Você está na página 1de 25

DAFTAR ISI

Daftar Isi BAB I BAB II BAB III

........ : Pendahuluan : Laporan Kasus ........

1 2 3 4 4 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 23 24

: Pembahasan .................. A. Identitas Pasien . B. Identifikasi Masalah............................................ C. Anamnesis Tambahan ..... D. Pemeriksaan Fisik ........ E. Pemeriksaan Penunjang .... F. Diagnosis .... G.Patofisiologi .. H. Penatalaksanaan I. Prognosis .... ....

J.Komplikasi ... BAB IV BAB V Daftar Pustaka : Tinjauan Pustaka ...... : Kesimpulan ... .................

BAB I PENDAHULUAN Diskusi kasus pertama Modul Organ Gerontologi Medik berjudul Tn. Hadi 69 tahun dengan keluhan tidak bisa kencing, perut kembung, kepala pening terbagi menjadi dua sesi. Sesi pertama dilaksanakan pada hari Selasa, 11 Juni 2013 pukul 08.00-10.00 WIB diketuai oleh Ryan Fernandi dan sekretaris Nanda Soraya, serta tutor Prof. dr. Suharko Karsan, Sp. S, Sp. Kj, bertempat di ruang 206 lantai 2 Fakultas Kedokteran Trisakti. Lalu dilanjutkan dengan diskusi sesi kedua yang jatuh pada hari Rabu, 12 Juni 2013 pukul 10.00-12.00 WIB dengan diketuai oleh Malvin Christo dan sekretaris Nanda Soraya, serta tutor Prof. dr. Suharko Karsan, Sp. S, Sp. Kj, bertempat di ruang 206 lantai 2 Fakultas Kedokteran Trisakti. Berikut merupakan soal serta pembahasan yang mencakup : anamnesis, pemeriksaan fisik, diagnosis, penatalaksanaan, hingga kepada prognosis pasien tersebut dijabarkan secara sistematis.

BAB II LAPORAN KASUS SESI I Tn. Hadi 69 tahun datang di UGD, dimana anda bertugas dengan keluhan, baru datang dari Jogja dengan keret api, semalam hingga kini, tidak bisa kencing, perut kembung, kepala pening. SESI II Pada pemeriksaan didapatkan : Pasien sadar, gizi cukup, konjungtiva agak anemis, nadi : 80/m, pernafasan : 20/m, tensi : 150/90 Abdomen : agak membuncit, teraba tumor diatas simfesis hingga pusat fluktuatif (+), redup, ballotemen (+), bising usus (+) Ekstrimitas : pretibial udem (+)

Pemeriksaan LAB : HB Psa :9% : 10 ng/ml Leko : 6000 /ul Ureum : 50%

Pemeriksaan colok dubur setelah kateterisasi : Sfinkter baik Mukosa licin dapat digunakan Teraba prostat membesar simetris Kenyal, permukaan licin, sulcus (+) Darah (-)

BAB III PEMBAHASAN 3.1 IDENTITAS PASIEN Nama Umur Jenis Kelamin Alamat Pekerjaan Status Pernikahan : : : : : : Tn. Hadi 69 tahun Laki-laki -

3.2 IDENTIFIKASI MASALAH Daftar masalah Tn. Hadi 69 tahun Baru datang dari jogja dengan kereta api, semalam hingga kini tidak bisa kencing Identifikasi masalah pasien lanjut usia BPH batu saluran di saluran kemih (vesicolithiasis, uretrolithiasis) urethritis striktur urethra musculus detrusor spastic parkinson Perut kembung Kepala pening Konjungtiva agak anemis Tekanan darah 150/90 retensi urin, konstipasi, dispepsia kurang tidur, mabuk perjalanan, hipertensi, stress akibat tidak bisa kencing anemia hipertensi grade I menurut JNC 7 4

Abdomen agak membucit Tumor diatas simfisis-pusat, fluktuasi (+) Redup Ballotement (+) Pretibial oedem

vesica urinaria penuh karena retensi urin pembesar prostat, kista ada massa padat atau cair ada cairan di abdomen retensi urin mengakibatkan pembesaran dari vesica urinaria menekan vena disekitarnya tekanan hidrostatik intravena darah merembes keluar usia pasien yang lanjut posisi duduk yang terlalu lama anemia resiko rendah kanker prostat gangguan fungsi ginjal

Hb: 9% (13 16%) PSA: 10ng/ml (<4ng/ml) Ureum: 50mg% (<40mg%) 3.3 ANAMNESIS TAMBAHAN

Pada hasil anamnesis awal, didapatkan bahwa pasien baru datang dari jogja dengan kereta api, dan tidak bisa kencing sejak semalam. Adapaun anamnesis tambahan yang perlu ditanyakan pada pasien, adalah : Riwayat penyakit sekarang : Apakah pasien benar-benar tidak dapat kencing atau hanya sedikit? Apakah kejadian ini yang pertama atau sudah pernah sebelumnya? Apakah pasien mengalami demam? Apakah pasien sering terbangun untuk ke kamar mandi di malam hari? Apakah ada nyeri di pinggang? Apakah terasa sakit saat berkemih? Apakah terdapat trauma sebelumnya? Apakah pasien memiliki riwayat penyakit metabolik? Apakah pasien pernah menjalani operasi sebelumnya? Apakah pasien sedang mengkonsumsi obat-obatan?

