Você está na página 1de 22

Pembuatan Asam Asetat

Oleh Nama : Sumarlin NIM : F1C1 07 028

JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS HALUOLEO KENDARI 2010

PENDAHULUAN

Asam asetat, asam etanoat atau asam cuka adalah senyawa kimia asam organik yang dikenal sebagai pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan. Asam cuka memiliki rumus empiris C2H4O2. Rumus ini seringkali ditulis dalam bentuk CH3COOH, CH3COOH, atau CH3CO2H. Asam asetat murni (disebut asam asetat glasial) adalah cairan higroskopis tak berwarna, dan memiliki titik beku 16,7C. Asam asetat merupakan salah satu asam karboksilat paling sederhana, setelah asam format. Larutan asam asetat dalam air merupakan sebuah asam lemah, artinya hanya terdisosiasi sebagian menjadi ion H+ dan CH3COO-. Asam asetat merupakan pereaksi kimia dan bahan baku industri yang penting. Asam asetat digunakan dalam produksi polimer seperti polietilena tereftalat, selulosa asetat, dan polivinil asetat, maupun berbagai macam serat dan kain. Dalam industri makanan, asam asetat digunakan sebagai pengatur keasaman. Dalam setahun, kebutuhan dunia akan asam asetat mencapai 6,5 juta ton per tahun. 1.5 juta ton per tahun diperoleh dari hasil daur ulang, sisanya diperoleh dari industri petrokimia maupun dari sumber hayati.

PRINSIP PEMBUATAN Teknologi pembuatan asam asetat mungkin yang paling beragam dari pembuatan semua bahan kimia organik industri. Ada beberapa teknik yang digunakan dalam pembuatan asam asetat, diantaranya ialah; karbonilasi methanol, sintesis gas metan, oksidasi asetaldehida, oksidasi etilena, oksidasi alkana, oksidatif fermentasi, dan anaerob fermentasi. Karbonilisasi methanol merupakan teknik yang umum digunakan dalam produksi industry asam asetat dan menjadi teknik penghasil asam asetat lebih dari 65% dari kapasitas global. Dari asam asetat yang diproduksi oleh industri kimia, 75% diantaranya diproduksi melalui karbonilasi metanol. Sisanya dihasilkan melalui metode-metode alternatif. 1. Karbonilisasi methanol Kebanyakan asam asetat murni dihasilkan melalui karbonilasi. Dalam reaksi ini, metanol dan karbon monoksida bereaksi menghasilkan asam asetat CH3OH + CO CH3COOH Proses ini melibatkan iodometana sebagai zat antara, dimana reaksi itu sendiri terjadi dalam tiga tahap dengan katalis logam kompleks pada tahap kedua. (1) CH3OH + HI CH3I + H2O (2) CH3I + CO CH3COI (3) CH3COI + H2O CH3COOH + HI Karbonilasi metanol sejak lama merupakan metode paling menjanjikan dalam produksi asam asetat karena baik metanol maupun karbon monoksida merupakan bahan mentah komoditi. Proses karbonilisasi pertama yang melibatkan perubahan metanol menjadi asam asetat dikomersialisasikan pada tahun 1960 oleh BASF. Pada metode BASF ini digunakan katalis kobalt dengan promotor iodida dalam tekanan yang sangat tinggi (600 atm) dan suhu tinggi (230oC) menghasilkan asam asetat

