Você está na página 1de 20

BAB I PENDAHULUAN

Gangguan Kecemasan Sensasi anxietas sering dialami oleh hampir semua manusia. Perasaan tersebut ditandai oleh ketakutan yang difus, tidak menyenangkan, seringkali disertai oleh gejala otonomik, seperti nyeri kepala, berkeringat, palpitasi, gelisah, dan sebagainya. Anxietas merupakan gejala yang umum tetapi non-spesifik yang sering merupakan satu fungsi emosi. Kumpulan gejala tertentu yang ditemui selama kecemasan cenderung bervariasi, pada setiap orang tidak sama. Anxietas yang patologik biasanya merupakan kondisi yang melampaui batas normal terhadap satu ancaman yang sungguh-sungguh dan maladaptif.1,2 Anxietas sendiri dapat sebagai gejala saja yang terdapat pada gangguan psikiatrik, dapat sebagai sindroma pada neurosis cemas dan dapat juga sebagai kondisi normal. Anxietas normal sebenarnya suatu hal yang sehat, karena merupakan tanda bahaya tentang keadaan jiwa dan tubuh manusia supaya dapat mempertahankan diri dan anxietas juga dapat bersifat konstruktif, misalnya seorang pelajar yang akan menghadapi ujian, merasa cemas, maka ia akan belajar secara giat supaya kecemasannya dapat berkurang.2 Gangguan Kecemasan Secara Umum Gangguan kecemasan adalah salah satu gangguan mental yang paling lazim terjadi di masyarakat umum. Hampir 30 juta orang yang terkena gangguan ini di Amerika Serikat, dengan angka kejadian pada wanita yang dapat terkena hampir dua kali lebih sering dibanding pria. Gangguan kecemasan yang berhubungan dengan kejadian morbiditas yang cukup signifikan, sering menjadi kronis dan cenderung resisten terhadap pengobatan. Gangguan kecemasan dapat dilihat sebagai bagian dari gangguan mental terkait, yang dapat diklasifikasikan dalam Diagnostik dan Statistik Manual of Mental Disorders edisi keempat (DSM-IV-TR), yaitu : (1) gangguan panik dengan atau tanpa agoraphobia, (2) agoraphobia dengan atau tanpa gangguan panik, (3) fobia spesifik, (4) fobia sosial, (5) obsesif-kompulsif (OCD), (5) gangguan stres pasca trauma (PTSD), (6 ) gangguan stres akut; dan (7) gangguan kecemasan umum. 3 Sebuah aspek menarik dari gangguan kecemasan adalah interaksi indah antara faktor genetik dan pengalaman. Ada sedikit keraguan bahwa gen yang abnormal dapat menyebabkan seseorang rentan terhadap keadaan kecemasan patologis, namun bukti jelas menunjukkan bahwa peristiwa kehidupan yang traumatis dan stres juga dapat menjadi penyebab yang cukup penting.3

Kecemasan yang Normal Semua orang dapat mengalami kecemasan. Hal ini sering ditandai sebagai rasa tidak menyenangkan, ketakutan, dan sering disertai dengan gejala otonom seperti sakit kepala, berkeringat, jantung berdebar, sesak di dada, ketidaknyamanan pada perut yang ringan, dan rasa gelisah, yang ditunjukkan dengan ketidakmampuan untuk duduk atau berdiri diam dalam waktu yang lama. 3 Kecemasan merupakan sinyal peringatan pada bahaya yang akan datang dan memungkinkan seseorang untuk mengambil tindakan untuk mengatasi ancaman. Ketakutan adalah respon terhadap ancaman, yang dikenal dengan faktor eksternal yang pasti atau nonconflictual. Sedangkan pada kecemasan merupakan respon terhadap ancaman yang tidak diketahui, internal, samar, atau konfliktual.3 Pada tahun 1896, Charles Darwin memberikan deskripsi psychophysiological mengenai ketakutan dimana ketakutan ini seringkali diawali oleh keheranan, mengarah pada indera penglihatan. Sering terlihat pada saat orang ketakutan kedua mata dan mulutnya terbuka lebar, dengan alis terangkat. Orang yang ketakutan sering menampilkan posisi berdiri seperti patung dan sesak napas, atau secara naluriah akan berusaha untuk melarikan diri. Jantung berdetak cepat dan keras, tapi sangat diragukan apakah itu dapat bekerja yang lebih efisien dari biasanya, sehingga dapat mengirim pasokan darah yang lebih besar ke seluruh bagian tubuh. Kulit menjadi pucat, bahkan dapat pingsan. Hal ini disebabkan karena pusat vasomotor dipengaruhi sedemikian rupa untuk menyebabkan kontraksi pembuluh darah kecil pada kulit. Seluruh tubuh mengeluarkan keringat yang banyak, namun karena permukaan kulit ini kemudian dingin, diberikanlah istilah keringat dingin. Rambut pada kulit berdiri tegak; dan menggigil. Kelenjar ludah sekresinya berkurang, sehingga mulut menjadi kering. Salah satu gejalanya adalah gemetar dari semua otot tubuh, dan sering pertama kali terlihat pada bibir. Oleh sebab itu, dengan ditambah terjadinya kekeringan pada mulut, suara akan menjadi serak atau menjadi tidak jelas, atau mungkin tidak ada sama sekali.3 Stres dan Kecemasan Apakah suatu peristiwa dapat dianggap sebagai stressor tergantung pada sifat dari acara tersebut dan pada sumber daya seseorang, pertahanan psikologis, dan mekanisme memanajemen stressor. Semua proses tersebut melibatkan ego, abstraksi kolektif untuk proses dimana seseorang dapat merasakan, berpikir, dan bertindak pada peristiwa eksternal atau kejadian internal. Orang yang ego nya dapat berfungsi dengan baik adalah orang yang dalam keseimbangan adaptif dengan dunia eksternal dan internal, jika ego tidak berfungsi dengan baik dan ketidakseimbangan yang dihasilkan bertahan terus dalam waktu yang cukup lama, orang tersebut akan mengalami kecemasan kronis.3
2