Riwayat penyakit dahulu :

3.4 PEMERIKSAAN FISIK Tanda Vital : Tanda vital TD Nadi pernafasan Hasil pemeriksaan 150/90 mmHg 80x/menit 20x/menit

Nilai normal

Interpretasi

Keterangan Hipertensi grade I Normal Normal

120/80 mmHg 60-100x/menit 16-20x/menit

Meningkat Normal Normal

Status Lokalis Kepala Thoraks Abdomen Ekstremitas : Tidak ada kelainan : Tidak ada kelainan : Agak membuncit, teraba tumor diatas simfesis hingga pusat : Pretibial udem (+)

fluktuatif (+), redup, ballotemen (+), bising usus (+)

Pemeriksaan colok dubur setelah kateterisasi : Sfinkter baik Mukosa licin dapat digunakan Teraba prostat membesar simetris Kenyal, permukaan licin, sulcus (+) Darah (-)

Berdasarkan

status

lokalis

yang

didapat,

maka

kelompok

kami

menginterpretasikan sebagai berikut : abdomen agak membuncit karena vesica urinaria yang penuh, teraba tumor diatas simfesis hingga pusat fluktuatif merupakan tanda dari pembesaran prostat atau kista, redup menandakan ada massa padat atau cair di abdomen, ballotemen positif menandakan adanya cairan di abdomen, dan pada ekstremitas ditemukan pretibial udem yang diakibatkan oleh retensi urin sehingga terjadi pembesaran dari vesica urinaria yang menekan vena disekitarnya sehingga terjadi peningkatan tekanan hidrostatik intravena dan menyebabkan darah merembes keluar dan dapat juga disebabkan oleh umur pasien yang lanjut, posisi duduk yang terlalu lama (perjalan dengan kereta api) sehingga menghambat aliran darah balik menuju jantung, maka terjadi pembendungan pada daerah ekstremitas bawah umumnya dan pada pasien ini didapatkan pada daerah pretibial. Berdasarkan pemeriksaan colok dubur, didapatkan pembesaran prostat (Hiperplasia Prostat Benigna/ BPH) tapi belum mengarah pada keganasan. 3.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan : Pemeriksaan laboratorium Hb Leukosit PSA (prostate spesific antigent) Ureum Hasil 9 g/dl 6000/ul 10 ng/ml 50 % Nilai Normal 13 18 g/dl 5000 10000 / ul 5,4 ng/ml (batas atas) 15 40 mg % Interpretasi N

Pada pemeriksaan laboratorium di dapatkan hb yang menurun dari hasil normal yang menandakan adanya anemia , anemia yang didapat pada pasien dimungkinkan dari asupan yang kurang selama perjalanan ataupun karena adanya penyakit kronis ataupun terjadinya inflamasi yang dapat menurunkan fe serum yang dipakai sebagai mediator inflamasi. Pasien juga terdapat PSA yang meningkat, yang mengindikasikan hiperproduksi dari kelenjar oleh prostat yang dapat mengindikasikan kepada BPH ataupun karsinoma. Pada pasien juga terdapat peningkatan ureum yang mungkin dikarenakan obstruksi yang membuat retensi urin sehingga menghambat aliran urin dari 7

ginjal ke arah uretra (yang dapat kita pantau setelah kateterisasi ) ataupun kemungkinan terjadinya penurunan fungsi ginjal .

3.6 DIAGNOSIS Berdasarkan anamnesis, anamnesis tambahan yang dilakukan, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, maka kelompok kami mendiagnosis Tn. Hadi menderita : 1. Hiperplasia Prostat Benigna. Diagnosis kerja ini ditegakkan berdasarkan keluhan utama Tn. Hadi tidak dapat berkemih, pada pemeriksaan colok dubur teraba prostat membesar simetris, kenyal, permukaan licin. 2. Anemia. Berdasarkan pemeriksaan fisik didapatkan konjuntiva agak anemis dan pemeriksaan laboratorium HB 9g% 3. Hipertensi Grade 1 Pada pemeriksaan fisik, tensi Tn. Hadi 150/90. Menurut JNC VII tekanan darah Tn. Hadi termasuk hipertensi Grade I

3.7 PATOFISIOLOGI Pasien Tn. Hadi, 69 Tahun (lansia) Remodelling jaringan pada kelenjar prostat Perubahan hormonal Sindrom Metabolik Pemeriksaan Fisik : Abdomen agak membuncit Redup Ballotement (+) Menekan vena disekitarnya Retensi garam, urea dan air Vesika urinaria penuh Tidak bisa BAK (retensi urin) Obstruksi Traktus Urinarius (Leher vesika urinaria) Inflamasi Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)

