Você está na página 1de 4

BAB III PEMBAHASAN Apakah penyakit yang diderita oleh pasien?

Berdasarkan gejala-gejala klinis dan hasil pemeriksaan fisik serta pemeriksaan laboratorium yang ada, pasien menderita leukemia. Namun jenis leukemia yang diderita belum dapat dipastikan lebih lanjut, karena masih membutuhkan beberapa pemeriksaan lain seperti morfologi sel darah melalui pemeriksaan apusan darah, aspirasi dan biopsi sumsum tulang, analisis sitogenetik, serta immunophenotyping. Untuk diagnosis sementara sebelum dilakukan pemeriksaan penunjang seperti diatas, manifestasi klinis yang ada lebih merujuk ke arah leukemia limfoblastik. Perkembangan penyakit, yaitu dalam 6 bulan telah menimbulkan gejala hepatomegali dan splenomegali merujuk ke arah leukemia akut. Selain itu anemia dan trombositopenia pada leukemia kronis timbul pada stadium akhir penyakit. Padahal, stadium akhir leukemia kronik dicapai setelah penyakit berjalan selama bertahun-tahun. Sementara, dalam kasus, anemia dan trombositopenia terjadi dalam rentang waktu yang relatif singkat, hanya 6 bulan. Kemudian tidak adanya pembengkakan gusi mungkin dapat menjadi salah satu petunjuk bahwa pasien tidak mengalami leukemia limfoblastik akut (AML). Jadi, kesimpulan yang didapatkan dari kasus, pasien mengalami leukemia limfoblastik akut (ALL). Mengapa pasien mengalami gejala-gejala klinis seperti terdapat dalam kasus? Lemas, mudah lelah, demam yang tidak terlalu tinggi (aksiler 38,5C), dan gizi kesan kurang. Disebabkan oleh hipermetabolisme yang terjadi karena aktivitas proliferasi sel-sel leukemia. Semua cadangan energi tubuh dipergunakan oleh aktivitas sel-sel leukemik yang ganas, sehingga semakin lama cadangan lemak dalam jaringan adiposa semakin berkurang, akibatnya gizi pasien terkesan kurang, lemas, dan mudah lelah. Kemungkinan lain penyebab penurunan status gizi pasien adalah anemia dan gangguan oksigenasi jaringan. Peningkatan aktivitas seluler yang terjadi mengakibatkan peningkatan suhu inti, akibatnya tubuh menjalankan mekanisme pengaturan suhu

sehingga terjadi demam. Kemungkinan lain akibat terjadinya demam adalah adanya infeksi. Walaupun sel-sel leukosit yang berperan dalam sistem imunitas meningkat, tetapi sel yang terbentuk tidak berdiferensiasi dengan sel imun jenis apapun, sehingga tidak fungsional dalam menjaga kekebalan tubuh. Fenomena ini disebut dengan leukopenia fungsional. Perdarahan lewat hidung dan trombositopenia (trombosit 67 x 103/mm3 [normal 1,5-3 x 105/mm3]). Akibat dari terjadinya penekanan hematopoiesis lainnya di sumsum tulang, maka produksi trombosit menurun. Padahal, trombosit berperan penting dalam sistem hemostasis primer. Jika trombosit berkurang, maka akan terjadi perdarahan yang waktunya lebih panjang daripada jika kondisi dan jumlah trombositnya normal. Kapiler pada keadaan normal memang sering mengalami ruptur, tetapi hal ini dapat cepat diatasi oleh sistem hemostasis primer, yaitu trombosit. Jika terjadi trombositopenia maka salah satu gejala yang timbul adalah perdarahan hidung akibat pecahnya dinding kapiler. Takikardi (108x/menit [normal 60-100/menit]), konjungtiva anemis, papil lidah atrofi, dan anemia (Hb 7,5 g/dl [normal 1216 g/dl]). Serupa dengan trombositopenia, anemia yang timbul terjadi akibat penekanan hematopoietik oleh sel-sel leukemik pada sumsum tulang. Akibatnya timbul manifestasi klinis khas anemia seperti di atas. Takikardi timbul akibat kerja keras jantung dalam memenuhi kebutuhan oksigen jaringan karena kuantitas hemoglobin (Hb) yang rendah dengan mekanisme mempercepat jalannya aliran darah. Kuantitas Hb yang rendah mengakibatkan central pallor eritrosit berwarna pucat. Hal inilah yang kemudian direpresentasikan oleh berbagai jaringan tubuh, misalnya konjungtiva, bantalan kuku, telapak tangan, serta membran mukosa mulut. Atrofi papil lidah mungkin saja terjadi akibat cedera sel papila akibat kekurangan oksigen yang terjadi akibat anemia yang diderita oleh pasien. Limfadenopati leher. Hiperplasia terjadi akibat kerja limfonodus yang berlebihan dalam memproduksi limfosit. Sehingga sel-sel