Gejala Kecemasan Pengalaman kecemasan memiliki dua komponen: kesadaran sensasi fisiologis (misalnya, jantung berdebar dan berkeringat) dan kesadaran bahwa mereka gugup atau ketakutan. Perasaan malu dapat meningkatkan kecemasannya dan akan mengakui bahwa mereka sedang ketakutan.3 Selain efek motorik dan efek viseral, kecemasan dapat mempengaruhi pemikiran, persepsi, dan belajar. Hal ini cenderung menghasilkan kebingungan dan distorsi persepsi, tidak hanya waktu dan ruang tetapi juga dari orang dan makna dari suatu peristiwa. Distorsi ini dapat mengganggu belajar dengan menurunkan konsentrasi, mengurangi ingat, dan merusak kemampuan untuk berhubungan dengan bagian lain untuk membuat asosiasi.3 Sebuah aspek penting dari emosi adalah pengaruhnya terhadap selektivitas perhatian. Orang cemas cenderung memilih hal-hal tertentu di lingkungan mereka dan mengabaikan orang lain dalam usaha mereka untuk membuktikan bahwa mereka dibenarkan dalam mempertimbangkan situasi yang menakutkan. Jika mereka salah dalam membenarkan ketakutan mereka, mereka cenderung akan menambah kecemasan mereka dengan respon selektif dan membentuk lingkaran setan kecemasan, persepsi terdistorsi, dan peningkatan kecemasan. Jika, sebaliknya, mereka berhasil meyakinkan diri mereka sendiri dengan berpikir selektif, kecemasan yang tepat dapat dikurangi, dan mereka mungkin gagal untuk mengambil tindakan pencegahan yang diperlukan.3 Pemeriksaan penunjang Radiologi Berbagai studi pencitraan otak, hampir selalu dilakukan terkait dengan gangguan kecemasan tertentu. Computed tomography (CT) dan Magnetic Resonance Imaging (MRI) kadang-kadang menunjukkan beberapa peningkatan ukuran ventrikel otak. Dalam sebuah penelitian, kenaikan ini berkorelasi dengan lamanya waktu pasien memakai benzodiazepine. Dalam satu studi MRI, cacat tertentu di lobus temporal kanan tercatat pada pasien dengan gangguan panik. Beberapa lainnya telah dilaporkan temuan abnormal di belahan kanan, tapi kelainan tersebut tidak ditemukan pada otak kiri; temuan ini menunjukkan bahwa beberapa jenis asimetri otak mungkin penting dalam perkembangan gejala gangguan kecemasan pada pasien tertentu. Fungsional imaging otak (fMRI) misalnya, positron emission tomography (PET), emisi foton tunggal computed tomography (SPECT), dan electroencephalography (EEG) pada pasien dengan gangguan kecemasan telah dilaporkan ditemukannya berbagai kelainan di korteks frontal , serta daerah oksipital dan temporal, dan dalam studi gangguan panik ditemukan kelainan pada gyrus parahippocampal. Dalam gangguan stres pasca trauma, pada studi fMRI telah ditemukan peningkatan aktivitas di amigdala, suatu wilayah otak yang berhubungan dengan ketakutan. Penafsiran konservatif dari data ini adalah bahwa beberapa pasien dengan gangguan
3

kecemasan memiliki kondisi patologis yang dibuktikan dengan gangguan fungsional otak dan bahwa kondisi relevan yang mungkin menjadi penyebab gangguan kecemasan.3 Dalam referat ini, akan dibahas lebih mendetail mengenai gangguan anxietas menyeluruh, yakni mencakup definisi, epidemiologi, etiologi, gambaran klinis, diagnosis,diagnosis banding, penatalaksanaan, serta prognosis.3

BAB II ISI
Gangguan Cemas Menyeluruh DEFINISI Gangguan anxietas menyeluruh (Generalized Anxiety Disorder, GAD) merupakan kondisi gangguan yang ditandai dengan kecemasan dan kekhawatiran yang berlebihan dan tidak rasional bahkan terkadang tidak realistik terhadap berbagai peristiwa kehidupan sehari-hari. Kondisi ini dialami hampir sepanjang hari, berlangsung sekurang-kurangnya selama 6 bulan. Kecemasan yang dirasakan sulit untuk dikendalikan dan berhubungan dengan gejala-gejala somatik seperti ketegangan otot, iritabilitas, kesulitan tidur, dan kegelisahan sehingga menyebabkan penderitaan yang jelas dan gangguan yang bermakna dalam fungsi sosial dan pekerjaan.4 GAD ditandai dengan kecemasan yang berlebihan dan khawatir yang berlebihan tentang peristiwa-peristiwa kehidupan sehari-harinya tanpa alasan yang jelas untuk khawatir. Kecemasan ini tidak dapat dikontrol sehingga dapat menyebabkan timbulnya stres dan mengganggu aktivitas sehari-hari, pekerjaan dan kehidupan sosial. 4 Pasien dengan GAD biasanya mempunyai rasa risau dan cemas yang berlanjut dengan ketegangan motorik, kegiatan autonomik yang berlebihan, dan selalu dalam keadaan siaga. Beberapa pasien mengalami serangan panik dan depresi. 4 EPIDEMIOLOGI Angka prevalensi untuk gangguan anxietas menyeluruh 3-8% , dengan prevalensi pada wanita > 40 tahun sekitar 10%. Rasio antara perempuan dan laki-laki sekitar 2:1. Onset penyakit biasanya muncul pada usia pertengahan hingga dewasa akhir, dengan insidens yang cukup tinggi pada usia 35-45 tahun. GAD merupakan gangguan kecemasan yang paling sering ditemukan pada usia tua. 5,6

