Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Disusun oleh:
A. M. Bayu Al-Ghazali. S. M
F211 04 059
SASTRA INGGRIS
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2007
ANALISIS SOSIAL KRITIS BUKU “IDEALISME PEREMPUAN INDONESIA DAN
AMERIKA 1920-1940” KARYA ABBAS
Dalam kehidupan masyarakat yang lebih luas juga mulai tampak peranan kaum
perempuan. Dalam berbagai bidang kaum perempuan telah ikut serta, baik sebagai pegawai
negeri maupun swasta. Bahkan, telah banyak perempuan yang menduduki jabatan penting
dalam pemerintahan, baik sebagai menteri, direktorat jendral, bahkan sebagai presiden. Pada
masa pemerintahan Presiden Soeharto, telah diangkat Menteri Urusan Peranan Perempuan,
yang ditetapkan dalam GBHN tahun 1978 (Ketetapan MPR-RI No.IV/MPR/1978) dengan
perubahan redaksi dalam GBHN tahun 1983 (Ketetapan MPR-RI No.II/MPR/1983). Situasi
positif terhadap kaum perempuan ini diharapkan dapat ditingkatkan mengingat bahwa
50,01% (sensus tahun 1990) penduduk Indonesia adalah perempuan. Apabila diperhatikan
lebih jauh, kemajuan-kemajuan yang telah dicapai oleh kaum perempuan pada dasarnya
memiliki kaitan erat dengan perjuangan kaum perempuan yang dirintis sejak awal abad ke-
20. Semangat ini jelas bersumber pada pikiran-pikiran R.A. Kartini. Kemajuan yang telah
dicapai oleh kaum perempuan beserta kemudahan-kemudahannya seperti di atas perlu
dipertahankan dan ditingkatkan.
Dunia Sosial Perempuan, Idealis me, dan Rintangannya
Dalam Menuntut Kesetaraan Gende r
Keinginan kaum perempuan untuk memperluas dunia sosial tersebut tidaklah terlepas
dari idealisme perempuan itu sendiri. Di Indonesia, R.A. Kartini (1879-1904) menyerap
pemikiran mereka yang melahirkan suatu cita-cita agar kelak perempuan Indonesia sama
seperti perempuan Eropa yang telah pendidikan tinggi dan bebas memperoleh kedudukan di
luar rumah. Idealisme Kartini tumbuh dengan mengidealisasi perempuan Indinesia yang
kelak tak kalah dengan perempuan Eropa dan Amerika.
Feminisme sendiri dikreasikan pertama kali oleh aktivis sosialis utopis, Charles
Fourier pada tahun 1837. Pergerakan center Eropa ini berpindah ke Amerika dan berkembang
pesat sejak publikasi John Stuart Mill, the Subjection of Women (1869). Pada awalnya
gerakan ini memang diperlukan pada masa itu, dimana ada masa- masa pemasungan terhadap
kebebasan perempuan. Sejarah dunia menunjukkan bahwa secara umum kaum perempuan
(feminin) merasa dirugikan dalam semua bidang dan dinomor duakan oleh kaum laki- laki
(maskulin) khususnya dalam masyarakat yang patriarki sifatnya. Dalam bidang-bidang sosial,
pekerjaan, pendidikan, dan lebih- lebih politik hak- hak kaum ini biasanya memang lebih
inferior ketimbang apa yang dapat dinikmati oleh laki- laki, apalagi masyarakat tradisional
yang berorientasi Agraris cenderung menempatkan kaum laki- laki didepan, di luar rumah dan
kaum perempuan di rumah. Situasi ini mulai mengalami perubahan ketika datangnya era
Liberalisme di Eropa dan terjadinya Revolusi Perancis di abad ke-XVIII yang gemanya
kemudian melanda Amerika Serikat dan ke seluruh dunia.
Aspek Pendidikan
Masalah utama dalam aspek ini adalah ketidakadilan dalam hal perkawianan
dan kehidupan rumah tangga sebagai sesuatu yang menghambat perbaikan nasib
dan kedudukan perempuan dalam masayarakat. Dalam hal perkawinan, banyak
hal yang tidak diatur secara tertulis mengenai hak dan kewajiban suami- istri
dalam hal penafkahan, poligami, yang sering menimbulkan masalah tersendiri
yang pada akhirnya pihak perempuanlah yang dirugikan.
Aspek Ekonomi
Sama halnya dengan ketiga aspek sebelumnya, dalam aspek politik, akses
kaum perempuan dalam bidang ini sangatlah terbatas.
Namun masalah- masalah yang dihadapi oleh kaum perempuan tersebut tetap
diperjuangkan. Yang akhirnya mendapatkan pengakuan dari masyarakat bahwa kaum
perempuan mempunyai hak menikmati kondisi kerja yang lebih baik dan memperoleh gaji
sama dengan laki- laki untuk pekerjaan yang sama, dan kaum perempuan mempunyai hak
pilih secara penuh dalam segala bidang.
2. Poligami. Praktek poligami sering menimbulkan konflik dalam rumah tangga yang
berakhir pada perceraian. Seorang suami bisa menceraikan istrinya atau menikah lagi
dengan alasan-alasan yang tak jelas. Fenomena sosial yang seperti ini pun merupakan
tindak kekerasan terhadap kaum perempuan, namun dalam bentuk psikologis atau
kejiwaan.
3. Tindak kekerasan dalam rumah tangga. Realitas bahwa perempuan adalah
makhluk lemah yang sensitif dan lebih mengedepankan perasaan, menempatkannya di
bawah bayang-bayang laki- laki. Dalam masyarakat priyayi, perempuan diharuskan
selalu tunduk kepada suami dalam keadaan apapun, hal inilah yang menyebabkan
tindak kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga sangat rentan terjadi.
Tindak kekerasan ini tidak jarang menimbulkan luka fisik, bahkan sampai
menyebabkan kematian.
Buku Idealisme Perempuan Indonesia dan Amerika 1920-1940 karya Abbas, yang
kemudian direfleksikan pada novel Layar Terkembang Karya Sutan Takdir Alisyahbana
untuk perempuan Indonesia dan My Mortal Enemy karya Willa Cather untuk perempuan
Amerika. Dalam penggambarannya, pendidikan, ekonomi, dan politik dijadikan sebagai latar
belakang sosial masyarakat. Dari hasil pembacaan buku tersebut, dan sebagaimana terefleksi
dalam novel Layar Terkembang dan My Motal Enemy, mengindikasikan bahwa Idealisme
Perempuan Indonesia dan Amerika memiliki ide- ide pokok yang sama berkaitan dengan
kebebasan, keadilan, dan moralitas. Meskipun demikian orientasi mereka berbeda dimana
idealisme gerakan perempuan Indonesia merupakan usaha perempuan terpelajar dalam
mendorog perbaikan kedudukan perempuan dalam masyarakat sekaligus membangun
semangat nasionalisme dengan laki- laki guna mewujudkan Indonesia Merdeka, sedangkan
idealisme gerakan perempuan Amerika merupakan kesadaran permpuan untuk mendorong
kesetaraan dan kedilan pada kehidupan domestik dan publik dalam rangka pencapaian
pembebasan dan kesetaraan hak-hak kaum perempuan.