kantong, terletak di dalam rongga perut terutama di daerah epigastrik. Sebagian di sebelah kiri daerah hipokondriak dan umbilikal dalam keadaan kosong lambung berbentuk g dan bila kosong berbentuk seperti buah dengan kapasitas normal lambung 1 sampai 2 liter. Lambung terbagi atas kardiak gaster, fundus gaster, corpus gaster,

antrum pylorus, spingter kesua pada ujung lambung untuk mengatur pengeluaran dan pemasukkan, mengalirkan makanan masuk ke dalam duodenum dab ketika berkontraksi spingter ini akan mencegah terjadinya lairan balik dari usus ke lambung. Persyarafan lambung sepenuhnya otonomi, suplai saraf parasimpatis untuk lambung dan duodenum dihantarkan dari ke abdomen melalui nervus vagus serabut aferen menghantarkan infuls nyeri yang dirangsang oleh perehangan kontraksi-kontraksi otot dan peradangan dan dirasakan pada daerah epigastrium, serabut eferensimpatis menghambat pergerakan dan sekresi lambung. Di dalam lambung makanan ditampung, dilancarkan, digiling dan beberapa fungsi, antara lain: 1). Fungsi motorik, terdiri atas: a). Fungsi reservoir menyimpan makanan sehingga sedikit demi sedikit akan dicerna dan bergerak dalam saluran cerna. b). Fungsi pencampuran Memecahkan makanan menjadi partikel-pertikel kecil dan bercampur dengan getah lembung melalui kontraksi otot yang mengelilingi lambung. Kontraksi peristaltik diatur oleh satu irama listrik intrinsik dasar. c). Fungsi pengosongan lambung Diatur pembukaan spingter pilorus dan dipengaruhi oleh viskositas (kekentalan), olume, keasaman, aktifitas motorik, keadaan fisik serta emosi, obat-obatan lambung biasanya kosong dalam empat jam sesudah makan dapat terlebih cepat atau lambat tergantung dari beberapa banyak makanan yang sudah masuk. 2). Fungsi pencernaan dan sekresi a). Pencernaan protein oleh pepsin dan HCL, pencernaan karbohidrat dan lemak oleh amilase dan lipase dalam lambung. b). Sintesis dan pelepasan gastrind dipengaruhi oleh protein yang dimakan, perenggangan alkalinase antrum dan rangsangan vagus. c). Sekresi faktor instrinsik memungkinkan absorbsi vitamin B12 dari usus halus bagian distal. d). Sekresi muskulus berbentuk selubung yang melindungi lambung serta berfungsi sebagai pelumas sehingga makanan mudah diangkut. Pengaturan sekresi lambung dapat dibagi menjadi: a). Fase Sefalik Yaitu sebagai akibat melihat, mencium, memikirkan atau mengecap makanan. Menyebabkan fase sefalik berasal dari korteks serebri atau pusat nafsu makan, impuls eferen kemudian dihantarkan melalui saraf fagus ke lambung. Hasilnya kelenjar gastrik dirangsang mengeluarkan asam HCL. b). Fase Gastrik Dimulai antrum pilorus, distensi di antrum menyebabkan terjadinya rangsangan mekanis dari reseptorreseptor pada dinding lambung, gastrik dilepaskan dari antrum kemudian dibawa oleh aliran darah menuju kelenjar lamung untuk merangsang sekresi pelepasan HCL. c). Fase Intestinal Dimulai oleh gerakan kimus dari lambung ke duodenum. Adanya protein yang telah dicerna sebagian dalam duodenum tampaknya merangsang pelepasan gastrin usus suatu hormon yang menyebabkan lambung terus menerus mensekresi cairan lambung.

