Você está na página 1de 27

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA An.

MSM DENGAN CIDERA KEPALA DI RUANG A1 (BEDAH SARAF) RSUP Dr KARIADI SEMARANG

Disusun Oleh : NUR ZUHRI, S.Kep G5A206045

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG 2007 / 2008

BAB I KONSEP DASAR A. PENGERTIAN Cidera kepala adalah kerusakan karena trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injuri baik secara langsung maupun tidak langsung. Cidera kepala adalah suatu trauma yang mengenai kulit kepala, tulang tengkorak atau otak yang terjadi injuri baik secara langsung maupun tidak langsung dengan disertai atau tanpa disertai perdarahan yang mengakibatkan gangguan fungsi otak. (Prince, 1956). Cidera kepala dapat dibagi menjadi : 1. Cidera kepala terbuka Kerusakan otak dapat terjadi jika tulang tengkorak menusuk dan masuk ke dalam jaringan otak dan melukai duramater saraf otak, jaringan sel otak akibat benda tajam/ tembakan. Cidera kepala terbuka memungkinkan kuman pathogen memiliki abses langsung ke otak. 2. Cidera kepala tertutup Merupakan cidera kepala tanpa terbukanya rongga kepala yang terdiri dari : a. Contusio cerebri (gegar otak) b. Contusio cerebri (memar otak) c. Hematoma epidural d. Cidera akson tersebar (Brunner & Suddarth, 2001) Klasifikasi cidera kepala berdasarkan nilai GCS : 1. Cidera kepala ringan Nilai skala GCS 13-15 Dapat terjadi kehilangan kesadaran/ amnesia tetapi kurang dari 30 menit Tidak ada hematoma, tidak ada fraktur cerebra

2. Cidera kepala sedang Nilai GCS 9-12 Kehilangan kesadaran dan atau amnesia (lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam) 3. Cidera kepala berat Nilai GCS 3-8 Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam. Meliputi contosio cerebral, laserasi/ hematoma intrascranial

B. ETIOLOGI 1. Trauma tajam Kerusakan terjadi hanya terbatas pada daerah dimana itu merobek otak. Misalnya : tertembus peluru/ benda tajam. 2. Trauma tumpul Kerusakan menyebar karena kekuatan benturan, biasanya lebih berat sifatnya. 3. Cidera akselerasi Peristiwa gonjangan yang hebat pada kepala baik disebabkan oleh pukulan maupun bukan dari pukulan. 4. Kontak benturan (gonjangan lanjut) Bila kepala membentur/ menabrak sesuatu objek/ sebaliknya. C. PATHOFISIOLOGI Tengkorak dengan isinya (masa otak, cairan darah, cairan lingkar), mempunyai masa yang berbeda. Jika terjadi karena bergerak dengan kecepatan tertentu maka masing-masing mempunyai kecepatan dan perlambatan yang berbeda. Masa yang kurang padat mengalami gonjangan yang lebih tampak mengakibatkan terjadi kerusakan neuron pembuluh darah dan jaringan-jaringan penyokong susunan saraf pusat. Benturan ini disebut trauma primer. Trauma sekunder mengakibatkan tekanan intrakranial

meningkat sehingga menyebabkan edema cerebri. Nyeri kepala hebat, mual dan muntah merupakan tanda peningkatan tekanan intrakranial. D. MANIFESTASI KLINIK 1. Hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih 2. Kebingungan 3. Pucat 4. Mual dan muntah 5. Pusing kepala 6. Terdapat hematoma 7. Kecemasan 8. Sukar untuk dibangunkan 9. Gangguan penglihatan 10. Epilepsi 11. Gangguan bicara/ komunikasi 12. Bila fraktur mungkin ada keluar cairan serebraspinal dari hidung dan telinga E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK 1. Foto polos tengkorak Untuk mengetahui lokasi dan tipe fraktur. 2. Angiografi cerberal Bermanfaat untuk memperkirakan diagnosis adanya suatu pertumbuhan intrakranial hematoma. 3. CT-Scan Pemeriksaan ini dapat mendeteksi adanya perdarahan intrakranial, edema kontosio dan pergeseran tulang tengkorak. 4. Pemeriksaan darah dan urine. 5. MRI

