Você está na página 1de 14

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1. EMBRIOLOGI TONSIL Tonsil terletak dalam fosa tonsilaris diantara kedua pilar fausium dan berasal dari invaginasi hipoblast ditempat ini. Selanjutnya cekungan tersebut dibagi menjadi beberapa bagian, yang akan menjadi kripta yang permanen dan tonsil. Jaringan limpoid terkumpul disekitar kripta, dan akan membentuk massa tonsil. Pada permukaan dalam atau

permukaan yang terpapar, termasuk cekungan pada kripta dilapisi oleh mukosa. Bakal tonsil timbul pada awal kehidupan fetus, dapat dilihat pada bulan keempat. Mula mula sebagai invaginasi sederhana dari mukosa yang terletak diantara arkus brakial ke II dan ke III pada kantung brankial ke II. Tonsil lidah dan tonsil faring berkembang dengan cara yang sama seperti tonsil fausium. Tampak semua tonsil tumbuh dibelakang membran faring, sehingga semua penonjolan epitel tumbuh ke dalam jaringan ikat yang sudah ada di sekitar saluran cerna primitif. ( Ballenger JJ.1994) 2.2 . ANATOMI 2.2.1. Tonsila Palatina Tonsila palatina adalah suatu massa jaringan limfoid yang terletak di dalam fossa tonsil pada kedua sudut orofaring, dan dibatasi oleh pillar anterior dan pillar posterior . (Kornblut AD . 1991 ). Tonsil berbentuk oval dengan panjang 20 25 mm, dengan lebar 15- 20 mm, dimana masing masing tonsil mempunyai 8 20 kripta yang terdiri dari

jaringan connective tissue seperti jaringan limpoid dan berisi sel limpoid . Tonsila palatina kaya akan pembuluh darah yang berasal dari cabang arteri karotis eksterna. Pendarahan

Universitas Sumatera Utara

utama tonsil berakhir pada bagian lateral tonsil, sedangkan arteri karotis interna berada kira kira 2 cm posterolateral tonsil. Pendarahan lain pada bagian anterior tonsil yang

merupakan cabang dari arteri lingualis dorsal, sedangkan bagian inferior tonsil merupakan cabang dari arteri fasialis dan bagian superior tonsil berasal dari arteri palatina desenden. ( Paparela.1991) Sistem pendarahan vena pada tonsil melalui vena para tonsillar, vena vena ini melalui pleksus faringeal atau vena fasial setelah bercabang pada otot konstriktor superior . ( Brodsky L, 2006)

Gambar 1.

Di kutip dari pustakaan 26

Universitas Sumatera Utara

2.2.2. Kripta Tonsil Kripta tonsil berbentuk saluran yang tidak sama panjang dan masuk kebagian dalam jaringan tonsil, terdiri dari 8 20 buah kripta, biasanya tubular dan hampir selalu memanjang dari dalam tonsil sampai ke kapsul tonsil pada permukaan luarnya. Permukaan kripta ditutupi oleh epitel yang sama dengan epitel permukaan medial. Saluran kripta kearah luar biasanya bertambah luas. Secara klinis terlihat bahwa kripta merupakan sumber infeksi baik secara lokal maupun umum karena dapat berisi sisa makanan, epitel yang terlepas dan juga bakteri. ( Ballenger JJ. 1994)

2.2.3. Kapsul Tonsil Merupakan suatu selubung fibros berwarna putih terdiri dari jaringan ikat( fibrosa ) yang disebut fasia faringeal yang menutupi 4/5 tonsil. Kapsul tonsil mempunyai trabekula yang berjalan ke dalam daerah parenkim. Trabekula ini mengandung pembuluh darah, saraf saraf dan pembuluh darah limfe eferen. Pembuluh darah eferen tidak dijumpai. ( Ballenger JJ 1994 ) 2.2.4. Fossa Tonsilaris Fossa tonsilaris atau sinus tonsilaris terletak diantara 2 buah plika yaitu plika anterior dan posterior. Plika anterior dibentuk oleh otot palatoglosus, sedang plika posterior di bentuk oleh otot palatofaringeus. Bagian luar tonsil dilindungi oleh kapsul yang dibentuk oleh fasia faringobasilaris dan dilateral oleh fasia bukofaringeal. (Beasley. P 1997. Balasubramanian T, 2009) Otot palatoglosus mempunyai origo berbentuk kipas dipermukaan otot palatum molle dan berakhir pada sisi lateral lidah. Dimana otot ini merupakan otot yang tersusun vertikal dan diatasnya melekat pada palatum durum, tuba eustachius dan pada dasar

