Você está na página 1de 6

Artikel Penelitian

Prevalensi Gangguan Menstruasi dan Faktor-faktor yang Berhubungan pada Siswi SMU di Kecamatan Pulo Gadung Jakarta Timur
Olaf Sianipar,* Nur Chandra Bunawan,* Prima Almazini,* Neysa Calista, Priyandini Wulandari,* Natasha Rovenska,* Raissa E. Djuanda, Irene,* Adjie Seno,** Eva Suarthana***
*Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia **Departemen Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ***Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Abstrak: Gangguan menstruasi merupakan masalah yang sering ditemukan dengan prevalensi terbanyak pada remaja akhir. Apabila tidak ditangani, gangguan menstruasi dapat mempengaruhi kualitas hidup dan aktivitas sehari-hari. Penelitian mengenai gangguan menstruasi pada remaja belum banyak dilakukan di Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui prevalensi gangguan menstruasi pada siswi SMU dan faktor-faktor yang berhubungan. Dilakukan studi cross sectional terhadap 57 siswi SMU X Kecamatan Pulo Gadung Jakarta Timur, menggunakan kuesioner yang pengisiannya dipandu oleh peneliti. Didapatkan responden berusia 15-19 tahun yang sebagian besar merupakan siswi kelas XII (43,9%). Hampir seluruh (98,2%) responden mengalami menstruasi pertama pada rentang usia 11-14 tahun. Kebanyakan (66,7%) responden memiliki status gizi normal. Lebih dari separuh (54,4%) responden aktif secara fisik. Terdapat 63,2% responden yang mengalami gangguan menstruasi dengan jenis gangguan terbanyak (91,7%) adalah gangguan lain yang berhubungan dengan menstruasi, diikuti gangguan lama menstruasi (25,0%), dan gangguan siklus menstruasi (5,0%). Tidak didapatkan responden yang mengalami gangguan volume menstruasi. Di antara responden dengan gangguan lain yang berhubungan dengan menstruasi, sindrom pramenstruasi merupakan yang paling banyak dialami (75,8%). Terdapat hubungan bermakna antara usia, kelas, dan aktivitas fisik dengan gangguan menstruasi. Tidak terdapat hubungan bermakna antara usia menstruasi pertama dan status gizi dengan gangguan menstruasi. Kata kunci: aktivitas fisik, gangguan menstruasi, siswi SMU, status gizi, usia menstruasi pertama.

308

Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 7, Juli 2009

Prevalensi Gangguan Menstruasi

Prevalence of Menstrual Disorder and Associated Factors of at High School in Pulo Gadung Subdistrict of East Jakarta Olaf Sianipar,* Nur Chandra Bunawan,* Prima Almazini,* Neysa Calista,* Priyandini Wulandari,* Natasha Rovenska,* Raissa E. Djuanda,* Irene,* Seno Adjie,** Eva Suarthana***
*Faculty of Medicine University of Indonesia **Department of Obstetric and gineacologic, Faculty of Medicine University of Indonesia ***Department of Community Medicine, Faculty of Medicine University of Indonesia

Abstract: Menstrual disorder is common among women, with the highest prevalence found in late adolescence. If left untreated, menstrual disorder could affect the quality of life and daily activities. Currently, there are not many publication regarding this issue in Indonesia. The aim of this study was to determine the prevalence of menstrual disorder of high school students and factors associated with it. A cross sectional study was carried out on 57 adolescent females at High School X in Pulo Gadung Subdistrict of East Jakarta. Data were collected using guided questionnaire. The subjects were between 15-19 years old, mostly (43.9%) in 12th grade. Almost all (98.2%) of the subjects began menstruation at the age 11-14 years old. Most (66.7%) of the subjects had normal nutritional status. More than half (54.4%) of the subjects were physically active. The majority (63.2%) of the subjects experience menstrual disorder, with symptoms related to menstruation as the most common (91.7%), followed by disorder of menstrual period (25.0%), and disorder of menstrual cycle (5.0%). We found no subject with disorder of menstrual volume. Among symptoms related to menstruation, premenstrual syndrome was the most common (75.8%). There were significant associations between age, grade, and physical activity with menstrual disorder. There was no significant association between age of first menstruation and nutritional status with menstrual disorder. Keywords: physical activity, menstrual disorder, high school students, nutritional status, age of first menstruation,

