Você está na página 1de 26

BAB I LAPORAN KASUS ANESTESI

I. IDENTITAS PASIEN Nama Tempat/Tanggal Lahir Agama Usia Jenis Kelamin Status Pekerjaan Tanggal masuk RS : Ny. I : Jakarta, 16 Juli 1974 : Islam : 38 tahun : Perempuan : Menikah : Ibu rumah tangga : 7 Januari 2013

II. EVALUASI PRE-OPERATIF

Anamnesis

A (Alergy) M (Medication) P (Past Medical History) Riwayat DM Hipertensi


sakit yang sama riwayat operasi

: Tidak ada : Tidak ada

: tidak ada : tidak ada : tidak ada : tidak ada : 6 jam yang lalu

L (Last Meal)

E (Elicit History)

4 tahun sebelum masuk rumah sakit penderita mengeluh timbulnya benjolan di leher sebelah kanan sebesar kelereng. Perubahan suara menjadi serak (+), nyeri (-), susah menelan (-), sesak nafas (-), demam (-), benjolan di tempat lain (-), jantung berdebar-debar (-), tangan gemetar (-), tangan berkeringat (-), rasa penuh di ulu hati (-). 5 bulan sebelum masuk rumah sakit benjolan makin lama makin membesar seperti telur ayam kampung. Perubahan suara menjadi serak (+), nyeri (-), susah menelan (-), sesak nafas (-), demam (-), benjolan di tempat lain (-), jantung berdebar-debar (-), tangan gemetar (-), tangan berkeringat (-), rasa penuh di ulu hati (-).

1. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum b. Kesadaran c. Tekanan Darah d. Nadi e. RR f. Suhu g. Tinggi Badan h. Berat Badan

: ASA II : GCS 15 : 120/75 mmHg : 80 x/menit : 16 x/menit : 36,60C : 156 cm : 50 kg

i. Jalan napas, gigi geligi dalam batas normal

2. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Kimia Klinik

GDS Ureum

: 98 mg/dL : 33 mg/dL (N : 15-39 mg/dL) (N : 0,9-1,3 mg/dL) (N : 6-7,8 mg/dL) (N : 135-155 mmol/L) (N : 3,5-5,5 mmol/L)

Creatinin : 1,2 mg/dL Protein Na+ K+ : 8,5 g/dL : 135 mmol/L : 3,2 mmol/L

Pemeriksaan Seroimunologi T3 T4 TSH : 1,42 nmol/mL : 73,62 nmol/dL : 0,348 uIU/mlL (N: 1,30 3,10 nmol/mL) (N : 66,00 181,00 nmol/dL) (N : 0,270 4,20 uIU/mL)

Pemeriksaan Radiologis Pemeriksaan Rontgen Thorax AP: cor, pulmo, tulang normal. Kesan : normal thorax

III. PENANGANAN PRE-OPERATIF Terapi cairan rumus : 2 ml/kg BB/ jam puasa jumlah kebutuhan cairan 2 ml 50 6 = 600 ml Premedikasi

ondansetrron 4 mg

IV. PENANGANAN INTRA-OPERATIF a. Tindakan operasi b. Tindakan anestesi c. Jenis operasi d. Posisi
e. Obat induksi

: isthmolobektomi : anestesi umum : sedang : supine :

i. Propofol: 2-2,5 mg/kgBB IV 150 mg ii. Fentanyl: 2-150 mcg/kgBB IV 100 mcg iii. Atracurium: 0, 5 mg/kgBB IV 25 mg

- Alat

: 1. Laringoscope 2. Blade no. 3 3. Face Mask

- Ventilasi

: - Circuit - IPPV - Gas Flow : O2 2 LPM - TV : 400 ml - RR : 12 x/ menit - SaO2: 100% - ETCO2: 34 mmHg - Volatile agent : Isoflurane - IV Line : tangan kiri No.20G

- Pemberian Cairan Maintenance

2 ml/kgBB/jam 2 ml 50 1 = 100 ml

Stress operasi

Operasi sedang : 6 ml kgBB lama operasi 6 ml 50 1 = 300 ml

Perdarahan Suction + kassa besar + kassa kecil 50 ml + (100 ml) + 5 (10 ml) =150 ml Cairan kristaloid : jumlah perdarahan 3 150 ml 3 = 450 ml Total cairan yang diberikan Maintenance + stress operasi + perdarahan 100 ml + 300 ml + 450 ml = 850 ml EBV = BB x 75mL 50 x 75 mL = 3750 mL Volume perdarahan kurang dari 10% EBV, maka tidak diperlukan transfusi darah

Pemberian obat lain selama operasi

Kalnex 500 mg Vitamin K 10 mg Dexamethasone 10 mg

V. PENANGANAN POST OPERATIF


-

Pasien masuk ruang pemulihan Observasi tanda- tanda vital dalam batas normal SpO2: 100 % Kesadaran: compos mentis TD: 120/80 mmHg Nadi: 82x/min

