Você está na página 1de 5

REVIEW GASTROPARESIS DIABETIKUM

1 1

Aqilah Isa, 2Suzanna Ndraha

Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Krida Wacana
2

Departemen Ilmu Penyakit Dalam, RSUD Koja.

Abstract Diabetic gastroparesis is one of autonomic neuropathy complication for diabetes mellitus patient. The cardinal symptoms include postprandial fullness, nausea, vomiting, dan bloating. Key principle in diabetic gastroparesis is careful history taking, physical examination and diagnostic testing to exclude differential diagnosis. Gold standard is scintiscan. Management include managing patophysiological caused, diet regulation, gastric prokinetic agent, managing associated conditions and jejunostomy. Key word: Diabetic gastroparesis, autonomic neuropathy, scintiscan, gastric prokinetic agent, jejunostomy Abstrak Gastroparesis diabetikum merupakan salah satu komplikasi daripada neuropati otonom pada pasien diabetes mellitus. Gejala kardinalnya adalah merasa cepat kenyang, nausea, vomitus dan merasa begah. Untuk rencana diagnostik, haruslah dilakukan anamnesis yang teliti serta pemeriksaan fisik dan penunjang bagi menyingkirkan diagnosis banding. Baku emas adalah pemeriksaan Scintigrafi. Penatalaksanaan terdiri daripada mengobati penyebab, regulasi diet, pemberian agen prokinetik gaster, mengobati gejala yang berhubungan dan jejunostomi. Kata kunci: Gastroparesis diabetikum, neuropati otonom, scintiscan, agen prokinetik gaster, jejunostomi Pendahuluan Gastroparesis adalah sekumpulan gejala yang ditandai dengan memanjangnya waktu pengosongan lambung tanpa adanya obstruksi mekanikal pada gaster.1 Gejala kardinal adalah merasa cepat kenyang setelah makan, nausea, vomitus, dan merasa begah.2 Daripada sepertiga kasus gastroparesis penyebabnya adalah diabetes mellitus. Pasien diabetes yang menderita gastroparesis biasanya mempunyai riwayat diabetes sekurang-kurangnya 10 tahun dan turut disertai dengan retinopati, neuropati, dan nefropati.1 Epidemiologi Pada 1 Januari 2007 di Amerika Sarekat, prevalensi gastroparesis definitif per 100,000 orang adalah 24,2 untuk kedua jantina, 9,6 untuk laki-laki dan 37,8 untuk perempuan. Insidens kumulatif gatroparesis adalah 4,8% pada diabetes tipe 1, 1% pada diabetes tipe 2, dan 0,1% pada pasien non-diabetik dalam Olmsted County, MN.3 5 hingga 12 persentase penderita diabetes menderita gastroparesis turut mempunyai gangguan nutrisi, masalah dalam pengawalan glukosa darah serta kualitas hidup yang buruk.Terdapat studi yang dilakukan dengan jumlah pasien yang terbatas serta mempunyai potensi bias