ETIOLOGI Terdapat beberapa teori yang menjelaskan faktor yang diduga menyebabkan terjadinya gangguan anxietas menyeluruh. Teori-teori tersebut antara lain : Kontribusi Ilmu Psikologi Tiga sekolah utama psikologis theory yaitu psikoanalitik, perilaku, dan eksistensial telah memberikan kontribusi teori tentang penyebab kecemasan. Teori masing-masing memiliki kegunaan baik konseptual dan praktis dalam mengobati gangguan kecemasan.3 1. Teori psikoanalitik Meskipun Freud awalnya diyakini bahwa kecemasan berasal dari penumpukan fisiologis libido, ia akhirnya merumuskan kembali kecemasan sebagai sinyal adanya bahaya di bawah sadar. Menanggapi sinyal ini, ego digunakan sebagai mekanisme pertahanan untuk mencegah pikiran dan perasaan yang tidak dapat diterima yang muncul ke dalam kesadaran. Dari perspektif psikodinamik, tujuan terapi tidak diperlukan untuk menghilangkan kecemasan semua tapi untuk meningkatkan toleransi kecemasan, yaitu, kemampuan untuk mengalami kecemasan dan menggunakannya sebagai sinyal untuk menyelidiki konflik yang mendasari yang telah menciptakannya. Kecemasan muncul sebagai respon terhadap berbagai situasi selama siklus hidup dan, meskipun agen psychopharmacological mungkin memperbaiki gejala, mereka mungkin tidak melakukan apapun untuk mengatasi situasi hidup atau berkorelasi internal yang telah mendorong keadaan kecemasan. 3 Untuk memahami sepenuhnya kecemasan pasien dari pandangan psikodinamik, seringkali berguna untuk berhubungan kecemasan atas masalah-masalah perkembangan. Pada tingkat awal, kecemasan disintegrasi mungkin ada. Kecemasan ini berasal dari ketakutan bahwa fragmen kehendak diri karena orang lain tidak menanggapi dengan penegasan diperlukan sebagai validasi. Kecemasan Persecutory dapat dihubungkan dengan persepsi bahwa diri sedang diserbu dan dimusnahkan oleh suatu kekuatan jahat dari luar. Sumber lain dari kecemasan melibatkan anak yang takut kehilangan cinta atau persetujuan orang tua atau kekasih. Pada tingkat yang paling dewasa, superego kecemasan berhubungan dengan perasaan bersalah tentang tidak memenuhi standar diinternalisasi perilaku moral yang berasal dari orang tua. Seringkali, sebuah wawancara psikodinamik dapat menjelaskan tingkat utama dari kecemasan yang menangani seorang pasien. Beberapa kecemasan jelas berkaitan dengan konflik pada beberapa tingkat perkembangan yang bervariasi.3

2. Teori Perilaku Teori-teori perilaku adalah respon terkondisi terhadap rangsangan lingkungan tertentu. Dalam model pengkondisian klasik, seorang gadis dibesarkan oleh seorang ayah yang kasar, misalnya, dapat menjadi cemas segera setelah ia melihat ayahnya yang kasar. Melalui generalisasi, dia mungkin akan percaya semua orang. Dalam model pembelajaran sosial, seorang anak dapat mengembangkan respon kecemasan dengan meniru kecemasan di lingkungan, seperti orang tua cemas.3 3. Teori eksistensial Teori kecemasan eksistensial menyediakan model untuk kecemasan umum, di mana tidak ada stimulus khusus yang diidentifikasi untuk rasa cemas yang sifatnya kronis. Konsep utama teori eksistensial adalah bahwa perasaan orang pengalaman hidup di alam semesta tanpa tujuan. Kekhawatiran eksistensial tersebut dapat meningkat sejak pengembangan senjata nuklir dan bioterorisme.3 Teori kognitif-perilaku Penderita GAD berespon secara salah dan tidak tepat terhadap ancaman, disebabkan oleh perhatian yang selektif terhadap hal-hal yang negative pada lingkungan, adanya distorsi pada pemrosesan informasi dan pandangan yang sangat negative terhadap kemampuan diri untuk menghadapi ancaman.4,7 Teori Genetik Pada sebuah studi didapatkan bahwa terdapat hubungan genetik pasien GAD dan gangguan Depresi Mayor pada pasien wanita. Sekitar 25% dari keluarga tingkat pertama penderita GAD juga menderita gangguan yang sama. Sedangkan penelitian pada pasangan kembar didapatkan angka 50% pada kembar monozigotik dan 15% pada kembar dizigotik. 4,7 Kontribusi Ilmu Biologi 1. Sistem saraf otonom Stimulasi sistem saraf otonom menyebabkan gejala tertentu contoh pada sistem kardiovaskular (misalnya, takikardia), otot (misalnya, sakit kepala), pencernaan (misalnya, diare), dan pernapasan (misalnya, takipnea). Sistem saraf otonom dari beberapa pasien dengan gangguan kecemasan, terutama mereka yang memiliki gangguan panik, menunjukkan nada simpatik yang meningkat, beradaptasi perlahan terhadap rangsangan berulang-ulang, dan merespon berlebihan terhadap rangsangan moderat.3
7

