Você está na página 1de 23

Gastro Esophageal Reflux Disease (GERD)

PENDAHULUAN
System digestivus merupakan system pencernaan yang banyak melibatkan organorgan dalam tubuh. Sehingga organ tersebut sangat berhubungan satu sama lain dan apabila terjadi gangguan dapat mengakibatkan gangguan pada organ yang lain. Gangguan pencernaan adalah gangguan yang berhubungan dengan organ lambung atau perut. Sebagian besar dari kasus gangguan percernaan yang menetap mungkin merupakan gejala dari penyakit yang serius. Keluhan pada gastrointestinal (GI) dapat berkaitan dengan gangguan local/ intra lumen saluran cerna (misalnya adaya ulkus duodeni, gastritis, dan sebagainya). Pada pembelajaran Problem Based Learning (PBL) blok 16 ini membahas tentang Refluks gastroesofagus didefinisikan sebagai gejala atau kerusakan mukosa esofagus akibat masuknya isi lambung ke dalam esofagus. Refluks gastroesofagus

berhubungan erat dengan berbagai gejala dan kelainan saluran napas termasuk batuk kronik serta asma. Sekitar 10% pasien refluks gastroesofagus ditemukan dengan gejala pernapasan yang diperkirakan akibat sekunder refluks. Refluks gastroesofagus disebabkan jika ada gangguan pada katup di ujung esophagus sehingga terjadi refluk, yakni asam lambung mengalir kembali ke pipa makanan ini. Asam lambung inilah yang menyebabkan rasa terbakar, iritasi suara, dan memicu batuk kronis. Beberapa pasien dengan refluks gastroesofagus abnormal memproduksi asam dalam jumlah besar, tetapi hal ini jarang dan bukan faktor di sebagian besar pasien. Faktor-faktor yang berkontribusi ke refluks gastroesofagus yaitu Lower Esophageal Sphincter (LES), Hiatal Hernias, Esophageal Contractions, dan endapan dari perut.

SISTEM DIGESTIVUS 2

Page 1

Gastro Esophageal Reflux Disease (GERD)

ISI
Perut Terasa Penuh, Dada Terasa Panas, Batuk dan Terasa Asam Dimulut

I.

ANAMNESIS

Anamnesis adalah wawancara antara dokter dengan pasien dan atau keluarganya guna memperoleh data-data pasien yang diperlukan untuk proses pengobatannya. Salah satu masalah yang dialami oleh para dokter adalah sulitnya memperoleh riwayat penyakit dengan baik. Hal ini disebabkan karena pasien seringkali sudah beradaptasi dengan masalah atau penyakit yang dialami. Pada kondisi tersebut pada umumnya pasien beradaptasi dengan penyakitnya malalui mekanisme penyangkalan, pengabaian, atau adaptif. a. Identitas. Data identitas sangat penting untuk membantu dokter dalam memberikan penanganan kepada pasien. Ada beberapa penyakit yang berhubungan dengan usia, pekerjaan, keturunan, lingkungan tempat tinggal dan lain-lain. b. Sumber data. Dapat didapatkan dari pasien sendiri (auto anamnese) maupun dari keluarga/orang yang mengantar pasien (allo anamnese). c. Keluhan utama. Merupakan keluhan yang dirasakan pasien yang menjadi alasan ia datang ke dokter. Penting sekali bagi dokter untuk mendengarkan secara aktif apa yang diungkapkan pasien, menelusurinya sehingga didapatkan data yang akurat mengenai masalah utama pasien. Data hendaknya dirangkum secara jelas menyangkut kronologis yagn mencakup awitan masalah, keadaan di mana hal tersebut terjadi, manifestasinya, serta semua pengobatannya. Data yang bisa didapat dari hasil anamnesis pada pasien :
Perut terasa penuh/sebah, Rasa panas di gastroesofagus yang disebabkan oleh kontak isi refluks dengan radang

mukosa esophagus dan disertai batuk,

SISTEM DIGESTIVUS 2

Page 2

Gastro Esophageal Reflux Disease (GERD)


Terasa asam dimulut yang dirasa naik dari lambungnya, Sebelumnya telah bertahun-tahun sudah berobat ke dokter dengan keluhan batuk dan

sesak serta sering diberi obat campuran astma. d. Keluhan tambahan. Keluhan yang menyertai keluhan utama. Setiap perubahan dan masalah/gangguan kesehatan yagn dialami oleh usia lanjut akan disertai gejala gejala yagn khas. e. Riwayat keluarga, psikososial, orang orang terdekat. f. Status kesehatan terakhir, penggunaan obat - obatan tradisional, obat obat tanpa resep, suplemen / vitamin. g. Ada atau tidaknya alergi pada pasien, baik terhadap makanan maupun obat obat tertentu h. Penggunaan obat untuk penyakit yang dideritanya maupun untuk penyakit lain

II.
FISIK

PEMERIKSAAN

Pemeriksaan fisik tenggorokan dan larynx Pasien yang menderita GERD sering mempunyai simptom batuk, suara parau dan sakit tengorokan. Tanda tanda inflamasi pada larynx dan tenggorokan menunjukkan pasien menderita GERD.
PENUNJANG

Pemantauan pH esofagus Pemantauan pH esophagus memegang peranan penting dalam diagnosis refluks gastroesofagus, terutama pada pasien yang sulit untuk diobati. Sampai saat ini pemantauan pH merupakan standar baku untuk mendiagnosis refluks gastroesofagus dan untuk menentukan hubungan episode refluks dengan gejala klinis. Dalam keadaan normal pH esophagus antara 6 sampai 7, dengan ditemukannya penurunan pH di bawah 4 merupakan petanda terjadinya episode refluks. Pemantauan pH esophagus yang paling baik dengan hasil yang dapat dipercaya adalah selama 24 jam.