dengan tingkat selektivitas mencapai 90%. Pada tahun 1968, ditemukan katalis kompleks Rhodium, cis[Rh(CO)2I2] yang dapat beroperasi dengan optimal pada tekanan rendah tanpa produk sampingan. Pabrik pertama yang menggunakan katalis tersebut adalah perusahan kimia AS Monsanto pada tahun 1970, dan metode karbonilasi metanol berkatalis Rhodium dinamakan proses Monsanto dan menjadi metode produksi asam asetat paling dominan. Proses Monsanto berjalan pada tekanan 30-60 atm dan temperatur 150-200C. Proses ini memberikan selektivitas yakni lebih besar dari 99%. Pada era 1990'an, perusahan petrokimia British Petroleum mengkomersialisasi katalis Cativa ([Ir(CO)2I2]) yang didukung oleh ruthenium. Proses Monsanto dapat digantikan dengan proses Cativa, yang merupakan proses serupa menggunakan katalis iridium. Proses Cativa sekarang lebih banyak digunakan karena lebih ekonomis dan ramah lingkungan, sehingga menggantikan proses Monsanto. 2. Sintesis gas metan Asam asetat disintesis dari metana melalui dua tahap. Tahap pertama, gas metan, bromina dalam bentuk hidrogen bromida (40 wt% HBr/H2O) dan oksigen direaksikan dengan menggunakan katalis Ru/SiO2 menghasilkan CH3Br dan CO. Tahap kedua CH3Br dan CO direaksikan lagi dengan H2O dengan bantuan katalis RhCl3 menghasilkan asam asetat dan asam bromide. Mekanisme reaksinya dapat ditunjukkan:

3. Oksidasi asetaldehida

Sebelum komersialisasi proses Monsanto, kebanyakan asam asetat diproduksi melalui oksidasi asetaldehida. Namun, metode manufaktur ini masih yang paling penting, meskipun tidak sekompetitif dengan metode karbonilisasi metanol. Dalam produksi asetaldehida dapat dihasilkan melalui oksidasi dari butana atau nafta ringan, atau hidrasi dari etilena. Ketika butana atau cahaya nafta dipanaskan dengan udara di hadapan berbagai logam ion, termasuk mangan, kobalt dan kromium; peroksida bentuk dan kemudian membusuk untuk menghasilkan asam asetat sesuai dengan persamaan kimia: 2C4H10 + 5O2 4CH3COOH + 2H2O Dalam reaksi ini dijalankan pada suhu dan tekanan yang tinggi namun tetap menjaga butana dalam keadaan cair. Tipikal kondisi reaksinya ialah pada temperature 150C dan tekanan 55 atm. Produk sampingan mungkin juga terbentuk termasuk butanone, etil asetat, asam format, dan asam propionat. Produk sampingan ini juga bernilai komersial, dan kondisi-kondisi reaksi dapat diubah untuk menghasilkan lebih banyak dari mereka jika ini bermanfaat secara ekonomis. Namun, pemisahan asam asetat dari produk tersebut dapat menambah biaya proses. Di bawah kondisi yang sama dan menggunakan sejenis katalis sebagai digunakan untuk oksidasi butana, asetaldehida dapat dioksidasi oleh oksigen di udara untuk menghasilkan asam asetat 2CH3CHO + O2 2CH3COOH Dengan menggunakan katalis modern, reaksi ini dapat menghasilkan asam asetat lebih besar dari 95%. Produk sampingan utama adalah etil asetat, asam format

dan formaldehida, yang semuanya memilki titik didih yang lebih rendah dari asam asetat sehingga dapat dipisahkan dengan teknik destilasi. 4. Oksidasi alkana Dalam metode ini asam asetat dibuat dari etilena dengan melalui proses Wacker menghasilkan asetaldehida dan kemudian dioksidasi seperti dalam metode oksidasi asetaldehida menghasilkan asam asetat. Teknik ini dikembangkan oleh perusahaan kimia Showa Denko yang membuka pabrik etilen oksidasi di Oita, Jepang, pada tahun 1997. Proses ini dikatalisis oleh paladium didukung katalis logam pada heteropoly asam seperti asam tungstosilicic. 5. Oksidatif fermentasi Dalam sejarah manusia, asam asetat dalam bentuk cuka, telah dibuat melalui metode fermentasi dengan bantuan bakteri asam asetat dari genus Acetobacter. Dengan membutuhkan sedikit oksigen, bakteri ini dapat menghasilkan cuka dari berbagai bahan makanan beralkohol. Umumnya bahan yang digunakan adalah bahan makanan termasuk apel, anggur, dan fermentasi biji-bijian, gandum, beras, atau kentang mashes. Reaksi kimia keseluruhan difasilitasi oleh bakteri ini adalah: C2H5OH + O2 CH3COOH + H2O Sebuah larutan alkohol dimasukan dalam reaktor dehodrogenasi dan diinokulasi dengan Acetobacter sehingga dalam beberapa bulan kemudian akan menjadi cuka. Dalam industry, proses pembuatan cuka akan berlangsung cepat dengan meningkatkan pasokan oksigen ke bakteri. 6. Anaerob fermentasi Metode ini menggunakan bakteri anaerob, termasuk anggota dari genus Clostridium, yang dapat mengubah gula menjadi asam asetat secara langsung, tanpa

