Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
SKENARIO C BLOK 7
Tutorial 6
Tutor : dr. Astri Sriwidyastuti
Resdiana Ayu Fitriani Muhammad Diah Sunarno Agus Subhan Chika Virlita Wisman Agustian Wike Yulianita Mayasari Rizki Utami Berliani Lutfi
70 2009 006 70 2009 016 70 2009 025 70 2009 033 70 2009 043 70 2009 049 70 2009 052 70 2009 054 70 2009 056
PALEMBANG
Palembang,
Juli 2010
Penulis
Copyraight FK UMP 09
Page 2
1.1
Latar Belakang Blok Imunitas dan Infeksi adalah Blok 7 pada Semester 2 dari Kurikulum Berbasis Kompetensi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang. Pada kesempatan ini dilaksanakan tutorial studi kasus sebagai bahan pembelajaran untuk menghadapi tutorial yang sebenarnya pada kesempatan yang akan datang. Penulis kali ini memaparkan kasus yang diberikan mengenai Nona S datang ke Rumah Sakit dengan keluhan utama yaitu perdarahan dari hidung (+) 2 kali 2 hari dan riwayat perjalanan penyakit 2 minggu sebelum masuk rumah sakit timbul bintik-bintik merah di kaki dan di tangan dan panas ada sejak 1 minggu yang lalu.
1.2
Maksud dan Tujuan Adapun maksud dan tujuan dari tutorial kali ini, yaitu : 1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari system pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang. 2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode analisis dan pembelajaran diskusi kelompok. 3. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial dan memahami konsep dari skenario ini.
Copyraight FK UMP 09
Page 3
2.3 Paparan
I. Klarifikasi Istilah Perdarahan dari hidung : Epistaksis = Perdarahan pada hidung akibat pecahnya pembuluh darah kecil yang terletak dibagian anterior septum nasal kartilaginosa. Bintik-bintik merah : Ptikie = Suatu keadaan kulit dimana terjadi perdarahan di bawah kulit di bagian subkutan. Panas : Demam = Suhu tubuh lebih tinggi dari pada biasanya ( > 37,5oC) Nyeri sendi : Atralgia = Suatu rasa sakit disambungan ruas-ruas tulang Nyeri hilang timbul : Intermitten Pain = Suatu perasaan Sakit yang terkadang ada dan juga terkadang tidak ada yang selalu berganti. Demam hilang tibul : Intermitten Fever = Suhu tubuh yang lebih dari normal yang tiba tiba muncul dan tiba tiba juga tidak muncul yang selalu berganti. Rambut sering rontok : Alopsia = Keadaan hilangnya rambut dari kulit kepala yang pada keadaan normalnya mempunyai rambut. Sariawan : Stomatitis = Penyakit pada selaput lender di mulut dan lidah tampak merah/putih dan melepuh Muka kemerahan di pipi : Malar rash = Keadaan muka terutama di daerah pipi dimana tidak seperti biasanya.
Copyraight FK UMP 09
Page 5
II. Identifikasi Permasalahan 1. Nona S, 17 tahun mengalami perdarahan dari hidung 2 kali 2 hari yang lalu. 2. Riwayat perjalanan penyakit Nona S adalah 2 minggu sebelum masuk rumah sakit timbul bintik-bintik merah di kaki dan di tangan dan panas ada sejak 1 minggu yang lalu. 3. Satu tahun yang lalu penderita sering mengeluh nyeri sendi terutama pada jari tangan dan kaki, nyeri hilang tibul, penderita juga mengeluh demam yang tidak terlalu tinggi, demam hilang timbul, rambut sering rontok, sariawan yang sering timbul dilangit-langit mulut tanpa sebab dan tidak nyeri, muka kemerahan terutama daerah pipi bila terkena matahari dan telah minum obat nyeri bila keluhan muncul tetapi tidak ada perubahan. 4. Pada pemeriksaan fisik Nona S, keadaan umumnya adalah sakit sedang dan temperatur 38,5oC. 5. Peda pemeriksaan fisik Nona S, keadaan spesifiknya didapatkan ptikie dikaki dan di tangan, stomatitis (+), kemerahan di pipi (malar rash) (+), bengkak disendi tangan dan kaki (+).
Copyraight FK UMP 09
Page 6
III. Analisis Masalah dan Jawaban 1. a. Bagaimana anatomi dan fisiologi hidung ? Jawab :
Fungsi hidung adalah sebagai jalan nafas, pengatur kondisi udara, sebagai penyaring dan pelindung, indra penciuman, dan resonansi suara.
Copyraight FK UMP 09
Page 7
Jadi, dalam skenario ini penyebab epistaksis yang dialami Nona S adalah reaksi autoimun.