SISTEM DIGESTIVUS 2

Page 3

Gastro Esophageal Reflux Disease (GERD)


Esofagografi dengan barium Berfungsi untuk mencari perubahan bentuk kerongkongan dan mungkin melihat abnormalities dalam lapisan dari kerongkongan. Bentuk perutnya juga dapat dilihat dengan menggunakan tes ini. Pasien meminum cairan yang mengandung mengandung barium. Dari pemeriksaan berikut dokter dapat melihat garis besar kerongkongan dan lambung di x-ray. Dibandingkan dengan endoskopi, pemeriksaan ini kurang peka dan sering kali tidak menunjukkan kelainan, terutama pada kasus esofagitis ringan. Pada keadaan yang lebih berat, gambar radiologi dapat berupa penebalan dinding dan lipatan mukosa, ulkus atau penyempitan lumen. Walaupun pemeriksaan ini sangat tidak sensitive untuk diagnosis GERD, namun pada keadaan tertentu pemeriksaan ini mempunyai nilai lebih dari endoskopi, yaitu pada 1). Stenosis esophagus derajat ringan akibat esofagitis peptic dengan gejala disfagia, 2). Hiatus hernia. Pemantauan pH 24 jam. Episode refluks gastroesofageal menimbulkan asidifikasi bagian distal esophagus. Episode ini dapat dimonitor dan direkan dengan menetapkan mikroelektroda pH pada bagian distal esophagus. Pengukuran pH pada esophagus bagian distal dapat memastikan ada tidaknya refluks gastroesofageal. pH di bawah 4 pada jarak 5 cm diatas LES dianggap diagnostic untuk refluks gastroesofageal. Endoskopi Pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas merupakan standar baku untuk diagnosis GERD dengan ditemukannya mucosal break di esophagus (esofagitis refluks). Dengan melakukan pemeriksaan endoskopi dapat menilai perubahan makroskopik dari mukosa esophagus, serta dapat menyingkirkan keadaan patologis lain yang dapat menimbulkan gejala GERD. Jika tidak ditemukan mucosal break pada pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas pada pasien dengan gejala khas GERD, keadaan ini disebut sebagai non-erosive reflux disease (NERD).

SISTEM DIGESTIVUS 2

Page 4

Gastro Esophageal Reflux Disease (GERD)


Ditemukannya kelainan esofagitis pada pemeriksaan endoskopi yang dipastikan dengan pemeriksaan histopatologi (biopsy), dapat mengkonfirmasikan bahwa gejala heartburn atau regurgitasi tersebut disebabkan oleh GERD. Pemeriksaan histopatologi juga dapat memastikan adanya Barretts

esophagus, dysplasia atau keganasan. Tidak ada bukti yang mendukung perlunya pemeriksaan histopatologi/biopsy pada NERD. Terdapat beberapa klasifikasi kelainan esofagitis pada pemeriksaan endoskopi dari pasien GERD, antara lain klasifikasi Los Angeles dan klasifikasi Savarry-Miller. Klasifikasi Los Angeles Derajat kerusakan A B Erosi kecil-kecil pada mukosa esophagus dengan diameter < 5 mm Erosi pada mukosa/lipatan mukosa dengan diameter > 5 mm tanpa saling berhubungan C D Lesi yang konfluen tetapi tidak mengenai/mengelilingi seluruh lumen Lesi mukosa esophagus yang bersifat sirkumferensial (mengelilingi seluruh lumen esophagus) Gambaran endoskopi

Tes Bernstein Tes ini mengukur sensitivitas mukosa dengan memasang selang transnasal dan melakukan perfusi bagian distal esophagus dengan HCL 0.1 M dalam waktu kurang dari satu jam. Tes ini bersifat pelengkap terhadap monitoring pH 24 jam pada pasienpasien dengan gejala yang tidak khas. Bila larutan ini menimbulkan rasa nyeri dada seperti yang biasanya dialami pasien, sedangkan larutan NaCl tidak menimbulkan rasa nyeri, maka test ini dianggap positif. Tes Bernstein yang negative tidak menyingkirkan adanya nyeri yang berasal dari esophagus.

SISTEM DIGESTIVUS 2

Page 5

Gastro Esophageal Reflux Disease (GERD) III. Gastro Esofageal Refluks Disease
Diagnosis refluks gastroesofagus ditentukan dari gejala dan tanda klinis, pemeriksaan klinis,

WORKING DIAGNOSIS

pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang. Gejala dan tanda klinis yang khas beberapa

diantaranya yaitu : Ketika asam refluks (mengalir balik) kedalam esofagus pada pasien dengan PRGE/GERD, serat syaraf pada esofagus distimulasi. Stimulasi syaraf ini berakibat paling umum pada rasa panas/nyeri di dada (heartburn). Nyeri adalah karakteristik dari PRGE/GERD. Heartburn biasanya digambarkan sebagai nyeri yang membakar ditengah dada. Ia mungkin mulai tinggi diatas perut dan mungkin meluas naik kedalam leher. Pada beberapa pasen, nyerinya mungkin tajam atau seperti tekanan, daripada rasa terbakar. Nyeri jenis ini dapat meniru nyeri jantung (angina). Pada pasien lain, nyerinya mungkin meluas ke belakang (punggung). Karena refluks asam lebih umum setelah makan, heartburn adalah lebih umum setelah makan. Disfagia (kesulitan menelan makanan) mungkin terjadi karena striktura atau keganasan yang berkembang dari Barretts esophagus. Odinorfagia (rasa sakit waktu menelan) bias timbul jika sudah terjadi ulserasi esophagus yang berat. Peradangan di kerongkongan (esophagitis) dapat menyebabkan perdarahan yang biasanya sedikit dapat menjadi besar. Esophageal ulcers, luka pada lapisan dari kerongkongan. Ulcers dapat menimbulkan rasa sakit yang biasanya terletak di belakang tulang dada atau di bawahnya, mirip dengan lokasi mulas. Narrowing (penyempitan) dari kerongkongan dari surutnya swallowing solid membuat makan semakin lebih sulit. Narrowing saluran udara yang dapat menyebabkan sesak nafas dan wheezing.