RL 500 mL Tramadol 100 mg Ketorolac 60 mg Makan dan minum jika bising usus (+)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Struma nodosa atau struma adenomatosa terutama di temukan di daerah pegunungan karena defisiensi iodium. Struma endemik ini dapat dicegah dengan substitusi iodium. Di luar daerah endemik, struma nodosa ditemukan secara insidental atau pada keluarga tertentu. Etiologinya umumnya multifaktorial. Biasanya tiroid sudah membesar sejak usia muda dan berkembang menjadi multinodular pada saat dewasa. Struma multinodosa biasanya ditemukan pada wanita berusia lanjut, dan perubahan yang terdapat pada kelenjar berupa hiperplasia sampai bentuk involusi. Kebanyakan struma multinodosa dapat dihambat oleh tiroksin. Penderita struma nodosa biasanya tidak mengalami keluhan karena tidak ada hipotiroidisme atau hipertiroidisme. Nodul mungkin tunggal, tetapi kebanyakan berkembang menjadi multinoduler yang tidak berfungsi. Degenerasi jaringan menyebabkan kista atau adenoma. Karena pertumbuhannya yang sering berangsur-angsur, struma dapat menjadi besar tanpa gejala kecuali benjolan di leher. Sebagian penderita dengan struma nodosa dapat hidup dengan strumanya tanpa gangguan.1 A. DEFINISI Struma adalah pembesaran pada kelenjar tiroid yang biasanya terjadi karena folikelfolikel terisi koloid secara berlebihan. Setelah bertahun-tahun sebagian folikel tumbuh semakin besar dengan membentuk kista dan kelenjar tersebut menjadi noduler. Struma nodosa non toksik adalah pembesaran kelenjar tyroid yang secara klinik teraba nodul satu atau lebih tanpa disertai tanda-tanda hipertiroidisme.

B.

EMBRIOLOGI Glandula thyroidea mula-mula berkembang dari penonjolan endodermal pada garis tengah dasar pharynx, diantara tuberculum impar dan copula. Nantinya penebalan ini berubah menjadi divertikulum yang disebut ductus thyroglossalis. Dengan berlanjutnya perkembangan, duktus ini memanjang dan ujung distalnya menjadi berlobus dua. Duktus ini merubah menjadi tali padat dan bermigrasi menuruni leher, berjalan di sebelah anterior, atau posterior terhadap os hyoideum yang sedang berkembang. Pada minggu ke tujuh, tiba pada posisi akhirnya di dekat larynx dan trachea. Sementara itu tali padat yang menghubungkan

glandula thyroidea dengan lidah, terputus dan lenyap. Tempat asal ductus tyroglossalis pada lidah menetap sebagai suatu sumur yang disebut foramen caecum linquae. Kemudian, dua lobus pada ujung terminal ductus thyroglossalis akan membesar sebagai akibat proliferasi epitel dan membentuk glandula thyroidea. C. ANATOMI Glandula thyroidea terdiri atas lobus kiri dan kanan yang dihubungkan oleh isthmus yang sempit. Setiap lobus berbentuk buah avokad, dengan puncaknya ke atas sampai linea oblique cartilaginis thyroidea dan basisnya terdapat dibawah, setinggi cincin trachea ke-4 atau ke-5. Glandula thyroidea merupakan organ yang sangat vascular, dibungkus oleh selubung yang berasal dari lamina pretrachealis. Selubung ini melekatkan kelenjar ini ke larynx dan trachea. Juga sering didapatkan lobus piramidalis, yang menjalar ke atas dari isthmus, biasanya ke kiri garis tengah. Lobus ini merupakan sisa jaringan embryonic thyroid yang ketinggalan pada waktu migrasi jaringan ini ke bagian anterior di hipofaring. Bagian atas dari lobus ini dikenal sebagai pole atas dari kelenjar tiroid, dan bagian bawah disebut sebagai pole bawah. Suatu pita fibrosa atau muscular sering menghubungkan lobus piramidalis dengan os hyoideum; jika ia muscular disebut sebagai m. levator glandulae thyroidea. Berat tiroid pada orang dewasa normal adalah 10-30 gram tergantung kepada ukuran tubuh dan suplai Iodium. Lebar dan panjang dari isthmus sekitar 20 mm, dan ketebalannya 26 mm. Ukuran lobus lateral dari pole superior ke inferior sekitar 4 cm. Lebarnya 15-20 mm, dan ketebalan 20-39 mm. Kelenjar tiroid terletak antara fascia colli media dan fascia prevertebralis. Di dalam ruangan yang sama terdapat trakea, esophagus, pembuluh darah besar, dan saraf. Kelenjar tiroid melekat pada trakea dan fascia pretrachealis dan melingkari duapertiga bahkan sampai tigaperempat lingkaran. A. carotis communis, v. jugularis interna, dan n. vagus terletak bersama di dalam suatu ruang tertutup di laterodorsal tiroid. N. recurrens terletak di dorsal sebelum masuk ke laring. N. phrenicus dan truncus symphaticus tidak masuk ke dalam ruang antara fascia media dan prevertebralis. Limfe dari kelenjar tiroid terutama dicurahkan ke lateral, ke dalam nl. cervicales profundi. Beberapa pembuluh limfe berjalan turun ke nl. paratracheales.