Tekanan hidrostatik intravena >>

Terjadi peningkatan intratubular diikuti peningkatan tekanan hidrostatik glomeruli Kepala pening Hipertensi Kurang tidur Mabuk perjalanan Stress bisa BAK Anemia tidak

Pretibial Udem

Filtrasi menurun

Gangguan fungsi ginjal

Ureum >>

3.8 PENATALAKSANAAN

Non-medikamentosa Kateterisasi pertama kali dilakukan pada saat pasien datang agar dapat mengurangi keluhan utama pasien yaitu kesulitan bak dan diharapkan dapat mengurangi perut pasien yang kembung. Rawat inap Tunggu dan awasi Pilihan tanpa terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan skor IPSS dibawah 7, yaitu keluhan ringan yang tidak menggangu aktivitas sehari-hari. Pada tunggu dan awasi ini, pasien tidak mendapatkan terapi apapun dan hanya diberi penjelasan mengenai sesuatu hal yang mungkin dapat memperburuk keluhannya seperti :

10

o jangan banyak minum dan mengkonsumsi kopi atau alkohol setelah makan malam untuk mengurangi nokturia o kurangi konsumsi makanan atau minuman yang menyebabkan iritasi pada buli-buli (kopi atau cokelat) o batasi penggunaan obat-obat influenza yang mengandung fenilpropanolamin, dan hindari obat-obat dekongestan (parasimpatolitik) o kurangi makanan pedas dan asin o jangan menahan kencing terlalu lama. Setiap 6 bulan, pasien diminta untuk datang kontrol dengan ditanya dan diperiksa tentang perubahan keluhan yang dirasakan, IPSS, pemeriksaan laju pancaran urine, maupun volume residual urine. Jika keluhan miksi bertambah jelek daripada sebelumnya, mungkin perlu difikirkan untuk memilih terapi yang lain. Rujuk ke dokter spesialis urologi untuk penanganan lebih lanjut ( bedah sesuai indikasi).

Medikamentosa Doksazosin 1 4 mg 1x/hari Dipilih obat doksazosin dari golongan antagonis 1-adrenergik postsinaptik untuk menghambat kontraksi otot polos prostat sehingga mengurangi resistensi tonus leher buli-buli dan uretra dan juga dapat menurunkan keadaan hipertensi pada pasien.Pemberian obat dapat mencapai masa awitan setelah pemberian sekitar 2-4 minggu . Finesteride 5mg 1x/hari Dipilih obat ini karena dapat bekerja dengan cara menghambat pembentukan dihidrotestosteron (DHT) dari testosteron, yang dikatalisis oleh enzim 5 redukstase di dalam sel-sel prostat yang dapat menurunkan ukuran prostat dan juga dapat meningkatkan aliran urin.Tetapi pada pemberian obat ini harus diperhatikan karena dapat menibulkan efek samping berupa impotensia dan juga 11

penurunan libido pasien. Pemberian obat dapat mencapai masa awitan setelah pemberian sekitar 3-6 bulan . 3.9 PROGNOSIS Ad Vitam : Ad Bonam bila penanganan dilakukan dengan adekuat, baik terhadap BPH maupun hipertensi yang dialami oleh pasien Ad Functionam : Dubia Ad Bonam perlu dilakukannya pemeriksaan

terutama pada fungsi ginjal pasien, mengingat ditemukannya peningkatan ureum pada pasien serta ditemukan adanya hipertensi pada pasien sendiri. Ad Sanationam prostat pasien sendiri : Dubia Ad Malam mungkinnya terjadi relaps pada

pasien, mengingat usia pasien yang sudah lanjut dan adanya perubahan anatomis pada

3.10 KOMPLIKASI Terjadinya komplikasi pada pasien BPH sangat jarang pada umumnya. Bila komplikasi terjadi, terdapat obstruksi saluran kemih sehingga akan mengganggu dari aliran urin itu sendiri. Komplikasi yang akan terjadi adalah : 1. Adanya sumbatan total pada uretra (terjadi pada retensi urin akut) yang mengakibatkan ketidakmampuan total pada pasien untuk berkemih. Perlu dilakukan kateterisasi untuk mendrainase urin dalam vesika urinaria. 2. Dalam jangka panjang, sumbatan sebagian pada aliran urin dari vesika urinaria sendiri (terjadi pada retensi urin kronik) sehingga terdapat sisa urin dalam vesika urinaria (post void residual urine) yang bila dibiarkan mengakibatkan terjadinya kerusakan ginjal.

12

3. Dapat terjadi infeksi saluran kemih pada pasien. Namun bila terjadi berulang-ulang dapat mengakibatkan adanya inflamasi jangka panjang atau infeksi pada prostat (prostatitis).

