Você está na página 1de 13

ARTIKEL ILMIAH

ANALISIS PROTEIN CACING Ascaris lumbricoides suum DENGAN TEKNIK SODIUM DODECYL SULPHATE POLYACRILAMIDE GEL ELECTROPHORESIS (SDS-PAGE)

Oleh : ARIF FACHRUDIN NIM. 060610135 FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2012

Analisis Protein Cacing Ascaris lumbricoides suum dengan Teknik Sodium Dodecyl Sulphate Polyacrilamide Gel Electrophoresis (SDS-PAGE) Protein Analysis Ascaris lumbricoides suum using Sodium Dodecyl Sulphate Polyacrilamide Gel Electrophoresis (SDS-PAGE) Technique
1)Mahasiswa, 2)Departemen

Arif Fachrudin1), Kusnoto2), Romziah Sidik3) Parasitologi Veteriner, 3)Departemen Ilmu Peternakan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Abstract

This research was done to aim the protein analysis Ascaris lumbricoides suum using sodium dodecyl sulphate polyacrilamide gel electrophoresis (SDS-PAGE) technique. The result of this research can be used to early ascariasis diagnosis, especially immunological diagnosis and can be as a candidate vaccine ascariasis. Ascaris lumbricoides suum were isolated from pigs intestine and were incubated in PBS with temperature 37 C for 12 hours, excretory-secretory (ES) liquid from the worms was produced in PBS. The intestine, somatic, whole worm extract (WWE) and the second-stage larvae (L2) infective crushed up to refinement and were centrifuged at 5.000 rpm for 15 minutes and 35.000 rpm for 25 minutes. The protein was analyzed using SDS-PAGE technique, that were presented in mollecular weight. The protein analysis A. suum showed 19 bands, as follow : 193 kDa, 135 kDa, 126 kDa, 102 kDa, 82.2 kDa, 53.7 kDa, 43.4 kDa, 37.7 kDa, 35.1 kDa, 26.4 kDa, 22.9 kDa, 19.9 kDa, 16 kDa, 12.9 kDa, 10.5 kDa, 7.9 kDa, 6.4 kDa, 3.6 kDa, and 3.1 kDa. There were a similar bands among ES, intestine, somatic, WWE, and L2 infective : 22.9 kDa, 3.6 kDa, and 3.1 kDa. Key words : Ascaris lumbricoides suum, protein, SDS-PAGE, mollecular weight Surabaya, 07 Juni 2012 Mahasiswa : Dosen Pembimbing I : Dosen Pembimbing II :

(Arif Fachrudin) NIM. 060610135 Dosen Terkait I :

(Dr. Kusnoto, drh., M.Si.) NIP. 19631003 199702 1 001 Dosen Terkait II :

(Prof. Hj. Romziah Sidik, drh., Ph.D.) NIP. 19531216 197806 2 001 Dosen Terkait III :

(Sri Mumpuni S., drh., M.Kes.) NIP. 19530128 198103 2 001

(Dr. Poedji Hastutiek, drh., M.Si.) NIP. 19610311 198803 2 003

(Adi Prijo Rahardjo, drh., M.Kes.) NIP. 19541123 198002 1 002

Pendahuluan Cacing Ascaris lumbricoides suum (A. suum) merupakan parasit Nematoda yang dapat menyebabkan penyakit ascariasis. Perlakuan diagnosis penyakit parasitik pada hewan, beberapa macam ekstrak protein telah banyak digunakan sebagai antigen. Antigen yang dihasilkan oleh parasit dapat memicu respon imun induk semang, dan protein merupakan antigen yang terbaik (Tizard, 1982). Indonesia sebagai negara tropis merupakan lingkungan yang baik bagi perkembangan parasit sehingga gangguan parasit pada ternak merupakan kendala biologis yang penting, terutama pada peternakan tradisional. Program pengendalian penyakit parasitik dilakukan oleh peternak dan program dari pemerintah. Akan tetapi pada kenyataannya parasit tersebut selalu saja ada, bahkan cenderung lebih banyak dan lebih patogen. Langkah-langkah di dalam pengendaliannya perlu dipikirkan, dengan disertai upaya peningkatan dan kualitas dalam diagnosis dan deteksi parasit (Nurcahyo, 2001). Penyakit parasitik masih merupakan suatu penyakit penting di Indonesia. Salah satu penyakit parasitik penting pada ternak di Indonesia dan beberapa bagian dunia adalah ascariasis. Ascariasis merupakan penyakit zoonosis, cacing A. suum menyerang babi, namun dapat juga ditemukan pada sapi, kambing, domba, tupai, anjing, dan manusia dengan distribusi yang luas di seluruh dunia, larva dapat berpindah pada jaringan manusia atau hewan lain (Levine, 1990). Ascariasis menyerang manusia umumnya terjadi pada anak-anak usia dua sampai sepuluh tahun karena sering berhubungan dengan tanah yang