e. Anatomi usus 1). Usus halus Intestinum minor adalah bagian dari sistem pencernaan makanan yang berpangkal pada pilorus dan berakhir pada sekum, panjangnya 6 meter. Merupakan saluran yang panjang tempat proses pencernaan dan absorbsi hasil pencernaan, yang terdiri dari lapisan usus halus, lapisan mukosa (sebelah dalam), lapisan otot melingkar (m.sirkuler), lapisan otot memanjang (m.longitudinal) dan lapisan serosa (sebelah luar). a). Duodenum Disebut juga usus 12 jari panjangnya 25 cm. Berbentuk sepatu kuda melengkung ke kiri pada lengkungan ini terdapat pankreas dan bagian kanan duodenum terdapat selaput lendir yang membukit disebut papila vateri. Pada papila vateri ini bermuara saluran empedu (duktus koleduktus), dibuat di hati untuk dikeluarkan ke duodenum melalui duktus koledoktus yang fungsinya mengemulsikan lemak, dengan bantuan lipase. Pankreas juga menghasilkan amilase yang berfungsi mencerna hidrat arang menjadi sakarida dan tripsin yang berfungsi mencerna protein menjadi asam amino atau albumin dan palipeptika. Dinding duodenum mempunyai lapisan mukosa yang banyak mengandung kelenjar, kelenjar ini disebut kelenjar-kelenjar brunner, berfungsi untuk memproduksi getah intestinum. b). Yeyunum dan ileum Yeyenum dan ileum mempunyai panjang sekitar 6 meter. Dua perlima bagian atas adalah yeyenum dengan panjang 2-3 meter dan ileum dengan panjang 4-5 meter. Lekukan yeyenum dan ileum melekat pada dinding abdomen posterior dengan perantaraan lipatan peritonium yang berbentuk kipad, dikenal dengan mesenterium. Ujung bawah ileum berhubungan dengan sekum dengan perantaraan lubang yang bernama orifisium ileoservikalis. Orifisium ini diperkuat oleh spinter ileosekalis dan berfungsi untuk mencegah cairan dalam kolon asenden tidak masuk kembali ke dalam ileum. Mukosa usus halus, permukaan epitel yang sangat luas melalui lipatan mukosa dan mikro vili memudahkan pencernaan dan absorbsi. Lipatan ini dibentuk oleh mukosa dan sub mukosa yang dapat memperbesar permukaan usus. Pada penampungan melintang villi oleh epitel dan kripta yang menghasilkan bermacam-macam hormon jaringan dan enzim yang memegang peranan aktif dalam pencernaan. Absorbsi makanan yang sudah dicernakan seluruhnya berlangsung di dalam usus halus melalui dua saluran, yaitu pembuluh kapiler dalam darah dan saluran limfe di sebelah dalam permukaan villi usus. Sebuah vilus berisi lakteal, pembuluh darah epitelium dan jaringan otot yang diikat bersama oleh jaringan limpoid seluruhnya diliputi membran dasar dan ditutupi oleh epitelium. Karena villi keluar dari dinding usu maka bersentuhan dengan makanan cair dan lemak yang diabsorbsi ke dalam lakteal kemudian berjalan melalui pembuluh limfe masuk ke dalam pembuluh kapiler darah di villi dan oleh vena porta dibawa ke hati untuk mengalami beberapa perubahan. Fungsi usus halus, terdiri dari: (1). Menerima zat-zat makanan yang sudah dicerna masuk untuk diserap melalui kapiler-kapiler darah dan saluran-saluran limfe. (2). Menyerap protein dalam bentuk asam amino. (3). Karbohidrat diserap ke dalam bentuk monosakarida.

