Você está na página 1de 9

TAYAMMUM

A. Pengertian Tayammum

Tayammum adalah bentuk mashdar dari fi’il َ‫ يََتَيمّ م‬٠ ‫ تََيمّ َم‬yang artinya sama
dengan ُ‫ يَقْ صُد‬٠ َ‫قَ صَد‬ , yaitu memaksudkan atau bermaksud. Pemakaian kata

tayammum dalam pengertian bahasa dapat dilihat dalam firman Allah SWT. :

‫ البقر‬٠        

٢٦٧ ‫ة‬
Artinya : “ Dan janganlah kamu bermaksud (menyengaja) yang buruk-buruk untuk kamu
nafkahkan dari sebagian (hasil usahamu) “ (Al Baqarah 267)
Dalam istilah Syar’I, tayammum diberi definisi sebagai berikut :

ٍ‫خصُ ْوص‬
ْ ‫سحُ اْلوَجْهُ وَالَيدَْينِ بِتُرَابٍ طُ ُه ْورٍعَلىٰ َوجْهٍ َم‬
َ َ‫م‬
Artinya : “ Menyapu atau mengusap muka dan kedua tangan dengan debu yang suci,
dengan cara-cara tertentu.”
Tayammum merupakan salah satu cara bersuci dari hadas yang berfungsi sebagai
pengganti wudhu’ atau mandi, jika terdapat udzur Syar’i untuk melakukan wudhu’ atau
mandi. Syari’at mengenai tayammum ini didasarkan pada dalil nash dan ijma’. Dalil nash
yang menyatakan adanya syari’at tayammum adalah :
1. Firman Allah dalam surat An Nisa ayat 43 dan surat Al Maidah ayat 6 :

٠٠٠      
        
      
      
٦ : ‫الا ئده‬    
Artinya : “ Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat
buang air atau kamu telah menyentuh perempuan , kemudian kamu tidak
mendapat air, maka bertayamummumlahkamu dengan tanah yang baik
(suci); sapulah mukamu dan tanganmu.”

http//: mat-koll-ler.blogspot.com 1
2. Hadits Nabi Muhammad SAW. Yang diriwayatkan oleh Ahmad dari Abu Umamah.
Diriwayatkan dalam hadits tersebut bahawa Nabi SAW. bersabda :

ْ‫ل مِنْ اُمّتِى‬


ً ُ‫جدً ا َوطَهُ ْورًا فَايَْنمَا اَدْرَكَتْ رَج‬
ِ ْ‫ض كُلّهَالِيْ وَلِمََتتِى مَس‬
ُ ْ‫جُعِلَتِ ا َلر‬
‫ رواه احد‬۰ ‫ل ةُ فَعِْندَ ُه طَهُوْرُ ُه‬ َ ّ‫الص‬
Artinya : “ Bumi seluruhnya ini telah dijadikan untuk dan untuk umatku sebagai tempat
sujud dan sebagai alat bersuci. Maka siapa pun dari umatku yang sampai
pada waktu shalat (sedang ia tidak memperoleh air untuk bersuci) maka
baginya bumi (tanah) itu adalah alat bersucinya.”
Syari’at bertayummum sebagai pengganti wudhu’ atau mandi dalam keadaan tertentu ini
telah ijma’ kaum muslim. Tidak ada seorangpun muslim pun yang mengingkari adanya
syari’at tayammum.

B. Sebab-sebab yang Membolehkan Bertayammum


Tayammum adalah salah satu bentuk keringanan beban dalam menjalankan syari’at yang
diberikan kepada seseorang yang terhalang untuk mengerjakan wudhu’ atau mandi. Oleh
sebab itu tayammum tidak dapat menggantikan wudhu’ atau mandi jika tidak ada sebab-
sebab yang membolehkansecara syar’i. Sebab-sebab yang menjadikan tayammum dapat
menggantikan wudhu’ atau mandi itu pada pokoknya ada dua macam, yaitu : (1) karena
sakit, dan (2) karena tidak ada air. Secara terinci sebab-sebab tersebut adalah sebagai
berikut :
1. Sakit yang dikhawatirkan akan bertambah sakitnya atau bertambah lama sebuhnya
jika terkena air
2. Tidak ada air dan sudah diusahkan utntuk mendapatkan air tetap tidak diperoleh.
3. Ada air, tetapi cuaca dan air yang ada sangat dingin, dengan perkiraan jika air itu
digunakan akan mendatangkan kesulitan.
4. Ada air, tetapi jumlahnya tidak mencukupi untuk wudhu’ atau mandi.
5. Ada air, tetapi air itu hanya cukup keperluan minum.
6. Ada air, tetapi tempatnya jauh dan jika pergi ke tempat air tersebut akan ketinggalan
waktu shalat.
7. Ada air, tetapi untuk menjangkau tempat tersebut terhalang oleh suatu bahaya yang
mengancam jiwanya atau hartanya.