Seluruh cincin tiroid dibungkus oleh suatu lapisan jaringan yang dinamakan true capsule. Sedangkan extension dari lapisan tengah fascia servicalis profundus yang mengelilingi tiroid dinamakan false capsule atau surgical capsule. Seluruh arteri dan vena, plexus limphaticus dan kelenjar paratiroid terletak antara kedua kapsul tersebut. Ligamentum Berry menjadi penghubung di bagian posterior antara kedua kapsul tersebut. Ligamentum Berry menjadi penghubung di bagian posterior antara kedua lobus tiroid. Aa. carotis superior dextra et sinistra, dan kedua aa. thyroidea inferior dextra et sinistra memberikan vaskularisasi untuk tiroid. Kadang kala dijumpai a. ima, cabang truncus brachiocephalica. Sistem vena berjalan bersama arterinya, persarafan diatur oleh n. recurrens dan cabang dari n. laryngeus superior, sedangkan sistem limfatik yang penting menerima aliran limfe tiroid terdiri dari pembuluh limfe superior yang menerima cairan limfe dari pinggir atas isthmus, sebagian besar permukaan medial lobus lateral, dan permukaan ventral dan dorsal bagian atas lobus lateral dan pembuluh limfe inferior yang menerima cairan limfe dari sebagian besar isthmus dan bagian bawah lobus lateral. Pada pembedahan tiroid penting memperhatikan jalan arteri pada pool atas kanan dan kiri, karena ligasi tinggi pada arteri tersebut dapat mencederai n. laryngeus superior, kerusakan nervus ini dapat mengakibatkan perubahan suara menjadi parau yang bersifat sementara namun dapat pula permanen. D. FISIOLOGI Kelenjar tiroid menghasilkan hormone tiroid utama yaitu tiroksin (T4) yang kemudian berubah menjadi bentuk aktifnya yaitu triyodotironin (T3). Iodium nonorganic yang diserap dari saluran cerna merupakan bahan baku hormone tiroid. Zat ini dipekatkan kadarnya menjadi 30-40 kali sehingga mempunyai afinitas yang sangat tinggi di dalam jaringan tiroid. Sebagian besar T4 kemudian akan dilepaskan ke sirkulasi sedangkan sisanya tetap didalam kelenjar yang kemudian mengalami daur ulang. Di sirkulasi, hormone tiroid akan terikat dengan protein yaitu globulin pengikat tiroid (thyroid binding globulin, TBG) atau prealbumin pengikat albumin (thyroxine binding prealbumine, TBPA). Hormon stimulator tiroid (thyroid stimulatimg hormone, TSH) memegang peranan penting untuk mengatur sekresi dari kelenjar tiroid. TSH dihasilkan oleh lobus anterior kelenjar hipofisis. Proses yang dikenal sebagai negative feedback sangat penting dalam pengeluaran hormone tiroid ke

sirkulasi. Pada pemeriksaan akan terlihat adanya sel parafolikuler yang menghasilkan kalsitonin yang berfungsi untuk mengatur metabolism kalsium, yaitu menurunkan kadar kalsium serum terhadap tulang. E. HISTOLOGI Kelenjar tiroid terdiri dari nodula-nodula yang tersusun dari folikel-folikel kecil yang dipisahkan satu dengan yang lainnya dengan jaringan ikat. Folikel-folikel tiroid dibatasi oleh epitel kubus dan lumennya terisi oleh koloid. Kelenjar tiroid mengandung 2 tipe sel utama yaitu thyroid follicular cells dan C cells (parafollicular cells). Sel folikular menggunakan iodine dari darah untuk membuat hormone, yang membantu meregulasi metabolisme tubuh. Sel parafolikular membuat calcitonin, suatu hormone yang membantu meregulasikan bagaimana tubuh menggunakan kalsium F. ETIOLOGI Penyebab pasti pembesaran kelenjar tiroid pada struma nodosa tidak diketahui, namun sebagian besar penderita menunjukkan gejala-gejala tiroiditis ringan; oleh karena itu, diduga tiroiditis ini menyebabkan hipotiroidisme ringan, yang selanjutnya menyebabkan peningkatan sekresi TSH (thyroid stimulating hormone) dan pertumbuhan yang progresif dari bagian kelenjar yang tidak meradang. Keadaan inilah yang dapat menjelaskan mengapa kelenjar ini biasanya nodular, dengan beberapa bagian kelenjar tumbuh namun bagian yang lain rusak akibat tiroiditis. Adanya gangguan fungsional dalam pembentukan hormon tyroid merupakan faktor penyebab pembesaran kelenjar tyroid antara lain : 1. Defisiensi iodium Pada umumnya, penderita penyakit struma sering terdapat di daerah yang kondisi air minum dan tanahnya kurang mengandung iodium, misalnya daerah pegunungan. 2. Kelainan metabolik kongenital yang menghambat sintesa hormon tyroid. a. Penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (seperti substansi dalam kol, lobak, kacang kedelai). b. Penghambatan sintesa hormon oleh obat-obatan (misalnya : thiocarbamide, sulfonylurea dan litium).

c. Hiperplasi dan involusi kelenjar tiroid. Pada umumnya ditemui pada masa pertumbuhan, puberitas, menstruasi, kehamilan, laktasi, menopause, infeksi dan stress lainnya. Dimana menimbulkan nodularitas kelenjar tiroid serta kelainan arseitektur yang dapat bekelanjutan dengan berkurangnya aliran darah didaerah tersebut. Akhirnya, ada beberapa makanan yang mengandung substansi goitrogenik yakni makanan yang mengandung sejenis propiltiourasil yang mempunyai aktifitas antitiroid sehingga juga menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid akibat rangsangan TSH. Beberapa bahan goitrogenik ditemukan pada beberapa varietas lobak dan kubis. G. KLASIFIKASI Pada struma gondok endemik, Perez membagi klasifikasi menjadi: 1. Derajat 0: tidak teraba pada pemeriksaan 2. Derajat I: teraba pada pemeriksaan, terlihat hanya kalau kepala ditegakkan 3. Derajat II: mudah terlihat pada posisi kepala normal 4. Derajat III: terlihat pada jarak jauh. Pada keadaan tertentu derajat 0 dibagi menjadi: a. Derajat 0a: tidak terlihat atau teraba tidak besar dari ukuran normal. b. Derajat 0b: jelas teraba lebih besar dari normal, tetapi tidak terlihat bila kepala ditegakkan. Burrow menggolongkan struma nontoksik sebagai berikut: 1. Nontoxic diffuse goiter 2. Endemic 3. Iodine deficiency 4. Iodine excess 5. Dietary goitrogenic 6. Sporadic 7. Conngenital defect in thyroid hormone biosynthesis 8. Chemichal agents, e.g lithium, thiocyanate, p-aminosalicylic acid 9. Iodine deficiency

