Você está na página 1de 19

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN STROKE HEMORAGIK

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Pengertian Gangguan peredaran darah diotak (GPDO) atau dikenal dengan CVA (Cerebro Vaskuar Accident) adalah gangguan fungsi syaraf yang disebabkan oleh gangguan aliran darah dalam otak yang dapat timbul secara mendadak (dalam beberapa detik) atau secara cepat (dalam beberapa jam) dengan gejala atau tanda yang sesuai dengan daerah yang terganggu.(Harsono,1996, hal 67) Stroke atau penyakit serebrovaskular mengacu pada setiap gangguan neurologik mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui system suplai arteri otak.( Sylvia A. Price, 2006 ) Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh darah pada otak.Stroke hemoragik terjadi bila pembuluh darah di dalam otak pecah.Otak sangat sensitif terhadap perdarahan dan kerusakan dapat terjadi dengan sangat cepat. Pendarahan di dalam otak dapat mengganggu jaringan otak, sehinga menyebabkan pembengkakan, mengumpul menjadi sebuah massa yang disebut hematoma. Pendarahan juga meningkatkan tekanan pada otak dan menekan tulang tengkorak.

2. EPIDEMIOLOGI Stroke adalah penyebab kematian yang ketiga setelah penyakit jantung dan keganasan.Stroke diderita oleh 200 orang per 100.000 penduduk per tahunnya.Stroke merupakan penyebab utama cacat menahun. Pengklasifikasiannya adalah 65-85% merupakan stroke non hemoragik ( 53% adalah stroke trombotik, dan 31% adalah stroke embolik) dengan angka kematian stroke trombotik 37%, dan stroke embolik 60%. Presentase stroke non hemoragik hanya sebanyak 15-35%. 10-20% disebabkan oleh perdarahan atau hematom intraserebral, dan 5-15% perdarahan

subarachnoid.Angka kematian stroke hemoragik pada jaman sebelum ditemukannya CT scan mencapai 70-95%, setelah ditemukannya CT scan mencapai 20-30%. Prevalensi stroke di USA adalah 200 per 1000 orang pada rentang usia 45-54 tahun, 60 per 1000 pada rentang usia 65-74 tahun, dan 95 per 1000 orang pada rentang usia 7584 tahun. Dengan presentase kematian mencapai 40-60% 3. KLASIFIKASI Menurut WHO dalam International Statistical Classification of Disease and Related Health Problems 10th Revision, stroke Hemoragik di bagi atas :

a. Perdarahan Intraserebral Perdarahan intraserebral biasanya disebabkan suatu aneurisma yang pecah ataupun karena suatu penyakit yang menyebabkan dinding arteri menipis dan rapuh seperti pada hipertensi dan angiopati amiloid.(7,8) Pada perdarahan intraserebral, perdarahan terjadi pada parenkim otak itu sendiri. Adapun penyebab perdarahan intraserebral : 1) Hipertensi (80%) 2) Aneurisma 3) Malformasi arteriovenous 4) Neoplasma 5) Gangguan koagulasi seperti hemofilia

6) Antikoagulan 7) Vaskulitis 8) Trauma 9) Idiophatic b. Perdarahan Subarachnoid Perdarahan subarachnoid merupakan perdarahan yang terjadi di rongga subarachnoid. Perdarahan ini kebanyakan berasal dari perdarahan arterial akibat pecahnya suatu aneurisma pembuluh darah serebral atau AVM yang ruptur di samping juga sebabsebab yang lain. Perdarahan subarachnoid terdiri dari 5% dari semua kejadian stroke.

Pada perdarahan subarachnoid, perdarahan terjadi di sekeliling otak hingga ke ruang subarachnoid dan ruang cairan serebrospinal. Penyebab perdarahan subarachnoid : 1) Aneurisma (70-75%) 2) Malformasi arterivenous (5%) 3) Antikoagulan ( < 5%) 4) Tumor ( < 5% ) 5) Vaskulitis (<5%) 6) Tidak di ketahui (15%)