Akibat adanya Limfosit T yang menyerang antigennya sendiri dimana jaringan yang terkena akan dihancurkan oleh sel T di organisme tersebut.
Reaksi autoimun
Defosit globulin
Epistaksis
Copyraight FK UMP 09 Page 8
b. Bagaimana mekanisme bintik-bintik merah dikaki dan tangan? Jawab : Reaksi autoimun defosit globulin kelaianan darah kerusakan pada darah aktivitas fibrinolitik pada darah terutama di daerah perifer yang memiliki pembuluh darah yang kecil/halus Timbul bintik-bintik merah terutama di kaki dan tangan (ptikie)
Copyraight FK UMP 09
Page 9
Pembentukan Pigmen (Melanogenesis), Keratinisasi, dan Produksi Vitamin D. Jadi, dalam skenario ini lapisan kulit yang terlihat bintik-bintik merah terutama dikaki dan tangan adalah di daerah subkutan karena disana terdapat pembuluh darah kapiler yang kecil-kecil dan halus.
d. Apa penyebab panas ? Jawab : Pada umumnya, panas terjadi karena - infeksi - imunisasi - menurunnya imunitas tubuh - dehidrasi - toksemia - keganasan - pemakaian obat obatan - faktor psikogenik
Jadi, dalam skenario ini penyebab panas yang dialami oleh Nona S adalah reaksi autoimun.
e. Bagaimana mekanisme panas pada tubuh ? Jawab : Reaksi autoimun inflamasi merangsang hipotalmus (termolegulator) pelepasan asam arakidonat sintesis PGE2 panas/demam
f. Apa saja tipe tipe demam ? Jawab : Tipe demam menurut suhunya ada 3 macam, yaitu subfebris (37,2 37,5oC), febris (37,5 39,9oC), dan hiperpireksia (40oC) sedangkan menurut gejalanya yang timbul ada 5, yaitu Demam septik, Demam remiten, Demam intermitten, Demam kontinyu, dan Demam siklik.
Copyraight FK UMP 09
Page 10
Jadi, dalam skenario ini dampak dari panas yang dialami oleh Nona S adalah gejalanya sudah tidak dikeluhkannya lagi.
h. Mengapa bintik-bintik merah hanya timbul pada kaki dan tangan ? Jawab : Karena ada reaksi autoimun akan menyerang pembuluh darah kecil terlebih dahulu yang mudah pecah terutama di daerah perifer terutama akral extreminatas superior atau inferior.
i. Bagaimana pandangan Islam tentang perjalanan suatu penyakit ? Jawab : Proses perjalanan penyakit secara umum dapat dibedakan atas ; 1. Tahap Pre Patogenesis Pada tahap ini (stage opf susceptibility) terjadi interaksi antara host (pejamu), bibit penyakit, lingkungan, interaksi di luar tubuh manusia. 2. Tahap Inkubasi Pada tahap ini (stage of presymtomatic disease) bibit penyakit sudah masuk ke dalam tubuh host (melalui pintu masuk : port dentre), namun gejala (syntom) belum tampak. 3. Tahap Penyakit Dini Tahap ini bila pejamu memerlukan perawatan, maka cukup dengan obat jalan.
Copyraight FK UMP 09
Page 11
3. a. Apa penyebab nyeri sendi terutama pada jari tangan dan kaki ? Jawab : Pada umunya, penyebab nyeri sendi adalah - Peradangan - Reaksi autoimun - Hiperuresemia - Osteoporosis - Neoplasma - Menapause Jadi, pada skenario ini penyebab nyeri sendi terutama pada jari tangan dan kaki adalah reaksi autoimun
Copyraight FK UMP 09 Page 12
c. Apa penyebab nyeri hilang timbul ? Jawab : Penyebab nyeri hilang timbul yang dialami oleh Nona S adalah adanya inflamatorik (selama masa penyakit aktif) atau sekunder akibat pengobatan (obat nyeri)
Reaksi autoimun Sedang tidak terjadi Obat nyeri Nyeri hilang Nyeri timbul Inflamasi
Sedang terjadi
e. Apa penyebab demam hilang timbul ? Jawab : Penyebab demam hilang timbul yang dialami oleh Nona S adalah adanya inflamatorik (selama masa penyakit aktif)
Copyraight FK UMP 09
Page 13
Sedang terjadi
Demam hilang
Demam timbul
g. Apa penyebab rambut sering rontok ? Jawab : Pada umumnya, penyebab rambut yang sering rontok adalah - Ketidaknormalan tyroid - Diet berlebihan
- Ketidakseimbangan hormone - Gangguan emosional - Kelainan darah - Reaksi autoimun - Pemakaian produk rambut (kandungan kimia ) - Mengkonsumsi vitamin A yang banyak
Jadi, dalam skenario ini penyebab rambut yang sering rontok yang dialami oleh Nona S adalah reaksi autoimun.