Di dalam usus halus terdapat kelenjar yang menghasilkan getah halus yang menyempurnakan makanan; 1). Enterokinase; mengaktifkan enzim proteolitik. 2). Eripsin; yang menyempurnakan pencernaan protein menjadi asam amino. (a). Laktase mengubah laktosa menjadi monosakarida. (b). Maltosa mengubah maltosa menjadi monosakarida. (c). Sukrosa mengubah sukrosa menjadi monosakarida. 2). Usus besar/intestinal mayor Panjangnya kurang lebih 1,5 meter, lebarnya 5-6 cm, lapisan-lapisan usus besar dari dalam ke luar: a). Selaput lendir b). Lapisan otot melingkar c). Lapisan otot memanjang d). Jaringan ikat Fungsi usus besar, terdiri dari menyerap air dari makanan, tempat tinggal bakteri coli dan tempat feses (Syaifuddin, 1996, hal 92). Adapun bagian-bagian dari usus besar adalah sebagai berikut : a). Sekum Di bawah seikum terdapat apendiks vermi formis yang berbentuk seperti cincin sehingga disebut umbai cacing, dengan panjang 6 cm. Seluruhnya ditutupi oleh peritoneum, mudah bergerak walaupun tidak mempunyai mensentrium dan dapat diraba melalui dinding abdomen. b). Colon Asenden Panjangnya 13 cm, terletak di bawah abdomen sebelah kalon membujur ke atas dari ileum di bawah hati. Di bawah hati membengkok ke kiri, lengkungan ini disebut fleksura hepatica dan dilanjutkan sebagian colon tranversum. c). Apendiks Bagian usus besar yang muncul seperti corong dari akhir seikum, mempunyai pintu keluar yang sempit tapi masih memungkinkan dapat dilewati oleh beberapa isi usus . d). Colon Tranversum Panjangnya kurang lebih 38 cm, membujur dari colon asendes sampai ke colon desendens berada di bawah abdomen, sebelah kanan terdapat fleksula hepatica dan sebelah kiri terdapat feksula lianalis. e). Colon desedens Panjangnya kurang lebih 25 cm, terletak di bawah abdomen bagian kiri membujur dari atas ke bawah dari fleksura lianalis sampai ke depan ileum kiri, bersambung dengan colon sigmoid. f) Colon Sigmoid Merupakan lanjutan dari colon desendens terletak miring, dalam rongga felvis sebelah kiri bentuknya menyerupai huruf S, ujung bawahnya berhubungan dengan rectum. g). Rectum Terletak di bawah colon sigmoid yang menghubungkan intestinum mayor dengan anus, terletak dalam rongga felvic didepan oscracum dan oscocigis. h). Anus Adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan rectum dengan dunia luar. Terletak di dasar felvic, dindingnya diperkuat oleh 3 spincter : (1). Spincter Ani Internus, bekerja tidak menurut kehendak.

(2). Spincter Levator Ani, bekerja tidak menurut kehendak. (3). Spincter Ani Eksternus, bekerja menurut kehendak (Syaifuddin, 1996). 2. Definisi a. Dispepsia berasal dari bahasa Yunani (Dys), berarti sulit dan newn (pepse), berarti pencernaan. Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/ gejala klinis yang terdiri dari rasa tidak enak/ sakit perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan (N.Talley, et all, 2005). b. Dispepsia organik, bila telah diketahui adanya kelainan organik sebagai penyebabnya. Sindrom Dispepsia organik terdapat kelainan yang nyata terhadap organ tubuh, misalnya tukak (luka lambung), usus dua belas jari, radang pankreas, radang empedu, dan lain-lain (Mansjoer, et all, 2007). c. Dispepsia non organik/Dispepsia fungsional atau Dispepsia non ulkus (DNU), bila tidak jelas penyebabnya. Dispepsia fungsional tanpa disertai kelainan atau gangguan struktur organ berdasarkan pemeriksaan klinis, laboratorium, radiologi dan endoscopy (teropong saluran pencernaan) (Balck J.M and Jacobus E.M 2001) d. Dispepsia adalah nyeri atau rasa tidak nyaman pada perut bagian atas atau dada yang sering dirasakan sebagai adanya gas, perasaan penuh atau rasa sakit dan rasa terbakar diperut. Setiap orang dari berbagai usia dapat terkena Dispepsia, baik pria maupun wanita. Sekitar satu dari empat orang terkena Dispepsia dalam beberapa waktu (Bazaldua, et all,1999). 