C. Kaifiat Tayammum
Garis besar cara melakukan tayammum telah disebutkan dalam Al Quran dan hadist nabi.
Ayat Al Qur’an yang menjelaskan cara tayammum adalah firman Allah dalam surat Al
Maidah ayat 6 dan An Nisa’ ayat 43, seperti dikutip sebelumnya. Hadist Nabi Muhammad

http//: mat-koll-ler.blogspot.com 2
SAW. mengenai cara melaksanakan tayammum antara lain yang lengkap adalah
diriwayatkan Bukhari dan Muslim dari Ammar bin Yasir. Dalam hadits tersebut
diriwayatkan bahwa suatu ketika Ammar bin Yasir sedang keadaan junub, tetapi mau
mandi ia tidak mendapatkan air. Ia kemudian berguling-guling di tanah seperti binatang.
Apa yang dilakukannya itu disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW., kemudian Nabi
Muhammad SAW. bersabda :

‫ رواه ابارى ومسلم‬٠ ‫ِاَنمَانَ َيكْفِْيكَ ٰه َكذَا‬


Artinya : “ Cukup bagimu mengerjakan seperti ini .”
Kemudian Nabi Muhammad SAW menepukkan kedua tangan beliau ke tanah, kemudian
meniupnya, lalu menyapu dengan kedua telapak tangan itu wajah dan kedua telapak
tangannya. Dalam riwayat Daruqitni, hadits tersebut berisi sabda nabi Muhammad SAW :

َ‫ك فِى التّ راَبِ ُثمّ َتنْفُ َخ فِْي ِهمَا ُثمّض َت ْممَح‬
َ ْ‫ِاّنمَاكَانَ َيكْفِيْكَ اَنْ َتضْرِبَ ِبكَفَي‬
‫ روا ه الدارقطن‬۰ ‫بِ ِهمَا وَجْ َهكَ َوكَفّْيكَ ِالَى ال ّرسْغَيْ ِن‬
Artinya : “ Cukup bagimu menepuk debu dengan kedua telapak tanganmu,
menghembus atau meniupnya, kemudian menyapukan ke mukanu dan ke
kedua telapak tanganmu sampai pergelangan tangan.”

Secara terperinci dan berurutan, cara bertayamum itu adalah sebagai berikut :
1. Niat
Niat tayammum adalah kesengajaan dalam hati untuk mengerjakan tayammum dalam
rangka menghilangkan hadas besar atau hadas kecil atau untuk menghalalkan hal-hal
yang haram dilakukan dalam keadaan hadas.
2. Membaca Basmalah
Sebagaimana dalam berwudhu’ dan juga dlam perbuatan kebaikan yang lain, dalam
tayammum juga disyari’atkan untuk memulainya dengan membaca basmalah
3. Menepuk Debu dengan Kedua Telapak Tangan
Perbuatan ini dilakukan untuk mengambil debu yang akan dipergunakan untuk
bertayammum (mengusap muka dan kedua tangan). Oleh sebab itu tepukan ke tanah
atau debu telah menempel di telapak tangan . setelah menepuknya, usahakan agar
telapak tangan tidak tersentuk oleh anggota badan lain atau benda lain agar debu
tidak hilang.
4. Meniup Debu di Telapak Tangan
Perbuatan ini dilakukan agar debu yang menempel di telapak tangan tidak terlalu
banyak atau tebal, bukan untuk menghilangkannya. Oleh sebab itu tiupannya jangan
terlalu kuat, agar debu di telapak tangan tidak hilang.

