Você está na página 1de 10

KLASIFIKASI Menurut buku Pneumonia Komuniti, Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia yang dikeluarkan Perhimpunan Dokter Paru

Indonesia, 2003 menyebutkan tiga klasifikasi pneumonia. 1. Berdasarkan klinis dan epidemiologis:
1. Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia). 2. Pneumonia nosokomial, (hospital-acquired pneumonia/nosocomial

pneumonia). 3. Pneumonia aspirasi.


4. Pneumonia pada penderita immunocompromised.

2. Berdasarkan bakteri penyebab: 1. Pneumonia bakteri/tipikal. Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa bakteri mempunyai tendensi menyerang seseorang yang peka, misalnya klebsiella pada penderita alkoholik, staphyllococcus pada penderita pasca infeksi influenza. Pneumonia Atipikal disebabkan mycoplasma, legionella, dan chalamydia. 2. Pneumonia virus.
3. Pneumonia jamur, sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi

terutama pada penderita dengan daya tahan lemah (immunocompromised). 3. Berdasarkan predileksi infeksi: 1. Pneumonia lobaris, pneumonia yang terjadi pada satu lobus (percabangan besar dari pohon bronkus) baik kanan maupun kiri.
2. Pneumonia bronkopneumonia, pneumonia yang ditandai bercak-

bercak infeksi pada berbagai tempat di paru. Bisa kanan maupun kiri yang disebabkan virus atau bakteri dan sering terjadi pada bayi atau orang tua. 3. Pneumonia interstisial. PATOGENESIS

Pneumococcus masuk ke dalam paru melalui jalan pernafasan secara percikan (droplet). Pneumokokus umumnya mencapai alveoli lewat percikan mukus atau saliva. Lobus bagian bawah paru paling sering terkena efek gravitasi.1,3 Agen-agen mikroba yang menyebabkan Pneumonia memiliki 3 bentuk transisi primer : 1. Aspirasi sekret yang berisi mikroorganisme patogen yang telah berkolonisasi pada orofaring 2. Inhalasi aerosol yang infeksius 3. Penyebaran hematogen dari bagian ekstrapulmonal Aspirasi dan inhalasi agen-agen infeksius adalah dua cara tersering yang menyebabkan pneumonia, sementara penyebaran cara hematogen lebih jarang terjadi. Akibatnya, faktor-faktor predisposisi termasuk juga berbagai defisiensi mekanisme pertahanan sistem pernafasan. Kolonisasi basilus gram negatif telah menjadi subjek penelitian akhir-akhir ini.1 Mekanisme daya tahan traktus respiratorius bagian bawah sangat efisien untuk mencegah infeksi yang terdiri dari : 1. Susunan anatomis rongga hidung 2. Jaringan limfoid di nasofaring 3. Bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus respiratorius dan sekret lain yang dikeluarkan oleh sel epitel tersebut 4. Refleks batuk 5. Refleks epiglotis yang mencegah terjadinya aspirasi sekret yang terinfeksi 6. Drainase sistem limfatis dan fungsi menyaring kelenjar limfe regional 7. Fagositosis aksi limfosit dan respon imunohumoral terutama Ig A 8. Sekresi enzim-enzim dari sel-sel yang melapisi trakeo-bronkial yang bekerja sebagai anti mikroba yang non spesifik.

Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui jalan nafas sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan jaringan sekitarnya.3 Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli mementuk suatu proses peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu:1,3,7 A. Stadium I (4 12 jam pertama/kongesti) Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstitium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin. B. Stadium II (48 jam berikutnya) Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak. Stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.

C. Stadium III (3 8 hari) Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti. D. Stadium IV (7 12 hari) Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorbsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.