Universitas Sumatera Utara

tengkorak. Kedua plika ini akan bertemu diatas untuk bergabung dengan palatum molle, serta kebagian bawah berpisah dan masuk ke jaringan di pangkal lidah dan dinding lateral faring. Dinding luar fossa tonsil terdiri dari M. konstriktor faringeus superior. sedang M. tonsilofaringeus melekat pada kapsul tonsil pada pertemuan lobus atas dan bawah. ( Ballanger JJ .1994)

Gambar 2. Dikutip dari pustakaan 26 2.2.5. Sistem Limfatik Faring dan Tonsil Sistim pembuluh limpatik dari tonsil menembus fasia bukofaringeal dan melalui bagian atas kelenjar servikal . (Beasley. P 1997)

Universitas Sumatera Utara

2.2.6. Persarafan Faring dan Tonsil Sistem persarafan tonsil berasal dari saraf palatina , yang diteruskan ke ganglion sfenopalatina, untuk rangsangan sensori terutama dibentuk oleh cabang cabang saraf glosofaringeus ( Paparella, 1991 )

2.3.Glomerulonefritis Akut. 2.3.1. Definisi Glomerulonefritis adalah suatu terminologi umum yang menggambarkan adanya inflamasi pada glomerulus, ditandai oleh proliferasi sel sel glomerulus akibat proses imunologi. Glomerulonefritis terbagi atas akut dan kronis. Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap akhir dan tingginya angka morbiditas pada anak maupun pada dewasa. Sebagian besar glomerulonefritis bersifat kronis dengan penyebab yang tidak jelas dan sebagian besar bersifat imunologis ( Noer , 2002 ) 2.3.2. Etiologi Glomerulonefritis akut paska streptokokus menyerang anak umur 5 15 tahun, anak laki laki berpeluang menderita 2 kali lebih sering dibanding anak perempuan , timbul setelah 9 11 hari awitan infeksi streptokokus.( Noer . 2006. Nelson .2002 ) Timbulnya GNA didahului oleh infeksi bakteri streptokokus ekstra renal, terutama infeksi di traktus respiratorius bagian atas dan kulit oleh bakteri streptokokus golongan A tipe 4, 12, 25. Hubungan antara GNA dengan infeksi streptokokus dikemukakan pertama kali oleh Lohlein tahun 1907 dengan alasan; a. Timbul GNA setelah infeksi skarlatina b. Diisolasinya bakteri streptokokus hemolitikus

Universitas Sumatera Utara

c. Meningkatnya titer streptolisin pada serum darah Faktor iklim, keadan gizi, keadaan umum dan faktor alergi mempengaruhi terjadinya GNA, setelah terjadi infeksi kuman streptokokus. ( Hasan . 1991 ).

2.3.3. Patogenesis .Glomerulonefritis paska streptokokus dapat didahului oleh infeksi streptokokus

hemolitikus grup A. Glomerulonefritis paska streptokokus dapat terjadi setelah radang tenggorokan dan jarang dilaporkan bersamaan dengan demam rematik akut. Hal ini disebabkan terjadinya pembentukan komplek imun yang bersirkulasi dan terjadi

pembentukan komplek imun in situ ini telah ditetapkan sebagai mekanisme patogenesis glomerulonefritis paska streptokokus. (Noer 2002 ) Suzuki et al, pada penelitiannya di Niigata, Jepang tahun 2004 terhadap 52 orang penderita Ig A nepropati, mendapatkan hasil kultur tonsil terbanyak adalah haemopilus parainfluenza yang merupakan bakteri paling banyak dijumpai pada saluran napas. Diduga bakteri ini merangsang tonsil untuk menghasilkan Ig A yang akan tertumpuk di