10. Compensatory following thyroidectomy 11. Nontoxic nodular goiter due to causes listed above 12. Uninodular or multinodular 13. Functional, nonfunctional, or both. Dari aspek fungsi kelenjar tiroid, yang tugasnya memproduksi hormon tiroksin, maka bisa dibagi menjadi: 1. Hipertiroidi; sering juga disebut toksik (walaupun pada kenyataannya pada penderita ini tidak dijumpai adanya toksin), bila produksi hormon tiroksin berlebihan. 2. Eutiroid; bila produksi hormon tiroksin normal. 3. Hipotiroidi; bila produksi hormon tiroksin kurang. 4. Struma nodosa non toksik; bila tanpa tanda-tanda hipertiroidi Struma nodosa dapat diklasifikasi berdasarkan beberapa hal, yaitu: 1 Berdasarkan jumlah nodul; a. bila jumlah nodul hanya satu disebut struma nodosa soliter (uninodosa) b. bila lebih dari satu disebut struma multinodosa. 5. Berdasarkan kemampuan menangkap yodium radioaktif dikenal 3 bentuk nodul tiroid yaitu : a. nodul dingin b. nodul hangat c. nodul panas. 6. Berdasarkan konsistensinya a. nodul lunak b. nodul kistik c. nodul keras d. nodul sangat keras.

H.

PATOFISIOLOGI

Iodium merupakan semua bahan utama yang dibutuhkan tubuh untuk pembentukan hormon tyroid. Bahan yang mengandung iodium diserap usus, masuk ke dalam sirkulasi darah dan ditangkap paling banyak oleh kelenjar tyroid.. Dalam kelenjar, iodium dioksida menjadi bentuk yang aktif yang distimuler oleh Tiroid Stimulating Hormon kemudian disatukan menjadi molekul tiroksin yang terjadi pada fase sel koloid. Senyawa yang terbentuk dalam molekul diyodotironin membentuk tiroksin (T4) dan molekul yoditironin (T3). Tiroksin (T4) menunjukkan pengaturan umpan balik negatif dari sekresi Tiroid Stimulating Hormon dan bekerja langsung pada tirotropihypofisis, sedang tyrodotironin (T3) merupakan hormon metabolik tidak aktif. Beberapa obat dan keadaan dapat mempengaruhi sintesis, pelepasan dan metabolisme tyroid sekaligus menghambat sintesis tiroksin (T4) dan melalui rangsangan umpan balik negatif meningkatkan pelepasan TSH oleh kelenjar hypofisis. Keadaan ini menyebabkan pembesaran kelenjar tyroid. I. GAMBARAN KLINIS Pada penyakit struma nodosa nontoksik tyroid membesar dengan lambat. Awalnya kelenjar ini membesar secara difus dan permukaan licin. Jika struma cukup besar, akan menekan area trakea yang dapat mengakibatkan gangguan pada respirasi dan juga esofhagus tertekan sehingga terjadi gangguan menelan. Klien tidak mempunyai keluhan karena tidak ada hipo atau hipertirodisme. Benjolan di leher. Peningkatan metabolism karena klien hiperaktif dengan meningkatnya denyut nadi. Peningkatan simpatis seperti ; jantung menjadi berdebar-debar, gelisah, berkeringat, tidak tahan cuaca dingin, diare, gemetar, dan kelelahan. Pada pemeriksaan status lokalis struma nodosa, dibedakan dalam hal : 1. Jumlah nodul; satu (soliter) atau lebih dari satu (multipel). 2. Konsistensi; lunak, kistik, keras atau sangat keras 3. Nyeri pada penekanan; ada atau tidak ada 4. Perlekatan dengan sekitarnya; ada atau tidak ada. 5. Pembesaran kelenjar getah bening di sekitar tiroid : ada atau tidak ada.

J.

DIAGNOSIS Diagnosis struma nodosa non toksik ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, penilaian resiko keganasan, dan pemeriksaan penunjang. Pada umumnya struma nodosa non toksik tidak mengalami keluhan karena tidak ada hipoatau hipertiroidisme. Biasanya tiroid mulai membesar pada usia muda dan berkembang menjadi multinodular pada saat dewasa. Karena pertumbuhannya berangsur-angsur, struma dapat menjadi besar tanpa gejala kecuali benjolan di leher. Sebagian besar penderita dengan struma nodosa dapat hidup dengan strumanya tanpa keluhan. Walaupun sebagian struma nodosa tidak mengganggu pernafasan karena menonjol ke depan, sebagian lain dapat menyebabkan penyempitan trakea bila pembesarannya bilateral. Struma nodosa unilateral dapat menyebabkan pendorongan sampai jauh ke arah kontra lateral. Pendorongan demikian mungkin tidak mengakibatkan gangguan pernafasan. Penyempitan yang berarti menyebabkan gangguan pernafasan sampai akhirnya terjadi dispnea dengan stridor inspirator. Keluhan yang ada ialah rasa berat di leher. Sewaktu menelan trakea naik untuk menutup laring dan epiglotis sehingga terasa berat karena terfiksasi pada trakea. Pemeriksaan pasien dengan struma dilakukan dari belakang kepala penderita sedikit fleksi sehingga muskulus sternokleidomastoidea relaksasi, dengan demikan tiroid lebih mudah dievaluasi dengan palpasi. Gunakan kedua tangan bersamaan dengan ibu jari posisi di tengkuk penderita sedang keempat jari yang lain dari arah lateral mengeveluasi tiroid serta mencari pole bawah kelenjar tiroid sewaktu penderita disuruh menelan. Pada struma yang besar dan masuk retrosternal tidak dapat di raba trakea dan pole bawah tiroid. Kelenjar tiroid yang normal teraba sebagai bentukan yang lunak dan ikut bergerak pada waktu menelan. Biasanya struma masih bisa digerakkan ke arah lateral dan susah digerakkan ke arah vertikal. Struma menjadi terfiksir apabila sangat besar, keganasan yang sudah menembus kapsul, tiroiditis dan sudah ada jaringan fibrosis setelah operasi. Untuk memeriksa struma yang berasal dari satu lobus (misalnya lobus kiri penderita), maka dilakukan dengan jari tangan kiri diletakkan di mediall di bawah kartilago tiroid, lalu dorong benjolan tersebut ke kanan. Kemudian ibu jari tangan kanan diletakkan di permukaan anterior benjolan. Keempat jari lainnya diletakkan pada tepi belakang muskulus sternokleidomastoideus untuk meraba tepi lateral kelenjar tiroid tersebut.