SISTEM DIGESTIVUS 2

Page 6

Gastro Esophageal Reflux Disease (GERD)


GERD juga dapat menimbulkan manifestasi gejala ekstra esophageal yang atipik dan sangat bervariasi mulai dari nyeri dada non-kardiak (non-cardiac chest pain/NCCP), suara serak, mual, regurgitasi, rasa pahit dilidah, hoarseness, keluar air liur berlebihan, sebuah rasa benjol di tenggorokan (globus sensasi), laryngitis, batuk karena aspirasi sampai timbulnya bronkiektasis atau asma.

IV.
DYSPEPSIA :

DD

D EFINISI Kelainan traktus digestivus bagian proksimal yang dapat berupa mual atau muntah, kembung, dysphagia, rasa penuh, nyeri epigastrium atau nyeri retrosternal dan ruktus, yang berlangsung lebih dari 3 bulan. Dengan demikian dyspepsia merupakan suatu sindrom klinik yang bersifat kronik. M EKANISME TERJADINYA DYSPEPSIA : Sampai sekarang mekanisme dari terjadinya dyspepsia belum diketahui jelas. Ada berbagai pendapat mengenai penyebab dyspepsia. Berbagai hal yang dianggap sebagai penyebab dyspepsia misalnya adalah : asam lambung keradangan gangguan motilitas alkohol atau rokok obat yang merangsang makanan yang pedas

Tetapi bukti yang jelas dari peranan hal tersebut belum ditemukan. Gejala dyspepsia dapat disebabkan karena keadaan keadaan dalam lambung atau esophagus misalnya: Dyspepsia non ulkus Ulkus peptikum Esophageal reflux Gastritis Keganasan lambung

SISTEM DIGESTIVUS 2

Page 7

Gastro Esophageal Reflux Disease (GERD)

P ENATALAKSANAAN Pemeriksaan-pemeriksaan untuk mengkonfirmasikan dyspepsia : Endoskopi Foto saluran bagian atas Tes fungsi hati USG Bernstein test Monitoring pH Pemeriksaan motilitas Amilase

P EMBAGIAN D YSPEPSIA
D YSPEPSIA FUNGSIONAL Gejala dyspepsia fungsional (menurut kriteria Roma) : a. Gejala menetap selama 3 bulan dalam 1 tahun terakhir. b. Nyeri epigastrium yang menetap atau sering kambuh (recurrent). c. Tidak ada kelainan organik yang jelas (termasuk endoskopi) d. Tidak ada tanda-tanda IBS (Irritable Bowel Syndrome) - symptom tidak hilang dengan defekasi - tidak ada perubahan frekuensi dan konsistensi tinja. Mekanisme Terjadinya Dyspepsia Fungsional : 1. Asam lambung 2. Motilitas - Hipomotilitas antrum : pengosongan lambung terhambat - Gastrid Accomodation : kemampuan menerima makanan jumlah besar - Gangguan aktifitas listrik pada otot lambung 3. Psikologis ; Anxiety, Neurotik, Somatosasi, Depresi

SISTEM DIGESTIVUS 2

Page 8

Gastro Esophageal Reflux Disease (GERD)

D YSPEPSIA ORGANIK Keterangan


Etiologi

Dyspepsia ulcus Infeksi H. pylori

GERD Inkompetensi/relaksasi sphincter cardia yang menyebabkan regurgitasi asam lambung ke esofagus

Gejala

hunger pain food relief Untuk ulkus duodeni nyeri umumnya terjadi 1 sampai 3 jam setelah makan, dan penderita sering terbangun di tengah malam karena nyeri Pada ulkus lambung seringkali gejala hunger pain food relief tidak jelas, bahkan kadang kadang penderita justru merasa nyeri setelah makan

Gejala khas, terdiri dari : Heart Burn Rasa panas di epigastrium Rasa nyeri retrosternal Regurgitasi asam Pada kasus berat : ada gangguan menelan Gejala tidak khas : Nafas pendek Wheezing Batuk-batuk

SISTEM DIGESTIVUS 2
Type the company address]

Page 93

Gastro Esophageal Reflux Disease (GERD)

Terapi

Pengobatan awal : Antasid (tiap 4 jam), H2 blocker, Simetidin (4 x 200 mg /2 x 400 mg /800 mg malam hari), Ranitidin (2 x 150 mg /300 mg malam hari), Famotidin (2 x 20mg atua 40 mg malam hari), Penghambat pompa proton (tidak digunakan untuk pengobatan maintenance), Omeprasol (20 mg sebelum makan pagi), Lanzoprazole (30 mg sebelum makan pagi), Pengobatan maintenance setengah dosis awal diberikan selama 6 -12 bulan. Pengobatan maintenance diberikan untuk mencegah kekambuhan. Terapi tambahan : - Memperbaiki ketahanan mukosa misalnya : Surface coating agent : Sukralfat - Obat obat anti cholinergik : Pirenzepine

A. Farmakoterapi H2 Blocker, PPI, Prokinetik, Metoclopramid,Domperid on, Cizapride,Hindari obat anti, cholinergic B. Perubahan Diet a. Kurangi porsi makan b. jangan makan dalam 2 jam sebelum tidur. c. hindari makanan tinggi lemak, alkohol, coklat C. Perubahan gaya hidup Yang harus dihindari : - pakaian ketat terutama sabuk - obesitas - konstipasi - makan berlebihan - hindari latihan berat setelah makan - Tidur dengan bantal tinggi