mesengium glomerulus ginjal sehingga dapat terjadi kerusakan ginjal yang menyebabkan glomerulnefritis . (Suzuki . 2004 ) Rekola et al (2004) di Jepang, pada penelitiannyan dari 187 penderita Ig A nepropati dijumpai 38 penderita glomerulonefritis akut , 53 % penderita dengan peningkatan ASTO dengan hasil swab tonsil bakteri streptokokus hemolitikus. Hal ini diyakini

merupakan penyebab terjadinya beberapa kasus Ig A nephropati. ( Xie Y. 2004)

Universitas Sumatera Utara

Barta et al di Jepang pada penelitiiannya terhadap 35 penderita nephropati Ig A mendapati perbaikan fungsi ginjal tonsilektomi ( Barta, 2004) Inci et al di Turki , pada penelitian pada 58 penderita yang akan dilakukan yang signifikan setelah 6 bulan setelah menjalani

tonsilektomi mandapatkan hasil dari aspirasi biopsi tonsil menemukan bakteri terbanyak adalah stapilokokus 26 penderita ( 52 %). ( Inci 2005 )

2.3.4.Gejala klinis Gejala yang sering ditemukan berupa hematuria, kadang dijumpai edema pada daerah sekitar mata atau seluruh tubuh. Gambaran GNAPS yang paling sering ditemukan adalah: hematuria, oligouria, edema dan hipertensi. Gejala gejala umum yang berkaitan dengan permulaan penyakit seperti rasa lelah, anoreksia, demam, mual, muntah dan sakit kepala. Hipertensi dijumpai 60 70 % GNA pada hari pertama, dijumpai juga gejala gastrointestinal berupa muntah, tidak nafsu makan, konstipasi dan diare. ( Noer . 2002 ) 2.4. Impetigo Impetigo merupakan infeksi pada permukaan kulit yang biasanya disebabkan oleh bakteri stafilokokus dan streptokokus. Bakteri masuk melalui kulit yang luka dan dapat juga melalui kontak langsung. Lokasi pada daerah muka dan sekitar hidung, kelainan kulit berupa eritema dan vesikel yang cepat memecah dan menjadi krusta tebal berwarna kuning. Dapat terjadi glomerulonefritis ( 2 5 % ) (Djuanda , 2007 )

Universitas Sumatera Utara

2.5. STREPTOKOKUS Bakteri ini pertama sekali diidentifikasi oleh Billroth tahun 1874. Merupakan kuman gram positif, yang bersifat nonmotile yang berpasangan, diameter bakteri 0,5 1,2 m, hampir semua merupakan kuman yang bersifat fakultatif anaerob, ( Rollins, 2000). Streptokokus merupakan kokus tunggal berbentuk batang atau ovoid dan tersusun seperti rantai. Kokus membelah pada bidang yang tegak lurus sumbu panjang rantai. Anggota rantai tersebut sering membentuk gambaran diplokokus dan kadang kadang terlihat seperti batang. Beberapa streptokokus menguraikan polisakarida kapsular seperti pneumokokus, kapsul ini menggangu proses fagositosis. Dinding sel streptokokus mengandung protein ( antigen M, T dan R ). Pertumbuhan sebagian besar streptokokus patogen paling baik pada suhu 37 C, Streptokokus menghasilkan toksin seperti dan hemolisin.

streptokinase, streptodornase, hialuronidase, eksotoksin pirogenik

Streptokokus pyrogen hemolitikus menghasilkan streptolisin. Streptolisin O berperan pada beberapa proses hemolisis, zat ini secara kuantitatif terikat dengan antistreptolisin O, yang merupakan antibodi yang terpapar pada manusia setelah infeksi oleh strepptokokus. Titer antistreptolisin O yang lebih dari 160 200 unit dianggap sangat tinggi dan

menunjukan adanya infeksi stretokokus yang baru terjadi atau adanya kadar antibodi yang tinggi akibat respon imun yang berlebihan terhadap pajanan sebelumnya. ( Jawetz .2008 ) Dinding sel bakteri streptokokus hemolitikus yang terdiri dari peptidoglikan yang berhubungan dengan lipoteichoic ( LTA ), dimana LTA ini diperkirakan sangat berperan dalam peningkatan bakteri yang melekat pada sel epitel dinding faring. Streptokokus grup