2. Neurotransmitter Tiga neurotransmitter utama yang terkait dengan kecemasan dengan dasar dari studi hewan dan tanggapan terhadap terapi obat adalah norepinefrin (NE), serotonin, dan gama-ainobutyric acid (GABA). Salah satu eksperimen tersebut untuk mempelajari kecemasan adalah tes konflik, di mana hewan secara bersamaan disajikan dengan rangsangan yang positif (misalnya makanan) dan negatif (misalnya, sengatan listrik). Anxiolytic narkoba (misalnya benzodiazepin) cenderung memfasilitasi adaptasi hewan untuk situasi ini, sedangkan obat lain (misalnya, amfetamin) lebih lanjut mengganggu respon perilaku hewan.3 3. Norepinefrin Gejala kronis yang dialami oleh pasien dengan gangguan kecemasan, seperti serangan panik, insomnia, terkejut, dan hyperarousal otonom, merupakan karakteristik fungsi noradrenergik yang meningkat. Itu teori umum tentang peranan norepinefrin pada gangguan kecemasan dimana pasien yang terkena mungkin memiliki sistem noradrenergik yang buruk. Badan sel dari sistem noradrenergik terutama terlokalisasi pada lokus seruleus di pons rostral, dan mereka memproyeksikan akson mereka ke korteks otak, sistem limbik, batang otak, dan sumsum tulang belakang. Percobaan pada primata telah menunjukkan bahwa stimulasi dari lokus seruleus menghasilkan respon ketakutan pada hewan dan bahwa ablasi dari daerah yang sama atau sama sekali menghambat menghambat kemampuan hewan untuk membentuk respon ketakutan. 3 Studi pada manusia telah menemukan bahwa pada pasien dengan gangguan panik, agonis reseptor adrenergik (misalnya, isoproterenol [Isuprel]) dan adrenergik antagonis reseptor (misalnya, yohimbine [Yocon]) dapat memicu serangan panik yang sering dan cukup parah. Sebaliknya, clonidine (Catapres), sebuah beta 2-reseptor agonis, mengurangi gejala kecemasan dalam beberapa situasi eksperimental dan terapeutik. Temuan yang kurang konsisten adalah bahwa pasien dengan gangguan kecemasan, terutama gangguan panik, memiliki cairan serebrospinal tinggi (CSF) atau tingkat urin metabolit noradrenergik 3-metoksi-4-hydroxyphenylglycol (MHPG).3 4. Hipotalamus-hipofisis-adrenal Axis Bukti yang konsisten menunjukkan bahwa banyak bentuk stres psikologis meningkatkan sintesis dan pelepasan kortisol. Kortisol berfungsi untuk memobilisasi dan untuk melengkapi penyimpanan energi dan kontribusi untuk gairah meningkat, kewaspadaan, perhatian terfokus, dan pembentukan memori; penghambatan pertumbuhan dan sistem reproduksi, dan penahanan dari respon kekebalan. Sekresi kortisol yang berlebihan dan berkelanjutan dapat memiliki efek samping yang serius, termasuk hipertensi,
8

osteoporosis, imunosupresi, resistensi insulin, dislipidemia, dyscoagulation, dan, akhirnya, aterosklerosis dan penyakit kardiovaskular. Perubahan dalam hipotalamushipofisis-adrenal (HPA) fungsi sumbu telah dibuktikan dalam PTSD. Pada pasien dengan gangguan panik, tumpul hormon adrenocorticoid (ACTH) terhadap berbagai corticotropin-releasing factor (CRF) telah dilaporkan dalam beberapa penelitian dan tidak pada orang lain.3 5. Corticotropin-releasing hormone (CRH) Salah satu mediator yang paling penting dari respon stres, CRH mengkoordinasikan perubahan perilaku dan fisiologis adaptif yang terjadi selama stres. Tingkat CRH di hipotalamus meningkat pada orang dengan stres, mengakibatkan aktivasi dari sumbu HPA dan meningkatkan pelepasan kortisol dan dehydroepiandrosterone (DHEA). CRH juga menghambat berbagai fungsi neurovegetative, seperti asupan makanan, aktivitas seksual, dan program endokrin untuk pertumbuhan dan reproduksi.3 6. Serotonin Identifikasi jenis reseptor serotonin telah mendorong pencarian untuk peran serotonin dalam patogenesis gangguan kecemasan. Berbagai jenis hasil stres akut pada omset 5hidroksitriptamin (5-HT) meningkat pada korteks prefrontal, amigdala, dan hipotalamus lateral. Kepentingan dalam hubungan ini pada awalnya didorong oleh pengamatan bahwa antidepresan serotonergik memiliki efek terapi dalam beberapa gangguan kecemasan misalnya, clomipramine (Anafranil) di OCD. Efektivitas buspirone (BuSpar), suatu serotonin 5-HT1A agonis reseptor, dalam pengobatan gangguan kecemasan juga menunjukkan kemungkinan adanya hubungan antara serotonin dan kecemasan. Badan sel neuron serotonergik kebanyakan terletak di inti raphe di batang otak dan sel sel yang menuju ke korteks, sistem limbik (khususnya amigdala dan hippocampus), dan hipotalamus. Beberapa laporan menunjukkan bahwa meta-chlorophenylpiperazine (MCPP), obat serotonergik, dan fenfluramine (Pondimin), yang menyebabkan pelepasan serotonin, menyebabkan kecemasan meningkat pada pasien dengan gangguan kecemasan, dan banyak laporan menunjukkan bahwa serotonergik halusinogen dan stimulansia misalnya, asam diethylamide lysergic (LSD) dan 3,4methylenedioxymethamphetamine (MDMA) terkait dengan perkembangan gangguan kecemasan akut dan kronis pada orang yang menggunakan obat ini.3 7. GABA Peran GABA pada gangguan kecemasan sebagai contoh penggunaan golongan benzodiazepin, yang meningkatkan aktivitas GABA pada jenis reseptor GABA A (GABAA), dalam pengobatan beberapa jenis gangguan kecemasan. Meskipun potensinya rendah,
9