menghasilkan etanol sebagai produk perantara. Reaksi kimia secara keseluruhan dilakukan oleh bakteri ini bisa direpresentasikan sebagai: C6H12O6 3CH 3COOH Hal yang menguntungkan dari penggunaan metode ini dalam sudut pandang kimia industry ialah bakteri acetogenic ini dapat menghasilkan asam asetat dari satusenyawa karbon, seperti metanol, karbon monoksida, atau campuran karbon dioksida dan hidrogen. Reaksinya dapat dituliskan: 2CO2 + 4H2 CH3COOH + 2H2O Karena Clostridium dapat mengubah gula secara langsung menghasilkan asam asetat maka dapat menekan biaya produksi dalam artian penggunaan metode ini lebih efisien jika dibandingkan dengan metode oksidasi etanol dengan bantuan bakteri Acetobacter. Namun, yang menjadi kendala ialah bakteri Clostridium kurang toleran terhadap asam dibandingkan dengan Acetobacter sehingga ketika asam asetat terbentuk maka bakteri Clostridium akan mengalami gangguan pertumbuhan yang dapat menyebabkan kematian. Bahkan yang paling toleran asam-strain Clostridium cuka hanya dapat menghasilkan beberapa persen asam asetat, dibandingkan dengan strain Acetobacter cuka yang dapat menghasilkan hingga 20% asam asetat. Saat ini, penggunaan Acetobacter lebih efektif untuk memproduksi asam asetat dibandingkan memproduksi asam asetat dengan menggunakan Clostridium. Akibatnya meskipun bakteri acetogenic telah dikenal sejak 1940, penggunaannya dalam industri tetap dibatasi. Skema proses fermenasi pembuatan asam asetat dapat dilihat pada gambar berikut.

7. Elektrolisis Etanol (Elektrosintesis) Elektro oksidasi etanol menjadi asam asetat menggunakan kawat elektroda platinum dan media asam. Platinum (Pt) dikenal sebagai logam inert dan katalis yang kuat untuk reaksi elektrokimia pada umumnya. Banyak komponen yang dapat teradsorpsi pada permukaan adsorpsi Pt dan hidrogen. Mekanisme reaksinya ialah:

Mekanisme Pembuatan Asam Asetat dalam Pabrik Dalam pabrik pembuatan asam asetat lebih sering menggunakan metode karbonilasi methanol. Ada dua macam proses pembuatan asam asetat dalam pabrik yakni proses monsanto dan proses cativa. Proses monsanto menggunakan katalis kompleks Rhodium (cis[Rh(CO)2I2]), sedangkan proses cativa menggunakan katalis iridium ([Ir(CO)2I2]) yang didukung oleh ruthenium. 1. Proses Monsanto Metode ini pertama kali dikembangkan oleh pabrik Perusahaan Monsanto di Texas City. Keunggulan dari metode ini ialah dapat dijalankan pada tekanan yang rendah. Bahan dasar dari pembuatan asam asetat menggunakan metode ini ialah methanol. Prinsip pembuatannya ialah methanol direaksikan dengan gas CO2 mengahsilkan asam asetat difasilitasi katalis rhodium. Sebelumnya pembuatan asam asetat dengan teknik BASF dapat dilakukan dengan menggunakan katalis iodinepromoted kobalt, namun kurang efektiv dalam hal biaya karena katalis ini bekerja pada tekanan tinggi yakni sekitar 7.500 lb/in2. Sedangkan katalis rhodium bekerja pada tekanan antara 200 - 1800 lb/in 2. Katalis rhodium menghasilkan asam asetat sampai 99 % sedangkan katalis iodinepromoted kobalt hanya sekitar 90 % saja. Mekanisme kerja proses monsanto berjalan dengan beberapa tahap, 1. Siklus katalitik konversi metanol menjadi metiliodida CH3OH + HI CH3I + H2O