Universitas Sumatera Utara

A sering menyebabkan infeksi terbanyak pada saluran napas terutama pada anak 5 15 tahun. Komplikasi berupa bentuk supuratif abses peritonsil, abses retrofaring, otitis media, sinusitis, bakterimia. (Koneman. 1997 ). Bakteri streptokokus dapat dibagi menjadi 3 kelompok berdasarkan kemampuan menghancurkan sel darah merah yaitu : streptokokus hemoltikus jika dapat melakuakn hemolisis lengkap, streptokokus hemoltikus jika menyebabkan hemolisis parsial, Non supuratif berupa demam rematik, akut glomerulonefritis,

streptokokus hemolitikus jika tidak menyebabkan hemolisis. Sistem penentuan serologi yaitu grup A streptokokus dibuat berdasarkan jenis polisakarida dinding sel, atas dasar reaksi presipiting protein M atau reaksi aglutinin protein T dinding sel. Struktur sel strepokokus terdiri dari kapsul asam hialuronid , dinding sel, fimbria dan membran sitoplasma. Kapsul asam hialuronid berkerja sebagai strain mukoid, resisten terhadap pagositosis dan berperan dalam terjadinya infeksi. Nefritis associated plasmin receptor (NAPLr ) adalah protein dengan berat molekul 43- kDa yang diisolasi dari streptokokus nefrtogenik, protein ini merupakan antigen yang terdapat dalam glomerulus pada stadium dini GNAPS ( Pardede., 2009 )

Universitas Sumatera Utara

Gambar 3. Sel Bakteri.dikutip dari pustaka no, 17

2.6. Anti Streptolisin Titer O Anti streptolisin titer O merupakan tes darah yang dilakukan untuk mengukur

antibodi terhadap streptolisin O yang dihasilkan oleh bakteri streptokokus. Terdapat 3 test antibodi yang diakui untuk bakteri streptokokus yaitu: Antistreptolisin titer O,( ASTO), Titer Antideoxyribonuklease-B ( anti Dnase- B) dan test Streptozime. (Mathew - 2006). Antibodi ASTO muncul kira kira 1 sampai 2 minggu setelah infeksi akan

memuncak pada 3 sampai 4 minggu setelah serangan , dan akan tetap meninggi selama berbulan bulan. Peningkatan ASTO dapat merupakan suatu indikasi tubuh telah terinfeksi bakteri Streptokokus pada saat sekarang atau telah terinfeksi sebelumnya. ( Kee, 2000).

Universitas Sumatera Utara

Nilai normal ASTO pada anak 6 bulan 2 tahun 50 Todd unit /ml, 2 4 tahun 160 Todd unit /ml, 5 12 tahun adalah 170 Todd unit/ ml dan dewasa 160 Todd unit / ml. Titer ASTO akan meningkat pada 75 80 % kasus GNAPS. ( Pardede. A , 2009 )

2.7 . IMUNOLOGI TONSIL Tonsil palatina merupakan penghasil utama dari sitokin yang dihasilkan oleh

makrofag - makrofag dan partikel netrofil didalam tubuh yang merupakan mekanisme pertahanan tubuh. Interleukin ( IL) seperti IL-1, IL-6 . dan tumor necrosis factor- juga berperan dalam pertahanan tubuh pada fase akut. ( Unal , Ozturk 2002). Secara sistemik proses imunologi dari tonsil terbagi 3 yaitu; 1) Respon imun tahap 1. 2) Respon imun tahap 2. ` 3) Migrasi limfosit.