h. Bagaimana mekanisme rambut rontok ? Jawab : Reaksi autoimun folikel rambut dianggap benda asing bagi system imun tubuh tubuh membentuk antibody siklus pertumbuhan folikel rambut terganggu rambut rontok
Copyraight FK UMP 09
Page 14
Jadi, penyebab sariawan yang dialami oleh Nona S adalah reaksi autoimun.
j. Mengapa sariawan sering timbul dilangit-langit mulut tanpa sebab dan tidak nyeri? Jawab : Karena adanya reaksi autoimun yang belum diketahui secara pasti penyebabnya jadi belum diketahui secara pasti sariawan tersebut sering timbul dilangit-langit dan rasa tidak nyeri ini kemungkinan karena tidak mengenai saraf.
k. Bagaimana mekanisme sariawan ? Jawab : Reaksi autoimun ulserasi local (kerusakan local dipermukaan organ atau jaringan yang ditimbulkan oleh terkelupasnya jaringan nekrotik radang) di selaput lendir mulut terutama pada palatum durum sariawan
l. Apa penyebab muka kemerahan dipipi ? Jawab : Pada umunya, penyebab muka kemerahan di pipi adalah
Copyraight FK UMP 09
Page 15
Jadi, dalam skenario ini penyebab muka kemerahan di pipi yang dialami oleh Nona S adalah reaksi autoimun dan paparan sinar matahari
m. Mengapa timbul kemerahan di pipi bila terkena sinar matahari ? Jawab : Karena kemungkinan kulit Nona S sensitive terhadap sinar ultraviolet dari matahari yang disebabkan oleh reaksi autoimun.
n. Bagaimana mekanisme malar rash ? Jawab : Reaksi autoimun Sensitive terhadap sinar matahari ruam kulit (di daerah facialis) tampak bercak eritem yang udematus yang tertutup oleh sisik keratin dan penyumbatan folikel malar rash
o. Mengapa setelah minum obat nyeri tetap tidak ada perubahan pada Nona S ? Jawab : Karena obat nyeri hanya mengurangi rasa nyeri (simtomatis) yang bersifat sementara dan bukan mengobati penyebabnya (kausal).
p. Apa saja obat-obat nyeri itu ? Jawab : Pada umunya, obat nyeri ada 2 macam, yaitu analgetik (misal : paracetamol) dan golongan steroid (misal : prednison).
Copyraight FK UMP 09 Page 16
4. Bagaimana interpretasi keadaan umum dari pemeriksaan fisik Nona S, - Sakit sedang = Tidak normal (normal : tampak sehat) - Temperatur : 38,5oC = Suhu tubuh Nona S tinggi (normal = 36,5 37,2oC
5. Bagaimana interpretasi keadaan spesifik dari pemeriksaan fisik Nona S, - Ptikie di kaki dan tangan = Tidak normal (normal : tidak terdapat ptikie di kaki dan tangan) - Stomatitis (+) = Tidak normal (normal : negative) - Malar rash (+) = Tidak normal (normal : negative) - Bengkak di sendi tangan dan kaki (+) = Tidak normal (normal : negative)
6. a. Bagaimana interpretasi pemeriksaan laboratorium Nona S ? Jawab : Hb : 8,5 gr% = Tidak normal (normal : 11,5 16,5 gr/dl) WBC : 2600/mm3 = Tidak normal (normal : 5000 10.000/mm3) Trombosit : 40.000 = Tidak normal (normal : 150.000 400.000/mm3) Rt : 7% = Tidak normal (normal : 0,5 1,5 %) LED : 105 mm/hour = Tidak normal (normal : 0 20 mm/hour) Ureum : 36 mg/dl = Normal (17,12 - 42,8 mg/dl) Kreatinin : 1,2 mg/dl = Tidak normal (0,6 1 mg/dl) RF (+) = Tidak normal (normal : negative)
Copyraight FK UMP 09
Page 17
Pemeriksaan laboratorium Pansitopenia (anemia sedang, leukositopenia, trobositopenia, retikulositosis) Penyakit kronis Rhematoid arthritis Tanda awal gangguan fungsi ginjal
Diagnosis banding Systemic Lupus Erythematosus Rheumatoid arthritis Endokarditis Septikemia Leukemia Sarkoidosis
Diagnosis Nona S, 17 tahun menderita Systemic Lupus Erythematosus (SLE) karena telah memenuhi 4 atau lebih dari 11 kriteria ARA (American Rheumatism Association) berupa fotosensitifitas, ulkus pada mulut, arthritis, pansitopenia, dan RF (+).