terkontaminasi, prevalensi menurun di atas usia 15 tahun (Haswell-Elkins et al.,

1989). Kejadian yang berulang menyebabkan infeksi yang serius, sehingga berkontribusi untuk kekurangan gizi pada anak-anak di daerah endemik (Khuroo, 1996). Ascariasis yang menyerang pada anak babi menyebabkan pertumbuhan menjadi tidak optimal. Infeksi berat A. suum pada anak babi dapat menyebabkan pneumonia hebat dan bisa mati mendadak setelah satu minggu terinfeksi cacing dewasa yang hidup di dalam usus halus (Subekti dkk., 2007). Di Indonesia usaha peternakan babi banyak terdapat di daerah Sumatra Utara, Nias, Bali, Nusa Tenggara Timur, Papua, dan Indonesia bagian timur, pada umumnya di daerah tersebut tidak banyak umat muslimnya, digunakan sebagai simbol status sosial dan bisa diekspor. Faktor kesehatan atau kontrol penyakit merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan usaha pengembangan ternak babi dari aspek manajemen. Ternak babi sangat peka terhadap penyakit, salah satunya penyakit parasitik, terutama cacing. Pengamatan yang pernah dilakukan tentang adanya penyakit parasitik cacing menunjukkan prevalensi A. suum pada babi di desa Sulahan, Bali sebesar 39% (Yasa dan Guntoro, 2004), di desa Sanggalangit, Buleleng Bali Sebesar 30% (Yasa dkk., 2007), dan di Kebun Binatang Surabaya pada babi kutil (Sus verrucosus) sebesar 14,28% (Dewi dan Nugraha, 2007). Analisis protein cacing A. suum belum pernah dilakukan. Penelitian tentang profil protein A. suum terhadap sumber protein cacing A. suum dapat dilakukan pada larva berbagai stadium, yaitu pada larva stadium pertama (L1), larva stadium kedua (L2) infektif, larva stadium ketiga (L3), larva stadium keempat (L4), larva stadium kelima (L5) atau cacing muda, dan stadium cacing dewasa. Antigen pada stadium larva dan cacing dewasa yang paling sering digunakan adalah excretory-

secretory (ES) antigen (Darmawi, 2008). Sumber antigen lainnya yang dapat dipakai yaitu antigen organ intestin, antigen somatik (El-Massry, 1999), dan antigen dari ekstrak cacing dewasa atau whole worm extract (WWE) (Safar et al., 1992). Berdasarkan uraian di atas, maka perlu penelitian mengenai identifikasi antigen spesifik dari ES, organ intestin, somatik, WWE, dan L2 infektif sehingga didapatkan profil protein cacing A. suum. Penelitian ini dilakukan analisis protein langsung pada cacing A. suum, untuk mendapatkan profil protein cacing A. suum berdasarkan berat molekulnya, diharapkan dapat digunakan sebagai bahan diagnosis penyakit ascariasis dan pembuatan kandidat vaksin untuk mengantisipasi infeksi A. suum. Penelitian ini untuk mengetahui profil protein A. suum dengan teknik sodium dodecyl sulphate polyacrilamide gel electrophoresis (SDS-PAGE).

