Você está na página 1de 16

Akalasia Esofagus

AKALASIA ESOFAGUS

I.

Pendahuluan (1,2,3) Pada akalasia tidak didapatkan peristaltik esofagus dan kegagalan sfingter esofagus yang hipertonik untuk mengadakan relaksasi secara sempurna pada waktu menelan makanan. Akibat keadaan ini akan terjadi stasis makanan dan selanjutnya akan timbul pelebaran esofagus. Keadaan ini akan menimbulkan gejala tergantung dari berat dan lamanya kelainan yang terjadi. Secara klinis akalasia di bagi dalam akalasia primer dan akalasia sekunder yang dihubungkan dengan etiologinya.

I.

Definisi (3,4,5,6) Akalasia adalah tidak mampunya sfingter esofagus bagian bawah untuk berelaksasi dan berkurangnya gerakan peristaltik esofagus karena diduga terjadi inkoordinasi neuromuskuler, sehingga bagian proksimal dari tempat penyempitan akan melebar dan disebut mega-esofagus.(2,3,4)

1 Bagian Ilmu Penyakit THT RSUPM

Akalasia Esofagus

II.

Etiologi (3,4) Penyebab penyakit ini sampai sekarang belum diketahui. Para ahli menganggap bahwa penyakit ini merupakan disfungsi neuromuskuler dengan lesi primer mungkin terletak di dinding esofagus, nervus vagus atau batang otak. Secara histologik ditemukan kelainan berupa degenerasi sel ganglion pleksus Auerbach sepanjang torakal esofagus. Hal ini diduga sebagai penyebab gangguan peristaltik esofagus. Gangguan emosi dan trauma psikis dapat menyebabkan bagian distal esofagus dalam keadaan kontraksi.

III.

Anatomi Esofagus (1,7) Esofagus adalah organ berbentuk tabung dengan diameter sekitar 25 mm, dimulai dari otot krikofaringeus di leher, setinggi C5C6, kira-kira 16 cm distal gigi seri dan berakhir di lambung kira-kira 2-3 cm di bawah diafragma. Pada manusia dewasa panjangnya kira-kira 25 cm. Pada ujung-ujungnya terdapat sfingter otot yang disebut sfingter esofagus atas ( sfingter faringoesofageal) dan sfingter esofagus bawah atau distal (sfingter esofago-gastrik).

2 Bagian Ilmu Penyakit THT RSUPM

Akalasia Esofagus

gbr. esofagus normal Mukosa esofagus terdiri atas epitel skuamosa, sedangkan di daerah perbatasan dengan lambung, epitel berubah menjadi epitel silindris. Daerah ini disebut daerah squamocollumnar junction, atau garis Z, karena perubahan mukosa dari merah jambu ke merah jingga membentuk garis yang melingkari lumen. Garis Z ini terletak lebih kurang 2 cm distal hiatus diafragma.

3 Bagian Ilmu Penyakit THT RSUPM

Akalasia Esofagus

gbr. Mukosa esofagus Di bawah mukosa terdapat 2 lapisan otot. Bagian dalam melingkari lumen yang apabila berkontraksi akan menyempitkan lumen dan bagian luar berjalan bila longitudinal, yang akan atas

memperpendek

esofagus

berkontraksi.

Sepertiga

esofagus adalah otot skletal, sedangkan sepertiga distal otot polos dan dan bagian tengah merupakan zona transisional. Esofagus tidak memiliki lapisan serosa. Suplai darah dari arteri bagian atas ke bawah melalui arteri tiroidal inferior, aorta dan arteria gastrika sinistra. Venanya mengalirkan darah dari vena vorta inferior, vena azygos dan vena koronaria (gastrika).

4 Bagian Ilmu Penyakit THT RSUPM

Akalasia Esofagus

IV.

Fisiologi Esofagus (1,2) Peranan esofagus adalah mengantarkan makanan /

minuman dari faring ke lambung. Pada keadaan istirahat antara dua proses menelan, esofagus tertutup kedua ujungnya oleh sfingter esofagus atas dan bawah. Sfingter esofagus atas berguna mencegah masuknya udara pada saat inspirasi, sedangkan sfingter bawah berguna mencegah aliran balik cairan lambung ke esofagus (refluks). Pada saat menelan, sfingter esofagus atas membuka sesaat untuk memberi jalan kepada bolus makanan yang ditelan. Menelan menimbulkan gelombang kontraksi yang bergerak ke bawah sampai ke lambung. Hal ini dimungkinkan dengan adanya kerjasama antara kedua lapisan otot esofagus yang berjalan sirkuler dan longitudinal (gelombang peristaltik primer) dan adanya gaya gravitasi. Cairan yang diminum dalam posisi tegak akan mencapai kardia lebih cepat dari gelombang peristaltik primer. Tapi pada posisi berbaring (kepala di bawah), maka cairan akan berjalan sesuai dengan kecepatan gelombang peristaltik primer.