F. PATHWAY Terlampir. G. FOKUS INTERVENSI 1. Gangguan pola nafas berhubungan dengan cidera pusat pernafasan di otak. Tujuan : Mempertahankan pola nafas yang efektif KH : Tidak adanya sianosis, tidak ada tanda hipoksia Rencana tindakan : a. Pertahankan jalan nafas : Posisi kepala dalam keadaan netral/ semi flower. Rasional : Mencegah aspirasi/ mempertahankan jalan nafas. b. Lakukan penghisapan bila perlu : Catat jumlah, jenis dan karakteristik sekresi. Rasional : Penghisapan, dibutuhkan untuk mengeluarkan sekret c. Kaji fungsi pernafasan dengan menginstruksikan pasien untuk nafas dalam Rasional : Trauma pada CI-C2 menyebabkan hilangnya fungsi pernafasan menyeluruh. d. Auskultasi suara nafas. Catat bagian paru yang bunyinya menurun. Rasional : Hipoventilasi biasanya terjadi/ menyebabkan atelektasis/ pneumonia. Kolaborasi : a. Berikan oksigenasi secara tepat Rasional : Metode tergantung dari lokasi luka/ trauma. b. Rujuk/ konsultasikan pada ahli terapi. Rasional : Membantu dalam mengidentifikasi latihan yang tepat untuk menstimulasi otot pernafasan.

2. Perubahan : Perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan gangguan sirkulasi darah ke otak Tujuan : Perfusi jaringan adekuat ditandai dengan tidak adanya pusing hebat, kesadaran tidak menurun. KH : TTV stabil, tidak ada tanda peningkatan TIK a. Ukur TD, catat adanya fluktuasi Rasional : Perubahan tekanan darah terjadi sebagai akibat dari kehilangan alur saraf simpatis. b. Pantau frekuensi jantung dan iramanya. Mendokumentasikan adanya distatmin, Rasional : Sinus takikardi/ bradikardi dapat berkembang sebagai akibat gangguan saraf simpatis. c. Pantau suhu tubuh Rasional : Perubahan tonus vasomotor menimbulkan kesulitan regulasi suhu. d. Ubah posisi pasien secara teratur. Rasional : Perubahan sirkulasi dapat mengganggu perfusi seluler yang meningkatkan resiko iskemia. e. Tinggikan kaki tempat tidur Rasional : Kehilangan tonus vaskuler dan venastetis meningkatkan resiko terbentuknya trombus. 3. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah. Tujuan : Tidak ditemukannya tanda kekurangan volume cairan. KH : Membran mukosa lembab dan integritas kulit baik. a. Kaji intake dan output Rasional : Mengetahui besar cairan yang dibutuhkan b. Kaji TTV Rasional : Mengetahui perkembangan status kesehatan pasien. c. Berikan Cairan IV sesuai kebutuhan Rasional : Membantu memenuhi kebutuhan cairan pasien.

d. Kaji tanda dehidrasi (Turgor, mukosa, mata cekung atau tidak) Rasional : Dehidrasi berdampak pada komplikasi. e. Palpasi nadi perifer Rasional : Memberi informasi tentang volume sirkulasi umum dan tingkat hidrasi. 4. Resiko infeksi berhubungan dengan laserasi, kulit kepala dan pembuluh darah. Tujuan : Tidak ada tanda-tanda infeksi KH : Pemulihan luka cepat, tidak ada demam, bebas dari drainase. a. Pantau TTV, perhatikan peningkatan suhu. Rasional : Demam 38C menandakan adanya infeksi. b. Observasi penyatuan suhu, karakter drainase dan adanya inflamasi. Rasional : Perkembangan infeksi dapat memperlambat pemulihan. c. Pantau pernafasan, bunyi nafas Rasional : Infeksi pulmonal dapat terjadi karena depresi pernafasan. d. Pertahankan perawatan luka aseptik. Rasional : Melindungi pasien dan kontaminasi silang selama pergantian balutan. e. Lakukan irigasi luka sesuai indikasi. Rasional : Mengatasi infeksi bila ada. 5. Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial. Tujuan : Rasa nyeri berkurang atau menghilang. KH : Skala nyeri berkurang, pasien terlihat tenang a. Kaji keluhan nyeri. Rasional : menetahuifaktor penyebab, kualitas, lokasi, skala dan waktu merasakan nyeri. b. Memberikan terapi distraksi atau relaksasi Rasional : Mengurangi/ mengalihkan rasa nyeri. c. Lakukan perubahan posisi di tempat tidur/ sewaktu duduk. Rasional : Meningkatkan sirkulasi pada kulit dan mengurangi tekanan pada daerah yang nyeri.