4. ETIOLOGI a. Intracerebral hemoragik 1) Utama : hipertensi 2) Tumor, pemakaian anti koagulasi 3) Penyakit darah : leukemia 4) Penyakit pembukuh darah : vaskuler malformation b. Subarachnoid hemoragik 1) Aneurisma 2) AVM(Arterio Venous Malformation) 5. PATOFISIOLOGI Stroke hemoragik terjadi perdarahan yang berasal dari pecahnya arteri penetrans yang merupakan cabang dari pembuluh darah superfisial dan berjalan tegak lurus menuju parenkim otak yang di bagian distalnya berupa anyaman kapiler. Aterosklerosis dapat terjadi dengan bertambahnya umur dan adanya hipertensi kronik, sehingga sepanjang arteri penetrans terjadi aneurisma kecil-kecil dengan diameter 1 mm. Peningkatan tekanan darah yang terus menerus akan mengakibatkan pecahnya aneurisme ini, sehingga dapat terjadi perdarahan dalam parenkim otak yang bisa mendorong struktur otak dan merembas kesekitarnya bahkan dapat masuk kedalam ventrikel atau ke ruang intrakranial. Perdarahan intracranial biasanya disebabkan oleh karena ruptur arteri serebri. Ekstravasasi darah terjadi di daerah otak dan atau subaraknoid, sehingga jaringan yang ada disekitarnya akan tergeser dan tertekan. Darah ini sangat mengiritasi jaringan otak, sehingga dapat mengakibatkan vasospasme pada arteri di sekitar perdarahan. Spasme ini dapat menyebar ke seluruh hemisfer otak dan sirkulus willis. Bekuan darah yang

semula lunak akhirnya akan larut dan mengecil. Daerah otak disekitar bekuan darah dapat membengkak dan mengalami nekrosis, karena kerja enzim-enzim maka bekuan darah akan mencair, sehingga terbentuk suatu rongga. Sesudah beberapa bulan semua jaringan nekrotik akan diganti oleh astrosit dan kapiler-kapiler baru sehingga terbentuk jalinan desekitar rongga tadi. Akhirnya rongga-rongga tersebut terisi oleh astroglia yang mengalami proliferasi (Sylvia & Lorraine 2006).Perdarahan subaraknoid sering dikaitkan dengan pecahnya aneurisma.Kebanyakan aneurisma mengenai sirkulus wilisi. Hipertensi atau gangguan perdarahan mempermudah kemungkinan terjadinya ruptur, dan sering terdapat lebih dari satu aneurisma.Gangguan neurologis tergantung letak dan beratnya perdarahan.Pembuluh yang mengalami gangguan biasanya arteri yang menembus otak seperti cabang lentikulostriata dari arteri serebri media yang memperdarahi sebagian dari 3 ganglia basalis dan sebagian besar kapsula interna.Timbulnya penyakit ini mendadak dan evolusinya dapat cepat dan konstan, berlangsung beberapa menit, beberapa jam, bahkan beberapa hari. Gambaran klinis yang sering terjadi antara lain; sakit kepala berat, leher bagian belakang kaku, muntah, penurunan kesadaran, dan kejang. 90% menunjukkan adanya darah dalam cairan serebrospinal (bila perdarahanbesar dan atau letak dekat ventrikel), dari semua pasien ini 70-75% akan meninggal dalam waktu 1-30 hari, biasanya diakibatkan karena meluasnya perdarahan sampai ke system ventrikel, herniasi lobus temporalis, dan penekanan mesensefalon, atau mungkin disebabkan karena perembasan darah ke pusat-pusat yang vital (Hieckey, 1997; Smletzer & Bare, 2005). Penimbunan darah yang cukup banyak (100 ml) di bagian hemisfer serebri masih dapat ditoleransi tanpa memperlihatkan gejala-gejala klinis yang nyata.Sedangkan adanya bekuan darah dalam batang otak sebanyak 5 ml saja sudah dapat mengakibatkan kematian.Bila perdarahan serebri akibat aneurisma yang pecah biasanya pasien masih muda, dan 20 % mempunyai lebih dari satu aneurisma (Black & Hawk, 2005).