Copyraight FK UMP 09
Page 18
d. Bagaimana penatalaksanaan penyakit dari kasus ini ? Jawab : Penatalaksanaan dari SLE dibagi dalam 5 golongan, yaitu 1. Konseling dan tindakan supportif 2. Pengobatan simtomatis 3. Kortikosteroid 4. Imunosupresif 5. Pengobatan komplikasi Jadi, pada scenario ini penatalaksanaan yang paling tepat adalah konseling dan tindakan suportif dan kortikosteroid
e. Bagaimana prognosis penykit pada kasus ini ? Jawab : Prognosis penyakit Systemic Lupus Erythematosus (SLE) untuk kasus di scenario ini adalah DUBIA. Bila ada komplikasi berati DUBIA at Malam (memburuk) terutama pada ginjal dan susunan saraf pusat mendekati 95% sedangkan bila kondisinya membaik berarti DUBIA at Bonam tapi kemungkinan besar orang yang menderita Systemic Lupus Erythematosus prognosisnya yaitu Dubia At Malam.
Copyraight FK UMP 09 Page 19
Copyraight FK UMP 09
Page 20
Reaksi autoimun
Defosit globulin
Inflamasi
Di daerah Sendi
Ulserasi lokal
Kelainan darah
Sedang terjadi
Epistaksis Pansitopenia
Ptikie
Atralgia
Stomatitis
Alopesia
Malar rash
V. Hipotesis Nona S, 17 tahun, mengalami berbagai keluhan karena menderita Systemic Lupus Erythematosus.
Copyraight FK UMP 09
Page 21
Copyraight FK UMP 09
Page 22
Copyraight FK UMP 09
Page 23
Gejala Orang dengan SLE dapat mengalami kombinasi yang berbeda dari gejalagejala dan organ-organ yang terkena. Keluhan dan gejala tersering meliputi keletihan, demam ringan, kehilangan nafsu makan, nyeri otot, radang sendi, ulkus pada mulut dan hidung, rash di wajah butterfly rash, sensitifitas yang berlebihan thd sinar matahari (photosensitivity), peradangan selaput paru-paru (pleuritis) dan selaput jantung (pericarditis), dan sirkulasi darah yang buruk pada jari2 dan jempol kaki jika terpapar dingin (fenomena Raynaud). Komplikasi dari organ-organ yang terkena dapat menyebabkan gejala-gejala lanjut yang tergantung pada organ-organ yang terkena dan beratnya penyakit. Kebanyakan orang yang menderita SLE akan mengalami radang sendi (arthtritis) selama perjalanan penyakitnya. Arthritis pada SLE sering terdapat pembengkakan, nyeri, kekakuan, dan bahkan perubahan bentuk sendi-sendi kecil pada tangan, pergelangan tangan dan kaki. Kadang-kadang arthritis pada SLE dapat mirip dengan rheumatoid arthtritis (salah satu penyakit autoimun juga) Organ-organ yang lebih serius dapat mengalami peradangan seperti otak, hati dan ginjal. Sel darah putih dan faktor pembekuan darah juga dapat menurun pada SLE, dikenal dengan sebutan berturut-turut lekopeni dan trombositopeni. Lekopeni dapat meningkatkan resiko infeksi dan trombositopeni dapat meningkatkan resiko perdarahan. Peradangan otot (myositis) dapat menyebabkan nyeri otot dan kelemahan. Ini dapat menyebabkan peningkatan kadar enzim otot dalam darah. Peradangan
Copyraight FK UMP 09 Page 25
Epidemiologi Lupus Eritematosus Sistemik merupakan penyakit yang jarang terjadi. Di seluruh dunia diperkirakan terdapat 5 juta orang mengidap lupus eritematosus. Penyakit lupus ditemukan baik pada wanita maupun pria, tetapi wanita lebih banyak dibanding pria yaitu 9:1, umumnya pada usia 18-65 tahun tetapi paling
Copyraight FK UMP 09 Page 26
Patofisiologi Ada empat faktor yang menjadi perhatian bila membahas patofisiologi SLE, yaitu : faktor genetik, lingkungan, kelainan sistem imun dan hormon. 1. Faktor genetic Faktor genetic memegang peranan pada banyak penderita lupus dengan resiko yang meningkat pada saudara kandung dan kembar monozigot. Studi lain mengenai faktor genetik ini yaitu studi yang berhubungan dengan HLA (Human Leucocyte Antigens) yang mendukung konsep bahwa gen MHC (Major Histocompatibility Complex) mengatur produksi autoantibodi spesifik. Penderita lupus (kira-kira 6%) mewarisi defisiensi komponen komplemen, seperti C2,C4, atau C1q dan imunoglobulin (IgA), atau kecenderungan jenis fenotip HLA (Copyraight FK UMP 09 Page 27