Kolaborasi a. Berikan terapi analgetik sesuai indikasi. R/ : Mengurangi / menghilangkan rasa nyeri. 6. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan gangguan fungsi otak Tujuan : Tidak ada gangguan persepsi sensori KH : - Klien dapat mengungkapkan kesadaran tentang defisit sensori - Mempertahankan mental/ orientasi umum a. Pantau Status Neurologi secara periodik Rasional : Perkembangan dan munculnya kembali tanda kesadaran b. Berikan alternatif cara untuk berkomunikasi jika tidak bicara seperti "kedipan". Rasional : Jika gejala tersebut berkembang lambat, pasien dapat membantu menciptakan metode komunikasi alternatif. c. Berikan lingkungan yang aman. Rasional : Kehilangan sensori dan kontrol motorik menjadikan pasien perhatian utama. d. Berikan kesempatan istirahat pada daerah yang mengalami gangguan Rasional : Memberikan stimulus berlebihan yang dapat meningkatkan kecemasan. e. Rujuk ke berbagai sumber penolong untuk membantu Rasional : Semua pelayanan mengkoordinasikan usaha untuk meningkatkan proses penyembuhan. 7. Kerusakan mobilisasi fisik berhubungan dengan gangguan fungsi otak Tujuan : Tidak terjadi kerusakan neuromuskuler. KH : Meningkatkan kekuatan dan fungsi badan yang sakit, mempertahankan fungsi tubuh. a. Kaji kekuatan motorik menggunakan skala 0-5. Rasional : Menentukan perkembangan/ munculnya kembali hambatan tujuan. b. Berikan proses pasien yang menimbulkan rasa nyaman. Rasional : Menurunkan kelelahan, meningkatkan relaksasi.

c. Sokong ekstremitas dan persendian dengan bantal. Rasional : Mempertahankan ekstremitas dalam posisi fisiologi. d. Latihan tentang gerak pasif. Rasional : menstimulasi sirkulasi dan meningkatkan tonus otot e. Konfirmasikan/ rujuk ke bagian terapi fisik/ terapi okupasi. Rasional : Bermanfaat dalam menciptakan kekuatan otot secara individual. H. PENATALAKSANAAN 1. Penanganan kasus cidera kepala yaitu : Perlu diperhatikan frekuensi dan jenis pernapasan, terjadinya obstruksi jalan nafas perlu segera dibebaskan, dengan suction dan beri O 2 yang cukup. Blood Mencakup pengukuran tekanan darah, (Hb, Leukosit). Waspadai adanya dan pemeriksaan tekanan darah darah, peningkatan

tanda peningkatan TIK dan bila penurunan, adanya shock hipovolemia akibat perdarahan. Brain Dilakukan dengan menilai respon mata, motorik, verbal, dengan menggunakan GCS. Bladder Kandung kemih perlu dikosongkan karena kandung kemih yang penuh merupakan suatu rangsang untuk mengejan sehingga tekanan intrakranial meningkat. Bowel Pengosongan pada usus untuk mengurangi tekanan intrakranial. 2. Pengaturan posisi tidur, evaluasi kepala pasien 15-30 3. Mempertahankan oksigenasi 4. Pemeriksaan BGA dan laboratorium rutin 5. Pencegahan kejang

6. Memonitor balance cairan 7. Pemberian manitol (mengurangi oedema cerebri) 8. Keseimbangan nutrisi F. PATHWAY

Trauma tajam

Trauma tumpul Cidera kepala

Trauma bentur

Ekstrakranial Laserasi kulit kepala dan pembuluh darah Gangguan, suplai darah Iskemia Hipoksia Gangguan fungsi otak Resiko infeksi Perubahan perfusi jaringan

-perdarahan -hematoma Peningkatan tekanan intrakranial nyeri

Inkranial Jaringan otak rusak Perubahan oedema Kejang Bersihan jalan nafas Obstruksi jalan nafas Dispnea Henti nafas Perubahan pola nafas

Gangguan sensori Gangguan motorik

Perubahan persepsi sensori Gangguan mobilitas fisik

Mual muntah Penurunan fungsi pendengaran Pandangan kabur Nyeri kepala

Gangguan pola nafas

Resiko kurangnya volume cairan

DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Gangguan pola nafas berhubungan dengan cidera pusat pernafasan di otak. 1. Perubahan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan gangguan sirkulasi darah ke otak. 2. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah. 3. Resiko infeksi berhubungan dengan laserasi kulit kepala dan pembuluh darah. 4. Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial. 5. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan gangguan fungsi otak.