Pada pemeriksaan fisik nodul harus dideskripsikan: 1. lokasi: lobus kanan, lobos kiri, ismus 2. ukuran: dalam sentimeter, diameter panjang 3. jumlah nodul: satu (uninodosa) atau lebih dari satu (multinodosa) 4. konsistensinya: kistik, lunak, kenyal, keras 5. nyeri: ada nyeri atau tidak pada saat dilakukan palpasi 6. mobilitas: ada atau tidak perlekatan terhadap trakea, muskulus sternokleidomastoidea 7. pembesaran kelenjar getah bening di sekitar tiroid: ada atau tidak. Inspeksi : leher dibatasi di cranial oleh tepi rahang bawah, di kaudal oleh kedua tulang selangka dan tepi cranial sternum, di lateral oleh pinggir depan m. trapezius kiri dan kanan. Kedua m.sternocleidomastoideus selalu jelas terlihat, dan pada garis tengah dari cranial ke kaudal terdapat tulang hyoid serta kartilago tiroid, krikoid, dan trakea. Palpasi : palpasi dapat dilakukan pada pasien dalam sikap duduk atau berbaring, dengan kepala dalam sikap fleksi ringan supaya regangan otot pita leher tidak mengganggu palpasi. Pada sikap duduk dilakukan pemeriksaan dari belakang penderita maupun dari depan. Sedangkan pada sikap berbaring digunakan bantal tipis di bawah kepala. Tulang hyoid, kartilago tiroid dan krikoid sampai cincin kedua trakaea biasanya mudah diraba di garis tengah. Cincin trakea yang lebih kaudal makin sukar diraba karena trakea mengarah ke dorsal. Pada gerakan menelan, seluruh trakea bergerak naik turun. Satu-satunya struktur lain yang turut dengan gerakan ini adalah kelenjar tiroid atau sesuatu yang berasal dari kelenjar tiroid. Sekitar 5% struma nodosa mengalami keganasan. Di klinik perlu dibedakan nodul tiroid jinak dan nodul ganas yang memiliki karakteristik: 1. Konsistensi keras pada beberapa bagian atau menyeluruh pada nodul dan sukar digerakkan, walaupun nodul ganas dapat mengalami degenerasi kistik dan kemudian menjadi lunak. 2. Sebaliknya nodul dengan konsistensi lunak lebih sering jinak, walaupun

nodul yang mengalami kalsifikasi dapat dtemukan pada hiperplasia adenomatosa yang sudah berlangsung lama. 3. Infiltrasi nodul ke jaringan sekitarnya merupakan tanda keganasan, walaupun nodul ganas tidak selalu mengadakan infiltrasi. Jika ditemukan ptosis, miosis dan enoftalmus (Horner syndrome) merupakan tanda infiltrasi atau metastase ke jaringan sekitar. 4. 20% nodul soliter bersifat ganas sedangkan nodul multipel jarang yang ganas, tetapi nodul multipel dapat ditemukan 40% pada keganasan tiroid 5. Nodul yang muncul tiba-tiba atau cepat membesar perlu dicurgai ganas terutama yang tidak disertai nyeri. Atau nodul lama yang tiba-tiba membesar progresif. 6. Nodul dicurigai ganas bila disertai dengan pembesaran kelenjar getah bening regional atau perubahan suara menjadi serak. 7. Pulsasi arteri karotis teraba dari arah tepi belakang muskulus sternokleido mastoidea karena desakan pembesaran nodul (Berrys sign)

Kecurigaan suatu keganasan pada nodul tiroid bisa dirangkum: 1. Sangat mencurigakan a. riwayat keluarga karsinoma tiroid medulare b. cepat membesar terutama dengan terapi dengan levotirosin c. nodul padat atau keras d. sukar digerakkan atau melekat pada jaringan sekitar e. paralisis pita suara f. metastasis jauh 2. Kecurigaan sedang a. umur di bawah 20 tahun atau di atas 70 tahun b. pria c. riwayat iradiasi pada leher dan kepala d. nodul >4cm atau sebagian kistik e. keluhan penekana termasuk disfagia,disfonia, serak, dispnu dan batuk. 2. Nodul jinak a. riwayat keluarga: nodul jinak