antikoagulasi, diantaranya antiprotrombin, sehingga dapat terjadi trombosis disertai perdarahan. Antibodi antinuklear telah dikenal pula sebagai pembentuk kompleks imun yang sangat berperan sebagai penyebab vaskulitis. Autoantibodi pada lupus tidak selalu berperan pada patogenesis ataupun bernilai sebagai petanda imunologik penyakit lupus. Antibodi antinuklear dapat ditemukan pada bukan penderita lupus, atau juga dalam darah bayi sehat dari seorang ibu penderita lupus. Selain itu diketahui pula bahwa penyakit lupus ternyata tak dapat ditularkan secara pasif dengan serum penderita lupus. Adanya keterlibatan kompleks imun dalam patogenesis LES didasarkan pada adanya kompleks imun pada serum dan jaringan yang terkena (glomerulus renal, tautan dermis-epidermis, pleksus koroid) dan aktivasi komplemen oleh kompleks imun menyebabkan hipokomplemenemia selama fase aktif dan adanya produk aktivasi komplemen. Beberapa kompleks imun terbentuk di sirkulasi dan terdeposit di jaringan, beberapa terbentuk insitu (suatu mekanisme yang sering terjadi pada antigen dengan afinitas tinggi, seperti dsDNA). Komponen C1q dapat terikat langsung pada dsDNA dan menyebabkan aktivasi komplemen tanpa bantuan autoantibodi. 4. Hormon Meskipun hormon steroid (sex hormone) tidak menyebabkan LES, namun mempunyai peran penting dalam predisposisi dan derajat keparahan penyakit. Penyakit LES terutama terjadi pada perempuan antara menars dan menopause, diikuti anak-anak dan setelah menopause. Namun, studi oleh Cooper menyatakan bahwa menars yang terlambat dan menopause dini juga dapat mendapat LES, yang menandakan bahwa pajanan estrogen yang lebih lama bukan risiko terbesar untuk mendapat LES. Adanya defisiensi relatif hormon androgen dan peningkatan hormon estrogen merupakan karakteristik pada LES. Anak-anak dengan LES juga mempunyai kadar hormon FSH (Follicle-stimulating hormone), LH (Luteinizing hormone) dan prolaktin meningkat. Pada perempuan dengan LES, juga terdapat peningkatan kadar 16 alfa hidroksiestron dan estriol. Frekuensi LES meningkat saat kehamilan trimester ketiga dan postpartum. Pada hewan percobaan hormon
Copyraight FK UMP 09 Page 29
Pemeriksaan Fisik & Laboratorium Pemeriksaan fisik untuk SLE dapat dilakukan dengan melihat gejala-gejala yang timbul dan beberapa cara lain, yang paling penting adalah pemeriksaan vital signnya terlebih dahulu. Ada beberapa pemeriksaan laboratorium yang dapat membantu dokter untuk membuat diagnosa SLE, antara lain : 1. Pemeriksaan anti-nuclear antibodi (ANA), yaitu pemeriksaan untuk
menentukan apakah auto-antibodi terhadap inti sel sering muncul di dalam darah. 2. Pemeriksaan anti ds DNA ( Anti double stranded DNA ), yaitu untuk menentukan apakah pasien memiliki antibodi terhadap materi genetik di dalam sel. 3. Pemeriksaan anti-Sm antibody, yaitu untuk menentukan apakah ada antibodi terhadap Sm (protein yang ditemukan dalam sel protein inti). 4. Pemeriksaan untuk mendeteksi keberadaan immune complexes (kekebalan) di dalam darah 5. Pemeriksaan untuk menguji tingkat total dari serum complement (kelompok protein yang dapat terjadi pada reaksi kekebalan) dan pemeriksaan untuk menilai tingkat spesifik dari C3 dan C4 dua jenis protein dari kelompok pemeriksaan ini. 6. Pemeriksaan sel LE (LE cell prep), yaitu pemeriksaan darah untuk mencari keberadaan jenis sel tertentu yang dipengaruhi membesarnya antibodi terhadap lapisan inti sel lain pemeriksaan ini jarang digunakan jika dibandingkan dengan pemeriksaan ANA, karena pemeriksaan ANA lebih peka untuk mendeteksi penyakit Lupus dibandingkan dengan LE cell prep. 7. Pemeriksaan darah lengkap, leukosit, thrombosit 8. Urine Rutin 9. Antibodi Antiphospholipid 10. Biopsy Kulit 11. Biopsy Ginjal
Copyraight FK UMP 09 Page 30
Diagnosis Banding Penyakit yang dapat mirip dengan SLE adalah artritis rematoid; berbagai bentuk dermatitis; penyakit neurologik, misalnya epilepsi, sklerosis multiple, dan gangguan psikiatrik; dan penyakit hematologik, misalnya purpura trombositopenik idiopatik. Banyak penyakit autoimun memiliki gambaran yang tumpang tindih sehingga sulit dilakukan klarifikasi pasti. Penyakit jaringan ikat campuran memiliki gambaran SLE, artritis rematoid, polimiositis, dan skleroderma, disertai titer antibodi anti-RNP yang tinggi; pasien memperlihatkan insidensi nefritis dan penyakit SSP rendah, juga memperlihatkan insidensi gangguan paru dan perkembangan menjadi skleroderma yang tinggi.