V.

Patofisiologi (1,2,8 ) Pada akalasia terdapat gangguan peristaltik pada daerah duapertiga bagian bawah esofagus. Tegangan sfingter bagian bawah lebih tinggi dari normal dan proses relaksasi pada gerakan
5

Bagian Ilmu Penyakit THT RSUPM

Akalasia Esofagus

menelan tidak sempurna. Akibatnya esofagus bagian bawah mengalami dilatasi hebat dan makanan tertimbun di bagian bawah esofagus.

gbr. akalasia esofagus

VI.

Gejala Klinik (1,2,3,4,5,6,9,10) Biasanya gejala yang ditemukan adalah disfagia, regurgitasi, nyeri di daerah substernal dan penurunan berat badan. Disfagia Disfagia adalah keluhan utama dari pasien akalasia. Disfagia dapat terjadi secara tiba-tiba setelah menelan atau bila ada gangguan emosi. Disfagia dapat terjadi sebentar

6 Bagian Ilmu Penyakit THT RSUPM

Akalasia Esofagus

atau progresif lambat. Biasanya cairan lebih sukar ditelan daripada makana padat. Regurgitasi Dapat timbul setelah makan atau pada saat berbaring. Sering tejadi regurgitasi pada malam hari pada saat pasien tidur, sehingga dapat menimbulkan pneumonia aspirasi. Rasa terbakar dan nyeri di daerah substernal Dapat dirasakan pada stadium permulaan. Pada stadium lanjut akan timbul rasa nyeri hebat di daerah epigastrium dan rasa nyeri ini dapat menyerupai serangan angina pektoris. Sakit dada, dan dapat menjalar ke punggung, leher dan lengan. Penurunan berat badan Terjadi karena pasien berusaha mengurangi makannya untk mencegah terjadinya regurgitasi dan perasaan nyeri di daerah substernal. Batuk, terutama pada malam hari.

7 Bagian Ilmu Penyakit THT RSUPM

Akalasia Esofagus

II.

Diagnosis (1,3,5,6,10,11) Dengan adanya gejala klinis yang sama, dapat terjadi kesalahan diagnosis antara akalasia dengan kelainan lain seperti gastroesophageal refluks disease (GERD) dan Chagas disease. Maka diagnosis akalasia dapat ditegakkan berdasarkan : X-ray dengan menelan barium, atau esophagografi. Terlihat penyempitan pada gastroesophageal junction ( gambaran

paruh burung ), dan berbagai derajat megaesofagus ( dilatasi esophageal ).

8 Bagian Ilmu Penyakit THT RSUPM

Akalasia Esofagus

Endoscopy, untuk melihat bagian dalam esofagus.

Manometri, menunjukan berkurangnya kontraksi, meningkatnya tekanan menutup dari katup bagian bawah dan pembukaan katup yang tidak lengkap pada saat penderita menelan.

Kriteria manometri normal dan Akalasia No. Normal Akalasia 1 Tekanan Sfingter esofagus Tekanan SEB meningkat > 26 bawah (SEB) 10-26 mmHg, mmHg atau > 30 mmHg dengan relaksasi normal

Amplitudo esofagus mmHg distal

peristaltik Relaksasi 50-110 sempurna

SEB

tidak

9 Bagian Ilmu Penyakit THT RSUPM

Akalasia Esofagus

Tidak

dijumpai

kontraksi Aperistaltis korpus esofagus atau

spontan,

repetitif

simultan Gelombang tunggal ( < 2 Tekanan puncak )

intra

esofagus

meningkat ( > gaster )

VII.