2. Penambahan katalis Rh (I) kompleks (d8 segi empat planar) ke dalam metil

iodida menghasilkan struktur baru koordinat 6 alkil rhodium (III) kompleks (d6). CH3I + [Rh-kompleks]

Mekanisme Reaksi Katalis Katalis Carbonylation terdiri dari dua komponen utama yaitu rhodium kompleks yang larut dan iodida promotor. Hampir setiap sumber Rh dan I- akan bekerja dalam reaksi ini karena akan dikonversi menjadi katalis [Rh (CO)2I2]- di bawah kondisi reaksi. Struktur katalis [Rh(CO)2I2]- dapat dilihat seperti gambar berikut.

Katalis ini sangat aktif sehingga akan memberikan reaksi dan distribusi produk yang baik. Skema pembuatan dalam pabrik dapat dilihat seperti pada gambar berikut:

Proses yang terjadi ialah; pertama methanol dimasukkan dalam tangki reaktor dan direaksikan dengan HI. Peran iodida adalah hanya untuk mempromosikan konversi methanol menjadi metil iodide:

Setelah metil iodida telah terbentuk maka diteruskan ke reaktor katalis. Siklus katalitik dimulai dengan penambahan oksidatif metil iodida ke dalam [Rh(CO)2I2]sehingga terbentuk kompleks [MeRh(CO)I3]- (Gambar 2). Kemudian dengan cepat CO pindah berikatan dengan CH3 membentuk kompleks seperti pada gambar 3 pada diagram reaksi berikut. Setelah itu direaksikan dengan karbon monoksida, dimana gas CO berkoordinasi sebagai ligan dalam kompleks Rh, menjadi rhodium-alkil kemudian membentuk ikatan menjadi kompleks asil-rhodium (III) (Gambar 4). Dengan terbentuknya kompleks pada gambar 4 maka gugus CH3COI mudah lepas. Kompleks ini kemudian direduksi menghasilkan asetil iodide dan katalis rhodium yang terpisah. Ditangki ini bekerja suhu 1500C-2000C dan tekanan 30 atm- 60 atm. Asetil iodida yang terbentuk kemudian dihidrolisis dengan H2O menghasilkan CH3COOH dan HI.

Dimana HI yang terbentuk dapat digunakan lagi untuk mengkonversi methanol menjadi MeI yang akan masuk dalam proses reaksi.dan melanjutkan siklus. Sedangkan asam asetat yang dihasilkan masuk dalam tangki pemurinian untuk dipisahkan dati pengotor yang mungkin ada seperti asam propionate. Pemurnian dilaskukan dengan cara destilasi. Mekanisme reaksinya dapat dilihat pada gambar berikut:

Kelebihan dan kekurangan dari proses Monsanto Keuntungan dari Proses Monsanto:

Proses ini memiliki efisiensi yang tinggi hingga mencapai 100%, semua atom dalam reaktan akan menjadi produk.

Energy yang dibutuhkan dalam seluruh proses kurang, terutama untuk pemisahan dan pemurnian produk.

Memiliki hasil tinggi, sekitar 98% berdasarkan metanol (90% didasarkan pada karbon monoksida).

Menggunakan metanol, sebuah bahan baku lebih murah daripada sebelumnya nafta / butana.

Meskipun metanol biasanya dibuat dari gas sintesis, yang dihasilkan dari minyak, juga dapat dihasilkan dari biomassa (kayu), limbah kota dan limbah.

Ini akhirnya dapat menyebabkan proses yang tidak lagi tergantung pada minyak.

Reaksi sangat cepat, dan katalis memiliki umur panjang.

Kekurangan dari Proses Monsanto ialah:


Rhodium logam sangat mahal - lebih mahal daripada emas Rhodium dan bentuk garam iodida larut seperti RHI3, sehingga air konten dalam tangki reaksi harus tetap relatif tinggi untuk mencegah hal ini. Langkah terakhir distilasi diperlukan untuk menghapus air, menambah biaya dan permintaan energi. Setiap terjadi hujan menghapus katalis, yang harus kembali dan kembali ke reaktor utama.