Pendahuluan Gangguan menstruasi merupakan masalah yang cukup sering ditemukan pada pelayanan kesehatan primer. Penelitian sebelumnya mengenai prevalensi dismenorea pada mahasiswi sebuah universitas di Jakarta tahun 2004 menemukan bahwa 83,5% mahasiswi mengalami dismenorea.1 Pada penelitian lain, didapatkan hanya 38% wanita yang menganggap perdarahan yang banyak pada menstruasi sebagai masalah, padahal 76% dokter yang menerima kasus tersebut menganggapnya sebagai kasus yang perlu dirujuk. Hal tersebut menunjukkan masih rendahnya kesadaran wanita terhadap masalah gangguan menstruasi.2 Tahun-tahun awal menstruasi merupakan periode yang rentan terhadap terjadinya gangguan. Tujuh puluh lima persen wanita pada tahap remaja akhir mengalami gangguan yang terkait dengan menstruasi. Menstruasi yang tertunda, tidak teratur, nyeri, dan perdarahan yang banyak pada waktu menstruasi merupakan keluhan tersering yang menyebabkan remaja wanita menemui dokter.3 Cakir M et al.4 dalam

penelitiannya menemukan bahwa dismenorea merupakan gangguan menstruasi dengan prevalensi terbesar (89,5%), diikuti ketidakteraturan menstruasi (31,2%), serta perpanjangan durasi menstruasi (5,3%). Pada pengkajian terhadap penelitian-penelitian lain didapatkan prevalensi dismenorea bervariasi antara 15,8-89,5%, dengan prevalensi tertinggi pada remaja.5 Mengenai gangguan lainnya, Bieniasz J et al.6 mendapatkan prevalensi amenorea primer sebanyak 5,3%, amenorea sekunder 18,4%, oligomenorea 50%, polimenorea 10,5%, dan gangguan campuran sebanyak 15,8%. Selain itu, dismenorea merupakan alasan utama yang menyebabkan remaja wanita absen dari sekolah. Sindrom pramenstruasi didapatkan pada 40% wanita, dengan gejala berat pada 2-10% penderita.7 Gangguan menstruasi memerlukan evaluasi yang seksama karena gangguan menstruasi yang tidak ditangani dapat mempengaruhi kualitas hidup dan aktivitas sehari-hari. Pada sebuah studi yang dilakukan terhadap mahasiswa didapatkan data bahwa sindrom pramenstruasi (67%) dan

Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 6, Juli 2009

309

Prevalensi Gangguan Menstruasi dismenorea (33%) merupakan keluhan yang dirasakan paling mengganggu. Efek gangguan menstruasi yang dilaporkan antara lain waktu istirahat yang memanjang (54%) dan menurunnya kemampuan belajar (50%).8 Penelitian yang dilakukan di sejumlah negara, termasuk negara-negara berkembang lainnya, mengungkapkan bahwa gangguan menstruasi merupakan masalah yang cukup banyak dihadapi oleh wanita, terutama pada usia remaja. Penelitian serupa di Indonesia masih belum banyak dilakukan. Oleh karena itu, penelitian ini dibuat untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik mengenai prevalensi gangguan menstruasi pada wanita remaja di Indonesia. Metode Penelitian ini menggunakan desain potong lintang dengan pengambilan sampel secara stratified cluster sampling dan dilaksanakan pada bulan januari 2009 di SMU X Kecamatan Pulo Gadung, Jakarta Timur. Populasi dan sampel yang diteliti adalah siswi SMU X Kecamatan Pulo Gadung, Jakarta Timur. Kriteria inklusi adalah siswi SMU X Kecamatan Pulo Gadung, Jakarta Timur yang bersedia mengikuti penelitian dan telah mengalami menstruasi minimal selama 2 tahun. Kriteria eksklusi adalah siswi SMU X Kecamatan Pulo Gadung, Jakarta Timur yang sedang menderita penyakit berat yang dapat mempengaruhi siklus menstruasi (tuberkulosis, hipertiroidisme, hipotiroidisme, lupus eritematosus sistemik, dan gangguan koagulasi darah), mengonsumsi obat-obatan hormonal (termasuk kontrasepsi) dan yang tidak hadir saat pengambilan sampel. Instrumen penelitian berupa guided questionnaire yang sudah divalidasi. Analisis Data Semua data yang terkumpul dicatat dan dilakukan editing dan coding kemudian dimasukkan ke dalam program komputer Statistical Package for Social Sciences (SPSS) untuk windows versi 13.0 untuk diolah lebih lanjut. Analisis dilakukan dengan uji kemaknaan Chi-Square atau Independent t-test dengan tingkat kemaknaan p<0,05. Hasil Responden adalah 57 siswi SMU X Kecamatan Pulo Gadung Jakarta Timur. Didapatkan rerata usia responden 16,9 (SD 1,1) tahun, rerata usia saat pertama menstruasi 12,2 (SD 0,9) tahun, dan rerata IMT 21,7 (SD 4,0) kg/m2. Sebaran Responden Berdasarkan Usia, Kelas, Usia Menstruasi Pertama, Status Gizi, dan Aktivitas Fisik Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa responden terbanyak (43,9%) berasal dari kelas XII. Sebagian besar (98,2%) responden mengalami menstruasi pertama pada usia 11-14 tahun dan sisanya pada usia di bawah 11 tahun. Dua per tiga (66,7%) responden memiliki status gizi normal dan sebanyak 54,4% responden melakukan aktivitas fisik secara aktif.
310

Sebaran Responden yang Mengalami Gangguan Menstruasi Dari tabel 2 dapat dilihat bahwa responden yang mengalami gangguan menstruasi adalah sebanyak 63,2%. Jenis gangguan menstruasi terbanyak adalah gangguan lain yang berhubungan dengan menstruasi (Tabel 3). Jenis gangguan secara rinci ditampilkan pada Tabel 4-6. Dari 33 responden yang mengalami gangguan lain berhubungan dengan menstruasi, sindrom pramenstruasi merupakan gangguan terbanyak (Tabel 6).
Tabel 1. Sebaran Responden Berdasarkan Usia, Kelas, Usia Menstruasi Pertama, Status Gizi, dan Aktivitas Fisik (n=57) Variabel Usia Kategori tahun tahun tahun tahun tahun X XI XII <11 tahun >14 tahun 11-14 tahun Underweight Normal Overweight Obese Tidak aktif Aktif 15 16 17 18 19 f 8 11 17 19 2 17 15 25 1 0 56 11 38 5 3 26 31 % 14,0 19,3 29,8 33,3 3,5 29,8 26,3 43,9 1,8 0,0 98,2 19,3 66,7 8,8 5,3 45,6 54,4

Kelas

Usia menstruasi pertama

Status gizi

Aktivitas fisik

Tabel 2. Sebaran Responden yang Mengalami Gangguan Menstruasi (n = 57) Variabel Gangguan menstruasi Kategori Ya Tidak f 36 21 % 63,2 36,8

Tabel 3. Sebaran Responden Berdasarkan Jenis Gangguan Menstruasi (n = 57) Variabel Gangguan siklus menstruasi Kategori f 2 55 0 57 9 48 33 24 % 3,5 96,5 0,0 100,0 15,8 84,2 57,9 42,1

Ya Tidak Gangguan volume menstruasi Ya Tidak Gangguan lama menstruasi Ya Tidak Gangguan lain yang berhubungan Ya dengan menstruasi Tidak

Tabel 4. Sebaran Responden Berdasarkan Jenis Gangguan Siklus Menstruasi (n = 57) Kategori Polimenorea Oligomenorea Tidak ada gangguan f 0 2 55 % 0,0 3,5 96,5

Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 7, Juli 2009

Prevalensi Gangguan Menstruasi


Tabel 5. Sebaran Responden Berdasarkan Jenis Gangguan Lama Menstruasi (n = 57) Kategori Brakhimenorea Menoragia Tidak ada gangguan f 0 9 48 % 0,0 15,8 84,2 Tabel 8. Hubungan Antara Usia dan Usia Menstruasi Pertama dengan Gangguan Menstruasi Variabel Gangguan Mean SD Uji Statistik Independent t-test (p=0,008) Independent t-test (p=0,174) Keterangan

Usia (tahun) Ya Tidak Usia mens- Ya truasi perta- Tidak pertama (tahun)

16,7 17,4 12,1 12,4

1,2 0,7 0,9 0,9

(p=0,008) Bermakna Tidak bermakna

Tabel 6. Sebaran Responden Berdasarkan Jenis Gangguan Lain yang Berhubungan dengan Menstruasi (n = 57) Variabel Sindrom pramenstruasi Dismenorea Perdarahan di luar menstruasi Kategori Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak f 25 32 18 39 12 45 % 43,9 56,1 31,6 68,4 21,1 78,9

Hubungan Antara Kelas, Aktivitas Fisik, dan Status Gizi dengan Gangguan Menstruasi Dari Tabel 7 terdapat hubungan yang bermakna antara kelas dan aktivitas fisik dengan gangguan menstruasi. Akan tetapi, tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara status gizi dengan gangguan menstruasi.
Tabel 7. Hubungan Antara Kelas, Aktivitas Fisik, dan Status Gizi dengan Gangguan Menstruasi Variabel Kategori Gangguan menstruasi Ya Tidak 2 (9,5%) 6 (28,6%) 13 (61,9%) 14 (66,7%) 7 (33,3%) 5 23,8% 3 14,3% 0 0,0% 13 61,9% Uji Statistik Ket..

Kelas

Aktivitas fisik

Status gizi

15 (41,7%) XI 9 (25,0%) XII 12 (33,3%) Tidak aktif 12 (33,3%) Aktif 24 (66,7%) Under6 weight* 16,7% Over2 weight* 5,6% Obese* 3 8,3% Normal 25 69,4%

Chi-square (p=0,028)

Bermakna

Chi-square (p=0,015)

Bermakna

Chi-square (p=0,56)

Tidak bermakna

*Kategori digabungkan pada uji Chi-square

Hubungan Antara Usia dan Usia Menstruasi Pertama dengan Gangguan Menstruasi Dari Tabel 8 didapatkan hubungan yang bermakna antara usia dengan gangguan menstruasi. Akan tetapi, tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara usia menstruasi pertama dengan gangguan menstruasi.
Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 7, Juli 2009