AKALASIA

Achalasia merupakan kegagalan dari hypertensive LES untuk relax dan tidak adanya gerak peristaltik esophageal. Abnormalities ini menyebabkan fungsional halangan di gastroesophageal persimpangan. Tekanan LES dan relaksasi diatur oleh reseptor (misalnya acetylcholine, substansi P) dan antagonis (misalnya, berhubung dgn sendawa oksida, vasoactive usus peptide)

neurotransmitters. Orang dengan achalasia ditandai oleh kurangnya nonadrenergic,

SISTEM DIGESTIVUS 2
Type the company address]

Page 103

Gastro Esophageal Reflux Disease (GERD)

noncholinergic, yang menyebabkan ketidakseimbangan dalam berangsang yg melarang dan neurotransmission. Hasilnya adalah hypertensive nonrelaxed esophageal sphincter.
STOMACH ULCERS

Jika rasa perih dan panas dalam perut terjadi terus menerus dan parah, maka hal itu kemungkinan disebabkan karena adanya borok dalam lambung. Stomach (peptic) ulcer atau borok lambung adalah luka terbuka yang terjadi dalam lambung. Gejala yang paling umum adalah rasa sakit yang menjadi semakin parah ketika malam hari atau lambung sedang kosong. Gastritis dan stomach ulcers mempunyai beberapa penyebab yang sama, terutama infeksi H. pylori . Penyakit ini dapat mengakibatkan terjadinya gastritis dan begitu juga sebaliknya.
GASTRITIS

Lebih dikenal sebagai magh yang berarti perut/lambung dan itis yang berarti inflamasi/peradangan. Kadang gastritis dapat menyebabkan pendarahan pada lambung, tapi hal ini jarang menjadi parah kecuali bila pada saat yang sama juga terjadi borok pada lambung. Pendarahan pada lambung dapat menyebabkan muntah darah atau terdapat darah pada feces dan memerlukan perawatan segera. Gejala-gejala perih atau sakit seperti terbakar pada perut bagian atas yang dapat menjadi lebih baik atau lebih buruk ketika makan, mual, muntah, kehilangan selera, kembung, terasa penuh pada perut bagian atas setelah makan, serta kehilangan berat badan.

V.
pasien GERD terjadi melalui 3 mekanisme: 1) Refluks spontan pada saat relaksasi LES yang tidak adekuat 2) Aliran retrograde yang mendahului kembalinya tonus LES setelah menelan. 3) Meningkatnya tekanan intraabdomen.

ETIOLOGI

Penyakit refluks gastroesofageal bersifat multifactor. Refluks gastroesophageal pada

D ISREGULASI OTONOM Tonus LES dibentuk melalui nukleus dorsalis nervus vagus. Disfungsi otonom menyebabkan penurunan LES yang pada akhirnya dapat menimbulkan refluks. Saat makan, perjalanan makanan masuk dari mulut ke lambung melalui esopfagus. Di bagian bawah akhir esofagus ada sebuah cincin kecil yang disebut Lower Esophageal

SISTEM DIGESTIVUS 2
Type the company address]

Page 113

Gastro Esophageal Reflux Disease (GERD)

Sphincter (LES). LES yang bertindak seperti katup satu arah membuat makanan mudah masuk ke dalam lambung. LES ini yang kemudian mencegah bagian isi lambung keluar kembali ke dalam esophagus. GERD terjadi jika LES tidak berfungsi dengan baik yang memungkinkan asam lambung mengalir kembali. Iritasi dan inflamasi yang terjadi di esofagus menyebabkan rasa panas dan pada akhirnya dapat merusak esofagus. P ERBEDAAN TEKANAN ANTARA RONGGA TORAKS DAN ABDOMEN Peningkatan perbedaan tekanan antara esofagus intratoraks

dan

lambung

intraabdomen mungkin menyebabkan refluks gastroesofagus. Secara normal, tekanan abdomen lebih positif dibandingkan tekanan pleura dan esofagus. Pada saat akhir ekspirasi perbedaan tekanan antara lambung dan esofagus 4-6 mmHg, sehingga tekanan LES normal 10-35 mmHg saat akhir ekspirasi cukup untuk menahan perbedaan tekanan itu. Dengan terjadinya obstruksi saluran napas, tekanan rongga pleura menjadi lebih negatif dan tekanan intraabdomen menjadi lebih positif. Hal ini dapat meningkatkan perbedaan tekanan antara rongga toraks dan abdomen sehingga menyebabkan refluks.

F UNGSI DIAFRAGMA CRURAL Diafragma crural berperan penting pada pembentukan tekanan LES. Perubahan fungsi diafragma dapat menyebabkan timbulnya refluks. Hiperinflasi dan air trapping akibat obstruksi saluran napas mungkin menyebabkan pendataran diafragma yang mengganggu fungsi LES sebagai barier antirefluks.

H ERNIA HIATUS Pasien dengan asma mempunyai kekerapan tinggi terjadinya hernia hiatus. Kantong hernia ini merupakan predisposisi timbulnya refluks gastroesofagus. P ENGGUNAAN OBAT - OBAT ASMA Penggunaan obat-obat bronkodilator mungkin dapat menurunkan tekanan LES. Teofilin meningkatkan sekresi asam lambung, waktu total refluks dan menurunkan tekanan LES. Penelitian pada tupai memperlihatkan bahwa isoproterenol dan teofilin menurunkan tekanan LES. Disini ditemukan bahwa penurunan tekanan LES berhubungan dengan kadar teofilin serum. Obat agonis oral dilaporkan dapat menurunkan tekanan LES, sedangkan agonis inhalasi tidak menyebabkan perubahan secara bermakna parameter refluks gastroesofagus ataupun motiliti esofagus. SISTEM DIGESTIVUS 2
Type the company address]

Page 123

Gastro Esophageal Reflux Disease (GERD)

Tekanan LES menurun secara bermakna setelah pemberian agonis-adrenergik. Namun hal ini masih menjadi bahan perdebatan. Penggunaan obat bronkodilator tidak meningkatkan episode gejala refluks, waktu kontak refluks ataupun penurunan LES. Laporan terbaru memperlihatkan bahwa kortikosteroid oral (prednison) meningkatkan refluks gastroesofagus pada pasien asma, tetapi mekanismenya masih belum diketahui.