7. TANDA DAN GEJALA Gejala stroke hemoragik bervariasi tergantung pada lokasi pendarahan dan jumlah jaringan otak yang terkena.Gejala biasanya muncul tiba-tiba, tanpa peringatan, dan sering selama aktivitas.Gejala mungkin sering muncul dan menghilang, atau perlahanlahan menjadi lebih buruk dari waktu ke waktu. a. Intracerebral hemoragik 1) Sakit kepala 2) Timbul mendadak setelah melakukan aktivitas dan emosi 3) Muntah 4) Pusing

5) Kesadaran menurun 6) Kelainan neurologis 7) Kejang b. Subarachnoid hemoragik 1) Sakit kepala 2) Muntah-muntah 3) Vertigo dan dizziness 4) Kejang-kejang 5) Kesadaran menurun 6) Hipertermi

8. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang disgnostik yang dapat dilakukan adalah : a. Pemeriksaan laboratorium : Pemeriksaan fungsi lumbal : menunjukkan adanya tekanan normal dan biasanya ada trombosis, emboli cerebral, dan TIA. Tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah menunukkan adanya hemoragic subarachnoid atau perdarahan

intrakranial.Kadar protein total meningkat pada kasus trombosis sehubungan dengan adanya proses inflamasi.

b. Pemeriksaan radiology : 1) Angiografi cerebral : membantu menentukan penyebab srtoke secara spesifik,

seperti perdarahan atau obstruksi arteri, adanya titik oklusi atau ruptur. 2) CT Scan : Menunjukkan adanya edema hematoma, iskemia dan adanya infark. 3) MRI : menunjukkan daerah yang mengalami infark, hemoragic, mal formasi

arteriovena (MAV) . 4) Ultrasonografi Dopler : mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah sistem arteri karotis, arteriosklerotik). 5) EEG : mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang otak dan mungkin

memperlihatkan daerah lesi yang spesifik .

6)

Sinar-X tengkorak : menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah

yang berlawanan dari massa yang meluas, klasifikasi karotis interna terdapat pada trombisis serebral, klasifikasi partial dinding aneurisma pada perdarahan subarachnoid.

9. PENATALAKSANAAN Terapi Stroke diantara: 1. a) Lakukan penatalaksanaan jalan napas yang agresif. Pertimbangkan pra-terapi dengan pemberian lidokain 1-2 mg/kg secara intravena jika diintubasi diindikasikan untuk menjaga adanya peningkatan TIK. 1.

b) Lakukan hiperventilasi untuk mengurangi PaCo2 sampai 25-30 mmHg. c) Pertimbangkan pemberian manitol 1-2 mg/kg IV.

d) Pertimbangkan deksametason 200-100mg IV : mulai timbulnya efek lebih lambat dari pada tindakan intubasi atau manitol. e) Pemantauan tekanan intrakranial secara noninvasif seperti MRI, CT scan, tomografi emisi positron, single-photon emission computed tomografi, evoked potential, dan oksimetri. 1. f) Dekompresi secara bedah berdasarkan temuan CT scan mungkin diperlukan. Terapi umum: Untuk merawat keadaan akut perlu diperhatikan faktor faktor kritis sebagai berikut : 1) Menstabilkan tanda tanda vital a) Mempertahankan saluran nafas (sering melakukan penghisapan yang dalam, trakeotomi, pasang alat bantu pernafasan bila batang otak terkena) b) Kendalikan tekanan darah sesuai dengan keadaan masing masing individu; termasuk usaha untuk memperbaiki hipotensi maupun hipertensi. 2) Deteksi dan memperbaiki aritmia jantung 3) Merawat kandung kemih. Sedapat mungkin jangan memasang kateter tinggal; cara ini telah diganti dengan kateterisasi keluar masuk setiap 4 sampai 6 jam. 4) Menempatkan posisi penderita dengan baik secepat mungkin : a) Penderita harus dibalik setiap jam dan latihan gerakan pasif setiap 2 jam

b) Dalam beberapa hari dianjurkan untuk dilakukan gerakan pasif penuh sebanyak 50 kali per hari; tindakan ini perlu untuk mencegah tekanan pada daerah tertentu dan untuk mencegah kontraktur (terutama pada bahu, siku dan mata kaki) Terapi khusus: Ditujukan untuk stroke pada therapeutic window dengan obat anti agregasi dan neuroprotektan. Obat anti agregasi: golongan pentoxifilin, tielopidin, low heparin, TPA. 1) Pentoxifilin: Mempunyai 3 cara kerja: a) Sebagai anti agregasi menghancurkan thrombus b) Meningkatkan deformalitas eritrosit c) Memperbaiki sirkulasi intraselebral