limfonodus yang berlebihan menyebabkan timbulnya rasa sakit (pathy). Hepatomegali. Terjadi dapat disebabkan karena tiga hal terkait: 1) infeksi; 2) akibat anemia hemolitik; atau 3) akibat infiltrasi. Namun, dalam kasus ini, kaitan yang paling mungkin adalah hepatomegali terjadi akibat infiltrasi sel-sel leukemik ke dalam jaringan hepar. Splenomegali. Splenomegali yang terjadi dapat disebabkan karena tiga hal terkait: 1) infiltrasi; 2) infeksi; atau 3) sumbatan/gangguan aliran darah. Namun, dalam kasus ini, kemungkinan yang paling besar splenomegali terjadi akibat infiltrasi sel-sel leukemia ke dalam limpa/splen. Bagaimanakah penatalaksanaan pasien dalam kasus? Berdasarkan kesimpulan, pasien dalam kasus menderita leukemia limfositik akut (ALL). Sehingga penatalaksanaan pasien dalam kasus lebih difokuskan pada terapi untuk ALL. Terapi ALL itu sendiri meliputi induksi remisi, intensifikasi atau konsolidasi, profilaksis SSP, dan pemeliharaan jangka panjang. BAB IV PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil pemeriksaan yang didapatkan sementara dan manifestasi klinis yang ada, pasien dalam kasus mengalami leukemia limfoblastik akut (ALL). B. SARAN 1. Sebaiknya pasien menjalani pemeriksaan lanjutan untuk menentukan jenis leukemia yang diderita, agar rencana penatalaksanaan dapat ditentukan sesegera mungkin. 2. Pemeriksaan lanjutan minimal yang dilaksanakan sebaiknya pemeriksaan morfologi sel darah dan aspirasi sumsum tulang. DAFTAR PUSTAKA Baldy, Catherine M. Gangguan Sel Darah Putih dalam Price, Sylvia A. Wilson, Lorraine M. 2006.Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit edisi 6. Jakarta: EGC.

Fadjari, Heri. Leukemia Granulositik Kronis dalam Sudoyo, Aru W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. Simadibrata K, Marcellus. Setiati, Siti. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Fianza, Panji Irani. Leukemia Limfoblastik Akut. Greer JP et.al, Acute myelogenous leukemia. In Lee RG et. al, editors: Wintrobes clinical hematology, ed 10, Baltimore, 1999, Williams & Wilkins. Guyton, Arthur C. Hall, John E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta: EGC. Hoffbrand, A.V. Petit, J.E. 1996. Kapita Selekta Haematologi. Jakarta: EGC. Kurnianda, Johan. Leukemia Mieloblastik Akut dalam Sudoyo, Aru W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. Simadibrata K, Marcellus. Setiati, Siti.et.al. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Rotty, Linda W.A. Leukemia Limfositik Kronis. -

Você também pode gostar