Materi dan Metode Bahan Penelitian Bahan penelitian ini menggunakan cacing A. suum stadium dewasa diperoleh dari pembedahan saluran pencernaan babi penderita ascariasis yang pengambilan sampelnya dari tempat Rumah Potong Hewan (RPH) Pegirian Surabaya. Bahan kimia yang digunakan adalah phosphate buffer saline (PBS), acrylamide, Tris HCL, aquades, tetra methyl ethylene diamine (TEMED) (Bio Rad Laboratories), ammonium persulphate (APS), butanol, gliserin, sodium dodecyl sulphate (SDS), bromphenol blue, 2-mercaptoethanol, Tris aminomethan, glisin, acetic acid, Coomassie Brilliant Blue, dan Marker Invitrogen Rainbow.

Alat Penelitian Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : beaker glass, cawan petri, inkubator, filter plastik T200, freezer -30 C, mortir, tabung reaksi, sonikator, mikroskop (Meiji No. N 21396, TM-214), object glass, cover glass, tabung plastik, sentrifus, tabung sentrifus, pipet mikro, mikrotube, nampan aluminium, pinset, pisau skalpel, gunting bedah, spuit disposable, label, selotip, glass plate (Bio Rad Laboratories), kertas whatman, electrophoresis equipment (SDS-PAGE), Minigel twin G-42 slab, waterbath shaker, comb, dan chamber untuk running SDS.

Metode Penelitian Isolasi Material ES Cacing A. Suum Cacing A. suum stadium dewasa dimasukkan dalam beaker glass, larutan PBS sebelum digunakan harus selalu dalam keadaan hangat dengan suhu 37 C yang disimpan dalam inkubator dengan suhu 37 C, Dari 40 ekor cacing dewasa, tiap 20 ekor cacing ditambah dengan media PBS sebanyak 50 ml dimasukkan dalam beaker glass yang diinkubasikan dalam inkubator dengan suhu 37 C selama 15 sampai 20 menit, seluruh cacing yang masih hidup dan bersih dipindahkan ke dalam PBS yang baru, lalu diinkubasikan dalam inkubator dengan suhu 37 C selama 12 jam. Setelah 12 jam cacing diambil lalu dipisahkan, sedangkan cairan yang tertinggal disaring dengan filter plastik T200 (setara dengan 25 m), filtrat merupakan material ES dikoleksi dalam tabung plastik (50 ml/botol) dan disimpan dalam freezer pada suhu -30 C untuk bahan analisis protein dengan teknik SDS-PAGE (Kusnoto, 2008).

Pembuatan Homogenat Organ Intestin, Somatik, WWE, dan L2 Infektif Cacing A. Suum Sebanyak 7 ekor cacing A. suum dewasa dilakukan preparasi untuk diambil bagian intestinnya (homogenat organ intestin). Homogenat somatik (dipisahkan dari organ intestin dan reproduksinya, sehingga didapatkan bagian kulit). Homogenat WWE (Sebanyak 5 ekor cacing A. suum stadium dewasa dipotong-potong atau dicincang). Selanjutnya dihancurkan secara manual dengan mortir yang steril kemudian masing-masing dimasukkan tabung reaksi (ukuran 10 ml) dan disuspensi dengan 3 ml PBS. Homogenat L2 infektif, telur cacing A. suum didapatkan setelah filtrat hasil ES dipisahkan. Pemupukan telur cacing A. suum disimpan pada suhu ruangan dalam larutan 3 ml PBS, setiap hari dilakukan pengamatan di bawah mikroskop dengan mengambil sedikit sampel ditempatkan pada object glass dan ditutup dengan cover glass untuk mengamati perkembangan larva stadium pertama (L1) hingga didapatkan L2 infektif. Larva stadium kedua infektif cacing A. suum terbentuk setelah 18 hari. Selanjutnya dilakukan sonikasi, dengan tabung dalam sebuah rak yang terendam dalam air es untuk menjaga agar protein tidak rusak, sonikasi dilakukan dengan frekuensi 35 kHz selama tiga kali satu menit dengan interval waktu istirahat selama satu menit. Suspensi hasil sonikasi kemudian disentrifus dengan kecepatan 5.000 rpm selama 15 menit, Supernatan diambil dan disentrifus kembali pada 35.000 rpm selama 25 menit. dengan cara bagian supernatan diambil dengan pipet mikro lalu dimasukkan ke dalam mikrotube dan diberi label, selanjutnya masing-masing