BAB II RESUME ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN (Tanggal 29 Mei 2007) a. Identitas Klien Nama Umur Jenis kelamin Suku Bangsa Agama Pendidikan Pekerjaan Alamat Tanggal Masuk No. Register Diagnosa Medis : An. MSM : 12 tahun : Laki-laki : Indonesia : Islam : SD : Pelajar : Karagan Gandarum RT 02 / X, Pekalongan : 23 Mei 2007 : 5528690 : Cidera Kepala Berat

Status Perkawinan : Belum Kawin

b. Penanggung Jawab Nama : Tn. L Umur Jenis Kelamin Agama Suku Bangsa Pendidikan Pekerjaan Alamat : 30 tahun : Laki-laki : Islam : Indonesia : SMA : Swasta : Karagan gandarum Rt 02 / X, Pekalongan

Hub dengan klien : kakak kandung

B. STATUS KESEHATAN 1. Status Kesehatan Saat Ini a. b. Keluhan utama Rujukan RSUD Kraton Pekalongan dengan CKB. Faktor pencetus 5 jam sebelum masuk rumah sakit penderita mengendarai sepeda motor bonceng 3, menabrak tiang listrik, jatuh, pingsan (+), klien tidak sadar sampai dengan sekarang, dibawa ke Rumah Sakit Dr. Kariadi. c. d. e. Lamanya keluhan : 6 hari Timbulnya keluhan : mendadak Faktor yang memperberat: suspek frakturtur clavicula sinistra, suspek fraktur femur sinistra. 2. Status Kesehatan Masa Lalu a. Tidak ada riwayat hipertensi dan Diabetes Mellitus b. Klien belum pernah mengalami kecelakaan c. Klien belum pernah dirawat di rumah sakit. d. Klien belum pernah menjalani operasi 3. DATA PENUNJANG 1. Hemotologi (28 Mei 2007) Analysis Hema a. Hemoglobin b. Hematokrit c. Eritrosit d. MCH e. MCV f. MCHC g. Leukosit h. Trombosit 10,50 gr % 30,9 % 3,92 juta/mmk 26,80 pg 78,80 fL 34,10 g/dl 11,80 ribu/mmk 283,0 ribu/mmk (13,00 16,00) (40,0 54,0) (4,50 6,50) (27,00 32,00) (76,00 96,00) (29,00 36,00) (4,00 11,00) (150,0 400,0)

2. Kimia Klinik a. Glukosa sewaktu b. Uleum c. Creatinin 3. Elektrolit a. Natrium b. Kalium c. Chlorida d. Calcium 4. Analisa Gas dan Darah a. Temperature b. Hb c. F1O2 d. pH (37 C) e. PCO2 (37 oC) f. PO2 (37 oC) g. pH (correc tep) h. PCO2 (correc tep) i. PO2 (correc tep) j. HCO3 k. TCO2 l. Base excess m. BE effective n. SBC o. O2 saturasi p. A ADO2 q. RI 5. Therapy a. O2 8 l/menit b. Infus RL 20 tts/menit c. Infeksi cetotaxim 2 x 1 gram Remopain 3 x 30 mg Ranitidin 3 x 1 amp
o

325 mg/dl 38 mg/dl 0,88 mg/dl 140 mmol/l 4,4 mmol/l 108 mmol/l 2,13 mmol/l 38,1 oC 10,60 g/dl 52,60 % 7,370 30,0 mmHg 289,0 mmHg 7,350 31,0 mmHg 293,0 mmHg 17,3 mmol/l 18,20 -6,3 mmol/l -6,70 20,1 mmol/l 100,0% 38,00 0,10

(80 110) (15 39) (0,60 1,30) (136 145) (3,5 5,1) (98 107) (2,12 2,52)

(7,350 7,450) (35,0 45,0) (83,0 108,0) (18,0 23,0) (-2,0 3,0) (95,0 98,0)

ANALISA DATA No Data Fokus 1. DS : DO : - TD : 100/80 mmHg - N : 80 x/mnt - Klien meringis kesakitan 2. Etiologi Peningkatan TIK Problem Gangguan rasa nyaman nyeri

DS : Laserasi kulit DO : - luka di kepala kepala dan - luka dikelopak mata pembuluh darah sebelah kanan - S : 36,8 oC - Leukosit 11, 80 ribu/ mmk DS : DO : - TD : 100/80 mmHg - N : 80 x/mnt - RR : 20 x/mnt - GCS : E2 M5 V2 Perubahan sirkulasi darah (hematoma)

Resiko tinggi infeksi

3.