BAB IV TINJAUAN PUSTAKA

13

4.1 PENGERTIAN BPH adalah pembesaran atau hypertropi prostat. Kelenjar prostat membesar, memanjang ke arah depan ke dalam kandung kemih dan menyumbat aliran keluar urine, dapat menyebabkan hydronefrosis dan hydroureter. Istilah Benigna Prostat Hipertropi sebenarnya tidaklah tepat karena kelenjar prostat tidaklah membesar atau hipertropi prostat, tetapi kelenjar-kelenjar periuretralah yang mengalami hiperplasian (sel-selnya bertambah banyak. Kelenjar-kelenjar prostat sendiri akan terdesak menjadi gepeng dan disebut kapsul surgical. Maka dalam literatur di benigna hiperplasia of prostat gland atau adenoma prostat, tetapi hipertropi prostat sudah umum dipakai. Hiperplasia adalah penambahan ukuran suatu jaringan yang disebabkan oleh penambahan jumlah sel pembentuknya. Hiperplasia prostat adalah pembesanan prostat yang jinak bervariasi berupa hiperplasia kelenjar atau hiperplasia fibromuskular. Namun orang sering menyebutnya dengan hipertropi prostat namun secara histologi yang dominan adalah hiperplasia 4.2 ANATOMI Kelenjar prostate adalah suatu kelenjar fibro muscular yang melingkar Bledder neck dan bagian proksimal uretra. Berat kelenjar prostat pada orang dewasa kira-kira 20 gram dengan ukuran rata-rata:- Panjang 3.4 cm- Lebar 4.4 cm- Tebal 2.6 cm. Secara embriologis terdiro dari 5 lobur:- Lobus medius 1 buah- Lobus anterior 1 buah- Lobus posterior 1 buah- Lobus lateral 2 buah. Selama perkembangannya lobus medius, lobus anterior dan lobus posterior akan menjadi satu disebut lobus medius. Pada penampang lobus medius kadang-kadang tidak tampak karena terlalu kecil dan lobus ini tampak homogen berwarna abu-abu, dengan kista kecil berisi cairan seperti susu, kista ini disebut kelenjar prostat. Pada potongan melintang uretra pada posterior kelenjar prostat terdiri dari: -Kapsul anatomis -Jaringan stroma yang terdiri dari jaringan fibrosa dan jaringan muskuler- Jaringan kelenjar yang terbagi atas 3 kelompok bagian:

14

Bagian luar disebut kelenjar sebenarnya Bagian tengah disebut kelenjar sub mukosal, lapisan ini disebut juga sebagai adenomatus zone Di sekitar uretra disebut periuretral gland Saluran keluar dari ketiga kelenjar tersebut bersama dengan saluran dari vesika

seminalis bersatu membentuk duktus ejakulatoris komunis yang bermuara ke dalam uretra. Pada laki-laki remaja prostat belum teraba pada colok dubur, sedangkan pada orang dewasa sedikit teraba dan pada orang tua biasanya mudah teraba.Sedangkan pada penampang tonjolan pada proses hiperplasi prostat, jaringan prostat masih baik. Pertambahan unsur kelenjar menghasilkan warna kuning kemerahan, konsisitensi lunak dan berbatas jelas dengan jaringan prostat yang terdesak berwarna putih ke abu-abuan dan padat. Apabila tonjolan itu ditekan keluar cairan seperti susu.Apabila jaringan fibromuskuler yang bertambah tonjolan berwarna abu-abu, padat dan tidak mengeluarkan cairan sehingga batas tidak jelas. Tonjolan ini dapat menekan uretra dari lateral sehingga lumen uretra menyerupai celah. Terkadang juga penonjolan ini dapat menutupi lumen uretra, tetapi fibrosis jaringan kelenjar yang berangsur-angsur mendesak prostat dan kontraksi dari vesika yang dapat mengakibatkan peradangan. 4.3 ETIOLOGI BPH adalah tumor jinak pada pria yang paling sering ditemukan. Pria berumur lebih dari 50 tahun, kemungkinannya memiliki BPH adalah 50%. Ketika berusia 8085 tahun, kemungkinan itu meningkat menjadi 90%. Beberapa teori telah dikemukakan berdasarkan faktor histologi, hormon, dan faktor perubahan usia, di antaranya 4: Teori DHT (dihidrotestosteron). Testosteron dengan bantuan enzim 5-a reduktase dikonversi menjadi DHT yang merangsang pertumbuhan kelenjar prostat. Teori Reawakening. Teori ini berdasarkan kemampuan stroma untuk merangsang pertumbuhan epitel. Teori stem cell hypotesis. Stem sel akan berkembang menjadi sel aplifying. Sel aplifying akan berkembang menjadi sel transit yang tergantung secara mutlak pada androgen, sehingga dengan adanya androgen sel ini akan berproliferasi dan menghasilkan pertumbuhan prostat yang normal.