Rhodium juga mengkatalisis reaksi-reaksi samping seperti: CO + H2O CO2 + H2

Hal ini mengurangi tekanan parsial karbon monoksida, sehingga campuran harus dibuang dari tanki reaksi dan diganti dengan lebih banyak karbon monoksida. 2. Proses Cativa Proses Cativa adalah metode lain untuk produksi asam asetat oleh carbonylation dari metanol . Teknologi ini mirip dengan proses Monsanto hanya berbeda dalam penggunaan katalis. Proses ini didasarkan pada iridium yang mengandung katalis seperti kompleks Ir[(CO)2I2]. Proses ini pertama kali dikembangkan oleh BP Chemicals dan lisensi oleh BP Plc. Pada awalnya kajian Monsanto telah menunjukkan bahwa iridium kurang aktif dari rhodium untuk proses carbonylation metanol. Namun penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa katalis iridium bisa dipromosikan dengan bantuan ruthenium. Kombinasi ini menghasilkan sebuah katalis yang lebih unggul daripada sistem berbasis rhodium. Penggunaan

iridium memungkinkan penggunaan air lebih sedikit dalam campuran reaksi. Dengan demikian dapat mengurangi jumlah kolom pengeringan yang diperlukan, mengurangi produk samping dan menekan gas air reaksi bergeser . Selain itu, proses ini memungkinkan loading katalis yang lebih tinggi. Dibandingkan dengan proses Monsanto, proses Cativa menghasilkan asam propionat sangat kecil dalam produk. Struktur katalis kompleks Ir[(CO)2I2] dapat dilihat seperti gambar beriktut:

Proses reaksi dalam tangki dapat digambarkan dalam diagram berikut ini:

Pertama methanol direaksikan dengan asam iodide menghasilkan Metil Iodida. Setelah itu, metal iodida masuk dalam tangki reaktor bereaksi sengan katalis kompleks iridium (gambar 1) membentuk [Ir(CO)2I3CH3]- (gambar 2), setelah terbentuk struktur ini dengan cepat direaksikan dengan gas CO sehingga I - akan

keluar dari kompleks digantikan CO sehingga terbentuk kompleks baru [Ir(CO)3I] (gambar 3), struktuir ini kurang stabil sehingga untuk menstabilkan CO di mutasi berikatan dengan CH3 (gambar 4). Gugus CH3CO pada kompleks mudah lepas, sehingga dengan adanya ion I- di sekitar kompleks menyebabkan gugus CH3CO lepas dari kompleks dan bereaksi dengan I- membentuk CH3COI. Senyawa CH3COI ini kemudian dihidrolisis menghasilkan asam asetat (CH3COOH) dan asam halida (HI). Dimana HI yang terbentuk ini ditarik lagi masuk dalam siklus bereaksi dengan methanol membentuk Metil Iodida yang akan bereaksi lagi dengan katalis. Asam asetat yang terbentuk belum murni. Untuk memisahkan asam asetat dari pengotor maka dilakukan destilasi. Mekanisme pembuatan asam asetat dalam pabrik dengan proses Cativa dapat dipresentasikan seperti berikut ini.

Kelebihan proses Cativa: Seperti proses Monsanto, reaksi secara teoritis mencapai 100% efisien. Penggunaan iridium / iodida sebagai katalisator memiliki banyak manfaat dibandingkan dengan rhodium / iodide diantaranya:

Lebih ekonomis, penggunaan Iridium biaya yang digunakan hanya sekitar seperlima dari rhodium

Proses ini lebih cepat dan lebih efektif, dan hanya membutuhkan katalis dalam jumlah sedikit.

Iridium bahkan lebih selektif terhadap metanol, yang meningkatkan hasil secara keseluruhan dan mengurangi produk samping, sehingga biaya pemurnian yang lebih rendah dan mengurangi limbah.