benzodiazepin adalah obat yang paling efektif untuk mengatasi gejala dari gangguan kecemasan umum, potensi tinggi obat obat golongan benzodiazepin, seperti alprazolam (Xanax), dan clonazepam efektif dalam pengobatan gangguan panik. Sebuah antagonis benzodiazepin, flumazenil (Romazicon), menyebabkan serangan panik sering berat pada pasien dengan gangguan panik. Data ini telah membawa para peneliti berhipotesis bahwa beberapa pasien dengan gangguan kecemasan memiliki fungsi abnormal dari reseptor GABAA mereka, meskipun hubungan ini belum terbukti secara langsung.3 8. Aplysia Sebuah model neurotransmitter untuk gangguan kecemasan didasarkan pada studi Aplysia californica, oleh pemenang Hadiah Nobel Eric Kandel, MD Aplysia adalah siput laut yang bereaksi terhadap bahaya dengan menghindar, menarik diri ke dalam cangkangnya. Perilaku ini dapat dikondisikan secara klasik, sehingga siput merespon stimulus netral seolah-olah itu stimulus berbahaya. Siput juga bisa menjadi peka dengan guncangan acak, sehingga menunjukkan respon walaupun dengan tidak adanya bahaya nyata. Aplysia klasik dikondisikan menunjukkan perubahan terukur dalam fasilitasi presynaptic, sehingga terjadi peningkatan pelepasan jumlah neurotransmitter. Meskipun siput laut adalah hewan sederhana, karya ini menunjukkan pendekatan eksperimental untuk proses neurokimia kompleks yang berpotensi terlibat dalam gangguan kecemasan pada manusia.3 9. Neuropeptida Y Neuropeptide Y (NPY) adalah asam amino peptida, yang merupakan salah satu peptida yang paling berlimpah ditemukan di otak mamalia. Bukti yang menunjukkan keterlibatan amigdala dalam efek ansiolitik NPY yang kuat, dan mungkin terjadi melalui reseptor NPY-Y1. NPY memiliki efek regulasi counter pada sistem CRH dan LC-NE di lokasi otak yang penting dalam ekspresi kecemasan, ketakutan, dan depresi. Studi awal dalam tentara operasi khusus di bawah tekanan yang ekstrim pelatihan menunjukkan bahwa tingkat NPY tinggi berhubungan dengan kinerja yang lebih baik.3 10. Galanin Galanin adalah polipeptida yang pada manusia ditemukan mengandung 30 asam amino. Galanin telah terbukti terlibat dalam sejumlah fungsi fisiologis dan perilaku, termasuk belajar dan memori, mengontrol rasa sakit, asupan makanan, kontrol neuroendokrin, regulasi kardiovaskular, dan terakhir kecemasan. Sebuah galanin immunoreactive padat serat sistem yang berasal dari LC innervasi otak depan dan struktur otak tengah, termasuk hippocampus, hipotalamus, amigdala, dan korteks prefrontal. Studi pada tikus
10

telah menunjukkan bahwa galanin dikelola terpusat memodulasi kecemasan terkait perilaku. Galanin dan agonis reseptor NPY mungkin menjadi target baru untuk pengembangan obat anti ansietas.3 GAMBARAN KLINIS Gambaran klinis dinilai dari 2 hal, yaitu gejala somatik dan gejala psikologik. 1. Gejala somatik4,7 Gemetar Nyeri punggung dan nyeri kepala Ketegangan otot Napas pendek, hiperventilasi Mudah lelah, sering kaget Hiperaktivitas otonomik (wajah merah dan pucat, takikardia, palpitasi, tangan rasa dingin, diare, mulut kering, sering kencing) Parestesia Sulit menelan 2. Gejala psikologik4,7 Rasa takut yang berlebihan dan sulit untuk dikontrol Sulit konsentrasi Insomnia Libido menurun Rasa mual di perut Hipervigilance (siaga berlebih) Gangguan anxietas menyeluruh juga memiliki pengaruh terhadap tekanan darah. Ada dua faktor yang paling berpengaruh pada tekanan darah, yaitu curah jantung (cardiac output) dan tahanan perifer (peripheral resistance). Anxietas akan merangsang respon hormonal dari hipotalamus yang akan mengsekresi CRF ( Cortisocoprin- Releasing Factor) yang menyebabkan sekresi hormon-hormon hipofise. Salah satu dari hormon tersebut adalah ACTH (Adreno11

Corticotropin Hormon). Hormon tersebut akan merangsang korteks adrenal untuk mengsekresi kortisol kedalam sirkulasi darah. Peningkatan kadar kortisol dalam darah akan mengakibatkan peningkatan renin plasma, angiotensin II dan peningkatan kepekaan pembuluh darah terhadap katekolamin, sehingga terjadi peningkatan tekanan darah dan sebagai pusat dari system saraf otonom. Sistem ini terbagi atas sistem simpatis dan sistem parasimpatis. Pada anxietas terjadi sekresi adrenalin berlebihan yang menyebabkan peningkatan tekanan darah, sedanngkan pada anxietas yang sangat berat dapat terjadi reaksi yang dipengaruhi oleh komponen parasimpatis sehingga akan mengakibatkan penurunan tekanan darah dan frekuensi denyut jantung. Pada kecemasan yang kronis, kadar adrenalin terus meninggi, sehingga kepekaan terhadap rangsangan yang lain berkurang dan akan terlihat tekanan darah meninggi.Pada gangguan anxietas menyeluruh yang terutama berperan adalah neurotransmiter serotonin. Pada saat ini telah diidentifikasi tiga reseptor serotonin, yaitu : 5-HT1, 5-HT2 dan 5-HT3 . Menurut Kabo reseptor 5-HT1 bersifat sebagai inhibitor, sedangkan reseptor 5-HT2 dan reseptor 5-HT3 bersifat sebagai eksitator. Menurut Gothert, aktivasi reseptor 5-HT1 akan mengurangi kecemasan sedangkan aktivasi reseptor 5-HT2 akan meningkatkan tekanan darah.8 DIAGNOSIS Kriteria diagnostik gangguan anxietas menyeluruh menurut DSM IV-TR :9 a. Kecemasan atau kekhawatiran yang berlebihan yang timbul hampir setiap hari, sepanjang hari, terjadi selama sekurangnya 6 bulan, tentang sejumlah aktivitas atau kejadian (seperti pekerjaan atau aktivitas sekolah) b. Penderita merasa sulit mengendalikan kekhawatirannya c. Kecemasan atau kekhawatiran disertai tiga atau lebih dari enam gejala berikut ini (dengan sekurangnya beberapa gejala lebih banyak terjadi dibandingkan tidak terjadi selama enam bulan terakhir). Catatan : hanya satu nomor yang diperlukan pada anak : 1. Kegelisahan 2. Merasa mudah lelah 3. Sulit berkonsentrasi atau pikiran menjadi kosong 4. Iritabilitas 5. Ketegangan otot 6. Gangguan tidur (sulit tertidur atau tetap tidur, atau tidur gelisah, dan tidak memuaskan)

12

d.