15

Teori growth factors. Faktor pertumbuhan ini dibuat oleh sel-sel stroma di bawah pengaruh androgen. Adanya ekspresi berlebihan dari epidermis growth factor (EGF) dan atau fibroblast growth factor (FGF) dan atau adanya penurunan ekspresi transforming growth factor-b (TGF-b), akan menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan pertumbuhan prostat dan menghasilkan pembesaran prostat. Penyebab terjadinya Benigna Prostat Hipertropi belum diketahui secara pasti. Prostat merupakan alat tubuh yang bergantung kepada endokrin dan dapat pula dianggap undangan(counter part). Oleh karena itu yang dianggap etiologi adalah karena tidak adanya keseimbangan endokrin. Namun menurut Syamsu Hidayat dan Wim De Jong tahun 1998 etiologi dari BPH adalah:

Adanya hiperplasia periuretral yang disebabkan karena perubahan keseimbangan testosteron dan estrogen. Ketidakseimbangan endokrin. Faktor umur / usia lanjut. Unknown / tidak diketahui secara pasti. 4.5 TANDA DAN GEJALA Gejala BPH dikenal sebagai lower Urinary Tract Symptoms (LUTS), yaitu:

Gejala Iritatif : o sering miksi (frekuensi sering) o terbangun untuk BAK pada malam hari (Nokruria) o perasaan ingin BAK yang mendesak (urgensi) o nyeri pada saat miksi (disuria)

Gejala obstruktif : o pancaran melemah o rasa tidak puas setelah BAK o kalau mau miksi menunggu lama (Hesitancy) o harus mengedan (straining) o kencing terputus-putus ( intermittency)

16

o miksi memenjang, akhirnya menjadi retensi urin dan inkontinen karena nerflow 4.6 PATOFISIOLOGI usia hormon Interaksi stroma epitel DHT Teori stem cell

hiperplasia prostat Penyempitan lumen uretra posterior

Tekanan intravesikal Resistensi pada leher buli-buli otot detrusor menebal Fase kompensasi Detrusor melemah Dekompensasi detrusor Tidak mampu berkontraksi Retensi urin Hidronefrosis Disfungsi sel kemih bag. Atas G3 ekskresi urin 17

Secara klinik derajat berat BPH dibagi menjadi 4 gradasi, yaitu : Derajat 1 : Apabila ditemukan keluhan protatismus, pada DRE (colok dubur) ditemukan penonjolan prostat dan sisa urin kurang dari 50 ml. Penonjolan 0-1 cm ke dalam rektum prostat menonjol pada bladder inlet. Pada derajat ini belum memerlukan tindakan operatif, dapat diberikan pengobatan secara konservatif , misal alfa bloker, prazozin, terazozin 1-5 mg per hari. Derajat 2 : Ditemukan tanda dan gejala seperti pada derajat 1, prostat lebih menonjol penonjolan 1-2 cm ke dalam rektum, prostat menonjol diantara bladder inlet dengan muara ureter. Batas atas masih teraba dan sisa urin lebih dari 50 ml tetapi kurang dari 100 ml. Pada derajat ini sudah ada indikasi untuk intervensi operatif. Derajat 3 : Seperti derajat 2, hanya batas atas prostat tidak teraba lagi dan sisa urine lebih dari 100 ml. penonjolan 2-3 cm ke dalam rektum. Prostat menonjol sampai muara ureter. TURP masih dapat dilakukan akan tetapi bila diperkirakan reseksi tidak selesai dalam satu jam maka sebaiknya dilakukan operasi terbuka. Derajat 4 : Apabila sudah terjadi retensi total. Penonjolan > 3 cm ke dalam rektum prostat menonjol melewati muara ureter. 4.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Pemeriksaan Laboratorium Analisa urine dan pemeriksaan mikroskopik urine penting untuk melihat adanya sel leukosit, bakteri dan infeksi. Pemeriksaan darah untuk mengetahui fungsi ginjal dan untuk penyaringan kanker prostate ( mengukur kadar antigen spesifik prostate atau PSA ). Pada penderita BPH, kadar PSA meningkat sekitar 30-50%. Jika terjadi peningkatan kadar PSA, maka perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk menentukan apakah penderita juga menderita kanker prostate.