http//: mat-koll-ler.blogspot.com 3
5. Menyapu Atau Mengusap Muka
Cara mengusap debu ke muka adalah meyapukannya ke seluruh bagian muka dari
atas ke bawah, sampai rata ke seluruh bagian muka, seperti dilakukan dalam
membasuh muka ketika berwudhu’. Menyapu muka dalam tayammum dilakukkan satu
kali.
6. Menepuk Debu Lagi
Dilakukan seperti menepuk debu untuk menyapu muka yang telah diterangkan di atas.
7. Meniupnya Lagi
Meniup debu sebelum menyapu tangan dilakukan seperti meniupkannya sebelum
meyapu muka.
8. Menyapu Kedua Tangan
Menyapu kedua tangan dilakukan dengan cara menyapukan debu di telapak tangan
kiri ke tangan kanan, dari bagian belakang telapak tangan di ujung jari-jari, terus ke
atas sampai siku bagian belakang, kemudian diputar ke baian depan siku, terus
mengusapkannya ke bawah sampai telapak tangan kiri dengan debu di telapak tangan
kanan.Cara serupa dilakukan terhadap tangan kiri dengan debu di telapak tangan
kanan. Menyapu tangan cukup dilakukan sekali untuk tangan kanan dan sekali untuk
tangan kiri.
9. Berdoa Setelah Tayammum
Doa yang dibaca setelah tayammum sama dengan doa yang dibaca sesudah wudhu’ .
Demikian pula cara melakukannya, yaitu dengan berdiri menghadap kiblat dan
membaca dengan suara perlahan.

a. Rukun dan Sunat Tayammum


Perbuatan-perbuatan yang dijelaskan dalam kaifiat tayammum di atas, sebagian
termasuk rukun, sebagian termasuk sunat, dan sebagian lagi termasuk bagian rukun
dan sunat. Perbuatan yang termasuk rukun tayammum adalah : (1) niat; (2) menyapu
muka; (3) menyapu kedua tangan. Selain keempat rukun tersebut dalam tayammum
juga ada satu rukun lagi, yaitu tertib. Artinya menertibkan perbuatan-perbuatan
rukun.Perbuatan-perbuatan yang termasuk sunat tayammum adalah (1) membaca
basmalah; (2) meniup debu di telapak tangan; (3) membaca doa setelah tayammum.
Selain ketiga hal tersebut, terdapat hal-hal lain yang termasuk sunat tayammum,
antara lain (1) menghadap kiblat ketika bertayammum ; (2) At tayammum
(mendahulukan anggota badan sebelah kanan atas anggota badan sebelah kiri; (3)
muwala (berturut-turut atau teratur); (4) menggosok sela-sela jari setelah menyapu
tangan.

http//: mat-koll-ler.blogspot.com 4
b. Batal Tayammum
Semua hal yang membatalkan wudhu’ juga membatalkan tayammum. Selain itu ,
tayammum juga batal dengan sebab :
1. Ada air, jika tayammum dilakukan karena tidak ada air
2. Dapat menggunakan air, jika tayammum dilakukan dengan sebab terhalang
menggunakan air.
Seorang yang bertayammum karena tidak ada air, kemudian memperoleh air sesudah
salat, ia tidak wajib mengulang shalatnya, walaupun masih dalam shalat yang
dilakukan. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan Nasai dari Abu Sa’id Al
Khudhri, diceritakan bahwa suatu ketika ada dua orang sahabat yang shalat
diperjalanan dengan tayammum karena tidak ada air. Setelah selesai shalat (i’adah)
setelah selesai shalat, keduanya menemukan air. Salah seorang shalat lagi (i’adah)
setelah berwudhu’ dan yang lain tidak.Ketika hal itu disampaikan kepada Rasulullah,
beliau bersabda kepada yang tidak shalat lagi :

َ‫صلَ ُتك‬
َ َ‫َاصَْبتَ السّنّةَ وَاَ ْجوَأَْتك‬
Artinya : “ Engkau telah (berbuat) sesuai dengan sunnah (ketentuan agama) dan
shalatmu (dengan tayammum) telah mencukupi.”
Sedangkan kepada yang shalat lagi, beliau bersabda :