b. struma difusa atau multinodosa c. besarnya tetap d. FNAB: jinak e. kista simpleks f. nodul hangat atau panas g. mengecil dengan terapi supresi levotiroksin. Index Wayne digunakan untuk menentukan apakah pasien mengalami eutiroid, hipotiroid atau hipertiroid Gejala subjektif Dispneu d effort Palpitasi Capai/lelah Suka panas Suka dingin Keringat banyak Nervous Tangan basah Tangan panas Nafsu makan Nafsu makan BB BB Fibrilasi atrium Jumlah Angka +1 +2 +2 -5 +5 +3 +2 +1 -1 +3 -3 -3 +3 +3 Gejala objektif Ada Tiroid teraba +3 Bruit diatas +2 systole Eksoftalmus Lid retraksi Lid lag Hiperkinesis Tangan panas Nadi <80x/m 80-90x/m >90x/m < 11 eutiroid 11-18 normal > 19 hipertiroid +2 +2 +1 +4 +2 +3 Tidak -3 -2 -2 -2 -3

Pemerikasaan laboratorium yang digunakan dalam diagnosa penyakit tiroid terbagi atas:
1. Pemeriksaan

untuk

mengukur

fungsi

tiroid

Pemerikasaan hormon tiroid dan TSH paling sering menggunakan radioimmunoassay (RIA) dan cara enzyme-linked immuno-assay (ELISA) dalam serum atau plasma darah. Pemeriksaan T4 total dikerjakan pada semua penderita penyakit tiroid, kadar normal pada orang dewasa 60-150 nmol/L atau 50-120 ng/dL; T3 sangat membantu untuk hipertiroidisme, kadar normal pada orang dewasa antara 1,0-2,6 nmol/L atau 0,65-1,7 ng/dL; TSH sangat membantu untuk mengetahui hipotiroidisme

primer di mana basal TSH meningkat 6 mU/L. Kadang-kadang meningkat sampai 3 kali normal. 2. Pemeriksaan untuk menunjukkan penyebab gangguan tiroid. Antibodi terhadap macam-macam antigen tiroid ditemukan pada serum penderita dengan penyakit tiroid autoimun. a. antibodi tiroglobulin b. antibodi mikrosomal c. antibodi antigen koloid ke dua (CA2 antibodies) d. antibodi permukaan sel (cell surface antibody) e. thyroid stimulating hormone antibody (TSA) Pemeriksaan radiologis dengan foto rontgen dapat memperjelas adanya deviasi trakea, atau pembesaran struma retrosternal yang pada umumnya secara klinis pun sudah bisa diduga, foto rontgen leher [posisi AP dan Lateral diperlukan untuk evaluasi kondisi jalan nafas sehubungan dengan intubasi anastesinya, bahkan tidak jarang intuk konfirmasi diagnostik tersebut sampai memelukan CT-scan leher. USG bermanfaat pada pemeriksaan tiroid untuk: 1. Dapat menentukan jumlah nodul 2. Dapat membedakan antara lesi tiroid padat dan kistik, 3. Dapat mengukur volume dari nodul tiroid 4. Dapat mendeteksi adanya jaringan kanker tiroid residif yang tidak menangkap iodium, yang tidak terlihat dengan sidik tiroid. 5. Pada kehamilan di mana pemeriksaan sidik tiroid tidak dapat dilakukan, pemeriksaan USG sangat membantu mengetahui adanya pembesaran tiroid. 6. Untuk mengetahui lokasi dengan tepat benjolan tiroid yang akan dilakukan biopsi terarah 7. Dapat dipakai sebagai pengamatan lanjut hasil pengobatan. Pemeriksaan tiroid dengan menggunakan radio-isotop dengan memanfaatkan metabolisme iodium yang erat hubungannya dengan kinerja tiroid bisa menggambarkan aktifitas kelenjar tiroid maupun bentuk lesinya. Penilaian fungsi kelenjar tiroid dapat juga

dilakukan karena adanya sistem transport pada membran sel tiroid yang menangkap iodida dan anion lain. Iodida selain mengalami proses trapping juga ikut dalam proses organifikasi, sedangkan ion pertechnetate hanya ikut dalam proses trapping. Uji tangkap tiroid ini berguna untuk menentukan fungsi dan sekaligus membedakan berbagaii penyebab hipertiroidisme dan juga menentukan dosis iodium radioaktif untuk pengobatan hipertiroidisme. Uji tangkap tiroid tidak selalu sejalan dengan keadaan klinik dan kadar hormon tiroid. Pemeriksaan dengan sidik tiroid sama dengan uji angkap tiroid, yaitu dengan prinsip daerah dengan fungsi yang lebih aktif akan menangkap radioaktivitas yang lebih tinggi. Pemerikasaan histopatologis dengan biopsi jarum halus (fine needle aspiration biopsy FNAB) akurasinya 80%. Hal ini perlu diingat agar jangan sampai menentukan terapi definitif hanya berdasarkan hasil FNAB saja. Berikut ini penilaian FNAB untuk nodul tiroid. 1. Jinak (negatif) Tiroid normal Nodul koloid Kista Tiroiditis subakut Tiroiditis Hashimoto 2. Curiga (indeterminate) Neoplasma sel folikuler Neoplasma Hurthle Temuan kecurigaan keganasan tai tidak pasti 3. Ganas (positif) Karsinoma tiroid papiler Karsinoma tiroid meduler Karsinoma tiroid anaplastik.5 Pemeriksaan potong beku (VC = Vries coupe) pada operasi tiroidektomi diperlukan untuk meyakinkan bahwa nodul yang dioperasi tersebut suatu keganasan atau bukan. Lesi