PATOFISIOLOGI
Patogen masuk saluran nafas Membentuk koloni Invasi mukosa saluran nafas Nasofaring, faring dan percabangan tracheobronchial Ke paru Ke epitel dan berkembang biak Produksi sitokin, kemokin dan Mediator inflamasi Aktifasi makrofag dan granulosit saluran nafas -Reaksi inflamasi pada mukosa trakea dan bronkus -Hiperaktif bronkus Konsolidasi jaringan paru -Kapasitas vital dan complience paru -Right to left shunt Ventilasi perfusi mismatch Hipoxia Desaturasi O2 Hipercapnea Kerja jantung Lumen bronchial terisi exudat (makrofag, lapisan epitel bronchial yang rusak) Obstruksi saluran nafas -Atelektasis -Hiperinflasi/kolaps paru distal Bentuk koloni di mukosa epitel dan merusak sel dengan gerakan peroksidase Gangguan motilitas silier Klirens pathogen,mukosilier terganggu batuk -Gangguan katalase sel host -Gangguan sintesa protein -Gangguan replikasi as.nukleat dan penggunaan O2

GAMBARAN KLINIS Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas selama beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 3940C dan mungkin disertai kejang karena demam yag tinggi. Anak sangat gelisah, dispnu, pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis di sekitar hidung dan mulut. Batuk biasanya tidak dijumpai di awal penyakit, anak akan mendapat batuk setelah beberapa hari, dimana pada awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi produktif. Pada bronkopneumonia, hasil pemeriksaan fisik tergantung pada luasnya daerah yang terkena. Pada perkusi toraks sering tidak dijumpai adanya kelainan. Pada auskultasi mungkin hanya terdengar ronki basah gelembung halus sampai sedang. Bila sarang bronkopneumonia menjadi satu (konfluens) mungkin pada perkusi terdengar suara yang meredup dan suara pernafasan pada auskultasi terdengar mengeras. Pada stadium resolusi ronki dapat terdengar lagi. Tanpa pengobatan biasanya proses penyembuhan dapat terjadi antara 2-3 minggu.3 PEMERIKSAAN LABORATORIUM
1. Gambaran darah menunjukkan leukositosis, biasanya 15.000 40.000 / mm3 dengan

pergeseran ke kiri. Jumlah leukosit yang tidak meningkat berhubungan dengan infeksi virus atau mycoplasma. 2. Nilai Hb biasanya tetap normal atau sedikit menurun. 3. Peningkatan LED. 4. Kultur dahak dapat positif pada 20 50 % penderita yang tidak diobati. Selain kultur dahak, biakan juga dapat diambil dengan cara hapusan tenggorok (throat swab).
5. Analisa gas darah (AGDA) menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia. Pada stadium

lanjut dapat terjadi asidosis metabolik

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pengambilan sekret secara broncoscopy dan fungsi paru untuk preparasi langsung, biakan

dan test resistensi dapat menemukan atau mencari etiologinya, tetapi cara ini tidak rutin dilakukan karena sukar.
2. Pemeriksaan darah lengkap ditemukan leukositosis dan peningkatan LED 3. Foto thorax, akan ditemukan bercak-bercak infiltrat pada satu atau beberapa lobus, jika

pada pneumonia lobaris terlihat adanya konsolidasi pada satu atau beberapa lobus. DIAGNOSIS Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik yang sesuai dengan gejala dan tanda yang diuraikan sebelumnya disertai pemeriksaan penunjang. Pada bronkopneumonia, bercak-bercak infiltrat didapati pada satu atau beberapa lobus. Foto rontgen dapat juga menunjukkan adanya komplikasi seperti pleuritis, atelektasis, abses paru, pneumotoraks atau perikarditis. Gambaran ke arah sel polimorfonuklear juga dapat dijumpai. Diagnosis etiologi dibuat berdasarkan pemeriksaan mikrobiologi serologi, karena pemeriksaan mikrobiologi tidak mudah dilakukan dan bila dapat dilakukan kuman penyebab tidak selalu dapat ditemukan. Oleh karena itu WHO mengajukan pedoman diagnosa dan tata laksana yang lebih sederhana. Berdasarkan pedoman tersebut pneumonia dibedakan berdasarkan : 1. Pneumonia sangat berat : bila terjadi sianosis sentral dan anak tidak sanggup minum, maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika. 2. Pneumonia berat : bila dijumpai adanya retraksi, tanpa sianosis dan masih sanggup minum, maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika. 3. Pneumonia : bila tidak ada retraksi tetapi dijumpai pernafasan yang cepat : > 60 x/menit pada anak usia < 2 bulan > 50 x/menit pada anak usia 2 bulan 1 tahun > 40 x/menit pada anak usia 1 5 tahun