ِ‫َلكَ ْالَجْرُ مَرّ َتيْن‬


Artinya : “ Engkau berhak mendapat pahala dua kali lipat.”
Bagi orang yang bertayammum karena hadas besar, walaupun tidak wajib mengulang
shalat yang dilakukan dengan tayammum jika menemukan air atau boleh
menggunakan air, ia tetap wajib mandi, karena tayammum tidak dapat mengangkat
hadas besar. Tayammum hanya menghalalkan hal-hal yang haram dilakukan ketika
sedang hadas, sedang hadasnya sendiri harus disucikan dengan mandi.
c. Syarat Tayammum
Hal-hal yang menjadi syarat tayammum adalah sebagai berikut :
1. Ada sebab yang membolehkan mengganti wudhu’ atau mandi dengan tayammum
2. Sudah masuk waktu shalat
3. Menghilangkan najis yang melekat di tubuh
4. Tidak dalam keadaan haidh atau nifas (khusus untuk perempuan)
5. Menggunakan tanah atau debu yang suci
6. Sudah diusahakan untuk memperbolehkan air (bagi yang bertayammum karena
tidak ada air)

http//: mat-koll-ler.blogspot.com 5
D. Perbedaan Pendapat Ulama berkaitan dengan Tayammum
Sebagaimana halnya dengan wudhu’ , dalam syari’at tentang tayammum pun terdapat
beberapa perbedaan pendapat di antara ulama mengenai hukum atau ketentuannya. Di
antara perbedaan pendapat ulama itu akan dikemukakan di bawah ini secara garis besar,
yaitu sebagai berikut :
1. Sebab-sebab diperbolehkannya mengganti wudhu’ atau mandi dengan . Ulama
sepakat bahwa orang yang sakit atau dalam perjalanan, jika tidak memperoleh air,
boleh mengganti wudhu’ atau mandi dengan tayammum. Akan tetapi mereka berbeda
pendapat, apakah boleh bertayammum atau tidak bagi oerang-orang dengan keadaan
sebagai berikut :
- tidak ada air, tetapi ia tidak dalam perjalanan dan tidak sakit
- ada air, tetapi ia sakit, suhunya sangat dingin, atau ia takut pergi ke tempat air
karena ada bahayayang mengancam.
Sebagian besar ulama berpendapat bahwa dalam keadaan seperti dikemukakan di
atas, boleh mengganti mandi dan wudhu’ dengan tayammum. Imam Abu Hanafi
berpendapat bahwa orang yang sehat dan tidak dalam perjalanan, walaupun tidak ada
air, tidak boleh tayammum. Seorang ulama bernama Atha berpendapat bahwa jika ada
air, orang sakit maupun orang sehat yang takut menggunakan air karena dingin atau
karena takut ada bahaya, tidak boleh bertayammum.
2. Kaifiat Tayammum. Ada beberapa perbuatan dalam kaifiantan tayammum yang
berbeda ketentuan-ketentuan atau hukumnya berdasarkan pendapat beberapa ulama.
Di antaranya adalah :
a. Menepuk debu dengan telapak tangan. Jumhur ulama berpendapat bahwa
menepuk debu dilakukan dua kali, sekali untuk menyapu muka dan sekali lagi
untuk menyapu kedua tangan. Sebagaian ulama ada yang berpendapat bahwa
menepuk debu cukup dilakukan sekali untuk muka dan kedua tangan. Sebagian
ulama lainnya berpendapat bahwa menepuk debu dilakukan dua kali untuk muka
dan dua kali untuk kedua tangan.
b. Batas menyapu tangan. Sebagian besar ulma berpendapat bahwa syari’at
menyapu tangan dalam tayammum dilakukan sampai dengan siku sebagiamana
wudhu’. Ula lain berpendapat bahwa batas menyapu tangan dalam tayammum
adalah pergelangan tangan.
3. Rukun Tayammum. Para ulama sepakat bahwa menyapu muka dan menyapu tangan
adalah bagian dari rukun wudhu’, tetapi mereka berbeda pendapat tentang
kedudukankan niat, tertib, dan muwalah. Ulama Syafi’iyah dan Malikiyah mengatakan
bahwa niat termasuk syarat tayammum. Ulama Syafi’iyah dan Hanabilah berpendapat
bahwa tertib termasuk rukun tayammum. Malikiyah dan Hanabilah mengatakan