Fokus kecemasan dan kekhawatiran tidak terbatas pada gangguan aksis I, misalnya kecemasan atau ketakutan adalah bukan tentang menderita suatu serangan panik (seperti pada gangguan panik), merasa malu pada situasi umum (seperti pada fobia sosial), terkontaminasi (seperti pada gangguan obsesif kompulsif), merasa jauh dari rumah atau sanak saudara dekat (seperti gangguan anxietas perpisahan), penambahan berat badan (seperti pada anoreksia nervosa), menderita keluhan fisik berganda (seperti pada gangguan somatisasi), atau menderita penyakit serius (seperti pada hipokondriasis) serta kecemasan dan kekhawatiran tidak terjadi semata-mata selama gangguan stres pasca trauma. Kecemasan, kekhawatiran, atau gejala fisik menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis, atau gangguan pada fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.

e.

f. Gangguan yang terjadi adalah bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya penyalahgunaan zat, medikasi) atau kondisi medis umum (misalnya hipertiroidisme), dan tidak terjadi semata-mata selama suatu gangguan mood, gangguan psikotik, atau gangguan perkembangan pervasif. Penegakan diagnosis gangguan anxietas menyeluruh berdasarkan PPDGJ-III sebagai berikut:10 Pasien harus menunjukkan anxietas sebagai gejala primer yang berlangsung hamper setiap hari untuk beberapa minggu sampai beberapa bulan, yang tidak terbatas atau hanya menonjol pada keadaan situasi khusus tertentu saja (sifatnya free floating atau mengambang) Gejala-gejala tersebut biasanya mencakup unsur-unsur berikut : (a) Kecemasan (khawatir akan nasib buruk, merasa seperti di ujung tanduk, sulit konsentrasi, dan sebagainya); (b) Ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak dapat santai); dan (c) Overaktivitas otonomik (kepala terasa ringan, berkeringat, jantung berdebar-debar, sesak napas, keluhan lambung, pusing kepala, mulut kering dan sebagainya). Pada anak-anak sering terlihat adanya kebutuhan berlebihan untuk ditenangkan (reassurance) serta keluhan-keluhan somatic berulang yang menonjol. Adanya gejala-gejala lain yang sifatnya sementara (untuk beberapa hari), khususnya depresi, tidak membatalkan diagnosis utama Gangguan Anxietas Menyeluruh, selama hal tersebut tidak memenuhi kriteria lengkap dari episode depresif (F32.-), gangguan anxietas fobik (F40.), gangguan panik (F41.0), atau gangguan obsesif-kompulsif (F42.-).

13

DIAGNOSIS BANDING Gangguan anxietas menyeluruh perlu dibedakan dari kecemasan akibat kondisi medis umum maupun gangguan yang berhubungan dengan penggunaan zat. Diperlukan pemeriksaan medis termasuk tes kimia darah, elektrokardiografi, dan tes fungsi tiroid. Klinisi harus menyingkirkan adanya intoksikasi kafein, penyalahgunaan stimulansia, kondisi putus zat atau obat seperti alkohol, hipnotik-sedatif dan anxiolitik.4 Kelainan neurologis, endokrin, metabolik dan efek samping pengobatan pada gangguan panik harus dapat dibedakan dengan kelainan yang terjadi pada gangguan anxietas menyeluruh. Selain itu, gangguan anxietas menyeluruh juga dapat didiagnosis banding dengan fobia, gangguan obsesif-kompulsif, hipokondriasis, gangguan somatisasi, dan gangguan stres posttrauma.4 Fobia Pada fobia, kecemasan terjadi terhadap objek/hal tertentu sehingga pasien berusaha untuk menghindarinya, sedangkan pada GAD, tidak terdapat objek tertentu yang menimbulkan kecemasan.4 Gangguan obsesif kompulsif Pada gangguan obsesif kompulsif, pasien melakukan tindakan berulang-ulang (kompulsi) untuk menghilangkan kecemasannya, sedangkan pada GAD, pasien sulit untuk menghilangkan kecemasannya, kecuali pada saat tidur.4 Hipokondriasis Pada hipokondriasis maupun somatisasi, pasien merasa cemas terhadap penyakit serius ataupun gejala-gejala fisik yang menurut pasien dirasakannya dan berusaha datang ke dokter untuk mengobatinya, sedangkan pada GAD, pasien merasakan gejala-gejala hiperaktivitas otonomik sebagai akibat dari kecemasan yang dirasakannya.4 Gangguan stres pasca trauma Pada gangguan stres pasca trauma, kecemasan berhubungan dengan sutau peristiwa ataupun trauma yang sebelumnya dialami oleh pasien, sedangkan pada GAD kecemasan berlebihan berhubungan dengan aktivitas sehari-hari.4

14

PENATALAKSANAAN 1. Farmakoterapi a. Benzodiazepin Merupakan pilihan obat pertama. Pemberian benzodiazepine dimulai dengan dosis terendah dan ditingkatkan sampai mencapai respons terapi. Pengguanaan sediaan dengan waktu paruh menengah dan dosis terbagi dapat mencegah terjadinya efek yang tidak diinginkan. Lama pengobatan rata-rata 2-6 minggu, dilanjutkan dengan masa tapering off selama 1-2 minggu. Spektrum klinis Benzodiazepin meliputi efek anti-anxietas, antikonvulsan, anti-insomnia, dan premedikasi tindakan operatif. Adapun obat-obat yang termasuk dalam golongan Benzodiazepin antara lain :11 Diazepam, dosis anjuran oral = 2-3 x 2-5 mg/hari; injeksi = 5-10 mg 9im/iv), broadspectrum Chlordiazepoxide, dosis anjuran 2-3x 5-10 mg/hari, broadspectrum Lorazepam, dosis anjuran 2-3x 1 mg/hari, dosis anti-anxietas dan anti-insomnia berjauhan (dose-related), lebih efektif sebagai anti-anxietas, untuk pasien-pasien dengan kelainan hati dan ginjal. Clobazam, dosis anjuran 2-3 x 10 mg/hari, , dosis anti-anxietas dan anti-insomnia berjauhan (dose-related), lebih efektif sebagai anti-anxietas, psychomotor performance paling kurang terpengaruh, untuk pasien dewasa dan usia lanjut yang masih ingin tetap aktif. Bromazepam, dosis anjuran 3x 1,5 mg/hari, , dosis anti-anxietas dan anti-insomnia berjauhan (dose-related), lebih efektif sebagai anti-anxietas. Alprazolam, dosis anjuran 3 x 0,25 0,5 mg/hari, efektif untuk anxietas tipe antisipatorik, onset of action lebih cepat dan mempunyai komponen efek anti depresi. b. Non-benzodoazepin (Buspiron) Buspiron efektif pada 60-80% penderita GAD. Buspiron lebih efektif dalam memperbaiki gejala kognitif disbanding gejala somatik. Tidak menyebabkan withdrawal. Dosis anjuran 2-3x 10 mg/hari. Kekurangannya adalah, efek klinisnya baru terasa setelah 2-3 minggu. Terdapat bukti bahwa penderita GAD yang sudah menggunakan Benzodiazepin tidak akan memberikan respon yang baik dengan Buspiron. Dapat dilakukan penggunaan bersama antara Benzodiazepin dengan
15