F AKTOR - FAKTOR LAIN YANG DAPAT BERKONTRIBUSI KE G ERD Kegendutan Kehamilan Merokok Buah jeruk Coklat Minuman dengan kafein atau alkohol Makanan berlemak dan digoreng Mint flavorings Makanan pedas Tomat berbasis makanan, seperti spaghetti sauce, salsa, cabai, dan pizza

VI.

PATOFISIOLOGI DAN PATHOGENESIS

Secara normal, antirefluks terdiri dari lower esophageal sphincter (LES) dan konfigurasi anatomi gastroesophageal junction. Lower esophageal sphincter (LES) merupakan faktor barier antirefluks terpenting. Terdapat dua kondisi yang harus ada untuk suatu episode refluks yaitu isi lambung siap untuk proses refluks dan mekanisme antirefluks pada LES mengalam gangguan. Kelemahan LES merupakan faktor terpenting pada refluks gastroesofagus, meskipun begitu kebanyakan refluks terjadi selama transient lower esophageal sphincter relaxations (TLESR), bukan akibat pengurangan tonus sfingter esofagus bawah. Refluks hanya terjadi jika tekanan LES menghilang, hal ini dapat disebabkan oleh peningkatan tekanan dalam lambung atau penurunan sementara tonus sfingter. Penurunan tonus sfingter kemungkinan disebabkan oleh kelemahan otot atau gangguan relaksasi sfingter yang difasilitasi oleh saraf. Penyebab sekunder kelemahan LES antara lain penyakit mirip skleroderma, kehamilan, merokok, obat relaksan otot kecil seperti adrenergik, aminofilin, nitrat, kalsium antagonis dan kerusakan sfingter oleh operasi. Laporan terbaru meng-indikasikan bahwa serat

SISTEM DIGESTIVUS 2
Type the company address]

Page 133

Gastro Esophageal Reflux Disease (GERD)

otot diafragma crural yang mengelilingi hiatus esofagus bekerja sebagai sfingter eksterna bekerjasama dengan sfingter interna esofagus bagian bawah. Kegagalan mekanisme diafragma crural ini mungkin diikuti oleh terjadinya hernia hiatus. Kantong hernia ini merupakan predisposisi timbulnya refluks gastroesofagus. Hernia hiatus mungkin menyebabkan refluks karena mengganggu mekanisme bersihan asam esofagus, sebagai penampung asam dan mengganggu aksi diafragma crural sebagai sfingter. Gangguan mekanisme bersihan asam esofagus berupa gangguan peris-taltik esofagus bagian bawah, gangguan netralisasi asam lambung oleh saliva, keterlambatan pengosongan lambung atau refluks duodenum-gaster dapat mempengaruhi terjadinya refluks. G EJALA D AN K OMPLIKASI D ARI G ERD Gejala heartburn (pembakaran yang sakit di belakang tulang dada) adalah yang paling jelas dari gejala gastroesophageal reflux. Kadang-kadang rasa sakit bahkan meluas hingga ke leher, tenggorokan, dan wajah. Mulas mungkin disertai oleh regurgitation, dimana isi lambung mencapai mulut. Peradangan di kerongkongan (esophagitis) dapat menyebabkan perdarahan yang dapat menjadi besar. Darah berwarna merah terang jika terjadi pendarahan yang cukup berat. Esophageal ulcers, luka pada lapisan dari kerongkongan, dapat menimbulkan rasa sakit yang biasanya terletak di belakang tulang dada atau di bawahnya. Narrowing (penyempitan) dari kerongkongan dari surutnya swallowing solid membuat makanan semakin lebih sulit masuk. Narrowing saluran udara yang dapat menyebabkan sesak nafas dan wheezing. Lainnya gejala gastroesophageal reflux termasuk sakit dada, sakit tenggorokan, hoarseness, keluar air liur berlebihan, teraba rasa benjol di tenggorokan (globus sensasi), dan radang dari sinuses (sinusitis). Iritasi berkepanjangan sel lining esofagus dapat mengalami perubahan (dihasilkan dalam kondisi yang disebut Barrett's

kerongkongan). Perubahan mungkin terjadi bahkan pada keadaan tidak adanya gejala. Sel-sel yang abnormal tersebut precancerous untuk kemajuan dan kanker di beberapa orang.

SISTEM DIGESTIVUS 2
Type the company address]

Page 143

Gastro Esophageal Reflux Disease (GERD)