Diagnosis Kriteria untuk klasifikasi SLE dari American Rheumatism Association (ARA, 1992). Seorang pasien diklasifikasikan menderita SLE apabila memenuhi minimal 4 dari 11 butir kriteria dibawah ini :
Copyraight FK UMP 09
Page 31
Komplikasi Pada umunya komplikasi yang ditimbulkan oleh SLE adalah - Artritis rheumatoid - Endokarditis - Septikemia - Reaksi terhadap obat - Limfoma - Leukemia - Trombotik trombositopenik purpura - Sarkoidosis - Lues II - Sepsis bacterial Dan pada anak-anak komplikasi yang ditimbulkan oleh SLE adalah
-
Hipertensi (41%) Gangguan pertumbuhan (38%) Gangguan paru-paru kronik (31%) Abnormalitas mata (31%) Kerusakan ginjal permanen (25%) Gejala neuropsikiatri (22%) Kerusakan muskuloskeleta (9%) Gangguan fungsi gonad (3%).
Penatalaksanaan Obat-obat yang sering digunakan pada penderita SLE 1. Kortiko-steroid : Prednison dosis harian (1 mg/kg/hari); prednison dosis
Copyraight FK UMP 09 Page 33
Copyraight FK UMP 09
Page 34
lupus yang hamil dapat bertahan dengan aman sampai melahirkan bayi yang normal, tidak ditemukan penyakit ginjal ataupun jantung yang berat dan penyakitnya dapat dikendalikan. Angka harapan hidup 10 tahun meningkat sampai 85%. Prognosis yang paling buruk ditemukan pada penderita yang mengalami kelainan otak, paru-paru, jantung dan ginjal yang berat. SLE memiliki angka survival untuk masa 10 tahun sebesar 90%. Penyebab kematian dapat langsung akibat penyakit lupus, yaitu karena gagal ginjal, hipertensi maligna, kerusakan SSP, perikarditis, sitopenia autoimun. Data dari beberapa penelitian tahun 1950-1960, menunjukkan 5-year survival rates sebesar 17.5%-69%. Sedangkan tahun 1980-1990, 5-year survival rates sebesar 83%-93%. Beberapa peneliti melaporkan bahwa 76%-85% pasien LES dapat hidup selama 10 tahun, sebesar 88% dari pasien mengalami sedikitnya cacat dalam beberapa organ tubuhnya secara jangka panjang dan menetap.
Copyraight FK UMP 09
Page 35
Copyraight FK UMP 09
Page 37
Tipe Tipe Demam 1. Demam Septik Pada tipe demam septik, suhu badan berangsur naik ke tingkat yang tinggi sekali pada malam hari dan turun kembali ke tingkat di atas normal pada pagi hari. Sering disertai keluhan menggigil dan berkeringat. Bila demam yang tinggi tersebut turun ke tingkat yang normal dinamakan juga demam hektik. 2. Demam Remiten Pada tipe demam remiten, suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah mencapai suhu badan normal. Perbedaan suhu yang mungkin tercatat dapat mencapai dua derajat dan tidak sebesar perbedaan suhu yang dicatat pada demam septic.