2) Neuroprotektan: Piracetam: menstabilkan membrane sel neuron. Contohnya neotropil Cara kerja dengan menaikkan cAMP ATP dan meningkatkan sintesis glikogen Terapi Medis 1) Neuroproteksi Berfungsi untuk mempertahankan fungsi jaringan.Cara kerja metode ini adalah menurunkan aktifitas metabolisme dan kebutuhan sel-sel neuron. 2) Antikoagulasi Diperlukan antikoagulasi dengan derajat yang lebih tinggi (INR 3,0 4,0) untuk pasien stroke yang memiliki katup prostetik mekanik. Bagi pasien yang bukan merupakan kandidat untuk terapi warvarin (coumadin), maka dapat digunakan aspirin tersendiri atau dalam kombinasi dengan dipiridamol sebagai terapi anti trombotik awal untuk profilaksis stroke. 3) Trombolisis Intravena Satu-satunya obat yang telah disetujui oleh US Food and Drug Administration (FDA) untuk terapi stroke iskemik akut adalah aktivator plasminogen jaringan (TPA) bentuk rekombinan. Terapi dengan TPA intravena tetap sebagai standar perawatan untuk stroke akut dalam 3 jam pertama setelah awitan gejala. Risiko terbesar menggunakan terapi trombolitik adalah perdarahan intraserebrum.

4) Trombolisis Intraarteri Pemakaian trombolisis intraarteri pada pasien stroke iskemik akut sedang dalam penelitian, walaupun saat ini belum disetujui oleh FDA. Pasien yang beresiko besar mengalami perdarahan akibat terapi ini adalah yang skor National Institute of Health Stroke Scale (NIHSS)-nya tinggi, memerlukan waktu lebih lama untuk rekanalisasi pembuluh, kadar glukosa darah yang lebih tinggi, dan hitung trombosit yang rendah. Terapi Perfusi Untuk memulihkan sirkulasi otak pada kasus vasospasme saat pemulihan dari perdarahan subarakhnoid.

Pengendalian Oedema dan Terapi Medis Umum Oedema otak terjadi pada sebagian besar kasus infark kasus serebrum iskemik, terutama pada keterlibatan pada pembuluh besar di daerah arteria serebri media.Terapi konservatif dengan membuat pasien sedikit dehidrasi, dengan natrium serum normal atau sedikit meningkat. Terapi Bedah Dekompresi bedah adalah suatu intervensi drastis yang masih menjalani uji klinis yang dicadangkan untuk stroke yang paling masif. Kontraindikasi tindakan operasi terhadap kasus-kasus perdarahan intraserebral adalah hematom yang terletak jauh di dalam otak (dekat kapsula interna) mengingat biasanya walaupun hematomnya bisa dievakuasi, tindakan ini malahan menambah kerusakan otak. Operasi juga tidak dipertimbangkan pada pasien dengan volume hematoma sedikit dan defisit fokal minimal tanpa gangguan kesadaran. Hal tersebut diatas menunjukkan indikasi jelas mengapa seseorang memerlukan tindakan operatif atau tidak. Hal inilah yang menjadi ketidakmenentuan mengenai indikasi apakah operasi diperlukan atau tidak.

10. KOMPLIKASI

Komplikasi stoke dapat di bagi menjadi komplikasi akut, biasanya dalam 72 jam, dan komplikasi yang muncul di kemudian hari. a) Komplikasi akut berupa edema serebri, peningkatan TIK dan kemungkinan herniasi, pneumonia aspirasi dan kejang. b) Komplikasi postfibrinolitik di sekeliling pusat perdarahan. Pada perdarahan

intraserebral yang luas biasanya muncul dalam 12 jam setelah penanganan. Perdarahan potensial yang lain juga dapat muncul di traktus gastrointestinal, traktus genitourinarius dan kulit terutama di sekitar pemasangan intravenous line. c) Komplikasi subakut, yaitu pneumonia, trombosis vena dalam dan emboli pulmonal, infeksi traktus urinarius, luka dekubitus, kontraktur, spasme, masalah sendi dan malnutrisi. d) beberapa orang yang selamat dari stroke juga mengalami depresi. Hal ini dapat

diatasi dengan identifikasi dan penanganan dini depresi pada pasien untuk meningkatkan kualitas hidup penderita.

11. PROGNOSIS

Angka kesembuhan pada perdarahan intraserebral bergantung pada lokasi, ukuran, dan kecepatan perkembangan hematoma. Pasien dengan hematoma kecil, berlokasi jauh ke dalam dan dekat dengan midline sering diikuti dengan herniasi sekunder dan massa sehingga mortalitasnya tinggi. Penyembuhan pasien dengan perdarahan intraserebral biasanya disertai defisit neurologis.