Penatalaksanaan (1,2,5,6,9,10,11,12) Tujuan pengobatan adalah untuk mempermudah pembukaan sfingter esofagus bagian bawah (LES/SEB). Sampai saat ini, baik pengobatan secara non operatif maupun operatif dapat mencapai hasil yang optimal. Dilatasi pneumatik / balon Pendekatan pertama adalah melebarkan katup secara mekanik, contohnya dengan menggelembungkan sebuah balon di dalam kerongkongan. 40% hasil dari prosedur ini memuaskan, tetapi mungkin perlu dilakukan secara berulang. Dapat terjadi Refluks gastroesophageal (GERD) pada sekitar 25 % sampai 35 %

pasien. Teknik khusus untuk dilatasi ini tidak hanya tergantung dari balon dilator saja yang terdapat dalam berbagai ukuran, akan tetapi juga tergantung dari lamanya pengembangan balon
10 Bagian Ilmu Penyakit THT RSUPM

Akalasia Esofagus

dalam sfingter esofagus bawah yang dapat berkisar dari beberapa detik sampai 5 menit. Pengobatan dengan cara ini memerlukan seni dan pengalaman dari operatornya. Sebelum pemasangan balon ini harus dilakukan dulu pengecekan, tentang simetrinya, garis tengahnya harus diukur dan tidak bocor. Penderita dipuasakan sejak malam hari dan keesokan harinya dilakukan pemasangan dibawah monitor fluoroskopi. Posisi balon setengah berada di atas hiatus diafagmatika dan setengah lagi dalam gaster. Balon dikembangkan secara maksimal dan secepat mungkin agar berakibat perenggangan sfingter esofagus bawah seoptimal mungkin, selama 60 detik setelah itu dikempiskan. Selanjutnya setelah 60 detik balon dikembangkan kembali untuk beberapa menit lamanya. Untuk satu kali pengobatan balon tidak melebihi dua kali.

11 Bagian Ilmu Penyakit THT RSUPM

Akalasia Esofagus

gbr. Dilatasi Balon Pneumatik

gbr. Hasil Dilatasi Balon Pneumatik

12 Bagian Ilmu Penyakit THT RSUPM

Akalasia Esofagus

Medikamentosa Dengan pemberian nitrat (contohnya nitroglycerin) yang ditempatkan sublingual sebelum makan atau

penghambat saluran kalsium (contohnya nifedipine), maka tindakan untuk melebarkan esofagus dapat

ditangguhkan.

Pada kurang dari 1% kasus, esofagus

dapat pecah selama prosedur pelebaran, menyebabkan peradangan pada jaringan di sekitarnya (mediastinitis). Perlu dilakukan tindakan pembedahan segera untuk menutup dinding esofagus yang pecah. Pilihan pengobatan lainnya adalah dengan

menyuntikkan racun botulinum pada katup esofagus bagian bawah. Pengobatan ini sama efektifnya dengan dilatasi (pelebaran) mekanik tetapi efek jangka panjangnya belum diketahui. Laparascopic myotomy Heller Jika pelebaran atau terapi racun botulinum tidak berhasil, biasanya perlu dilakukan pembedahan untuk memotong serat otot pada katup kerongkongan bagian bawah. 85% kasus bisa diatasi dengan pembedahan, tetapi 15% diantaranya

mengalami refluks asam setelah pembedahan.


13 Bagian Ilmu Penyakit THT RSUPM

Akalasia Esofagus

gbr. myotomi esofagus

gbr. myotomi esofagus

14 Bagian Ilmu Penyakit THT RSUPM

Akalasia Esofagus

VIII. Komplikasi (5,6) 1. Gastroesophageal refluks disease GERD atau heartburn 2. Barretts esofagus atau Baretts mukosa, terjadi pada sekitar 10% pasien 3. Kanker esofagus : yaitu karsinoma sel skuamosa dan adenokarsinoma.

15 Bagian Ilmu Penyakit THT RSUPM

Akalasia Esofagus

DAFTAR PUSTAKA 1. Manan C., Gastroentelogi Hepatologi, CV. Sugeng Seto, Jakarta, 1997, 141-53 2. Noer H.M., Waspadji S., Rachman A.M., Lesmana LA., dkk, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Edisi Ketiga, Balai Penerbit FKUI, 1996 3. Soepardi A.E., Iskandar N., Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher, FKUI, Jakarta, 2001, 240-42 4. Hadjat F., Penatalaksanaan Penyakit dan Kelainan Telinga Hidung Tenggorok, edisi ketiga, FKUI, Jakarta, 2003,346-47 5. Available at; http://biography_ms.htm 6. Available at; http://psychcentral.com/psypsych/aclasia 7. Available at; http://www.kumc.edu/instruction/medicine/anatomy/histoweb/gitr act/ 8. Available at; http://www.digestive.info/esophagusproblem/acalasia 9. Available at; www.Medicastore.com/infopenyakit/akalasia 10. 11. Available at ; http://donn.lbl.gov/achalasia Available at ;

www.elsavadoratlasofgastrointestinal.videoendoscopy.htm 12. Available at ; http://surgicaloutcomes.report2004.htm


16 Bagian Ilmu Penyakit THT RSUPM

Você também pode gostar