Gangguan perfusi jaringan cerebral.

DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan perubahan sirkulasi darah (hematoma) 2. Gangguan rasa nyaman, nyeri berhubungan dengan peningkatan TIK 3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan invasi mikroorganisme

RENCANA KEPERAWATAN No Dx Tujuan dan Kriteria 1. 1 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan perfusi jaringan otak efektif dengan KH : a. Mempertahankan kesadaran b. TD : 110/70 12080 mmHg c. N : 80 100 x/mnt d. RR : 16 24 x/mnt a. b. c. d. e. f. 2. 2 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan nyeri terkontrol, KH : a. Wajah tampak rileks b. Klien tidak mengeluh pusing c. Skala nyeri 1 3 d. TD : 120 80 mmHg e. N : 80 100 x/mnt Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan infeksi tidak terjadi dengan KH : a. Tidak ada tanda-tanda infeksi b. Suhu : 36,5 37,5 oC c. Luka bersih, tidak ada pus a. b. c. d. e. a. b. c. d. Intervensi Monitor keadaan umum dan tingkat kesadaran Berikan O2 jika diperlukan Batasiklien dalam melakukan aktifitas Monitor TTV Berikan cairan parental sesuai indikasi Berikan program therapy sesuai indikasi Kaji keluhan nyeri, lokasi dan faktor yang memperburuknyeri Observasi adanya tanda-tanda nyeri non verbal Tigngikan kepala 20o sesuai dengan indikasi Berikan teknik relaksasi Kolaborasi tentang pemberian therapy Pantau adanya peningkatan suhu tubuh Observasi luka, catat karakteristik luka Berikan perawatan luka secara aseptik Berikan anti biotik sesuai indikasi

3.

CATATAN KEPERAWATAN No Dx Hari /Tgl/ Jam Selasa 29-5 2007 08.00 Implementasi Mengkaji keadaan umum klien mengobservasi adanya tanda nyeri non verbal Mengkaji keluhan nyeri, skala nyeri Mengobservasi daerah kepala yang terluka mengatur posisi kepala melakukan perawatan luka dengan teknik aseptik memberikan suntikan injeksi remopain,ranitidine, cefotaxim mengukur TTV KU : lemah wajah klien tampak meringis menahan sakit TD : 100/ 80 mmHg N : 80 x/ menit S : 36,8 oC Ada perdarahan di kepala kepala lebih tinggi dari badan 20 oC Klien merintih jika lukanya disentuh Injeksi masuk per selang, tidak ada tanda alergi TD : 100/80 mmHg N : 80 x/mnt RR : 28 x/mnt S : 36,8 oC lingkungan tenang, klien tampak nyaman KU : sedang Respon

2 2 3 1 3 2 1,2,3

10.00 11.00

2 1

12.00 Rabu 30-72007 14.00 10.20 10.30 11.00

memberikan lingkungan yang tenang mengkaji keadaan umum pasien

1 3 1,2,3

mengatur posisi klien mengamati tanda-tanda inflamasi mengukur TTV

Kepala lebih tinggi dari badan 20 o Tidak ada tanda inflamasi TD : 120/80 mmHg N : 80 x/mnt RR : 20 x/mnt S : 36,4 oC GCS : E2 M5 V2 klien tampak nyaman skala nyeri 6

1 2 2

12.00 13.00 14.00

Mengkaji tingkat kesadaran memberikan tempat yang nyaman dan tenang mengkaji tingkat nyeri

2 3 2 2 2 1,2,3

Kamis 31-52007 14.00 14.20 14.45 15.00 15.30 16.30 17.00

mengkaji keadaan umum pasien

KU : sedang

mengkaji tingkat nyeri dan skala nyeri mengamati tanda-tanda inflamasi / infeksi memberikan teknik relaksasi saat terjadi nyeri tinggikan kepala 20o lebih tinggi dari badan memberikan lingkungan yang nyaman dan tenang mengukur TTV

skala nyeri 4 Luka kering Klien tampak rilex klien tampak nyaman klien tampak tenang TD : 120/80 mmHg N : 80 x/mnt RR : 20 x/mnt S : 36,1 oC