Diskusi Pada penelitian ini didapatkan prevalensi gangguan menstruasi pada siswi SMU X sebesar 63,2%. Penelitian Vegas et al.1 tentang prevalensi gangguan menstruasi pada mahasiswi tingkat satu dan dua sebuah universitas di Jakarta memperlihatkan hasil yang lebih besar yaitu sebesar 75,0%. Perbedaan hasil ini mungkin disebabkan perbedaan tingkat stressor antara siswi SMU dengan mahasiswi. Selain itu, Vegas et al.1 hanya meneliti prevalensi dismenorea. Gangguan menstruasi yang terbanyak dialami oleh responden dalam penelitian ini adalah gangguan lain yang berhubungan dengan menstruasi yang meliputi sindrom pramenstruasi (75,8%), dismenorea (54,5%), dan perdarahan di luar menstruasi (36,4%). Hasil ini lebih rendah dari yang ditemukan Vegas et al.1, namun hampir sama dengan literatur, bahwa prevalensi dismenorea bervariasi antara 15,8-89,5%.9 Penelitian Cakir et al.4 pada mahasiswi di Turki memperlihatkan dismenorea merupakan gangguan menstruasi dengan prevalensi terbesar yaitu 89,5%. Dari uji statistik, didapatkan hubungan yang bermakna antara tingkatan kelas responden dengan gangguan menstruasi. Hingga saat ini belum dapat ditemukan penelitian yang menghubungkan antara tingkatan kelas responden dengan gangguan menstruasi. Pada penelitian ini didapatkan gangguan menstruasi terbanyak pada kelas X (41,7%) dan diikuti kelas XII (33,3%). Hasil tersebut disebabkan pada siswa kelas X rata-rata siklus menstruasinya dalam masa peralihan menuju stabil. Selain itu, terdapat stressor berupa penyesuaian suasana pendidikan dari SMP ke SMA. Pada siswi kelas XII ditemukan stressor berupa ujian akhir dan persiapan masuk universitas. Dalam penelitian ini didapatkan hubungan yang bermakna antara aktivitas fisik dengan gangguan menstruasi. Duapertiga responden yang mengalami gangguan menstruasi justru aktif secara fisik, sedangkan duapertiga responden yang tidak mengalami gangguan menstruasi justru tidak aktif. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian Aganoff et al.10 maupun Rich-Edwards et al.11 yang mendapatkan kecenderungan wanita yang aktif secara fisik mengalami gangguan menstruasi lebih rendah dibandingkan wanita yang tidak aktif. Ketidaksesuaian dengan teori ini mungkin diakibatkan perbedaan instrumen yang digunakan. Pada
311

Prevalensi Gangguan Menstruasi penelitian Aganoff et al.10 digunakan kuesioner yang dapat menggambarkan gangguan menstruasi secara objektif yakni Menstrual Distress Questionnaire (MDQ) dan Differential Emotions Scale (DES-IV). MDQ dan DES-IV diisi oleh responden sebelum menstruasi, pada saat menstruasi, dan di antara periode menstruasi sehingga parameter gangguan yang didapatkan lebih akurat dan objektif. Penelitian Rich-Edwards menyebutkan bahwa pada wanita Amerika, peningkatan aktivitas fisik justru berhubungan dengan risiko berkurangnya kejadian masalah ovulasi. Penambahan tiap jam aktivitas fisik intensitas berat per minggu terkait dengan penurunan 7% risiko terjadinya masalah ovulasi.11 Kriteria aktivitas fisik yang digunakan pada penelitian ini (kriteria WHO) hanya membedakan antara aktif dengan tidak aktif namun tidak ada batasan yang tegas antara aktivitas fisik intensitas sedang (yang menurunkan risiko gangguan menstruasi) dengan aktivitas fisik intensitas berat (yang meningkatkan risiko gangguan menstruasi). Oleh karena itu, terdapat kemungkinan responden yang dinyatakan aktif secara fisik pada penelitian ini (yang diasumsikan melakukan aktivitas fisik intensitas sedang) ternyata pada kenyataannya melakukan aktivitas fisik intensitas berat, sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut. Ditemukan hubungan yang bermakna antara usia responden dengan gangguan menstruasi (p=0,008); rerata usia responden yang mengalami gangguan menstruasi lebih muda (rerata 16,7 tahun) dibandingkan responden yang tidak mengalami gangguan menstruasi (rerata 17,4 tahun). Hasil ini sesuai dengan penelitian Lee et al.3 yang mendapatkan bahwa gangguan menstruasi lebih sering terjadi pada awal menstruasi. Oleh karena itu, disimpulkan bahwa usia yang lebih muda berkaitan dengan lebih tingginya angka gangguan menstruasi. Tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara usia pertama menstruasi dengan adanya gangguan menstruasi. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Anai et al.12 yang mendapatkan keterlambatan usia pertama menstruasi sebagai risiko tinggi terjadinya pola menstruasi yang tidak teratur. Siklus panjang dan tidak teratur lebih banyak terjadi pada responden dengan usia pertama menstruasi lebih dari 14 tahun, dengan depresi dan IMT tinggi. Simon13 menyebutkan bahwa perempuan yang mengalami menstruasi pertama pada usia 11 tahun atau kurang akan memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami nyeri hebat, periode dan siklus menstruasi yang memanjang. Hal ini juga ditemukan pada wanita yang mengalami menstruasi pertama pada usia 14 tahun ke atas. Pada penelitian ini tidak dapat dinilai hubungan antara usia saat pertama kali menstruasi dengan gangguan menstruasi karena kurangnya jumlah responden yang mengalami usia pertama menstruasi pada usia kurang dari 11 tahun dan lebih dari 14 tahun. Tidak didapatkan perbedaan rerata usia saat pertama kali menstruasi antara yang mengalami
312