rujukan dan tempoh tindak lanjut yang singkat, mendapat suatu kesimpulan bahwa pengosongan lambung dan keluhan pasien secara umum stabil seiring waktu dengan durasi 12 tahun mahupun lebih. Ada studi lain, 86 pasien diabetes yang ditindak lanjut selama 9 tahun dilihat bahwa gastroparesis tidak berhubungan dengan kadar mortalitas pada pasien diabetes.1,3 Patofisiologi Pada pasien dengan gastroparesis diabetikum, mekanisme pengosongan gaster terganggu akibat daripada neuropati yang mengenai saraf vagus, berkurangnya neuron inhibitor intrinsik yang penting untuk koordinasi motorik dan jumlah pacemaker di sel (Caja sel interstitial), dan perubahan hormon (sebagai contoh meningkatnya kadar glukagon).1 Fisiologis pengosongan gaster bergantung pada fungsi daripada saraf vagus. Ritma basal gaster diinisiasi oleh pacemaker yang kemudiannya ditransmisi ke pilorus secara horizontal dan sirkular. Pacemaker gaster terletak di pertemuan fundus dan corpus di kurvatura mayor. Pada keadaan puasa aktivitas motorik digestif dibagikan kepada empat fase. Aktivitas puncak diobservasi pada ketiga, pada fase ini komplek migrator motorik melakukan tiga kali kontraksi dalam tempoh semenit. Pengosongan lambung dikawal oleh fundus dan tergantung pada jumlah isi daripada gaster. Dengan demikian, gangguan pada saraf vagus, gaster di bagian proksimal kurang relaksasi dan pengosongan cairan pada pasien diabetik memanjang. Pengosongan massa bukan cairan dipengaruhi oleh kontraksi yang kuat daripada antrum. Kontraksi yang kuat ini bertahan sehingga menghancurkan makanan menjadi bagian kecil daripada 1mm, dan massa bukan cairan dapat melewati ke pilorus hingga ke duodenum. Kontraksi fase ketiga ini tidak ada pada pasien dengan diabetes mellitus yang mengakibatkan kehilangan fungsi daripada pencernaan dan terjadi retensi pada gaster. Tambahan pula, akan terjadi juga gangguan relaksasi gaster akibat daripada gangguan motilitas tadi, hal ini dinamakan pilorospasme di mana akan mengganggu terjadi resistensi pada aliran gaster. Selain itu, motilin, yakni sejenis peptida yang meregulasi motilitas traktus gastrointestinal, dimana sekresinya turut dikontrol oleh saraf vagus akan turut terganggu. Walau bagaimanapun mekanisme masih belum jelas. Hiperglikemia sendiri menyebabkan terjadinya pemanjangan waktu dalam pengosongan gaster baik pada pasien diabetes mahupun bukan.4 Selain itu, pemanjangan waktu pengosongan lambung pada pasien diabetes dapat dieksaserbadi oleh medikasi termasuklah analog amilin ( seperti pramlintide) dan glukagon like peptide 1 (seperti exenatide).1

Gambar 1: Patern Pengosongan Lambung pada orang sehat dan penderita gastroparesis.1

Gejala Klinis Gejala primer daripada gastroparesis adalah nausea dan vomitus. Gejala lain termasuklah nyeri abdominal, perasaan begah, merasa cepat kenyang dan pada kasus berat terjadi penurunan berat badan akibat daripada kurangnya masukan makanan. Pada gastroparesis, vomitus biasanya terjadi setelah makan; walau bagaimanapun pada gastroparesis berat vomitus dapat terjadi tanpa makan akibat daripada akumulasi cairan lambung. Karakteristik daripada vomitus adalah terjadi beberapa jam setelah makan dalam keadaan gaster distensi dengan makanan dan sekresi lambung yang distimulasi oleh makanan. Oleh karena, otot gaster tidak berfungsi maka makanan yang dimuntahkan bersaiz besar dan mudah dikenalpasti.2 Diagnosis Daripada anamnesis didapatkan adanya riwayat retinopati, nefropati dan neuropati (termasuklah neuropati autonomik, tersering pada pasien diabetes adalah gastroparesis diabetikum). Walau bagaimanapun kejadian gastroparesis dapat juga terjadi tanpa komplikasi diabetes yang lain. Gejala muntah-muntah pada waktu pagi mempunyai penyebab yang sugestif seperti kehamilan, uremia atau tumor otak. Nyeri ulu hati, dispepsia atau penggunaan OAINS mengarah ke ulkus peptikum termasuklah stenosis pilorum. Anamnesis yang teliti penting untuk menyingkirkan sindrom ruminasi di mana setiap hari, postprandial, regurgitasi makanan yang selalu terjadi setelah makan selama beberapa bulan. Makanan yang diregurgitasi tidak selalunya pahit atau asam. Tetapi pada gastroparesis yang berat, dapat terjadi vomitus setiap hari.