tiroid atau sisa tiroid yang dilakukan VC dilakukan pemeriksaan patologi anatomis untuk memastika n proses ganas atau jinak serta mengetahui jenis kelainan histopatologis dari nodul tiroid dengan parafin block. K. PENATALAKSANAAN Pilihan terapi nodul tiroid: 1. Terapi supresi dengan hormon levotirosin 2. Pembedahan 3. Iodium radioaktif 4. Suntikan etanol 5. US Guided Laser Therapy 6. Observasi, bila yakin nodul tidak ganas. Indikasi operasi pada struma adalah: a. struma difus toksik yang gagal dengan terapi medikamentosa b. struma uni atau multinodosa dengan kemungkinan keganasan c. struma dengan gangguan tekanan d. kosmetik. Kontraindikassi operasi pada struma: a. struma toksika yang belum dipersiapkan sebelumnya b. struma dengan dekompensasi kordis dan penyakit sistemik yang lain yang belum terkontrol c. struma besar yang melekat erat ke jaringan leher sehingga sulit digerakkan yang biasanya karena karsinoma. Karsinoma yang demikian biasanya sering dari tipe anaplastik yang jelek prognosanya. Perlekatan pada trakea ataupun laring dapat sekaligus dilakukan reseksi trakea atau laringektomi, tetapi perlekatan dengan jaringan lunak leher yang luas sulit dilakukan eksisi yang baik. d. struma yang disertai dengan sindrom vena kava superior. Biasanya karena metastase luas ke mediastinum, sukar eksisinya biarpun telah dilakukan sternotomi, dan bila dipaksakan akan memberikan mortalitas yang tinggi dan sering hasilnya tidak radikal.

Pertama-tama dilakukan pemeriksaan klinis untuk menentukan apakah nodul tiroid tersebut suspek maligna atau suspek benigna. Bila nodul tersebut suspek maligna dibedakan atas apakah kasus tersebut operabel atau inoperabel. Bila kasus yang dihadapi inoperabel maka dilakukan tindakan biopsi insisi dengan pemeriksaan histopatologi secara blok parafin. Dilanjutkan dengan tindakan debulking dan radiasi eksterna atau khemoradioterapi. Bila nodul tiroid suspek maligna tersebut operabel dilakukan tindakan

isthmolobektomi dan pemeriksaan potong beku (VC ). Ada 5 kemungkinan hasil yang didapat : 1. Lesi jinak. Maka tindakan operasi selesai dilanjutkan dengan observasi 2. Karsinoma papilare. Dibedakan atas risiko tinggi dan risiko rendah berdasarkan klasifikasi AMES. a. b. Bila risiko rendah tindakan operasi selesai dilanjutkan dengan observasi. Bila risiko tinggi dilakukan tindakan tiroidektomi total.

3. Karsinoma folikulare. Dilakukan tindakan tiroidektomi total 4. Karsinoma medulare. Dilakukan tindakan tiroidektomi total 5. Karsinoma anaplastik. a. Bila memungkinkan dilakukan tindakan tiroidektomi total. b. Bila tidak memungkinkan, cukup dilakukan tindakan debulking dilanjutkan dengan radiasi eksterna atau khemoradioterapi. Bila nodul tiroid secara klinis suspek benigna dilakukan tindakan FNAB ( Biopsi Jarum Halus ). Ada 2 kelompok hasil yang mungkin didapat yaitu :

1. Hasil FNAB suspek maligna, foliculare Pattern dan Hurthle Cell. Dilakukan

tindakan isthmolobektomi dengan pemeriksaan potong beku seperti diatas.


2. Hasil FNAB benigna.

Dilakukan terapi supresi TSH dengan tablet Thyrax selama 6 bulan kemudian dievaluasi, bila nodul tersebut mengecil diikuti dengan tindakan observasi dan apabila nodul tersebut tidak ada perubahan atau bertambah besar sebaiknya dilakukan tindakan isthmolobektomi dengan pemeriksaan potong beku seperti diatas.

BAB III PEMBAHASAN


Anatomi dan Fisiologi Kelenjar Tiroid

Tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3) regulator metabolik seluler. Sekitar 80% T3 diproduksi oleh deiodinasi ekstratiroid dari T4 (waktu paruh 24-30 jam). Sintesis melalui empat tahap :

Pengobatan dan pertimbangan anestesi

Kombinasi propanolol dan potasium iodida sebelum pemberian anestesi dan pembedahan. Esmolol dapat diberikan terus-menerus secara intravena Isofluran dan sevofluran penanganan intraoperatif adalah pencapaian anestesi yang dalam.

Ketamin dan Pankuronium tidak dianjurkan Tidak menambahkan epinefrin pada anestesi regional persiapan preoperatif tidak adekuat Komplikasi bedah

Dapat mengaktivasi sistem saraf simpatis

Preoperatif Anestesia Tunda operasi sampai klinis dan lab eutiroid.

Preoperatif tes

fungsi tiroid normal

HR < 85 x / menit (saat istirahat).


Benzodiazepin pilihan yang baik preoperatif sedasi. Obat antitiroid dan - adrenergik antagonis lanjut sampai hari operasi. Pada bedah darurat, sirkulasi hiperdinamik dapat kontrol degan titrasi esmolol

Intraoperatif Anestesia

Monitor fungsi kardiovaskuler dan temperatur Proteksi mata Elevasi meja operasi 15 20 derajat Intubasi Hindari : Ketamin, Pancuronium, Agonis adrenergik Induksi tiopental dosis tinggi Anestesi dalam. Pelumpuh otot digunakan secara hati-hati

Postoperatif Anestesia

Penyulit pasca bedah : Badai tiroid (Thyroid storm)


Hiperpireksia Takhikardi Hipotensi Perubahan kesadaran Sering terjadi pada operasi pada pasien hipertiroid akut. Terjadi 6 24 jam pascabedah, dapat terjadi intra operatif.