3. Etiologi Fase-fase yang dapat mempengaruhi pembentukan Dispepsia, adalah: a. Fase Sefalik Rangsangan yang timbul akibat melihat, menghidu, merasakan, bahkan berpikir tentang makanan akan menigkatkan produksi asam lewat aktivasi nervus vagus b. Fase Gastrik Distensi lambung akibat adanya makanan atau bahan kimia seperti kalsium asam amino dari peptida dalam makanan akan merangsang produksi, gastrin, refleks vagus dan refleks kolinegrik multimural. c. Fase Intestinal Hormon enterooksinitrin rangsangan asam lambung setelah makanan sampai di usus halus. 4. Patofisiologi Obat-obatan, alkohol, garam empedu atau enam enzim pankreas dapat merusak mukosa lambung (Dispepsia), menggangu pertahanan mukosa lambung dan memungkinkan difusi kembali asam dan pepsin ke dalam jaringan lambung hal ini menimbulkan peradangan. Dengan iritasi yang terus-menerus, jaringan meradang dan dapat terjadi perdarahan. Masuknya zat-zat asam seperti asam dan basa yang bersifat korosif mengakibatkan terjadinya peradangan mukosa lambung pada dinding lambung 5. Manifestasi klinis Sindroma Dispepsia dapat bersifat jaringan, sedang dan berat serta dapat akut atau kronis, sesuai dengan perjalanan penyakitnya. Pembagian akut dan kronik berdasarkan atas jangka waktu tiga bulan. Nyeri dan rasa tidak nyaman pada perut atas atau dada mungkin disertai dengan sendawa dan suara usus yang keras (borborigmi). Pada beberapa penderita, makan dapat memperburuk nyeri: pada

penderita yang lain, makan dapat mengurangi nyerinya. Gejala lain meliputi napsu makan yang menurun, mual, sembelit, diare dan flatulensi (perut kembung). Jika Dispepsia menetap selama lebih dari beberapa minggu atau tidak memberi respon terhadap pengobatan, atau disertai penurunan berat badan atau gejala iini yang tidak biasa, maka penderita harus menjalani pemeriksaaan 6. Pemeriksaan Diagnostik Adapun pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada klien Dispepsia adalah a. Urinalisa Warna kuning jenih. b. Pemeriksaan Laboratorium biasanya meliputi hitung jenis sel darah yang lengkap dan pemeriksaan darah dalam tinja dan urin, WBC. c. Barium enema untuk memeriksa tenggorokan, lambung atau usus halus dapat dilakukan pada orang yang mengalami kesulitan menelan dan muntah, penurunan berat badan atau mengalami nyeri yang membaik atau memburuk bla penderita makan (Mansjoer, 2007) d. Kadang dilakukan pemeriksaan lain, seperti pengukuran kontraksi kerongkongan atau respon kerongkongan terhadap asam. 7. Penatalaksanaan Untuk pengobatan dispepsia belum ada yang pasti, biasanya pengobatan dilakukan untuk mengurangi sekresi asam lambung dan pengobatan simptomatis, yaitu : a. Antasid b. Ranitidin c. Omeprazol d. Golongan prokinetik seperti domperidon e. Kadang kala juga dibutuhkan psikoterapi dan psikofarmaka (obat anti dispepsia dan cemas) f. Meningkatkan istirahat g. Mengurangi stres h. Hindari makanan yang dapat merangsang sekresi asam lambung i. Makan dengan porsi kecil tapi sering 8. Komplikasi Adapun komplikasi dari penyakit Dispepsia yaitu: a. Perdarahan b. Kanker lambung c. Muntah darah d. Ulkus peptikum B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN Proses keperawatan adalah dimana suatu konsep diterapkan dalam praktik keperawatan. Hal ini disebut sebagai suatu pendekatan problem solving yang memerlukan ilmu, tehnik dan keterampilan interpersonal dan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pasien baik sebagai individu, keluarga maupun