VII.
MEDIKA MENTOSA

PENATALAKSANAAN

Terdapat berbagai tahap perkembangan terapi medikamentosa pada penatalaksanaan GERD ini. Dimulai dengan dasar pola pikir bahwa sampai saat ini GERD merupakan atau termasuk dalam kategori gangguan motilitas saluran cerna bagian atas. Namun dalam perkembangannya saat ini terbukti bahwa terapi supresi asam lebih efektif daripada pemberian obat-obat prokinetik untuk memperbaiki gangguan motilitas. Terdapat dua alur pendekatan terapi medikamentosa, yaitu step up dan step down. Pada pendekatan step up pengobatan dimulai dengan obat-obat yang tergolong kurang kuat dalam nenekan sekresi asam (antagonis reseptor H2) atau golongan prokinetik, bila gagal diberikan obat golongan penekan sekresi asam yang lebih kuat dengan masa terapi lebih lama (penghambat pompa proton/PPI). Sedangkan pada pendekatan step down pengobatan dimulai dengan PPI dan setelah berhasil dapat dilanjutkan dengan terapi pemeliharaan dengan mengunakan dosis yang lebih rendah atau antagonis reseptor H2 atau prokinetik atau bahkan antacid. Dari berbagai studi dilaporkan bahwa pendekatan terapi step down ternyata lebih ekonomis (dalam segi biaya yang dikeluarkan pasien) dibandingkan dengan pendekatan terapi step up. Menurut Genval Statement (1999) serta Konsensus Asia Pasifik tentang penatalaksanaan GERD (2003) telah disepakati bahwa terapi lini pertama untuk GERD adalah golongan PPI dan digunakan pendekatan terapi step down. Pada umumnya studi pengobatan memperlihatkan hasil tingkat kesembuhan diatas 80% dalam waktu 6-8 minggu. Untuk selanjtnya dapat diteruskan dengan terapi pemeliharaan (maintenance therapy) atau bahakan terapi bila perlu (on demand therapy) yaitu pemberian obat-obat selama beberap hari sampai dua minggi jika ada kekambuhan sampai gejal hilang. Pada berbagai penelitian terbukti bahwa respons perbaikan gejala menendakan adanya respons perbaikan lesi organiknya (perbaikan esofagitisnya). Hal ini tampaknya lebih praktis bagi pasien dan cukup efektif dalam mengatasi gejala pada tatalaksana GERD. Berikut ini adalah obat-obatan yang dapat digunakan dalam terapi medikamentosa GERD:

SISTEM DIGESTIVUS 2
Type the company address]

Page 153

Gastro Esophageal Reflux Disease (GERD)

A NTACID Golongan obat ini cukup efektif dan aman dalam menghilangkan gejala GERD tetapi tidak menyembuhkan lesi esofagitis. Selain sebagai buffer terhadap HCL, obat ini dapat memperkuat tekanan sfingter esophagus di bawah. Kelemahan golongan obat ini adalah 1). Rasanya kurang menyenangkan, 2). Dapat menimbulkan diare terutama yang mengandung magnesium serta konstipasi terutama antacid yang mengandung alumunium, 3). Penggunaannya sangat terbatas pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal. Dosis: sehari 4 x 1 sendok makan. Antagonis reseptor H2. Yang termasuk golongan obat ini adalah simetidin, ranitidin, famotidin dan nizatidin. Sebagai penekan sekresi asam, golongan obat ini efektif dalam pengobatan penyakit refluks gastroesofageal jika diberikan dosis 2 kali lebih tinggi dan dosis untuk terapi ulkus. Golongan obat ini hanya efektif pada pengobatan esofagitis derajat ringan sampai sedang serta tanpa komplikasi. Dosis pemberian: Simetidin Ranitidin Famotidin Nizatidin : 2 x 800 mg atau 4 x 400 mg : 4 x 150 mg : 2 x 20 mg : 2 x 150 mg

O BAT - OBAT PROKINETIK Secara teoritis, obat ini paling sesuai untuk pengobatan GERD karena penyakit ini dianggap lebih condong kearah gangguan motilitas. Namun pada prakteknya, pengobatan GERD sangat bergantung kepada penekanan sekresi asam. Metoklopramid: a. Obat ini bekerja sebagai antagonis reseptor dopamine b. Efektivitasnya rendah dalam mengurangi gejala serta tidak berperan dalam penyembuhan lesi di esophagus kecuali dalam kombinasi dengan antagonis reseptor H2 atau penghambat pompa proton.

SISTEM DIGESTIVUS 2
Type the company address]

Page 163

Gastro Esophageal Reflux Disease (GERD)

c. Karena malalui sawar darah otak, maka dapat tumbuh efek terhadap susunan saraf pusat berupa mengantuk, pusing, igitasi, tremor dan diskinesia. d. Dosis: 3 x 10 mg

Domperidon: Golongan obat ini adalah antagonis reseptor dopamine dengan efek samping yang lebih jarang disbanding metoklopramid karena tidak melalui sawar darah otak. Walaupun efektivitasnya dalam mengurangi keluhan dan penyembuhan lesi esophageal belum banyak dilaporkan, golongan obat ini diketahui dapat meningkatkan tonus LES serta mempercepat pengosongan lambung. Dosis: 3 x 10-20 mg sehari. Cisapride: Sebagai suatu antagonis reseptor 5 HT4, obat ini dapat mempercepat pengosongan lambung serta meningkatkan tekanan tonus LES. Efektivitasnya dalam menghilangkan gejala serta penyembuhan lesi esophagus lebih baik disbanding domperidon. Dosis 3 x 10 mg S UKRALFAT ( ALUMUNIUM HIDROKSIDA + SUKROSA OKTSULFAT ) Berbeda dengan antacid dan penekan sekreswi asam, obat ini tidak memiliki efek langsung terhadap asam lambung. Obat ini bekerja dengan cara meningkatkan pertahanan mukosa, sebagai buffer terhadap HCL di esophagus serta dapat mengikat pepsin dan garam empedu. Golongan obat ini cukupm aman diberikan karena bekerja secara topical (sitoproteksi) Dosis 4 x 1 garam P ENGHAMBAT P OMPA P ROTON ( P ROTON P UMP I NHIBITOR /PPI ) Golongan obat ini merupakan drug of choice dalam pengobatan GERD. Golongan obat-obatan ini bekerja langsung pada pompa proton sel parietal dengan memepengaruhi enzim H, K ATP-ase yang dianggap sebagai tahap akhir proses pembentukan asam lambung.