18

2. Pemeriksaan Radiologis Pemeriksaan USG untuk menentukan diagnosa dengan tepat, untuk memperkirakan besarnya prostate, mencari kelainan patologi lain, baik yang berhubungan maupun tidak berhubungan dengan BPH. Pemeriksaan Rontgen IVP untuk mengetahui adanya penyumbatan aliran air kemih. Pemeriksaan dengan endoskopi yang dimasukkan melalui uretra untuk mengetahui penyebab lainnya dari penyumbatan aliran air kemih. 3. Pemeriksaan colok anus dengan menggunakan jari yang sudah menggunakan sarung tangan & cairan pelumas untuk menentukan besarnya prostate, benjolan keras ( menunjukkan kanker ) dan nyeri tekan ( menunjukkan adanya infeksi ) 4.8 PENATALAKSANAAN Tujuan terapi pada pasien BPH adalah mengembalikan kualitas hidup pasien. Terapi yang ditawarkan pada pasien tergantung pada derajat keluhan, keadaan pasien, maupun kondisi obyektif kesehatan pasien yang diakibatkan oleh penyakitnya. Pilihannya adalah mulai dari: (1) tanpa terapi (watchful waiting), (2) medikamentosa, dan (3) terapi intervensi. Watchful waiting Watchful waiting artinya pasien tidak mendapatkan terapi apapun tetapi perkembangan penyakitnya keadaannya tetap diawasi oleh dokter. Pilihan tanpa terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan skor IPSS dibawah 7, yaitu keluhan ringan yang tidak menggangu aktivitas sehari-hari. Pada watchful waiting ini, pasien tidak mendapatkan terapi apapun dan hanya diberi penjelasan mengenai sesuatu hal yang mungkin dapat memperburuk keluhannya, misalnya (1) jangan banyak minum dan mengkonsumsi kopi atau alkohol setelah makan malam, (2) kurangi konsumsi makanan atau minuman yang menyebabkan iritasi pada buli-buli (kopi atau cokelat), (3) batasi penggunaan obat-obat influenza yang mengandung fenilpropanolamin, (4) kurangi makanan pedas dan asin, dan (5) jangan menahan kencing terlalu lama. Setiap 6 bulan, pasien diminta untuk datang 19

kontrol dengan ditanya dan diperiksa tentang perubahan keluhan yang dirasakan, IPSS, pemeriksaan laju pancaran urine, maupun volume residual urine. Jika keluhan miksi bertambah jelek daripada sebelumnya, mungkin perlu difikirkan untuk memilih terapi yang lain. Medikamentosa Dengan memakai piranti skoring IPSS dapat ditentukan kapan seorang pasien memerlukan terapi. Sebagai patokan jika skoring >7 berarti pasien perlu mendapatkan terapi medikamentosa atau terapi lain.Tujuan terapi medikamentosa adalah berusaha untuk: (1) mengurangi resistensi otot polos prostat sebagai komponen dinamik atau (2) mengurangi volume prostat sebagai komponen statik. Jenis obat yang digunakan adalah: 1. Antagonis adrenergik reseptor yang dapat berupa: a. preparat non selektif: fenoksibenzamin b. preparat selektif masa kerja pendek: prazosin, afluzosin, dan indoramin c. preparat selektif dengan masa kerja lama: doksazosin, terazosin, dan tamsulosin 2. Inhibitor 5 redukstase, yaitu finasteride dan dutasteride Antagonis reseptor adrenergik- Pengobatan dengan antagonis adrenergik bertujuan menghambat kontraksi otot polos prostat sehingga mengurangi resistensi tonus leher buli-buli dan uretra. Fenoksibenzamine adalah obat antagonis adrenergik- non selektif yang pertama kali diketahui mampu memperbaiki laju pancaran miksi dan mengurangi keluhan miksi. Namun obat ini menyebabkan komplikasi sistemik yang tidak diharapkan, di antaranya adalah hipotensi postural dan menyebabkan penyulit lain pada sistem kardiovaskuler. Beberapa golongan obat antagonis adrenergik 1 yang selektif mempunyai durasi obat yang pendek (short acting) diantaranya adalah prazosin yang diberikan dua kali sehari, dan long acting yaitu, terazosin dan doksazosin yang cukup diberikan sekali sehari. Ratarata obat golongan ini mampu memperbaiki skor gejala miksi hingga 30-45% atau 4-6 poin skor IPSS dan Qmax hingga 15-30% dibandingkan dengan sebelum terapi. Golongan obat ini dapat diberikan dalam jangka waktu lama dan belum ada bukti-bukti terjadinya intoleransi dan takhipilaksis sampai pemberian 6- 12 bulan. Dibandingkan dengan inhibitor 5 reduktase, golongan antagonis adrenergik- lebih efektif dalam