Buspiron kemudian dilakukan tapering Benzodiazepin setelah 2-3 minggu, disaat efek terapi Buspiron sudah mencapai maksimal.11 2. Psikoterapi a. Terapi kognitif perilaku Teori Cognitive Behavior pada dasarnya meyakini bahwa pola pemikiran manusia terbentuk melalui proses rangkaian stimulus-kognisi-respon, dimana proses kognisi akan menjadi faktor penentu dalam menjelaskan bagaimana manusia berpikir, merasa dan bertindak. Terapi kognitif perilaku diarahkan kepada modifikasi fungsi berpikir, merasa dan bertindak, dengan menekankan peran otak dalam menganalisa, memutuskan, bertanya, berbuat dan memutuskan kembali. Dengan mengubah arus pikiran dan perasaan, klien diharapkan dapat mengubah tingkah lakunya, dari negatif menjadi positif. Tujuan terapi kognitif perilaku ini adalah untuk mengajak pasien menentang pikiran (dan emosi) yang salah dengan menampilkan bukti-bukti yang bertentangan dengan keyakinan mereka tentang masalah yang dihadapi. Pendekatan kognitif mengajak pasien secara kangsung mengenali distorsi kognitif dan pendekatan perilaku, mengenali gejala somatik secara langsung. Teknik utama yang digunakan pada pendekatan behavioral adalah relaksasi dan biofeedback.6,11 b. Terapi suportif Pasien diberikan re-assurance dan kenyamanan, digali potensi-potensi yang ada dan belum tampak, didukung egonya, agar lebih bisa beradaptasi optimal dalam fungsi sosial dan pekerjaannya.6 c. Psikoterapi Berorientasi Tilikan Terapi ini mengajak pasien ini untuk mencapai penyingkapan konflik bawah sadar, menilik egostrength, relasi objek, serta keutuhan self pasien. Dari pemahaman akan komponen-komponen tersebut, kita sebagai terapis dapat memperkirakan sejauh mana pasien dapat diubah untuk menjadi lebih matur, bila tidak tercapai, minimal kita memfasilitasi agar pasien dapat beradaptasi dalam fungsi sosial dan pekerjaannya.6 PROGNOSIS Gangguan anxietas menyeluruh merupakan suatu keadaan kronis yang mungkin berlangsung seumur hidup. Prognosis dipengaruhi oleh usia, onset, durasi gejala dan perkembangan komorbiditas gangguan cemas dan depresi. Karena tingginya insidensi gangguan mental komorbid pada pasien dengan gangguan kecemasan menyeluruh, perjalanan klinis dan prognosis gangguan cemas menyeluruh sukar untuk ditentukan. Namun demikian, beberapa
16

data menyatakan bahwa peristiwa kehidupan berhubungan dengan onset gangguan kecemasan umum. Terjadinya beberapa peristiwa kehidupan yang negatif secara jelas meningkatkan kemungkinan akan terjadinya gangguan cemas menyeluruh. Menurut definisinya, gangguan kecemasan umum adalah suatu keadaan kronis yang mungkin seumur hidup. Sebanyak 25% penderita akhirnya mengalami gangguan panik, juga dapat mengalami gangguan depresi mayor.4 Dalam menentukan prognosis dari gangguan cemas menyeluruh, perlu diingat bahwa banyak segi yang harus dipertimbangkan. Hal ini berhubung dengan dinamika terjadinya gangguan cemas serta terapinya yang begitu kompleks. Keadaan penderita, lingkungan penderita, dan dokter yang mengobatinya ikut mengambil peran dalam menentukan prognosis gangguan cemas menyeluruh. 12 Ditinjau dari kepribadian premorbid, jika penderita sebelumnya telah menunjukkan kepribadian yang baik di sekolah, di tempat kerja atau dalam interaksi sosialnya, maka prognosisnya lebih baik daripada penderita yang sebelumnya banyak menemui kesulitan dalam pergaulan, kurang percaya diri, dan mempunyai sifat tergantung pada orang lain. Kematangan kepribadian juga dapat dilihat dari kemampuan seseorang dalam menanggapi kenyataan-kenyataan, keseimbangan dalam memadukan keinginan-keinginan pribadi dengan tuntutan-tuntutan masyarakat, integrasi perasaan dengan perbuatan, kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan dan lain sebagainya. Semakin matang kepribadian premorbidnya, maka prognosis gangguan cemas menyeluruh juga semakin baik.12 Mengenai hubungan dengan terapi, semakin cepat dilakukan terapi pada gangguan kecemasan menyeluruh, maka prognosisnya menjadi lebih baik. Demikian pula dengan situasi tempat pengobatan, semakin pasien merasa nyaman dan cocok dengan situasinya, maka hasilnya akan lebih baik dan akan mempengaruhi prognosisnya. Pengobatan sebaiknya dilakukan sebelum gejala-gejala menjadi alat untuk mendapatkan keuntungan-keuntungan sampingan misalnya untuk mendapatkan simpati, perhatian, uang, dan peringanan dari tanggung jawabnya. Jika gejala-gejala sudah merupakan alat untuk mendapatkan keuntungan-keuntungan tersebut, maka kemauan pasien untuk sembuh berkurang dan prognosis akan menjadi lebih jelek.12 Faktor stres juga ikut menentukan prognosis dari gangguan cemas menyeluruh. Jika stres yang menjadi penyebab timbulnya gangguan cemas menyeluruh relatif ringan, maka prognosis akan lebih baik karena penderita akan lebih mampu mengatasinya. Kalau dilihat dari lingkungan hidup penderita, sikap orang-orang di sekitarnya juga berpengaruh terhadap prognosis. Sikap yang mengejek akan memperberat penyakitnya, sedangkan sikap yang membangun akan meringankan penderita. Demikian juga peristiwa atau masalah yang menimpa penderita misalnya kehilangan orang yang dicintai, rumah tangga yang kacau, kemunduran finansial yang besar akan memperjelek prognosisnya.12
17