gangguan (rerata 12,1 tahun) dengan yang tidak mengalami gangguan menstruasi (rerata 12,4 tahun). Hal ini memperlihatkan tidak ada hubungan antara usia usia pertama menstruasi dengan terjadinya gangguan menstruasi. Tidak didapatkan hubungan bermakna (p=0,191) antara IMT dengan gangguan menstruasi. Walaupun demikian, siswi dengan gangguan menstruasi memiliki rerata IMT lebih tinggi (IMT=22,3) dibandingkan siswi yang tidak mengalami gangguan menstruasi (IMT=20,8). Hasil tersebut memiliki pola serupa dengan penelitian Lee et al.3 yang mendapatkan hubungan bermakna antara IMT yang tinggi dengan sindrom pramenstruasi. Harlow et al.14 dan Rowland et al.15 juga mendapatkan hubungan bermakna antara tingginya IMT dan perpanjangan siklus menstruasi. Gangguan menstruasi juga dapat terjadi pada wanita dengan IMT rendah, seperti yang didapatkan oleh Hirata et al.,16 yaitu adanya peningkatan risiko (OR=1,3 dengan 95% CI=1,1-1,6) pada wanita dengan IMT rendah untuk mengalami nyeri menstruasi. Hal tersebut menunjukkan bahwa jenis gangguan menstruasi yang terjadi bergantung pada nilai IMT (underweight atau overweight). Dalam analisis hubungan antara IMT dengan gangguan menstruasi, peneliti membandingkan rerata nilai IMT karena jumlah responden underweight dan overweight/obese tidak memenuhi syarat uji Chi-square. Didapatkan rerata IMT kedua kelompok berada dalam batas normal. Pada analisis selanjutnya tidak didapatkan pola khusus hubungan antara IMT dengan gangguan menstruasi. Kesimpulan Dari 57 responden penelitian, 63,2% responden mengalami gangguan menstruasi dengan jenis gangguan terbanyak (91,7%) adalah gangguan lain yang berhubungan dengan menstruasi, diikuti gangguan lama menstruasi (25,0%), dan gangguan siklus menstruasi (5,0%). Tidak didapatkan responden yang mengalami gangguan volume menstruasi. Di antara responden dengan gangguan lain yang berhubungan dengan menstruasi, sindrom pramenstruasi merupakan yang paling banyak dialami (75,8%). Terdapat hubungan bermakna antara usia, kelas, dan aktivitas fisik dengan gangguan menstruasi. Daftar Pustaka
1. Vegas A, Juraini N, Rodiah, Rahayu N, Fajarini D, Annisa, et al. Pengetahuan, sikap, dan perilaku mahasiswi tentang dismenorea dan faktor-faktor yang berhubungan pada mahasiswi tingkat satu dan dua universitas X di Jakarta [laporan penelitian]. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2004. Warner P, Hilary ODC, Lumsden MA, Campbell-Brown M, Douglas A, Murray G. Referral for menstrual problems: cross sectional survey of symptoms, reasons for referral, and management. Br Med J. 2001 [disitasi 21 Januari 2009] 323:24-8. Diunduh dari: http://www.bmj.com/cgi/content/abstract/323/7303/24. Lee LK, Chen PCY, Lee KK, Kaur J. Menstruation among adolescent girls in Malaysia: a cross-sectional school survey. Singapore Med J. 2006 [disitasi 21 Januari 2009] 47(10):869. Diunduh dari: http://www.sma.org.sg/ smj/4710/4710a6.pdf.