Pasien dengan perdarahan subarahnoid masif sejak awal dapat berakhir dengan kematian ataupun kerusakan otak. Namun jika perdarahan terbatas, pasien dapat bertahan dengan resiko perdarahan ulangan pada beberapa hari/minggu berikut setelah perdarahan subarahnoid pertama. Jika tidak di terapi segera, perdarahan subarahnoid yang disebabkan oleh ruptur AVM beresiko terhadap perdarahan ulangan pada 24 jam sesudahnya, 1-2 % 1 bulan sesudahnya, dan sebesar 3 % terjadi 3 bulan setelah serangan awal. Evaluasi dan penanganan pasien dengan perdarahan subarahnoid harus segera diberikan untuk mencegah prognosis buruk pasien

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian data keperawatan

a. Identitas klien: Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnose medis. b. Keluhan utama: Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi. (Jusuf Misbach, 1999) c. Riwayat penyakit sekarang: Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain. (Siti Rochani, 2000). d. Riwayat penyakit dahulu: Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obatobat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan. (Donna D. Ignativicius, 1995). e. Riwayat penyakit keluarga: Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes militus. (Hendro Susilo, 2000). f. Riwayat psikososial: Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan keluarga. g. Pola-pola fungsi kesehatan: a) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat. Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol, penggunaan obat kontrasepsi oral. b) Pola nutrisi dan metabolisme , adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut. c) Pola eliminasi: Biasanya terjadi inkontinensia urine dan pada pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus. d) Pola aktivitas dan latihan, adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah, e) Pola tidur dan

istirahat biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang otot/nyeri otot, f) Pola hubungan dan peran: Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara. g) Pola persepsi dan konsep diri: Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak kooperatif. h) Pola sensori dan kognitif: Pada pola sensori klien mengalami gangguan penglihatan/ kekaburan pandangan, perabaan/ sentuhan menurun pada muka dan ekstremitas yang sakit. Pada pola kognitif biasanya terjadi penurunan memori dan proses berpikir. i) Pola reproduksi seksual: Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari beberapa pengobatan stroke, seperti obat anti kejang, anti hipertensi, antagonis histamin. j) Pola penanggulangan stress: Klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi. k) Pola tata nilai dan kepercayaan: Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah laku yang tidak stabil, kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh. h. Pemeriksaan fisik 1) Keadaan umum: mengelami penurunan kesadaran, Suara bicara : kadang

mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara/afasia: tandatanda vital: TD meningkat, nadi bervariasi. 2) Pemeriksaan integument: a) Kulit: jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena klien CVA Bleeding harus bed rest 2-3 minggu. b) Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis. c) Rambut : umumnya tidak ada kelainan. 3) Pemeriksaan kepala dan leher: a) Kepala: bentuk normocephalik b) Wajah: umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi. c) Leher: kaku kuduk jarang terjadi (Satyanegara, 1998).

4) Pemeriksaan dada: Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat penurunan refleks batuk dan menelan. 5) Pemeriksaan abdomen: Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan kadang terdapat kembung. 6) Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus: Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine. 7) Pemeriksaan ekstremitas: Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh. 8) Pemeriksaan neurologi: a) Pemeriksaan nervus cranialis: Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII central. b) Pemeriksaan motorik:Hampir selalu terjadi kelumpuhan/ kelemahan pada salah satu sisi tubuh. c) Pemeriksaan sensorik: Dapat terjadi hemihipestesi. d) Pemeriksaan refleks: Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahuli dengan refleks patologis.(Jusuf Misbach, 1999).

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologi ditandai dengan melaporkan nyeri secara verbal. 2) Gangguan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan

intracerebral. 3) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak mampu dalam memasukkan dan mengabsorbsi makanan karena biologi ditandai dengan berat badan menurun 4) Hipertermi berhubungan dengan penyakit atau trauma ditandai dengan peningkatan suhu tubuh di atas rentang normal, kulit diraba hangat.

5)

Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan ditandai dengan

ketidakmampuan bergerak dengan tujuan dalam lingkungan fisik; kerusakan koordinasi; keterbatasan rentang gerak; penurunan kekuatan kontrol otot. 6) Defisit Perawatan Diri berhubungan dengan hambatan mobilitas fisik atau konfusi, penurunan kekuatan dan ketahanan. 7) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang paparan informasi tentang penyakit,ditandai dengan kebingungan.