Bedakan dari hipertermia maligna, feokromositoma, anestesi yang tidak adekuat.

DAFTAR PUSTAKA
1.
2.

Latief SA, et al. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Ed 2. Jakarta : Universitas Missiani HA. General Anestesi pada Struma. Dikutip dari :

Indonesia. 2007. http://perawatanestesiindonesia.com/2011/11/ga-pada-struma.html 3. 4. Tjay TH, et al. Obat-obat Penting. Ed 5. Jakarta : Gramedia. 2003. Soerasdi E. Obat-obat Anesthesia Sehari-hari. Bandung. 2010

Você também pode gostar

  • KEMOTERAPI
    KEMOTERAPI
    Documento23 páginas
    KEMOTERAPI
    Dwi Feris Martua Sidabutar
    Ainda não há avaliações
  • GGN Disosiatif
    GGN Disosiatif
    Documento7 páginas
    GGN Disosiatif
    Elisabeth Melisa
    Ainda não há avaliações
  • Sejarah 2
    Sejarah 2
    Documento2 páginas
    Sejarah 2
    Elisabeth Melisa
    Ainda não há avaliações
  • Sejarah
    Sejarah
    Documento4 páginas
    Sejarah
    Elisabeth Melisa
    Ainda não há avaliações
  • Disosiatif
    Disosiatif
    Documento12 páginas
    Disosiatif
    Elisabeth Melisa
    Ainda não há avaliações
  • KEPATUHAN OBAT
    KEPATUHAN OBAT
    Documento3 páginas
    KEPATUHAN OBAT
    Elisabeth Melisa
    Ainda não há avaliações
  • Laporan Kasus Anestesi
    Laporan Kasus Anestesi
    Documento17 páginas
    Laporan Kasus Anestesi
    Nora Tu
    100% (1)
  • Lidokain Jadi
    Lidokain Jadi
    Documento8 páginas
    Lidokain Jadi
    Elisabeth Melisa
    Ainda não há avaliações
  • Beda Delirium Demensia
    Beda Delirium Demensia
    Documento8 páginas
    Beda Delirium Demensia
    almahdy25051976
    Ainda não há avaliações
  • Disosiatif
    Disosiatif
    Documento12 páginas
    Disosiatif
    Elisabeth Melisa
    Ainda não há avaliações
  • AMHP Jamkesmas RSKD
    AMHP Jamkesmas RSKD
    Documento3 páginas
    AMHP Jamkesmas RSKD
    Elisabeth Melisa
    Ainda não há avaliações
  • Management of Acute Coronary Syndrome
    Management of Acute Coronary Syndrome
    Documento30 páginas
    Management of Acute Coronary Syndrome
    koloradek
    Ainda não há avaliações
  • Putri Ramadhani d41103020
    Putri Ramadhani d41103020
    Documento13 páginas
    Putri Ramadhani d41103020
    Mohammad Afif Rachmatulloh
    Ainda não há avaliações
  • Laktat Hipertonik
    Laktat Hipertonik
    Documento4 páginas
    Laktat Hipertonik
    Elisabeth Melisa
    Ainda não há avaliações
  • Disosiatif
    Disosiatif
    Documento12 páginas
    Disosiatif
    Elisabeth Melisa
    Ainda não há avaliações
  • Disosiatif
    Disosiatif
    Documento12 páginas
    Disosiatif
    Elisabeth Melisa
    Ainda não há avaliações
  • CT Scan
    CT Scan
    Documento8 páginas
    CT Scan
    Elisabeth Melisa
    Ainda não há avaliações
  • KEPATUHAN OBAT
    KEPATUHAN OBAT
    Documento3 páginas
    KEPATUHAN OBAT
    Elisabeth Melisa
    Ainda não há avaliações
  • BNO
    BNO
    Documento31 páginas
    BNO
    Elisabeth Melisa
    Ainda não há avaliações
  • ULTRASONOGRAFI
    ULTRASONOGRAFI
    Documento8 páginas
    ULTRASONOGRAFI
    Elisabeth Melisa
    Ainda não há avaliações
  • Memori 2
    Memori 2
    Documento9 páginas
    Memori 2
    Elisabeth Melisa
    Ainda não há avaliações
  • Anatomi Kepala
    Anatomi Kepala
    Documento13 páginas
    Anatomi Kepala
    Elisabeth Melisa
    Ainda não há avaliações
  • Sinus
    Sinus
    Documento2 páginas
    Sinus
    Elisabeth Melisa
    Ainda não há avaliações
  • Calcaneus Spur
    Calcaneus Spur
    Documento8 páginas
    Calcaneus Spur
    Elisabeth Melisa
    Ainda não há avaliações
  • Management of Acute Coronary Syndrome
    Management of Acute Coronary Syndrome
    Documento30 páginas
    Management of Acute Coronary Syndrome
    koloradek
    Ainda não há avaliações
  • Anestetik Umum
    Anestetik Umum
    Documento25 páginas
    Anestetik Umum
    Elisabeth Melisa
    Ainda não há avaliações
  • Abses Hepar
    Abses Hepar
    Documento4 páginas
    Abses Hepar
    Elisabeth Melisa
    Ainda não há avaliações
  • Metabolisme Protein
    Metabolisme Protein
    Documento4 páginas
    Metabolisme Protein
    Elisabeth Melisa
    Ainda não há avaliações