Iridium kompleks lebih larut dalam campuran reaksi daripada kompleks rhodium. Ini berarti bahwa katalis tidak hilang oleh hujan dan tidak harus sering diganti. Kadar air dalam tangki reaksi juga dapat dikurangi, sehingga mempercepat proses dan mengurangi energi yang dibutuhkan pada tahap penyulingan dan pemurnian.

Pembahasan Asam asetat, asam etanoat atau asam cuka adalah senyawa kimia asam organik yang dikenal sebagai pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan. Asam cuka memiliki rumus empiris C2H4O2. Rumus ini seringkali ditulis dalam bentuk CH3COOH, CH3COOH, atau CH3CO2H. Asam asetat murni (disebut asam asetat glasial) adalah cairan higroskopis tak berwarna, dan memiliki titik beku 16.7C. Asam asetat merupakan salah satu asam karboksilat paling sederhana, setelah asam format. Larutan asam asetat dalam air merupakan sebuah asam lemah, artinya hanya terdisosiasi sebagian menjadi ion H+ dan CH3COO-. Asam asetat merupakan pereaksi kimia dan bahan baku industri yang penting. Asam asetat digunakan dalam produksi polimer seperti polietilena tereftalat, selulosa asetat, dan polivinil asetat, maupun berbagai macam serat dan kain. Dalam industri makanan, asam asetat digunakan sebagai pengatur keasaman. Dalam setahun, kebutuhan dunia akan asam

asetat mencapai 6,5 juta ton per tahun. 1.5 juta ton per tahun diperoleh dari hasil daur ulang, sisanya diperoleh dari industri petrokimia maupun dari sumber hayati. 1. Tata Nama Asam asetat merupakan nama trivial atau nama dagang dari senyawa ini, dan merupakan nama yang paling dianjurkan oleh IUPAC. Nama ini berasal dari kata Latin acetum, yang berarti cuka. Nama sistematis dari senyawa ini adalah asam etanoat. Asam asetat glasial merupakan nama trivial yang merujuk pada asam asetat yang tidak bercampur air. Disebut demikian karena asam asetat bebas air membentuk kristal mirip es pada 16.7C. Singkatan yang paling sering digunakan, dan merupakat singkatan resmi bagi asam asetat adalah AcOH atau HOAc dimana Ac berarti gugus asetil, CH3C(=O). 2. Proses Pembuatan Asam asetat diproduksi baik secara sintetis maupun secara fermentasi bakteri. Saat ini, produksi asam asetat melalui fermentasi hanya mencapai sekitar 10% dari produksi dunia utamanya produksi cuka makanan. Aturan menetapkan bahwa cuka yang digunakan dalam makanan harus berasal dari proses biologiskarena lebih aman bagi kesehatan. Dari asam asetat yang diproduksi oleh industri kimia, 75% diantaranya diproduksi melalui karbonilasi metanol. Sisanya dihasilkan melalui metode-metode alternatif. Total produksi asam asetat di seluruh dunia diperkirakan 5 Mt/a (juta ton per tahun), setengahnya dihasilkan di Amerika Serikat. Produksi Eropa sekitar 1 Mt/a dan 0,7 Mt/a dihasilkan di Jepang. Sekitar 1,5 Mt asam asetat merupakan produk daur ulang setiap tahunnya, sehingga total pasar dunia menjadi 6,5 Mt/a. Dua produsen asam asetat terbesar adalah Celanese dan BP Chemicals. Produsen utama lainnya adalah Millenium Chemicals, Sterling Chemicals, Samsung, Eastman, dan Svensk Etanolkemi.