SISTEM DIGESTIVUS 2
Type the company address]

Page 173

Gastro Esophageal Reflux Disease (GERD)

Obat-obatan ini sangat efektif dalam menghilangkan keluhan serta penyembuhan lesi esophagus, bahkan pada esofagitis erosive derajat berat serta yang refrakter dengan golongan antagonis reseptor H2. Dosis yang diberikan untuk GERD adalash dosis penuh, yaitu: Omeprazole : 2 x 20 mg

Lansoprazole : 2 x 30 mg Pantoprazole : 2 x 40 mg Rabeprazole : 2 x 10 mg

Esomeprazole : 2 x 40 mg

Umumnya pengobatan diberikan selama 6-8 minggu (terapi inisial) yang dapat dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan (maintenance therapy) selama 4 bulan atau on demand therapy, tergantung dari derajat esofagitisnya. Efektivitas golongan obat ini semakin bertambah jika dikombinasi dengan golongan prokinetik. Untuk pengobatan NERD diberikan dosis standar, yaitu: Omeprazole Lansoprazole Pantoprazole Rabeprazole Esomeprazole : 1 x 20 mg : 1 x 30 mg : 1 x 40 mg : 1 x 10 mg : 1 x 40 mg

Untuk pengobatan diberikan selama minimal 4 minggu, dilanjutkan dengan on demand therpy. Terdapat beberapa algoritme dalam penatalaksanaan GERD pada pelayanan kesehatan lini pertama, salah satu diantaranya adalah yang direkomendasikan dalam Konsensus Nasional untuk Penatalaksanaan GERD di Indonesia.

SISTEM DIGESTIVUS 2
Type the company address]

Page 183

Gastro Esophageal Reflux Disease (GERD)

NON MEDIKA MENTOSA Perubahan gaya hidup

Salah satu perawatan sederhana untuk GERD disebut sebagai perubahan gaya hidup, merupakan gabungan dari beberapa perubahan kebiasaan, khususnya yang berkaitan dengan makan. Pada dasarnya usaha ini bertujuan untuk mengurangi frekuensi refluks serta mencegah kekambuhan. Hal-hal yang perlu dilakukan dalam modifikasi gaya hidup adalah sebagai berikut : Meninggikan posisi kepala pada saat tidur serta menghindari makanan sebelum tidur dengan tujuan untuk meningkatkan bersihan asam selama tidur serta mencegah refluks asam dari lambung ke esophagus Berhenti merokok dan mengkonsumsi alcohol karena keduanya dapat menurunkan tonus LES sehingga secara langsung mempengaruhi sel-sel epitel Mengurangi konsumsi lemak serta mengurangi jumlah makanan yang dimakan karena keduanya dapat menimbulkan detensi lambung Menurunkan berat badan pada pasien kegemukan serta menghindari pakaian ketat sehingga dapat mengurangi tekanan intra abdomen Menghindari makanan atau minuman seperti coklat, the, peppermint, kopi dan minuman bersoda karena dapat menstimulasi sekresi asam Jika memungkinkan menghindari obat-obat yang dapat menurunkan tonus LES seperti anti kolinergik, teofilin, diazepam, opiate, antagonis kalsium, agonist beta adrenergic, progesterone
Drug therapy

Jika gejala tidak berkurang setelah perubahan gaya hidup, terapi obat mungkin diperlukan. Antacids menetralkan asam lambung dan over-the-counter medications mengurangi jumlah asam lambung yang diproduksi. Keduanya dapat efektif dalam relieving gejala. Prescription narkoba dapat lebih efektif dalam penyembuhan iritasi pada kerongkongan dan relieving gejala. Terapi ini perlu dibicarakan dengan dokter bedah.

SISTEM DIGESTIVUS 2
Type the company address]

Page 193

Gastro Esophageal Reflux Disease (GERD)

Surgery

Pasien yang tidak merespon dengan baik untuk perubahan gaya hidup atau obat atau orang-orang yang terus memerlukan obat mereka untuk mengendalikan gejala, akan memiliki hidup dengan kondisi atau melakuan bedah prosedur. Bedah sangat efektif dalam memperlakukan Gerd. Ada prosedur yang mencoba, yang dikenal sebagai Intraluminal Endoskopi Prosedur, yang merupakan alternatif untuk operasi laparoscopic dan terbuka. Ini harus dibicarakan dengan dokter ahli bedah dan apakah pasien ini cocok untuk prosedur ini.
Fundoplication

Standar perawatan untuk bedah Gerd. Biasanya jenis tertentu dari prosedur ini, yang disebut fundoplication Nissen. Pemeriksaan ini berfungsi untuk memperkuat sphincter, mencegah acid reflux, dan perbaikan yang hiatal burut. Nissen fundoplication yang dapat dilakukan dengan menggunakan laparoscope, sebuah alat yang dimasukkan melalui potongan kecil dalam perut. Dokter kemudian menggunakan instrumen kecil yang terus kamera melihat perut dan panggul. Ketika dilakukan oleh para Dokter Ahli Bedah, laparoscopic fundoplication aman dan efektif pada orang-orang dari semua umur, termasuk bayi. Prosedur dilaporkan memiliki hasil yang sama sebagai standar fundoplication, dan orang-orang yang dapat meninggalkan rumah sakit dalam 1 sampai 3 hari kerja dan kembali ke dalam 2 sampai 3 minggu.

VIII.

PENCEGAHAN

Hindari hal-hal yang dapat meningkatkan produksi asam lambung dan melemahkan LES
seperti makanan dengan tingkat keasaman tinggi dan berlemak (hamburger, jeruk, tomat), kopi, teh, alkohol, dan cokelat.

Bagi porsi makan Anda menjadi beberapa kali dalam porsi yang lebih kecil daripada
makan berlebihan dalam sekali waktu. Jangan makan larut malam. Jangan berbaring segera setelah makan.