CATATAN PERKEMBANGAN Hari / No. No Tgl/ Evaluasi Dx Jam 1 Selasa 1 S: 29-5O : - Pasien tampak gelisah 2007 TD : 100/80 mmHg N : 80 x/mnt 08.30 A : masalah teratasi sebagian P : - lanjutkan intervensi Monitor tingkat kesadaran Berikan O2 jika perlu Monitor TTV Berikan program terapi sesuai indikasi 2 S: O : - luka di kepala Wajah meringis N : 80 x/mnt A : masalah teratasi sebagian P : - lanjutkan intervensi Kaji keluhan nyeri dan lokasinya Berikan teknik relaksasi Kolaborasi pemberian teraphy 3 S: O : - S : 36,8 oC Luka tertutup kasa Tidak ada pus A : masalah teratasi sebagian P : - lanjutkan intervensi Pantau suhu tubuh Lakukan perawatan luka secara aseptik Kolaborasi pemberian antibiotik Rabu 1 S: 20-5O : - pasien tampak agak tenang 2007 TD : 100/80 mmHg N : 80 x/mnt Pasien sadar GCS : E2V5M2 A : masalah teratasi sebagian P : - monitor tingkat kesadaran Monitor TTV Berikan terapi sesuai indikasi 2 S:O : - hematoma di kepala agak mengempis Wajah tampak rileks

ttd

Kamis 31-52007

N : 80 x/mnt A : masalah teratasi sebagian P : - lanjutkan intervensi Kaji keluhan nyeri Berikan teknik relaksasi Berikan obat sesuai terapi S: O : - S : 36,4 oC Wajah tampak rileks a. N : 80 x/mnt A : masalah teratasi sebagian P : - lanjutkan intervensi Pantau suhu tubuh Lakukan perawatan luka secara aseptik Kolaborasi tentang pemeriksaan laboratorium dan pemberian antibiotik S: O : - pasien tenang TD : 120/80 mmHg Kesadaran composmentis GCS : 15 A : masalah teratasi P : - pertahankan intervensi Monitor tingkat kesadaran Berikan O2 jika terjadi penurunan kesehatan Monitor TTV Berikan program tetapi obat sesuai indikasi S: O : - hematoma/bengkak di kepala menyusut Wajah rileks N : 80 x/mnt A : masalah teratasi sebagian P : - lanjutkan intervensi Kaji keluhan nyeri dan lokasi nyeri Pantau TTV Berikan terapi sesuai indikasi S: O : - S : 36,5 oC Luka kering Tidak ada tanda-tanda infeksi A : masalah teratasi sebagian P : - pertahankan intervensi Pantau suhu tubuh Observasi luka

DAFTAR PUSTAKA Block & Mekassari. (2000). Medical Surgical Nursing, Book 2.Philadelpia : W.B.Saunders Company. Carpenito, L.J. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan., edisi 8. Jakarta : EGC Doenges dkk. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta : EGC. Smeltzer & Brenda. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Vol. 1. Jakarta : EGC Suriadi dkk (2001). Asuhan Keperawatan Pada Anak, edisi 1. Jakarta : CV Agung Seto Prince.(1996). Pathofisiologi Keperawatan. Jakarta : EGC

BAB III PEMBAHASAN A. Pembahasan Diagnosa Keperawatan 1. Gangguan perfusi jaringan cerebral b/d edema serebral dan peningkatan tekanan intra cranial Yaitu suatu keadaan dimana individu mengalami atau berisiko mengalami suatu penurunan dalam nutrisi dan pernafasan pada tingkat selular disebabkan suatu penurunan dalam suplai darah kapiler. Terjadi karena adanya trauma pada intra cranial sehingga menyebabkan jaringan otak rusak, kemudian terjadi perubahan autoregulasi dan edema cerebral yang akhirnya menyebabkan perubahan jaringan. Diagnosa ini ditegakkan karena bertujuan agar jaringan cerebral adekuat yang ditandai dengan tidak ada pusing hebat, kesadaran tidak menurun dan tidak terdapat tanda-tanda peningkatan tekanan intra cranial. Rencana yang ditetapkan adalah meninggikan kepala 15-30 derajat, hindari hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intra cranial, dan pemberian obat-obatan untuk mengurangi edema atau tekanan intra cranial sesuai program. Tindakan yang sudah dilakukan adalah meninggikan kepala 20 derajat dengan posisi midline untuk menurunkan tekanan vena jugularis, menjaga agar leher tidak fleksi atau hiperekstensi untuk menghindari peningkatan TIK, memberikan cairan intra vena RL 20 tetes / menit, memasang dower cateter dan memasang NGT untuk mencegah aspirasi dan pemenuhan nutrisi. Kekuatannya kesadaran tidak menurun ditandai dengan GCS yang meningkat dan tidak terjadi peningkatan TIK. Evaluasi diagnosa ini, terjadi kelemahan yaitu klien selalu gelisah sehingga solusinya keempat ekstremitas harus diikat dengan tempat tidur dan melibatkan keluarga dalam perawatan serta menjelaskan hal-hal yang meningkatkan TIK.