Copyraight FK UMP 09
Page 38
Copyraight FK UMP 09
Page 39
1. Hidung Luar Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke bawah, yaitu Pangkal hidung (bridge), Dorsum nasi, Puncak hidung, Ala nasi, Kolumela, dan Lubang hidung (nares anterior) Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yaitu M. Nasalis pars transversa dan M. Nasalis pars allaris. Kerja otot otot tersebut menyebabkan nares dapat melebar dan menyempit. Batas atas nasi eksternus melekat pada os frontal sebagai radiks (akar), antara radiks sampai apeks (puncak) disebut dorsum nasi. Lubang yang terdapat pada bagian inferior disebut nares, yang dibatasi oleh Superior : os frontal, os nasal, os maksila dan Inferior : kartilago septi nasi, kartilago nasi lateralis, kartilago alaris mayor dan kartilago alaris minor. Dengan adanya kartilago tersebut maka nasi eksternus bagian inferior menjadi fleksibel. Dan terdapat pembuluh darah, di antaranya adalah A. Nasalis anterior (cabang A. Etmoidalis yang merupakan cabang dari A. Oftalmika, cabang dari a. Karotis interna), A. Nasalis posterior (cabang A.Sfenopalatinum, cabang
Copyraight FK UMP 09
Page 40
Supratroklearis, N. Infratroklearis), Cabang dari N. Maksilaris (ramus eksternus N. Etmoidalis anterior) 2. Cavum Nasi Dengan adanya septum nasi maka kavum nasi dibagi menjadi dua ruangan yang membentang dari nares sampai koana (apertura posterior). Kavum nasi ini berhubungan dengan sinus frontal, sinus sfenoid, fossa kranial anterior dan fossa kranial medial. Adapun pembuluh darah yang terdapat di di dalamnya, yaitu Arteri yang paling penting pada perdarahan kavum nasi adalah A.sfenopalatina yang merupakan cabang dari A.maksilaris dan A. Etmoidale anterior yang merupakan cabang dari A. Oftalmika. Vena tampak sebagai pleksus yang terletak submukosa yang berjalan bersama sama arteri. Dan juga ada saraf yang mensarafinya, yaitu Anterior kavum nasi dipersarafi oleh serabut saraf dari N. Trigeminus yaitu N. Etmoidalis anterior dan Posterior kavum nasi dipersarafi oleh serabut saraf dari ganglion pterigopalatinum masuk melalui foramen sfenopalatina kemudian menjadi N. Palatina mayor menjadi N. Sfenopalatinus. 3. Mukosa Hidung Rongga hidung dilapisi oleh mukosa yang secara histologik dan fungsional dibagi atas mukosa pernafasan dan mukosa penghidu. Mukosa pernafasan terdapat pada sebagian besar rongga hidung dan permukaannya dilapisi oleh epitel torak berlapis semu yang mempunyai silia dan diantaranya terdapat sel sel goblet. Pada bagian yang lebih terkena aliran udara mukosanya lebih tebal dan kadang kadang terjadi metaplasia menjadi sel epital skuamosa. Dalam keadaan normal mukosa berwarna merah muda dan selalu basah karena diliputi oleh palut lendir (mucous blanket) pada permukaannya. Palut lendir ini dihasilkan oleh kelenjar mukosa dan sel goblet.
Copyraight FK UMP 09 Page 41
mempersiapkan udara yang akan masuk ke dalam alveolus. Fungsi ini dilakukan dengan cara : a. Mengatur kelembaban udara. Fungsi ini dilakukan oleh palut lendir. Pada musim panas, udara hampir jenuh oleh uap air, penguapan dari lapisan ini sedikit, sedangkan pada musim dingin akan terjadi sebaliknya. b. Mengatur suhu. Fungsi ini dimungkinkan karena banyaknya pembuluh darah di bawah epitel dan adanya permukaan konka dan septum yang
Copyraight FK UMP 09
Page 42
Copyraight FK UMP 09
Page 43
Copyraight FK UMP 09
Page 44
Epidermis Dalam epidermis terdapat dua sistem : 1. Sistem malpighi, bagian epidermis yang sel selnya akan mengalami keratinisasi. 2. Sistem pigmentasi, yang berasal dari crista neuralis dan akan memberikan melanosit untuk sintesa melanin. Disamping sel sel yang termasuk dua sistem tersebut terdapat sel lain, yaitu sel Langerhans dan sel Markel yang belum jelas fungsinya.