pelet dan koleksi supernatan yang merupakan antigen organ intestin somatik, WWE, dan L2 infektif disimpan dalam freezer -30 C untuk bahan analisis protein dengan teknik SDS-PAGE (Kusnoto, 2008).

Analisis Protein dengan Teknik SDS-PAGE Analisis protein dilakukan dengan teknik SDS-PAGE dengan tahap pertama adalah membuat separating gel 12% dengan komposisi 2,5 ml acrylamide; 1,2 ml Tris HCl pH 8,8; 1,2 ml SDS 10%; 1,1 ml aquades; 5 l TEMED; dan 30 l APS 10%. Sebanyak 15 l sampel masing-masing berupa material ES, homogenat organ intestin, homogenat somatik, WWE, dan homogenat L2 infektif cacing A. suum ditambah dengan laemmli buffer (0,6 ml Tris HCl pH 6,8; 5 ml gliserin 50%; 2 ml SDS 10%; 1 ml bromphenol blue 1%; 0,5 ml 2-mercaptoethanol; dan 0,9 ml aquades) sama banyak yang berfungsi untuk denaturasi sampel dengan pemanasan 100 C selama lima menit. Pembuatan stacking gel 6% dengan komposisi 0,66 ml acrylamide; 0,5 ml Tris HCl pH 6,8; 0,8 ml SDS 10%, 0,8 ml aquades; 4 l TEMED; dan 20 l APS 10%, dan disiapkan sampel yang sudah dicampur dengan laemmli buffer. Jika gel sudah membeku, butanol dibuang dan dibersihkan dengan kertas whatman, selanjutnya stacking gel dimasukkan di atas separating gel kemudian comb dimasukkan ke dalam stacking gel dan dibiarkan membeku. Kemudian comb diambil dan dibersihkan dari sisa gel pada cetakan. Plate berisi gel kemudian dipasang pada Minigel twin G-42 slab dan dituangkan electrophoresis buffer (3 g Tris aminomethan; 14,4 g glisin; dan 1 g SDS dalam 1.000 ml aquades).

Selanjutnya cetakan gel diambil dan dimasukkan dalam alat elektroforesis yang dijalankan dengan listrik pada tegangan 40 V dengan kuat arus 10 mA dan ditingkatkan menjadi 125 V dengan kuat arus 40 mA ketika sampel telah melewati stacking gel, selama satu jam. Sampai seluruh sampel turun, setelah warna biru laemmli buffer turun alat dimatikan dan gelnya dilepaskan pelan-pelan. Pewarnaan gel menggunakan cairan Coomassie Brilliant Blue dan di-shaker di atas waterbath shaker selama satu jam. Reaksi dihentikan dengan 1 ml acetic acid yang dilarutkan dalam 9 ml aquades. Kemudian direndam dan di-shaker di atas waterbath shaker selama 30 menit, direndam dan di-shaker di atas waterbath shaker lagi selama dua jam agar warna dari pita (band) menjadi lebih terang dan gel menjadi keras. Selanjutnya gel dapat disimpan dalam larutan gliserin 10% (Suwarno dkk., 2001; Rantam, 2003). Cara pembacaan hasil SDS-PAGE, berat molekul antigen dapat dicari dengan menghitung nilai Rf (Retardation factor) dari masing-masing pita dengan rumus :

Kemudian nilai Rf dimasukkan ke dalam persamaan regresi linier, dengan rumus : Y = a + bX ; Y = berat molekul sampel, X = nilai Rf sampel (Rantam, 2003).