4. Bukan Pneumonia :
7

hanya batuk tanpa adanya tanda dan gejala seperti diatas, tidak perlu dirawat dan tidak perlu diberi antibiotika.3,4 DIAGNOSA BANDING 1. Bronkiolitis 2. TB Paru PENATALAKSANAAN Sebaiknya pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi tetapi hal ini tidak dapat selalu dilakukan dan memakan waktu yang cukup lama, maka dalam praktek diberikan pengobatan polifragmasi seperti penisilin diambah dengan kloramfenikol atau diberi antibiotik yang mempunyai spektrum luas seperti ampicillin. Pengobatan diteruskan sampai anak bebas demam selama 4 5 hari. Pengobatan dan penatalaksaannya meliputi :

Bed rest Anak dengan sesak nafas memerlukan cairan inta vena dan oksigen (1 2 l/mnt). Jenis cairan yang digunakan adalah campuran Glukosa 5% dan NaCl 0,9% ditambah larutan KCl 10 mEq/500 ml botol infus.

Jumlah cairan disesuaikan dengan berat badan dan kenaikan suhu. Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit Pemberian antibiotik sesuai biakan atau berikan : Untuk kasus pneumonia community base : Ampisilin 100 mg/kgBB/hari dalam 4 kali pemberian Kloramfenikol 75 mg/kgBB/hari dalam 4 kali pemberian
8

Untuk kasus pneumonia hospital base : Sefotaksim 100 mg/kgBB/hari dalam 2 kali pemberian Amikasin 10-15 mg/kgBB/hari dalam 2 kali pemberian

Antipiretik : paracetamol 10-15 mg/kgBB/x beri Mukolitik : Ambroxol 1,2-1,6 mg/kgBB/2 dosis/oral Jika sesak tidak terlalu hebat, dapat dimulai makanan enteral bertahap melalui selang nasogastrik dengan feeding drip. Jika sesaknya berat maka pasien harus dipuasakan.

D. PENATALAKSANAAN Umum

O2 bila kasus yang dihadapi berat Cairan dan kalori memadai peroral/ intragastrik/ IVFD (IVFD sesuai dengan keseimbangan elektrolit) Jika terjadi asidosis (ph < 7,3) berikan bikarbonat i.v

Khusus 1. Antibiotik awal: Bayi 0-2 bulan: Ampisilin + Gentamisin (jika cocok berikan selama 10-24 hari) Bayi 2 bulan: Penisilin (ampisilin) + kloramphenikol, teruskan sampai dengan 3 hari klinik sembuh (biasanya cukup 5-7 hari) Imunodefisiensi: untuk yang hipersensitif terhadap penisilin/ampisilin berikan eritromisin, sefalosporin atau klindamisin 2. Antibiotik selanjutnya: dari pemantauan ketat terhadap respon 24-27 jam pengobatan Perbaikan: teruskan sampai dengan 3 hari klinis bakteri baik Bertambah berat/ tidak ada perbaikan nyata dalam 27 jam: ganti antibiotik tergantung penyebab dengan memastikan tidak ada komplikasi

Antibiotik yang paling baik adalah antibiotik yang sesuai dengan penyebab yang mempunyai spektrum sempit. Terapi simtomatik Sebaiknya tidak diberikan terutama pada 27 jam pertama karena dapat mengacaukan interpretasi reaksi terhadap antibiotik awal. Yang perlu dilakukan seperti: 1. Istirahat yang cukup 2. Simptomatik terhadap batuk 3. Bila terdapat obstruksi jalan napas, dan lendir serta ada febris, diberikan bronchodilator E. KOMPLIKASI Komplikasi dari bronchopneumonia adalah:

Atelektasis, yaitu pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau kolaps paru merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau refleks batuk hilang. Empiema, yaitu suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga pleura terdapat di satu tempat atau seluruh rongga pleura. Abses paru Infeksi sistemik Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.

10

Você também pode gostar