Copyraight FK UMP 09
Page 45
Copyraight FK UMP 09
Page 46
Dermis Terdiri atas 2 lapisan yang tidak begitu jelas batasnya, yaitu : 1. Stratum papilare Merupakan lapisan tipis jaringan pengikat di bawah epidermis yang membentuk papilla corii. Jaringan tersebut terdiri atas sel sel yang terdapat pada jaringan pengikat longgar dengan serabut kolagen halus. 2. Stratum reticulare Lapisan ini terdiri atas jaringan pengikat yang mengandung serabut serabut kolagen kasar yang jalannya simpang siur tetapi selalu sejajar dengan permukaan. Di dalamnya selain terdapat sel sel jaringan pengikat terdapat pula sel khromatofor yang di dalamnya mangandung
Copyraight FK UMP 09 Page 47
tergantung dari daerah di tubuh. Pada dasarnya memiliki susunan yang sama dengan kulit tebal, hanya terdapat beberapa perbedaan : Epidermis sangat tipis,terutama stratum spinosum menipis. Stratum granulosum tidak merupakan lapisan yang kontinyu. Tidak terdapat stratum lucidium. Stratum corneum sangat tipis. Papila corii tidak teratur susunannya. Lebih sedikit adanya glandula sudorifera. Terdapat folikel rambut dan glandula sebacea. Subkutis merupakan jaringan pengikat longgar sebagai lanjutan dari dermis. Demikian pula serabut-serabut kolagen dan elastisnya melanjutkan ke dalam dermis.Pada daerah-daerah tertentu terdapat jaringan lemak yang tebal sampai mencapai 3cm atau lebih,misalnya pada perut. Didalam subcutis terdapat anyaman pembuluh dan syaraf. Epidermis tidak mengandung pembuluh darah,hingga nutrisinya diduga berasal dari jaringat pengikat di bawahnya dengan jalan difusi melui cairan jaringan yang terdapat dalam celah-celah di antara sel-sel stratum Malphigi. Dengan M.E sel-sel dalam stratum Malphigi banyak mengandung ribosom bebas dan sedikit granular endoplasmic reticulum.Mitokhondria dan kompleks Golgi sangat jarang.Tonofilamen yang terhimpun dalam berkas sebagai tonofibril didalam sel daerah basal masih tidak begitu pada susunannya.
Copyraight FK UMP 09 Page 48
Copyraight FK UMP 09
Page 49
Copyraight FK UMP 09
Page 50
minora.pertumbuhan
daerah tubuh seperti kulit kepala, muka, dan pubis sangat dipengaruhi tidak saja oleh hormon kelamin-terutama androgen-tetapi juga oleh hormon adrenal dan hormon tiroid. Setiap rambut berkembang dari sebuah invaginasi epidermal, yaitu folikel rambut yang selama masa pertumbuhannya mempunyai pelebaran pada ujung disebut bulbus rambut. Pada dasar bulbus rambut dapat dilihat papila dermis. Papila dermis mengandung jalinan kapiler yang vital bagi kelangsungan hidup folikel rambut. Pada jenis rambut kasar tertentu, sel-sel bagian pusat akar rambut pada puncak papila dermis menghasilkan sel-sel besar, bervakuola, cukup berkeratin yang akan membentuk medula rambut. Sel-sel yang terletak sekitar bagian pusat dari akar rambut membelah dan berkembang menjadi sel-sel fusiform berkelompok padat yang berkeratin banyak, yang akan membentuk korteks rambut. Lebih ke tepi terdapat sel-sel yang menghasilkan kutikula rambut, sel-sel paling luar menghasilkan sarung akar rambut dalam. Yang memisahkan folikel rambut dari
Copyraight FK UMP 09 Page 51
Copyraight FK UMP 09
Page 52
Departemen Kesehatan RI. 1997. Standar Pelayanan Medis. Jakarta : IDI Isselbacher, dkk. 2000. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Edisi 13. Jakarta : EGC Junqueira, dkk. 2007. Histologi Dasar. Jakarta : EGC Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29. 2002. Jakarta : EGC Karnen, dkk. 2009. Imunologi Dasar Edisi 8. Jakarta : FK UI Kumar, Vinay, dkk. 2007. Buku Ajar Patologi Robins Vol 2 Eds 7. Jakarta : EGC Ganiswarna, dkk. 1995. Farmakologi dan Terapi. Jakarta : FK UI Ganong, W.F. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 22. Jakarta : EGC Guyton, AC, Hall JE. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Eds 11. Jakarta : EGC McGlynn, dkk. 1995. Diagnosis Fisik. Jakarta : EGC Price, Sylvia A, Lorraine M. Wilson. 2006. Patofisiologi Volume 1. Jakarta : EGC Ross dan Wilson. Anatomy and Physiologi in Health and Illness . Jakarta : EGC Soedarmono, dkk. 2008. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis Edisi 2. Jakarta : FK UI Soeparman, dkk. 1987. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : FK UI Syahrurachman, dkk. 1994. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta : Biranupa Aksara Wasitaatmadja, dkk. 1987. Masalah Kerontokan Rambut. Jakarta : IDI Watson, Roger. 2002. Anatomi dan Fisiologi untuk Perawat. Jakarta : EGC
Copyraight FK UMP 09
Page 53