BAB III PENUTUP


Kesimpulan Gangguan anxietas menyeluruh (Generalized Anxiety Disorder, GAD) merupakan kondisi gangguan yang ditandai dengan kecemasan dan kekhawatiran yang berlebihan dan tidak rasional bahkan terkadang tidak realistik terhadap berbagai peristiwa kehidupan sehari-hari. Kondisi ini dialami hampir sepanjang hari, berlangsung sekurang-kurangnya selama 6 bulan. Kecemasan yang dirasakan sulit untuk dikendalikan dan berhubungan dengan gejala-gejala somatik seperti ketegangan otot, iritabilitas, kesulitan tidur, dan kegelisahan sehingga menyebabkan penderitaan yang jelas dan gangguan yang bermakna dalam fungsi sosial dan pekerjaan. Penyebab terjadinya GAD dapat dijelaskan melalui beberapa teori, antara lain teori biologi, teori genetik, teori psikoanalitik dan teori kognitif-perilaku. Gambaran klinis yang dapat muncul antara lain anxietas berlebihan, ketegangan motorik bermanifestasi sebagai bergetar, kelelahan, dan sakit kepala, hiperaktivitas otonom timbul dalam bentuk napas pendek, berkeringat, palpitasi, dan disertai gejala pencernaan. Gangguan psikiatrik lain yang merupakan diagnosis banding GAD adalah gangguan panik, fobia, gangguan obsesif-kompulsif, hipokondriasis, gangguan somatisasi, gangguan penyesuaian dengan kecemasan, dan gangguan kepribadian. Penatalaksanaan GAD meliputi farmakoterapi, golongan Benzodiazepin merupakan drug of choice sebab mempunyai efek anti-anxietas, spesifitas, potensi dan keamanan yang paling baik. Selain itu, pasien juga diberikan psikoterapi, berupa terapi kognitif-perilaku (CBT), terapi suportif dan psikoterapi berorientasi tilikan. Gangguan anxietas menyeluruh merupakan suatu keadaan kronis yang mungkin berlangsung seumur hidup. Sebanyak 25% penderita akhirnya mengalami gangguan panik, juga dapat mengalami gangguan depresi mayor. Dalam menentukan prognosis dari gangguan cemas menyeluruh, perlu diingat bahwa banyak segi yang harus dipertimbangkan. Hal ini berhubung dengan dinamika terjadinya gangguan cemas serta terapinya yang begitu kompleks. Keadaan penderita, lingkungan penderita, dan dokter yang mengobatinya ikut mengambil peran dalam menentukan prognosis gangguan cemas menyeluruh.

18

Hal lain yang juga memegang peranan penting dalam menentukan baik tidaknya prognosis gangguan cemas menyeluruh antara lain kepribadian premorbid pasien, efektifitas terapi, faktor stres, serta dukungan lingkungan dan orang-orang sekitar pasien.

19

DAFTAR PUSTAKA 1. Kaplan HI, Saddock BJ. Gangguan Kecemasan. In : Wiguna M, editor. Sinopsis Psikiatri. Edisi ketujuh. Jilid Satu : Phyladelphia. Hal. 1-8. 2. Hutagalung, Evalina Asnawi. Tatalaksana Diagnosis dan Terapi Gangguan Anxietas. [Internet] 2007 [cited 2011 Juni 05]. Available from : http://gangguan_anxietas.htm 3. Saddock BJ, Saddock VA. Anxiety disorder. In : Kaplan Saddocks Synopsis of Psychiatry : Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry . Tenth Edition. . New York: Lippincott Williams & Wilkins: 2007;Pg 580-8. 4. Kaplan HI, Saddock BJ. Gangguan Kecemasan. In : Wiguna M, editor. Sinopsis Psikiatri. Edisi ketujuh Jilid Dua : Phyladelphia. Hal. 60-66. 5. American Psychological Association. Generalized Anxiety Disorder. [Internet]. [cited 2011, May 18]. Available from : http://www.Helpguide.org 6. Shear, Katherine M. Anxiety Disorders Generalized Anxiety Disorder in : Dale DC, Federman DD, editors. ACP Medicine. 3rd Edition. Washington: WebMD Inc. : 2007. 7. Sadock, Benjamin James; Sadock, Virginia Alcott. Generalized Anxiety Disorder in : Kaplan & Sadocks Synopsis of Psychiatry : Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry, 10th Edition. New York: Lippincott Williams & Wilkins: 2007. p. 623-7 8. Idrus, Faisal. Pola Tekanan Darah pada Gangguan Cemas Menyeluruh. [Internet]. [cited 2011, Juni 05]. Available from : http://www.artikelkedokteran.com/304/pola-tekanan-darahpada-gangguan-cemas-menyeluruh.html. 9. Stevens V. Anxiety Disorders. In : Goljan EF, editor. Behavioral Science. Elsevier Science. Page 114-117. 10. Maslim, Rusdi. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya: 2003. Hal. 70-5 11. Maslim, Rusdi. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik Edisi Ketiga. Jakarta : Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya: 2007. Hal. 23-41. 12. Kurnen I. Neurosa cemas. Majalah Kesehatan Jiwa. Vol V No. I. Yayasan Kesehatan Jiwa Aditama. 1979 : 31-45.

20

Você também pode gostar