SISTEM DIGESTIVUS 2
Type the company address]

Page 203

Gastro Esophageal Reflux Disease (GERD)

Kontrol berat badan dan hentikan rokok. Capai berat badan yang ideal sebab kegemukan
akan memberi tekanan ekstra pada LES.

Hentikan rokok karena tembakau akan meningkatkan produksi asam lambung dan
melemahkan LES.

Hindari bungkuk ke depan kecuali memang harus karena hal ini meningkatkan tekanan
pada LES.

Jangan gunakan ikat pinggang ketat atau pakaian yang ngepres. Naikkan posisi kepala tempat tidur Anda 6-10 inci karena berbaring datar menyebabkan
asam lambung naik ke kerongkongan.

Cek atau konsultasikan dengan dokter sebelum minum obat-obat penghilang rasa sakit
yang dapat membuat gejala-gejala GERD menjadi lebih parah.

Pastikan bahwa dokter Anda mengetahui semua jenis obat yang Anda minum.

IX.

PROGNOSIS

Prognosis dari penyakit ini baik jika derajat kerusakan esofagus masih rendah dan pengobatan yang diberikan benar pilihan dan pemakaiannya. Pada kasus-kasus dengan esofagitis grade D dapat masuk tahap displasia sel sehingga menjadi Barrets Esofagus dan pada akhirnya Ca Esofagus.

SISTEM DIGESTIVUS 2
Type the company address]

Page 213

Gastro Esophageal Reflux Disease (GERD)

PENUTUP
Refluks gastroesofagus berhubungan erat dengan timbulnya serangan asma. Kekerapan refluks gastroesofagus pada asma sekitar 34-89%. Timbulnya refluks gastroesofagus dipengaruhi oleh disregulasi otonom, perbedaan tekanan intratoraks dan intraabdomen, fungsi diafragma crural, hernia hiatus dan penggunaan obat-obat asma. Patofisiologi refluks gastroesofagus menyebabkan bronkokonstriksi diperkirakan karena refleks vagal, peningkatan reaktivitas bronkus, mikro aspirasi dan inflamasi neurogenik. Diagnosis refluks gastroesofagus pada asma ditentukan dari gejala dan tanda klinis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang. Refluks gastroesofagus sebagai pencetus asma perlu dipikirkan jika terdapat gejala sesak napas, napas pendek, mengi dan batuk akibat episode refluks, setelah makan makanan tinggi lemak, kopi, coklat, alkohol serta pada posisi berbaring. Kondisi tersebut perlu juga dipikirkan jika gejala asma sulit dikontrol dengan obatobat asma yang biasa dipakai. Pemantauan pH esofagus merupakan standar baku untuk mendiagnosis refluks gastroesofagus dan untuk menentukan hubungan episode refluks dengan gejala klinis asma. Penatalaksanaan penyakit ini adalah konservatif, obat-obatan dan pembedahan. Obat-obat antirefluks ataupun pembedahan dapat mengurangi gejala asma, mengurangi penggunaan obat-obat asma tetapi mempunyai efek minimal terhadap fungsi paru.

SISTEM DIGESTIVUS 2
Type the company address]

Page 223

Gastro Esophageal Reflux Disease (GERD)

DAFTAR PUSTAKA
1. Gunawan Gan S, et al. Farmako dan terapi. 5th ed. Jakarta: EGC; 2007 2. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Kapita selekta kedokteran. 3rd ed. Jakarta: FKUI; 2009 3. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Setiati S. Ilmu penyakit dalam. 4th ed. Jakarta: FKUI; 2006 4. Price SA, Wilson LM. Dalam: Brahm U. Pendit, Huriawati Hartanto, Pita Wulansari, Dewi Asih Mahanani, alih bahasa; Huriawati Hartanto, Natalia Susi, Pita Wulansari, Dewi Asih Mahanani, editor edisi bahasa Indonesia. Patofisiologi. Edisi ke-6. Jakarta: EGC; 2005. 5. Soeroso J, Isbagio H, Kalim H, Broto R, Pramudiyo R. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-4. Jakarta: EGC; 2006. 6. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Dalam: A. Aziz Rani, Sidartawan Soegondo, Anna Uyainah Z. Nasir, Ika Prasetya Wijaya, Nafrialdi, Arif Mansjoer. Panduan pelayanan medik. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2008. 7. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Dalam: Brahm U. Pendit, alih bahasa; Huriawati Hartanto, Nurwany Darmaniah, Nanda Wulandari, editor edisi bahasa Indonesia. Buku ajar patologi. Edisi ke-7. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran; 2007. 8. Dwi Susanto Agus, Wiwien Heru Wiyono, Faisal Yunus. Refluks Gastroesofagus pada Asma. Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/ Rumah Sakit Persahabatan. Tinjauan Kepustakaan. Jakarta; 2003 9. Hartono Muljadi. Refluks Esofagitis. Dokter PTT Puskesmas Kunduran, Kabupaten Blora, Jawa Tengah. Tinjauan Kepustakaan. Jakarta; 2003
10. Gastroesophageal. Diunduh dari . http://www.medicinenet.com/gastroesophageal_reflux_disease_gerd/article.htm, 22 Mei 2009. 11. GERD. Diunduh dari http://medicastore.com/penyakit/3301/Gastroesophageal_Reflux_GERD.html, 22 Mei 2009. 12. Operasi atau Medikasi Untuk Memadamkan Heartburn. Diunduh dari . http://www.majalahfarmacia.com/rubrik/one_news.asp?IDNews=723, 22Mei 2009. 13. GERD. Diunduh dari http://www.merck.com/mmhe/sec09/ch121/ch121d.html, 22 Mei 2009. 14. GERD. Diunduh dari http://www.fpnotebook.com/GI/Esophagus/GstrsphglRflx.htm, 23 Mei 2009.

SISTEM DIGESTIVUS 2
Type the company address]

Page 233

Você também pode gostar