Proses sintesis asam asetat dapat dilakukan dalam beberapa teknik diantaranya; karbonilasi methanol, oksidai etilena, dan oksidasi alkana. Karbonilasi methanol merupakan teknik yang utama digunakan dalam industry pembuatan asam asetat. Teknik ini dikembangkan pada tahun 1913, BASF menemukan bahwa metanol dapat carbonylated untuk asam asetat. BASF memulai carbonylation pabrik metanol pertama pada tahun 1960 menggunakan iodida kobalt sebagai katalis. Sintesis berlangsung di sekitar 250oC dan pada tekanan sampai 10.000 psi. Pada tahun 1970an, Monsanto mengembangkan system katalis rhodium / iodide dan disempurnakan pada tahun 1986 oleh BP Chemicals dengan menggunakan katalis iridium dengan bantuan ruthenium yang dikembangkan lebih lanjut proses. rhodium-katalis metanol proses carbonylation sangat selektif dan beroperasi di bawah tekanan reaksi ringan (sekitar 500 psi). Sistem katalis iridium memiliki aktivitas lebih tinggi dibandingkan dengan proses rhodium, dimana produk hasil samping lebih sedikit dan mampu beroperasi kadar air yang rendah (kurang dari 5% untuk Cativa dibandingkan dengan 14-15% Proses Monsanto). Semua faktor ini menggabungkan untuk memungkinkan perusahaan untuk meningkatkan kapasitas produksi mereka dengan biaya modal yang relatif rendah. Tahun 1980-an, Celanese mengembangkan teknologi AO eksklusif Plus (Asam Pengoptimalan Plus), yang dapat meningkatkan proses Monsanto. Teknologi AO Plus ini dapat meningkatkan stabilitas katalis rhodium dengan menambahkan iodida anorganik (terutama litium iodida) dalam konsentrasi tinggi, yang memungkinkan penurunan drastis konsentrasi air (kira-kira 4-5% air) dalam reactor. Proses penggunaan carbonylation metanol masih berlanjut. Chiyoda baru-baru ini mengembangkan proses asam asetat, Acetica, yang menggunakan katalis heterogen didukung sistem dan reaktor kolom gelembung. Dilaporkan bahwa sistem

katalis yang didukung ini menghasilkan produktivitas yang tinggi, peningkatan aktivitas rhodium, dan menghasilkan asam asetat lebih dari 99% dari metanol. Proses Acetica dapat dioperasikan pada kadar air yang rendah dalam kisaran 3-8 wt % dari cairan reaktor. Dalam reaktor kosentrasi hidrogen iodida diperkecil sehingga kurang korosif. Penggunaan reaktor kolom gelembung mengurangi kebutuhan tekanan tinggi yang diperlukan dengan mengaduk segel tangki reaktor. Fitur ini memungkinkan kemurnian karbon monoksida karena tekanan rendah operasi dapat ditingkatkan (sampai dengan 900 psi) untuk mempertahankan tekanan parsial karbon monoksida. Dalam kebutuhan konsumsi, asam asetat diproduksi melalui teknik fermentasi. Karena lebih aman dari segi kesehatan. Teknik ini sudah diketahui sejak dahulu kala dalam pembuatan bir dari buah anggur. 3. Sifat-sifat asam asetat Asam asetat yang jelas, cairan tak berwarna dengan rumus kimia C2H4O2. Memiliki titik leleh 62,06F (16.7C) dan mendidih pada 244,4F (118C), kerapatan 1,049g/mL pada 25oC dan flash point 390C. Dalam konsentrasi tinggi,asam asetat bersifat korosif, memiliki bau tajam dan dapat menyebabkan luka bakar pada kulit. Atom hidrogen (H) pada gugus karboksil (COOH) dalam asam karboksilat seperti asam asetat dapat dilepaskan sebagai ion H+ (proton), sehingga memberikan sifat asam. Asam asetat adalah asam lemah monoprotik dengan nilai pKa=4.8. Basa konjugasinya adalah asetat (CH3COO). Sebuah larutan 1.0 M asam asetat (kira-kira sama dengan konsentrasi pada cuka rumah) memiliki pH sekitar 2.4. Struktur kristal asam asetat menunjukkan bahwa molekul-molekul asam asetat berpasangan membentuk dimer yang dihubungkan oleh ikatan hidrogen. Dimer juga dapat dideteksi pada uap bersuhu 120C. Dimer juga terjadi pada larutan encer di dalam pelarut tak-berikatan-hidrogen, dan kadang-kadang pada cairan asam asetat