Analisis Data Data yang diperoleh berupa berat molekul protein cacing A. suum disajikan secara deskriptif, akan tetapi perhitungan berat molekul protein hasil elektroforesis

dilakukan dengan menggunakan rumus korelasi regresi (Somantri dan Muhidin, 2007).

Hasil Penelitian Berdasarkan hasil analisis protein terhadap ES, organ intestin, somatik, WWE, dan L2 infektif cacing A. suum dengan teknik SDS-PAGE diperoleh 19 protein antara lain dengan berat molekul 193 kDa, 135 kDa, 126 kDa, 102 kDa, 82,2 kDa, 53,7 kDa, 43,4 kDa, 37,7 kDa, 35,1 kDa, 26,4 kDa, 22,9 kDa, 19,9 kDa, 16 kDa, 12,9 kDa, 10,5 kDa, 7,9 kDa, 6,4 kDa, 3,6 kDa, dan 3,1 kDa.

Gambar 4.2 Hasil analisis protein cacing A. suum dengan teknik SDS-PAGE = BM untuk ES, organ intestin, somatik, WWE dan L 2 infektif = BM yang sama pada ES, organ intestin, somatik, WWE dan L 2 infektif = BM yang hanya pada organ intestin = BM yang hanya pada somatik

Pembahasan Gambaran analisis protein cacing A. suum terdapat pita protein yang tercat tebal, yaitu pada ES dengan berat molekul 22,9 kDa dan 3,6 kDa, pada organ intestin dengan berat molekul 193 kDa, 35,1 kDa, 22,9 kDa, dan 3,6 kDa, pada somatik dengan berat molekul 193 kDa, 53,7 kDa, 43,4 kDa, 37,7 kDa, 22,9 kDa, 10,5 kDa, dan 3,6 kDa, pada WWE dengan berat molekul 193 kDa, 53,7 kDa, 35,1 kDa, 22,9 kDa, 10,5 kDa, dan 3,6 kDa, pada L2 infektif dengan berat molekul 193 kDa, 22,9 kDa, 12,9 kDa, dan 3,6 kDa. Analisis dengan teknik SDS-PAGE, terdapat pita protein yang berbeda pada organ intestin cacing A. suum yaitu dengan berat molekul 135 kDa, sedangkan pita protein yang berbeda pada somatik cacing A. suum dengan berat molekul 26,4 kDa. Protein yang dianalisis pada ES, organ intestin, somatik, WWE, dan L2 infektif cacing A. suum dengan teknik SDS-PAGE telah didapatkan kesamaan tiga pita protein dengan berat molekul 22,9 kDa, 3,6 kDa, dan 3,1 kDa.

Kesimpulan Hasil analisis protein cacing A. suum dengan teknik SDS-PAGE diperoleh : 1) Excretory-secretory cacing A. suum dengan empat pita protein antara lain berat molekul 22,9 kDa, 12,9 kDa, 3,6 kDa, dan 3,1 kDa. 2) Organ intestin cacing A. suum dengan 14 pita protein antara lain berat molekul 193 kDa, 135 kDa, 102 kDa, 82,2 kDa, 53,7 kDa, 35,1 kDa, 22,9 kDa, 16 kDa, 12,9 kDa, 10,5 kDa, 7,9 kDa, 6,4 kDa, 3,6 kDa, dan 3,1 kDa.

10

3) Somatik cacing A. suum dengan 15 pita protein antara lain berat molekul 193 kDa, 126 kDa, 102 kDa, 53,7 kDa, 43,4 kDa, 37,7 kDa, 26,4 kDa, 22,9 kDa, 19,9 kDa, 16 kDa, 10,5 kDa, 7,9 kDa, 6,4 kDa, 3,6 kDa, dan 3,1 kDa. 4) Whole worm extract cacing A. suum dengan 13 pita protein antara lain berat molekul 193 kDa, 126 kDa, 82,2 kDa, 53,7 kDa, 43,4 kDa, 37,7 kDa, 35,1 kDa, 22,9 kDa, 19,9 kDa, 10,5 kDa, 7,9 kDa, 3,6 kDa, dan 3,1 kDa. 5) Larva stadium kedua infektif cacing A. suum dengan tujuh pita protein antara lain berat molekul 193 kDa, 53,7 kDa, 37,7 kDa, 22,9 kDa, 12,9 kDa, 3,6 kDa, dan 3,1 kDa.