Daripada pemeriksaan fisik didapatkan adanya neuropati perifer dan autonom seperti pupils responsif terhadap akomodasi tetapi tidak pada cahaya dan neuropati sensori perifer. Selain itu, adanya retinopati, distensi epigastrium dan bunyi cairan dalam abdomen apabila posisi badan berubah dari sisi yang lain ke sisi yang lain. Jika bunyi cairan tidak ada setelah satu jam makan, hal ini menunjukkan bahwa waktu pengosongan lambung terhadap cairan tidak memanjang. Sebelum menduga adanya paresis, adalah penting untuk menyingkirkan bahwa tidak adanya obstruksi dengan menggunakan esofagogastroduodenoscopy atau studi barium pada lambung. Makanan yang masih di lambung setelah 12 jam menunjukkan kemungkinan gastroparesis. Scintiscanning pada interval 15 menit untuk 4 jam setelah makan adalah merupakan baku emas untuk mengenalpasti pengosongan lambung.1

Gambar 2: Scintiscans daripada residual dari gaster.1 Penatalaksanaan 1. Menajemen penyebab patofisiologi Pada kasus dehidrasi dan episode vomitus yang prolong oleh karena ketoasidosis diabetikum, rencana rawat inap adalah diperlukan. Pada keadaan pemakaian tuba nasogastrik haruslah dilakukan pada pasien yang berpuasa. Pemberian cairan intravena dan insulin haruslah diberikan berdasarkan kadar glukosa dan keton dalam serum. Secara fisiologis, pengawalan glukosa darah dapat membantu memperbaiki motilitas gaster. 2. Regulasi diet Diet haruslah dilakukakn pada pasien yang menujukkan gejala. Untuk keadaan gastroparesis, frekuensi makan yang sering serta kuantitas makanan yang sedkit serta

rendah lemak (40g/hari) adalah dianjurkan. Hal ini karena lemak menyebabkan pemanjangan daripada waktu pengosongan lambung. 3. Agen gastrik prokinetik Antaranya adalah metoklorpramid, cisapride, domperidon dan eritromisin. Metoklorpramid bertindak sebagai agen antiemetik. Dapat diberikan secara oral mahupun intravena. Direkomendasikan dosis metoklorpramid adalah 10mg, 30 hingga 60 menit sebelum makan sebanyak empat kali sehari. Domperidon tidak dapat melewati saraf otak, oleh itu efek pada sistem saraf pusat adalah minimal. Motilitas gastrointestinal dapat dibaiki dengan meningkatkan kontraksi antrum. Direkomendasikan dosis sebanyak 20 hingga 40 mg, diminum 30 menit sebelum makan sebnayak empat kali sehari. Cisapride menstimulasi pengosongan lambung. Pada kasus yang berat dapat dikombinasikan dengan metoklorpramid. Obat ini efektif pada penggunaan jangka panjang. Walau bagaimanapun, efek sampingnya dapat menyebabkan aritmia ventrikular dan prolongasi segmen QT pada gambaran EKG. Eritromisin meningkatkan aktivitas motilin. Obat ini dapat memperbaiki pengosongan lambung untuk benda padat dan cairan serta meningkatkan kontraksi antrum. Direkomendasikan dosis oral sebanyak 250 mg, diminum 30 menit sebelum makan sebanyak tiga kali sehari. Manakala pemberian secara intravena sebanyak 3 mg/kgBB setiap 8 jam melalui infusan. 4. Terapi untuk kondisi berhubungan Pada keadaan gastric benzoars haruslah dibersihkan menggunakan endoskopi. Secara alternatif 1 hingga 2 liter diberikab atau 0,5g/dL selulose dalam air selama 24 jam selama 2 hari dan 40 mg metoklorpramid diberikan selama 24 jam melalui ind=fusan selama 3 hari. 5. Jejunostomy untuk makanan Apabila terapi menggunakan obat tidak berhasil, dilakukan jejunostomi pada usus yang berfungsi normal. Prosedur paliatif ini sangat penting untuk hidrasi dan nutrisi.1,4 Daftar Pustaka

1. Camilleri M. Diabetic gastroparesis. New England Journal Medical 2007;365:8. 2. Lee

D, Marks JW. Gastroparesis. Retrieved from: www.medicinet.com/gastroparesis/article.htm on February 6, 2012. 2012 Medicnet. www.medscape.com/viewarticle/734794_2 on February 6, 2012. Web MD 19942012.

3. Diabetic gastroparesis: Epidemiology, mechanism, and management. Retrieved from:

4. Emral R. Diabetic gastroparesis. Journal of Angkara Medical School 2002; 24(3)

Você também pode gostar