3. INTERVENSI KEPERAWATAN

NO DX 1

TUJUAN DAN KRITERIA HASIL Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama x diharapkan nyeri pasien berkurang dengan kriteria hasil: a. Pasien mengatakan nyerinya berkurang dengan skala nyeri ringan 1-3. b. Pasien tidak nampak meringis lagi. c. Pasien nampak nyaman.

INTERVENSI

RASIONAL

a. Kaji tingkat nyeri yang dialami pasien. b. Berikan posisi yang nyaman, usahakan situasi ruangan yang tenang. c. Alihkan perhatian pasien dari rasa nyeri.

a. Untuk mengetahui berapa berat nyeri yang dialami pasien. b. Untuk mendukung mengurangi rasa nyeri. c. Dengan melakukan aktivitas lain pasien dapat melupakan perhatiannya terhadap nyeri yang dialami. d. Analgetik mengurangi nyeri pasien,penurunan TIK membuat nyeri berkurang.

d. Kolaborasi berikan obat-obat analgetik dan penurun TIK.

Setelah dilakukan asuhan keperawatan

a. Berikan penjelasan kepada

a. Keluarga lebih berpartisipasi dalam proses

selama .x. diharapkan perfusi jaringan kembali efektif dengan kriteria hasil: a. Klien tidak gelisah b. Tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, kejang. c. GCS 456 d. Pupil isokor, reflek cahaya (+) e. Tanda-tanda vital normal

keluarga klien tentang sebabsebab peningkatan TIK dan akibatnya. b. Anjurkan kepada klien untuk bed rest total c. Observasi dan catat tanda-tanda vital dan kelain tekanan intrakranial tiap dua jam

penyembuhan.

b. Untuk mencegah perdarahan ulang.

c. Mengetahui setiap perubahan yang terjadi pada klien secara dini dan untuk penetapan tindakan yang tepat. d. Mengurangi tekanan arteri dengan meningkatkan drainage vena dan

d. Berikan posisi kepala lebih tinggi 15-30 dengan letak jantung (beri bantal tipis)

memperbaiki sirkulasi serebral e. Batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan intra kranial dan potensial terjadi perdarahan ulang. f. Rangsangan aktivitas yang

e. Anjurkan klien untuk menghindari batuk dan mengejan berlebihan f. Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung

meningkat dapat meningkatkan kenaikan TIK. g. Memperbaiki sel yang masih viable dan mengobati perdarahan yang ada di otak. .

g. Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian terapi cairan intravena dan obatobatan sesuai program dokter. 3 Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama .x. diharapkan nutrisi klien terpenuhi dengan kriteria hasil: a. Tidak terjadi penurunan berat badan. b. Tidak terjadi mual dan muntah. c.Nafsu makan pasien bertambah. c. Beri makan sedikit tapi sering. d. Berikan HE tentang pentingnya nutrisi tubuh. 4 Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama .x diharapkan suhu tubuh pasien dalam batas normal dengan b. Berikan kompres kriteria hasil: a. Suhu tubuh pasien 36,50C b. Wajah pasien c. Anjurkan minum yang banyak 2-3 hangat. b. Mengurangi panas dengan pemindahan panas secara kondusif. c. Minum dapat mnurunkan suhu tubuh klien. a. Observasi TTV pasien terutama suhu. a. Mengetahui TTV dapat mempermudah intervensi berikutnya. b. Catat intake dan output makanan klien. a. Timbang berat badan klien. a. Untuk mengetahui penurunan atau peningkatan berat badan. b. Dapat meningkatkan masukan serta mencegah distensi gaster. c. Menghindari mual dan muntah. d. HE meningkatkan pengetahuan tentang nutrisi.

tidak merah. c. Kulit diraba tidak hangat.

liter/ hari.

d. Mempermudah menyerap keringat. e. Menurunkan panas.