Pada respon imun tahap 1 terjadi ketika antigen memasuki orofaring mengenai epitel kripta yang merupakan kompartemen tonsil pertama sebagai barrier imunologi. Sel M tidak hanya berperan untuk mentransport antigen melalui barrier tetapi juga membentuk kompartemen intraepitel spesifik yang membawa material asing dalam konsentrasi yang tinggi secara bersamaan. Respon imun tonsila palatina tahap kedua terjadi setelah antigen melalui epitel kripta dan mencapai daerah ekstrafolikular atau folikel limfoid, sel plasma tonsil juga menghasilkan lima jenis Ig ( Ig G 65 %, Ig A 30%, Ig M, Ig d, Ig E) yang

Universitas Sumatera Utara

membantu melawan limfosit.

dan mencegah infeksi. Respon imun berikutnya berupa migrasi

Dari penelitian didapat bahwa migrasi limposit berlanjut terus menerus dari ( Amirudin , 2006 )

darah ke tonsil dan kembali ke sirkulasi melalui pembuluh limfe

2.8.

Tonsilitis

2.8.1 Definisi Tonsilitis adalah radang pada peradangan faring. tonsil palatina yang dapat disertai dengan sampai dewasa, dapat

Biasanya menyerang anak pra sekolah

mengakibatkan komplikasi seperti : peritonsilar abses, parafaring abses, demam rematik dan glomerulonefritis akut. ( Dhingra . 2007.)

2.8.2. Etiologi Bakteri penyebab infeksi pada tonsilitis umumnya bakteri gram positif seperti

streptokokus hemolitikus, stafilokokus, pneumokokus dan hemofilus influenza. ( Dhingra . 2007, Broadsky L. 2007) . Kumar et al di India, penelitiannya membandingkan bakteri patogen dari swab

tonsil dan eksisi tonsil penderita tonsilitis kronis mendapatkan bakteri patogen terbanyak dari eksisi tonsil adalah stapilokokus aureus 11 penderita hemolitikus 9 penderita ( 30 % ) ( Kumar 2005) Afaf et al di Mesir, penelitiannya bagian tengah tonsil dari membandingkan swab tonsil dan hasil kultur ( 36 % ), streptokokus

27 penderita tonsilitis kronis mendapatkan kuman terbanyak

Universitas Sumatera Utara

adalah stapilokokus aures (77.7 % ) dan streptokokus hemolitikus ( 18.5 % ). ( Afaf. 2004) Kurein, M. et al pada penelitian needle aspiration pada tahun 2003 di Tamildanu, India. melakukan fine bakteri

30 orang penderita tonsilitis kronis mendapatkan

terbanyak adalah streptokokus sp ( 42.3%). ( Kurein . 2003 )

2.8.3. Gejala dan Tanda Klinis Gejala yang sering terjadi pada penderita tonsilitis adalah adanya rasa sakit

menelan, demam, rasa mengganjal di tenggorokan, sakit pada telinga , napas berbau, snoring ( Dhingra 2007. Brodsky , 2006 ).

2.8. 4 Penatalaksanaan a. Obat - obatan Tonsilitis dapat ditatalaksana dengan menjaga kesehatan mulut dan pemberian antibiotika yang mengandung anti beta laktamase seperti amoksisilin asam klavulanat atau klindamisin selama 3 sampai 6 minggu. ( Brodsky , 2006). b. Tonsilektomi Beberapa indikasi tonsilektomi yaitu b.1 Absolut.

Universitas Sumatera Utara

b.1.a Serangan tonsilitis lebih 3 kali setahun atau 5 kali serangan dalam setahun. b.Abses peritonsil. c.Hipertrofi tonsil yang dapat menyebabkan gangguan bicara, gangguan menelan dan sleep apnoe. d.Hipertrofi tonsil yang dicurigai suatu keganasan. b.2..Relatif. a. Tonsilitis yang berulang . b. Tonsilitis yang menyebabkan napas berbau. c. Tonsilitis yang menyebabkan sumber infeksi lain. ( Dingra .2007 )

Universitas Sumatera Utara

Você também pode gostar