mayarakat (Nursalam, 2001). Iyer et all (1996) mengemukakan dalam proses keperawatan terdiri dari 5 tahap yaitu: pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. 1. Pengkajian Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber, untuk mengevaluasi dan mengidentifikasikan status kesehatan klien (Nursalam, 2001). Setelah pengumpulan data, langkah selanjutnya dalam pengkajian adalah pengelompokkan data yang terdiri dari data fisiologis, data sosial dan data spiritual (PPNI, 1994). Pengelompokan masalah akan mempermudah perawat dalam menegakkan diagnosa keperawatan untuk klien. Untuk membantu klien dalam mengutarakan masalah atau keluhannya secara lengkap, maka perawat dianjurkan menggunakan analisa symptom PQRST. Analisa simtom penguraiannya sebagai berikut: P : Provokatif atau Paliatif Apakah yang menyebabkan gejala? Apa saja yang mengurangi atau memperbera Q: Kualitas atau Kuantitas Bagaimana gejala dirasakan nampak atau terdengar? Sejauh mana anda merasakannya seka R: Regional atau Area Radiasi Dimana gejala terasa? Apakah menyebar? S: Severe (Skala keparahan) Seberapa keparahan dirasakan dengan skala 1 sampai 10 (paling parah) T: Timing (waktu) Kapan gejala mulai timbul? Seberapa sering gejala terasa? Apakah tiba-tiba atau bertahap? (Priharjo, 1996). Berikut ini adalah pengkajian yang dilakukan pada klien Dispepsia menurut Gordon, (2000) : a. Sirkulasi Tanda: Hipotensi, takikardi, diseritma, kelemahan/nadi perifer melemah, pengisian kapler lambat/perlahan warna kulit pucat, sianosis b. Aktivitas istirahat Tanda: Takikardi, takipnea/hiperventilasi (respon terhadap aktivitas) Gejala: kelemahan c. Eliminasi Tanda: Nyeri tekan abdomen Gejala: Riwayat perawatan di rumah sakit sebelmnya karena perdarahan gastrointestinal atau masalah yang berhubungan dengan gastrointestinal misalnya luka peptik/gaster, gastritis badan gaster, iradiasi daerah gaster. d. Makanan/cairan Tanda: Muntah warna kopi gelap atau cerah atau bekuan darah Gejala: Anorexia, mual/muntah (muntah memanjang diduga obstruksi pilork bagian luar sehubungan dengan luka deudenal). Nyeri ulu hati, sendawa asam, mual/muntah, tidak toleran terhadap makanan, contoh makanan pedas, cokelat, diet khusus penyakit ulkus sebelumnya e. Riwayat penyakit Keluarga Wajah berkerut, gerhati-hati pada daerah yang sakit, pucat, berkeringat

Gejala: Nyeri digambarkan sebagai tajam, dngkal, rasa terbakar, perih, nyeri hebat tiba-tiba dapat di sertai perforasi. f. Keamanan Tanda: Peningkatan suhu tubuh Gejala: Alergi terhadap obat g. Penyuluhan/pembelajaran Gejala: Adanya penggunaan obat resep atau di jual bebas yang mengandung steroid 2. Diagnosa Keperawatan Diagnosa Keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respons manusia dan individu atau kelompok dimana perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan, menurunkan, membatasi, mencegah dan mengubah. Dikutip dari Carpenito, 2000 (Nursalam, 2001, hal 35) Diagnosa keperawatan adalah masalah kesehatan aktual dan potensial dimana berdasarkan pendidikan dan pengalamannya, dia mampu dan mempunyai kewenangan untuk memberikan tindakan keperawatan. Dikutip dari Gordon, 1976 (Price, S.A., dan Wilson, L.M. (1994) Pada klien dengan Dispepsia, maka selanjutnya dilakukan prioritas masalah berdasarkan kebutuhan dasar manusia yang tertuang dalamHirarki Maslow. Kebutuhan biasanya sebagai prioritas utama dari pada kebutuhan lainnya (Nursalam, 2001). Dalam menentukan prioritas diagnosa mengacu pada teori Abraham Maslow. (Kebutuhan dasar manusia menurut Hirarki Maslow) Sumber: Nursalam, (2001) Sedangkan yang dikutip dari Gordon, 1976 (Nursalam, 2001), mendefinisikan bahwa diagnosa