2. Nyeri b/d Peningkatan tekanan intrakranial Yaitu suatu keadaan dimana individu mengalami dan melaporkan adanya rasa ketidaknyamanan yang hebat atau sensasi yang tidak menyenangkan. Terjadi karena adanya trauma pada ekstra dan tulang cranial sehingga menyebabkan terputusnya kontinuitas jaringan kulit, otot, tulang dan jaringan vaskuler atau gangguan suplai darah yang menyebabkan hematoma dan perubahan sirkulasi CSS lalu terjadi peningkatan tekanan intrakranial. Diagnosa ini ditegakkan dengan tujuan agar klien merasa nyaman yang ditandai dengan tidak mengeluh nyeri dan tanda-tanda vital dalam batas normal. Rencana yang ditetapkan yaitu kaji keluhan nyeri, mengatur posisi, pemberian obat analgetik sesuai program, ciptakan lingkungan yang nyaman. Tindakan yang sudah dilakukan mengkaji tanda-tanda vital untuk mengetahui keluhan nyeri, mengatur posisi klien dan tempat tidur untuk menciptakan lingkungan yang nyaman dan memberikan obat analgetik untuk mengurangi rasa nyeri. Kekuatannya klien merasa lebih nyaman dan tanda-tanda vital dalam batas normal. Evaluasi dari diagnosa ini adalah terdapat kelemahan yaitu kesadaran klien soporocoma sehingga tidak dapat dikaji keluhan nyeri menggunakan skala PQRST dan tidak dapat dilakukan distraksi dan relaksasi. Solusinya pengkajian nyeri dilakukan dengan Memonitor tanda-tanda vital klien. 3. Resiko infeksi b/d laserasi kulit kepala dan pembuluh darah Yaitu suatu keadaan dimana seorang individu berisiko terserang oleh agens patogenik atau oportunistik (virus, jamur, bakteri, protozoa atau parasit lain) dari sumber-sumber eksternal, sumber-sumber endogen atau eksogen. Terjadi karena adanya trauma di ekstra dan tulang cranial sehingga menyebabkan terputusnya kontinuitas jaringan kulit, otot, tulang dan vaskuler, kemudian berisiko masuknya agens patogenik atau oportunitik. Alasan diagnosa ini ditegakkan adalah bertujuan agar klien terbebas

dari infeksi yang ditandai dengan tidak ditemukan tanda-tanda infeksi : suhu tubuh dalam batas normal, tidak ada pus dari luka, leukosit dalam batas normal. Rencana yang ditetapkan kaji adanya kelainan pada area luka, monitor tanda-tanda vital : suhu tubuh, lakukan perawatan luka dengan steril dan hati-hati, memberikan obat antibiotik. Tindakan yang sudah dilakukan mengkaji area luka untuk mengetahui respon tubuh terhadap tanda infeksi, melakukan perawatan luka tiap hari dengan prinsip steril untuk mencegah terjadinya infeksi, memberikan obat antibiotik untuk mengurangi resiko infeksi, kekuatannya tidak terjadi resiko infeksi dibuktikan dengan suhu tubuh dalam batas normal, tidak ada pus dari luka, leukosit dalam batas normal. Evaluasi dari diagnosa ini adalah masih adanya kelemahan yaitu dalam perawatan luka tiap hari dilakukan oleh beberapa perawat / praktikum yang bergantian dan keluarga yang kurang memahami tentang cara-cara pencegahan infeksi. Solusinya dalam melakukan perawatan luka perawat / praktikum harus tetap memegang prinsip steril dan hati-hati, serta memberikan penjelasan kepada keluarga tentang tanda-tanda dan cara pencegahan infeksi. B. Pembenaran Pendokumentasian 1. Pengkajian Pada pemeriksaan fisik, terutama untuk sistem saraf (neurologi) tidak dapat dikaji fungsi saraf cranial secara lengkap karena kesadaran klien menurun. Seharusnya pada sistem saraf dikaji secara lengkap : a. b. Tingkat kesadaran (menggunakan Glascow Coma Scale/ GCS) Fungsi saraf cranial, meliputi : Nervus I (olfactorius) Nervus II (optikus) Nervus III (okulomotoris)

2.