Saran Perlunya penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan protein murni dan spesifik dari cacing A. suum.

Daftar Pustaka Darmawi. 2008. Isolasi dan Karakterisasi Antigen Ekskretori/Sekretori Stadium L3 Ascaridia galli. http://www.damandiri.com/ascaridiasis/tinjauanpustaka/htm. [31 Mei 2012]. Dewi, K. dan R.T.P. Nugraha. 2007. Endoparasit Pada Feses Babi Kutil (Sus verrucosus) Yang Berada di Kebun Binatang Surabaya Zoo Indonesia. 16(1): 1319. El-Massry, A.A. 1999. Characterization of Antigenic Property of Toxocara canis and Toxocara leonina Adults and Larvae Through Immuno Diagnostic Electrophoresis (SDS-PAGE) and Western Blot Technique. J Egypt. Soc. Parasitol. 29(2): 335-345. Haswell-Elkins, M.R., M.W. Kennedy, R.M. Maizels, D. Elkins, and R.M. Anderson. 1989. The Antibody Recognition Profiles of Humans Infected with Ascaris lumbricoides. Parasite Immunol. 11: 615.

11

Khuroo, M. 1996. Ascariasis. Gastroenterology Clinics of North America. 25(3): 553577. Kusnoto. 2008. Karakterisasi Molekuler Protein Toxocara cati dan Toxocara canis Untuk Pengembangan Diagnostik Toxocariasis [Disertasi]. Surabaya: Program Pasca Sarjana Universitas Airlangga. Levine, N.D. 1990. Textbook of Veterinary Parasitology. Terjemahan Buku Pelajaran Parasitologi Veteriner, oleh Gatut Ashadi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Nurcahyo, W. 2001. Aplikasi Bioteknologi di Bidang Parasitologi. Makalah Utama pada Seminar Aplikasi Teknik Molekuler dalam Diagnosis Penyakit dan Purifikasi Enzim. Surakarta: Laboratorium Pusat MIPA UNS. 26 Juli 2001. Rantam, F.A. 2003. Metode Imunologi. Surabaya: Airlangga University Press. Safar, E.H., El-Rifaei and K.M. Maklad. 1992. Protein Chromatograpyic Study on Adult Ascaris lumbricoides, Ascaris vitulorum, and Toxocara canis. J. Egypt. Soc. Parasitol. 22(1): 171-176. Somantri, A. dan S.A. Muhidin. 2007. Analisis Korelasi, Regresi, dan Jalur. Bandung: Pustaka Setia. Subekti, S., S. Koesdarto, S. Mumpuni S., H. Puspitawati, dan Kusnoto. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Nematoda Veteriner edisi 2, cetakan 2. Surabaya: Laboratorium Helmintologi Fakultas Kedokteran Hewan Univertsitas Airlangga. Suwarno, F.A. Rantam, dan Yoes P.D. 2001. Identifikasi Karakter Protein PRM Virus Dengue-3 Isolat Surabaya Sebagai Bahan Diagnostik. Laporan Penelitian Dosen Muda. Surabaya: Lemlit, Universitas Airlangga. Tizard, I. 1982. An Introduction to Veterinary Immunology. Terjemahan Pengantar Imunologi Veteriner, oleh Masduki Partodirejo dan Soehardjo Hardjosworo. 1987. Surabaya: Airlangga University Press. 303-324. Yasa, I.M.R. dan S. Guntoro. 2004. Prevalensi Infeksi Cacing Gastrointestinal Pada Babi. Bali: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali. Yasa, I.M.R., A.K. Wirawan, dan I N. Suyasa. 2007. Prevalensi Infeksi Parasit Cacing dan Eimeria sp pada Babi Bali Desa Sanggalangit Kecamatan Gerokgak Buleleng Bali. Bali: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali.

12

Você também pode gostar