keperawatan adalah masalah kesehatan aktual dan potensial dimana berdasarkan pendidikan dan pengalamannya, dia mampu dan mempunyai wewenang untuk memberikan tindakan keperawatan. Pernyataan diagnosa keperawatan terdiri dari tiga bagian yaitu meliputi format PES (Problem, Etiologi, Simptom). Diagnosa keperawatan yang muncul pada klien dengan Dispepsia yaitu: a. Nyeri akut berhubungan dengan peradangan mukosa lambung b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kegagalan fungsi neuromuskular c. Resiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah, dan anoreksia. d. Kurang pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan informasi tentang penyakit. 3. Rencana Keperawatan Setelah merumuskan diagnosa keperawatan diagnosa keperawatan langkah berikutnya menentukan perencanaan keperawatan. Perencanaan meliputi pengembangan strategi desain untuk mencegah, mengurangi dan mengoreksi masalah-masalah yang diidentifikasi pada diagnosa keperawatan, dimana tahapan ini dimulai setelah menentukan diagnosa keperawatan dan mengumpulkan rencana dokumentasi. Dikutip dari Iyer, et-all, 1996 dalam (Nursalam, 2001). Tahap perencanaan keperawatan

adalah menetukan prioritas diagnosa keperawatan, penetapan tujuan, penetapan kriteria evaluasi dan merumuskan intervensi keperawatan dan dokumentasi. Dikutip dari Iyer, et-all, 1996 dalam (Nursalam, 2001) a. Menentukan kriteria hasil Pedoman penulisan kriteria hasil berdasarkan SMART: S : Spesific (tujuan harus spesifik dan tidak menimbulkan arti ganda). M: Measurable (tujuan keperawatan harus dapat diukur, khususnya tentang perilaku klien: dapat dilihat, didengar, diraba, dirasakan dan dibau) A: Achievable (tujuan harus dapat dicapai) R: Reasonable (tujuan harus dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah) T: Time (tujuan keperawatan) b. Menentukan rencana tindakan Adalah desain spesifik intervensi untuk membantu klien dalam mencapai kriteria hasil. Rencana tindakan dilaksanakan berdasarkan komponen penyebab dari diagnosa keperawatan. Menurut Bulecheck dan Mc Closkey (1989) intervensi keperawatan adalah tindakan langsung kepada klien yang dilaksanakan oleh perawat. c. Dokumentasi Adalah suatu proses informasi, penerimaan, pengiriman, dan evaluasi pusat rencana yang dilaksanakan oleh seorang perawat profesional (Ryan, 1973). Format renpra membantu perawat untuk memproses informasi yang didapat selama tahap pengkajian dan diagnosa keperawatan. (Nursalam, 2001). 6. Perencanaan Pulang (Discharge Planning) a. Anjurakan keluarga untuk mengobservasi tanda dan gejala seperti mual dan muntah, nyeri ulu hati setelah makan, perdarahan atau sakit perut hebat yang mendadak bila timbul gejala-gejala ini, segera bawa klien kepelayanan kesehatan dan rumah sskit terdekar. b. Beritahukan klien dan keluarga untuk mentaati diet seperti tidak mengkonsumsi makanan yang mengandung kolestrol dan kafein. c. Dorong keluarga untuk memberikan dukungan yang positif selama proses penyembuhan. d. Rencanakan kontrol ulang untuk mengetahui kemajuan dan pengobatan (Mansjoer, 2007) 7. Dokumentasi Dalam memberikan asuhan keperawatan penulis membuat pendokumentasian yang ditujukan pada klien dengan Dispepsia. Pendokumentasian ini dilakukan dari awal pada tahap pengkajian sampai pada tahap evaluasi dan sebagai alat komunikasi antara orang yang satu dengan yang lain. Hal ini penting karena asuhan keperawatan yang di berikan kepada klien dengan Dispepsia membutuhakan catatan dan pelaporan yang dapat di gunakan sebagai tanggung jawab dan tanggung gugat dari berbagai kemungkinan masalah yang di alami klien (A. Aziz Alimun Hidayat, 2001).

Você também pode gostar