Nervus IV (trochlearis) Nervus V (Trigeminus) Nervus VI (abducens) Nervus VII (fasialis) Nervus VIII (vestibulcochlearis) Nervus IX (glosofaringeus) Nervus X (vagus) Nervus XI (accesorius) Nervus XII (Hipoglosus)

Diagnosa keperawatan Tidak semua diagnosa keperawatan/ masalah ditegakkan, hanya menegakkan masalah : a. b. c. a. b. c. d. Perubahan perfusi jaringan serebral Nyeri Resiko infeksi Gangguan pola nafas tidak efektif Perubahan persepsi sensori Resiko kurangnya volume cairan Gangguan mobilitas fisik Untuk rencana keperawatan diagnosa ke-2 (Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial) mengkaji skala nyeri, tidak dapat menggunakan skala PQRST karena tingkat kesadaran klien yang masih menurun. Seharusnya mengkaji keluhan nyeri menggunakan skala nyeri : P: Paliatif (faktor pencetus, predisposisi, presipitasi) Q: Quality/ kualitas (terasa terbakar, nyeri seperti ditusuk- tusuk) R: Regio/ area (daerah mana) S: Seferity (Skala yang harus dikatakan) T: Time (waktu merasa nyeri)

Seharusnya masih ada beberapa masalah yang harus ditegakkan :

3.

Rencana keperawatan

4.

Implementasi Untuk tindakan keperawatan diagnosa ke III (resiko infeksi berhubungan dengan laserasi kulit kepala dan pembuluh darah) biasanya di ruang A1 dilakukan tindakan ganti balut setiap hari, namun ada beberapa kebiasaan yang perlu diperbaiki, misalnya minimnya peralatan, seringnya tindakan dilakukan oleh beberapa perawat/ praktikan secara bergantian, sehingga resiko infeksi semakin besar. Kemudian ada juga perawat/ praktikan yang melakukan ganti balut tanpa komunikasi terapeutik dengan keluarga atau klien dan tanpa prosedur yang benar. Seharusnya tindakan ganti balut dilakukan sesuai prosedur yang benar yaitu meliputi persiapan alat, prosedur tindakan, komunikasi terapeutik dan menggunakan prinsip steril.

5.

Evaluasi Ketiga diagnosa yang ditegakkan semuanya tidak terdapat data subyektif karena pada implementasi tidak ditemukan data respon klien namun untuk data obyektif semuanya ada pada semua diagnosa, semua masalah teratasi meskipun ada yang masih sebagian. Pada dasarnya evaluasi bisa didokumentasikan meskipun tanpa data subyektif, namun akan lebih baik dan akurat bila muncul data subyektif langsung dari respon klien.

C. Masalah Yang Tidak Muncul 1. Gangguan pola nafas tidak efektif berhubungan dengan cidera pusat pernafasan di otak Diagnosa ini tidak ditegakkan karena saat dikaji klien gelisah, kesadaran menurun dan bantuan oksigen dilepas. Dampaknya tidak dapat ditemukan data kebutuhan oksigen dan adanya kelainan pada sistem pernafasan. 2. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah Tidak munculnya diagnosa ini karena klien tidak mual dan muntah, faktor lain penyusun/ praktikan tidak dapat memantau selama 24 jam

tentang intake dan output cairan. Sehingga muncul dampak tidak dapat di kaji balance cairan dan tingkat kebutuhan cairan. 3. Gangguan Mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan fungsi otak Sementara kondisi klien saat dilakukan pengkajian masih lemah, sehingga tidak dapat diketahui tingkat kekuatan otot atau aktifitas. Dampaknya selain tidak ditemukan data fungsi aktifitas istirahat juga tidak dapat diterapkan intervensi dan implementasi tentang latihan aktifitas (ROM). 4. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan gangguan fungsi otak Saat dilakukan pengkajian, kesadaran klien masih menurun sehingga tidak ditemukan data tentang fungsi saraf cranial I sampai dengan XII. Dampaknya tidak dapat diketahui tentang perubahan sensori klien terhadap rangsangan dari luar, baik indera penghidu, perasa, penglihatan, pendengaran maupun perabaan.

Você também pode gostar