murni Dimer dirusak dengan adanya pelarut berikatan hidrogen (misalnya air). Entalpi disosiasi dimer tersebut diperkirakan 65.066.0 kJ/mol, entropi disosiasi sekitar 154157 J mol1 K1. Asam asetat bersifat korosif terhadap banyak logam seperti besi, magnesium, dan seng, membentuk gas hidrogen dan garam-garam asetat (disebut logam asetat). Logam asetat juga dapat diperoleh dengan reaksi asam asetat dengan suatu basa. Contohnya adalah soda kue (Natrium bikarbonat) bereaksi dengan cuka. Hampir semua garam asetat larut dengan baik dalam air. Contoh reaksi pembentukan garam asetat: Mg(s) + 2 CH3COOH(aq) (CH3COO)2Mg(aq) + H2(g) NaHCO3(s) + CH3COOH(aq) CH3COONa(aq) + CO2(g) + H2O(l) Asam asetat mengalami reaksi-reaksi asam karboksilat, misalnya menghasilkan garam asetat bila bereaksi dengan alkali, menghasilkan logam etanoat bila bereaksi dengan logam, dan menghasilkan logam etanoat, air dan karbondioksida bila bereaksi dengan garam karbonat atau bikarbonat. Reaksi organik yang paling terkenal dari asam asetat adalah pembentukan etanol melalui reduksi, pembentukan turunan asam karboksilat seperti asetil klorida atau anhidrida asetat melalui substitusi nukleofilik. Nama sistematis Nama alternatif Asetil hidroksida Hidrogen asetat Rumus molekul Massa molar Densitas dan fase Titik lebur Titik didih Asam etanoat, Asam asetat Asam metanakarboksilat (AcOH) (HAc) Asam cuka CH3COOH 60.05 g/mol 1.049 g cm3, cairan 1.266 g cm3, padatan 16.5 C (289.6 0.5 K) (61.6 F) 118.1 C (391.2 0.6 K) (244.5 F)

Penampilan Keasaman (pKa) 4. Kegunaan asam asetat

Cairan tak berwarna atau kristal 4.76 pada 25C

Asam asetat digunakan sebagai pereaksi kimia untuk menghasilkan berbagai senyawa kimia. Sebagian besar (40-45%) dari asam asetat dunia digunakan sebagai bahan untuk memproduksi monomer vinil asetat (vinyl acetate monomer, VAM). Selain itu asam asetat juga digunakan dalam produksi anhidrida asetat dan juga ester. Penggunaan asam asetat lainnya, termasuk penggunaan dalam cuka relatif kecil. 5. Keamanan Asam asetat pekat bersifat korosif dan karena itu harus digunakan dengan penuh hati-hati. Asam asetat dapat menyebabkan luka bakar, kerusakan mata permanen, serta iritasi pada membran mukosa. Asam asetat pekat juga dapat terbakar di laboratorium, namun dengan sulit. Ia menjadi mudah terbakar jika suhu ruang melebihi 39C (102F), dan dapat membentuk campuran yang mudah meledak di udara (ambang ledakan: 5.4%-16%). Larutan asam asetat dengan konsentrasi lebih dari 25% harus ditangani di lemari asam karena uapnya yang korosif dan berbau. Asam asetat encer, seperti pada cuka, tidak berbahaya. Namun konsumsi asam asetat yang lebih pekat adalah berbahaya bagi manusia maupun hewan. Hal itu dapat menyebabkan kerusakan pada sistem pencernaan, dan perubahan yang mematikan pada keasaman darah.

Daftar Pustaka Jones Jone H., The Cativa Process For The Manufacture Plant Of Acetic Acid Iridium Catalyst Improves Productivity In An Established Industrial Process. BP Chemicals Ltd., Hull Research &Technology Centre, Salt End, Hull HU12 8DS, U.K Li Xuebing and Enrique Iglesia. The Synthesis of Acetic Acid from Ethane, Ethene, or Ethanol on Mo-V-Nb Oxide. Department of Chemical Engineering, University of California, Berkeley, CA 94720, USA Roth J. F. The Production of Acetic Acid Rhodium Catalysed Carbonylation Of Methanol. Monsanto Co., St. Louis, Missouri Shakhashiri. 2008. Acetic Acid & Acetic Anhydride. General Chemistry.

Você também pode gostar