20

memperbaiki gejala miksi yang ditunjukkan dalam peningkatan skor IPSS, dan laju pancaran urine. Dibuktikan pula bahwa pemberian kombinasi antagonis adrenergik- dengan finasteride tidak berbeda jika dibandingkan dengan pemberian antagonis adrenergik- saja. Doksazosin dan terazosin dapat memperbaiki gejala BPH dan menurunkan tekanan darah pasien BPH dengan hipertensi. Inhibitor 5 -redukstase Finasteride adalah obat inhibitor 5- reduktase pertama yang dipakai untuk mengobati BPH. Obat ini bekerja dengan cara menghambat pembentukan dihidrotestosteron (DHT) dari testosteron, yang dikatalisis oleh enzim 5 -redukstase di dalam sel-sel prostat. Beberapa uji klinik menunjukkan bahwa obat ini mampu menurunkan ukuran prostat hingga 20-30%, meningkatkan skor gejala sampai 15% atau skor AUA hingga 3 poin, dan meningkatkan pancaran urine. Efek maksimum finasteride dapat terlihat setelah 6 bulan. Pemberian finasteride 5 mg per hari selama 4 tahun mampu menurunkan volume prostat, meningkatkan pancaran urine, menurunkan kejadian retensi urine akut, dan menekan kemungkinan tindakan pembedahan hingga 50%. Finasteride digunakan bila volume prostat >40 cm3. Efek samping yang terjadi pada pemberian finasteride, di antaranya dapat terjadi impotensia, penurunan libido, ginekomastia, atau timbul bercakbercak kemerahan di kulit. Finasteride dapat menurunkan kadar PSA sampai 50% dari harga yang semestinya sehingga perlu diperhitungkan pada deteksi dini kanker prostat. Terapi intervensi Terapi intervensi dibagi dalam 2 golongan, yakni teknik ablasi jaringan prostat atau pembedahan dan teknik instrumentasi alternatif. Termasuk ablasi jaringan prostat adalah: pembedahan terbuka, TURP, TUIP, TUVP, laser prostatektomi. Sedangkan teknik instrumentasi alternatif adalah interstitial laser coagulation, TUNA, TUMT, dilatasi balon, dan stent uretra. Pembedahan Indikasi pembedahan yaitu pada BPH yang sudah menimbulkan komplikasi, diantaranya adalah: (1) retensi urine karena BPO, (2) infeksi saluran kemih berulang karena BPO, (3) hematuria makroskopik karena BPE, (4) batu buli-buli karena BPO, (5) gagal ginjal yang disebabkan oleh BPO, dan (6) divertikulum bulibuli yang cukup besar karena BPO.

21

Beberapa guidelines juga menyebutkan bahwa terapi pembedahan diindikasikan pada BPH yang telah menimbulkan keluhan sedang hingga berat, tidak menunjukkan perbaikan setelah pemberian terapi non bedah, dan pasien yang menolak pemberian terapi medikamentosa. Terdapat tiga macam teknik pembedahan, yaitu prostatektomi terbuka, insisi prostat transuretra (TUIP), dan reseksi prostat transuretra (TURP). Pembedahan terbuka dianjurkan pada prostat volumenya diperkirakan lebih dari 80-100 cm3. Prostatektomi terbuka menimbulkan komplikasi striktura uretra dan inkontinensia urine yang lebih sering dibandingkan dengan TURP ataupun TUIP. Prosedur TURP merupakan 90% dari semua tindakan pembedahan prostat pada pasien BPH. TURP lebih sedikit menimbulkan trauma dibandingkan prosedur bedah terbuka dan memerlukan masa pemulihan yang lebih singkat. Secara umum TURP dapat memperbaiki gejala BPH hingga 90%, meningkatkan laju pancaran urine hingga 100%. Komplikasi dini yang terjadi pada saat operasi yang paling sering adalah perdarahan. TUIP atau insisi leher buli-buli (bladder neck insicion) direkomendasikan pada prostat yang ukurannya kecil (kurang dari 30 cm3), tidak dijumpai pembesaran lobus medius, dan tidak diketemukan adanya kecurigaan karsinoma prostat. Pengawasan berkala Semua pasien BPH setelah mendapatkan terapi atau petunjuk watchful waiting perlu mendapatkan pengawasan berkala (follow up) untuk mengetahui hasil terapi serta perjalanan penyakitnya sehingga mungkin perlu dilakukan pemilihan terapi lain atau dilakukan terapi ulang jika dijumpai adanya kegagalan dari terapi itu. Secara rutin dilakukan pemeriksaan IPSS, uroflometri, atau pengukuran volume residu urine pasca miksi. Pasien yang menjalani tindakan intervensi perlu dilakukan pemeriksaan kultur urine untuk melihat kemungkinan penyulit infeksi saluran kemih akibat tindakan itu. Untuk terapi selanjutnya dapat dirujuk ke spesialis urologi.

22

4.9 KOMPLIKASI Dilihat dari sudut pandang perjalanan penyakitnya, hiperplasia prostat dapat menimbulkan komplikasi sebagai berikut : Inkontinensia Paradoks

Batu Kandung Kemih

Hematuria

Sistitis

Pielonefritis

Retensi Urin Akut Atau Kronik

Refluks Vesiko-Ureter

Hidroureter

Hidronefrosis

Gagal Ginjal

23

BAB V KESIMPULAN Berdasarkan anamnesis yang didapat, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang yang sudah dilakukan maka diagnosis yang ditegakan adalah hiperplasia prostat benigna, anemia, dan hipertensi grade I. Maka penatalaksanaan awal yang dilakukan adalah kateterisasi pasien yang selanjutnya diikuti dengan non-medikamentosa yaitu merawat inap pasien, mengedukasi dan merujuknya ke spesialis urologi, sedangkan medikamentosa diberikan doksazosin dan finesteride. Apabila penanganan adekuat, maka kemungkinan prognosis yang didapatkan adalah ad vitam bonam, ad fungsionam dubia ad bonam, dan ad sanationam dubia ad malam. Komplikasi yang mungkin terjadi pada pasien adalah sumbatan total pada uretra, dalam jangka panjang dapat terjadi sumbatan pada aliran kemih, dan infeksi saluran kemih.