d. Anjurkan memakai pakaian yang tipis. e. Delegatif dalam pemberian obat antipiretik 5 Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama x diharapkan tidak terjadi gangguan mobilitas fisik dengan kriteria hasil: a. Pasien mampu melakukan pergerakan dengan normal. b. Kekuatan otot 5. a. Kaji kemampuan secara fungsional atau luasnya kerusakan awal dan dengan cara yang teratur.klasifikasi melalui skala 0-4. b. Ubah posisi minimal setiap 2 jam (terlentang atau miring), dan sebagiannya dan jikan memungkinkan bisa lebih sering jika diletakkan dalam posisi bagian yang terganggu. c. Mulailah melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada d. Diperlukan untuk menghilangkan spastisitas c. Meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi, membantu mencegah kontraktur. b. Menurunkan resiko terjadinya trauma atau iskemia jaringan. a. Mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan dan dapat memberikan informasi mengenai pemulihan.

semua ekstrimitas saat masuk. d. Berikan obat relaksan otot antispasmodic sesuai indikasiseperti baklofen, dantrolen.

pada ekstremitas yang terganggu.

e. Program yang khusus dapat dikembangkan untuk menemukan kebutuhan yang berarti atau menjaga kekurangan tersebut dalam keseimbangan, kordinasi dan kekuatan.

e. Konsultasikan dengan ahli fisioterapi secara aktif, latihan resistif, dan ambulasi pasien. 6 Setelah dilakukan e. Kaji kemampuan a. Membantu dalam mengantisipasi/merencanakan pemenuhan kebutuhan secara individual b. Pasien ini mungkin menjadi sangat ketakutan dan sangat tergantung dan meskipun f. Hindari melakukan sesuatu untuk pasien yang dapat dilakukan pasien sendiri tetapi berikan bantuan sesuai kebutuhan c. Pasien akan memerlukan empati tetapi perlu untk mengetahui pemberi asuhan bantuan yang diberikan bermanfaat dalam mencegah frustasi

asuhan keperawatan dan tingkat selama x24 jam, kekurangan untuk diharapkan memlakukan

perawatan diri klien kebutuhan sehariberjalan dengan baik hari dengan kriteria hasil: a. Klien mampu mendemonstrasikan teknik/perubahan gaya hidup untuk memenuhi kebuthan perawatan diri b. Klien mampu melkuakn aktivitas

perawatan diri dalam tingkat kemampuan sendiri c. Klien mampu mengidentifikasi sumber pribadi/komunitas g. Pertahankan dukungan, sikap yang tegas. Beri pasien waktu cukup untuk mengerjakan

yang akan membantu pasien secara konsisten d. Meningkatkan persaan mekna diri. Meningaktkan kemnadirian dan mendorong pasien untuk berusaha secara kontinu

memberikan bantuan tugasnya sesuai kebutuhan h. Beri umpan balik yang positif untuk setiap uasaha yang dilakukan atau keberhasilannya 7 Setelah dilakukan asuhan keperawatan a. Beri klien informasi tentang a. Mengetahui penyakit apa yang dideitanya.

selama .x. jam penyakitnya diharapkan pengetahuan pasien tentang penyakitnya bertambah,dengan kriteria hasil: a. Pasien mengerti tentang penyakinya b. Pasien tidak kebingungan c. Pasien tidak bertanya-tanya tentang penyakitnya. 3. IMPLEMENTASI Implementasi dilaksanakan sesuai dengan intervensi b. Beri kesempatan klien untukbertanya c.Beri informasi tentang tindakan medis dan keperawatan yang akan diberikan. c. Agar pasien tidak merasa cemas dengan penyakitnya b. Menambah pegetahuan klien.

4. EVALUASI

No Dx 1 2 3 4 5 6

EVALUASI Nyeri pasien hilang atau berkurang. Perfusi jaringan kembali efektif. Nutrisi klien terpenuhi. Suhu tubuh klien normal Tidak terjadi kerusakan mobilitas fisik. klien mampu melakukan aktivitas perawatan diri dalam tingkat kemampuan sendiri

Pengetahuan klien bertambah.

DAFTAR PUSTAKA
Long C, Barbara, Perawatan Medikal Bedah, Jilid 2, Bandung, Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran, 1996

2. Mansjoer,Arif M. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 2, Jakarta: Media Aesculapius

Marilynn E, Doengoes, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan,Edisi 3, Jakarta, EGC, 2000

4. Nanda. 2006. Diagnosa Keperawatan. Jakarta: Prima Medika

5. Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth, Bedah, Jakarta, EGC ,2002

Buku Ajar Keperawatan Medikal

Você também pode gostar