2.

3.

Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 7, Juli 2009

Prevalensi Gangguan Menstruasi


Cakir M, Mungan I, Karakas T, Girisken I, Okten A. Menstrual pattern and common menstrual disorders among university students in Turkey. Pediatrics International. 2007 [disitasi 21 Januari 2009] 49(6):938-42. Diunduh dari: http://www3.interscience.wiley.com/journal/118514616/abstract CRETRY= 1&SRETRY=0. 5. Calis KA, Popat VP, Dang DK, Kalantaridou SN. Dysmenorrhea [disitasi 21 Januari 2009]. Diunduh dari: http://emedicine. medscape.com/article/253812-overview 6. Bieniasz J, Zak T, Laskowska-Zietek A, Noczyska A. Causes of menstrual disorder in adolescent girls a retrospective study. Endokrynol Diabetol Chor Przemiany Materii Wieku Rozw. 2006 [disitasi 21 Januari 2009] 12(3):205-10. Diunduh dari: http:// www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17020657. 7. Logue CM, Moos RH. Perimenstrual symptoms: prevalence and risk factors. Psychosom Med. 1986 [disitasi 21 Januari 2009] 48(6):388-414. Diunduh dari: http://www.psychosomaticmedicine.org/cgi/reprint/48/6/388. 8. Anamika S, Devender T, Pragya S, Renuka S. Problems related to menstruation and their effect on daily routine of students of a medical college in Delhi, India. Asia Pac J Pub Health. 2008 [disitasi 21 Januari 2009] 20(3):234-41. Diunduh dari: http:// aph.sagepub.com/cgi/content/abstract/20/3/234. 9. Hanafiah MJ. Haid dan siklusnya. Dalam: Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachim Hadi T, penyunting. Ilmu kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2008.h.103-24. 10. Aganoff JA, Boyle GJ. Aerobic exercise, mood states and menstrual cycle symptoms [disitasi 21 Januari 2009]. Diunduh dari: http://epublications. Bond.edu.au/hss_pubs/37. 4. 11. Rich-Edwards JW, Spiegelman D, Garland M, Hertzmark E, Hunter DJ, Colditz GA, et al. Physical activity, body mass index, and ovulatory disorder infertility. 2002 [disitasi 8 Februari 2009] 13(2):184-90. Diunduh dari: http://www.epidem.com/pt/re/epidemiology/abstract.00001648-200203000-00013. htm;jsessionid=JTJd2hVTKCQy895VWycPvB9LhqzQP37hcGZLKHXXsT3MQQ5PJtd3!1321082991!181195629!8091!1. 12. Anai T, Miyazaki F, Tomiyasu T, Matsuo T. Risk of irregular menstrual cycles and low peak bone mass during early adulthood associated with age at menarche. Pediatr Int [serial online]. 2001 [disitasi 19 Januari 2009] 43(5):483-8. Diunduh dari: http:// www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/11737709. 13. Simon H. Menstrual disorders. [disitasi 21 Januari 2009]. Diunduh dari: http://www.umm.edu/patiented/articles/what risk factors_severe_menstrual_cramps_000100_4.htm. 14. Harlow SD, Matanoski GM. The association between weight, physical activity, and stress and variation in the length of the menstrual cycle. Am J Epid. 1991 [disitasi 8 Februari 2009] 133(1):38-49. 15. Rowland AS, Baird DD, Long S, Wegienka G, Harlow SD, Alavanja M, et al. Influence of medical conditions and lifestyle factors on the menstrual cycle. Epidemiology. 2002 [disitasi 8 November 2009] 13(6):668-74. 16. Hirata M, Kumabe K, Inoue Y. Relationship between the frequency of menstrual pain and bodyweight in female adolescents. Nippon Koshu Eisei Zasshi [serial online]. 2002 [disitasi 19 Januari 2009] 49(6):516-24. Diunduh dari: www.ncbi.nlm.nih.gov/ pubmed/12138714. HQ

Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 6, Juni 2009

313

Você também pode gostar