http//: mat-koll-ler.blogspot.com 6
bahwa muwalah termasuk rukun tayammum. Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa
menepuk debu termasuk rukun tayammum.
4. Sunat tayammum. Perbedaan pendapat ulama tentang sunat tayammum yang penting
adalah mengenai tasmiyah (membaca basmalah), tertib, muwalah, menyapu tangan
sampai dengan siku. Tentang tasmiyah, sebagian besar ulama memasukkannya ke
dalam sunat tayammum, walaupun pengertian sunat menurut mereka tidak selalu
sama, tetapi ulama Hanabilah berpendapat bahwa tasmiyah hukumnya wajib, tidak
sah tayammum tanpa membaca basmalah. Mengenai tertib dan muwalah, telah
disinggung di atas bahwa sebagain ulama memasukkan keduanya atau salah satunya
ke dalam rukun tayammum. Ulama Hanafiyah memasukkan tertib dan muwalah ke
dalam sunat ( dalam arti sunat muakkadah atau wajib). Ulama Syafi’iyah mengatakan
terib termasuk sunat dan muwlah termasuk rukun. Ulam Hanabilah mengatakan
bahwa keduanya termasuk rukun. Mengenai menyapu tangan sampai dengan siku,
ulama Hanafiyah dan Syafi’iyah berpendapat bahwa hal itu termasuk fardu,
sedangkan ulama Hanabilah dan Malikyah mengatakan fardu adalah menyapu sampai
pergelangan tangan, sedang menyapunya sampai dengan siku adalah sunat.
5. Batal tayammum. Ulama sepakat bahwa hal-hal yang membatalkan wudhu’ juga
membatalkan tayammum, tetapi mereka berbeda pendapat apakaha adanya air atau
bolehnya menggunakan air membatalkan tayammum atau tidak. Sebagian besar
ulama berpendapat bahwa adanya air atau bolehnya menggunakan air membatalkan
tayammum, baik yang berpendapat bahwa keduanya tidak membatalkan tayammum.
Sebagian ulama lain ada juga yang berpendapat bahwa jika adanya air atau bolehnya
menggunakan air itu terjadi sebelum shalat, maka tayammumnya batal, tetapi jika
terjadinya sesudahnya, tayammumnya tidak batal. Ulama Hanabilah menambahkan
hal-hal yang membatalkan tayammum dengan keluar waktu shalat. Maksudnya, jika
dalam waktu shalat tertentu ia bersuci dengan tayammum, maka ketika waktu shalat
itu habis, tayammumnya batal.
6. Shalat dengan tayammum lebih dari satu shalat. Ulama sepakat bahwa tayammum
menjadikan syarat hal-hal yang disyaratkan wudhu’ atau mandi, seperti shalat, thawaf,
memegag mushaf Al Qur’an, tetapi mereka berbeda pendapat apakah satu tayammum
dapat digunakan untuk shalat lebih dari satu kali. Sebagian ulama berpendapat bahwa
satu tayammum dapat dipergunakan untuk beberapa kali shalat, baik shalat wajib
maupun shalat sunat, sebagaimana halnya wudhu’ Syafi’iyah dan Malikiyah
berpendapat, dalam shalat wajib, tayammum hanya dapat dipergunakan untuk sekali
shalat, tetapi dalam shalat sunat, sati tayammum dapat dipergunakan untuk beberapa
kali shalat.
7. Debu atau tanah yang dipergunakan. Ulama sepakat bahwa debu tanah yang suci,
termasuk debu pasir, boleh dipergunakan untuk bertayammum. Akan tetapi mereka

http//: mat-koll-ler.blogspot.com 7
berbeda pendapat tentang benda-benda lain yang juga boleh dipergunakan untuk
bertayammum. Ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa hanya debu tanah atau pasir
yang boleh dipakai bertayammum. Ulama Hanfiyah berpendapat bahwa semua yang
termasuk jenis tanah, seperti kerikil, batu, kapur; boleh dipakai bertayammum, bahkan
walapun benda-benda itu licin. Ulama Malikiyah berpendapat bahwa semua yang
berada dipermukaan bumi, seperti batu, kerikil, benda-benda logm (selain emas,
perak, permata), salju’ boleh dipakai bertayamum.

http//: mat-koll-ler.blogspot.com 8
Kesimpulan

Dari uraian materi tentang tayammum dapat dibaut beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Syari’at tentang tayammum dalam ajaran Islam berisi hukum dan ketentuan-ketentuan
yang berfungsi sebagaiwudhu’ atau mandi dengan syarat-syarat tertentu.
2. Dalam syari’at tentang tayammum terdapat hukum atau ketentuan-ketentuan yang
disepakati ulama dan yang tidak disepakati oleh mereka.
3. Perbedaan pendapat ulama tentang hukum atau ketentuan tayammum belum perlu
disampaikan kepada peserta didik. Dalam hal ini agar dipilih pendapat yang pada
umumnya dianut oelh masyarat atau orang tua peserta didik, sehingga tidak menimbulkan
kebingungan peserta didik.

http//: mat-koll-ler.blogspot.com 9

Você também pode gostar