24

BAB VI DAFTAR PUSTAKA 1. McConnell. Guidelines for diagnosis and management of BPH. http://www.urohealth.org/bph/specialist/future/c hp43.asp 2. Ikatan Ahli Urologi Indonesia. Konsensus sementara benign prostatic hyperplasia di Indonesia, 2000 3. ( http : // www.medicastore.com / penyakit/ 557/ pembesaran-prostat-jinak-BPHBenign-Prostatic-Hyperplasia-html ) 4. Silbernargl S, Lang F. Teks & Atlas Bewarna Patofisiologi. Jakarta : EGC, 2006. 5. Nafrialdi. Antihipertensi. In: Gunawan SG, Setiabudy R, Nafrialdi, editors. Farmakologi dan Terapi 5th ed. Jakarta: Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2011.p.354-7. 6. European (2009) Association of Urology. European Hyperplasia and Urology Its Supplements 8 : Benign Prostatic Aetiologies. Available

at : http://www.urosource.com/fileadmin/European_Urology/european_urology/B riganti%20PF.pdf. Accessed On : June 13th, 2013.

25

Você também pode gostar

  • Mastoiditis Referat THT
    Mastoiditis Referat THT
    Documento15 páginas
    Mastoiditis Referat THT
    Dei Rahayu Wijayanti
    Ainda não há avaliações
  • TB Hiv
    TB Hiv
    Documento40 páginas
    TB Hiv
    Dei Rahayu Wijayanti
    Ainda não há avaliações
  • Mastoiditis
    Mastoiditis
    Documento20 páginas
    Mastoiditis
    Anonymous 1EQutB
    Ainda não há avaliações
  • Ilmu Bedah
    Ilmu Bedah
    Documento80 páginas
    Ilmu Bedah
    Andreas Tedi Karo-Karo
    Ainda não há avaliações
  • HIPERTENSI EMERGENSI
    HIPERTENSI EMERGENSI
    Documento29 páginas
    HIPERTENSI EMERGENSI
    Dei Rahayu Wijayanti
    100% (2)
  • SCARLET FEVER PRESENTASI
    SCARLET FEVER PRESENTASI
    Documento13 páginas
    SCARLET FEVER PRESENTASI
    Dei Rahayu Wijayanti
    100% (1)
  • HIPERKES DI PT BRIDGESTONE
    HIPERKES DI PT BRIDGESTONE
    Documento42 páginas
    HIPERKES DI PT BRIDGESTONE
    Dei Rahayu Wijayanti
    Ainda não há avaliações
  • Artikel Diabaetes Melitus
    Artikel Diabaetes Melitus
    Documento6 páginas
    Artikel Diabaetes Melitus
    Dei Rahayu Wijayanti
    Ainda não há avaliações
  • Revisi Biopsi
    Revisi Biopsi
    Documento14 páginas
    Revisi Biopsi
    deirahayu
    0% (1)
  • Pharmacology and Toxicology
    Pharmacology and Toxicology
    Documento3 páginas
    Pharmacology and Toxicology
    Dei Rahayu Wijayanti
    Ainda não há avaliações
  • Bab III Dan IV Hipertensi
    Bab III Dan IV Hipertensi
    Documento8 páginas
    Bab III Dan IV Hipertensi
    Dei Rahayu Wijayanti
    Ainda não há avaliações
  • TB Hiv 2
    TB Hiv 2
    Documento42 páginas
    TB Hiv 2
    Dei Rahayu Wijayanti
    Ainda não há avaliações
  • Referat Moluskum Kontagiosum
    Referat Moluskum Kontagiosum
    Documento10 páginas
    Referat Moluskum Kontagiosum
    Dei Rahayu Wijayanti
    Ainda não há avaliações
  • Cover 5 25
    Cover 5 25
    Documento9 páginas
    Cover 5 25
    Dei Rahayu Wijayanti
    Ainda não há avaliações
  • Herpes Simplex Encephalitis
    Herpes Simplex Encephalitis
    Documento4 páginas
    Herpes Simplex Encephalitis
    Dei Rahayu Wijayanti
    Ainda não há avaliações
  • Forensik 5
    Forensik 5
    Documento27 páginas
    Forensik 5
    Dei Rahayu Wijayanti
    Ainda não há avaliações
  • Tabel 5 Gabung
    Tabel 5 Gabung
    Documento4 páginas
    Tabel 5 Gabung
    Dei Rahayu Wijayanti
    Ainda não há avaliações
  • DM Soca
    DM Soca
    Documento1 página
    DM Soca
    Dei Rahayu Wijayanti
    Ainda não há avaliações
  • PSIKOTERAPI
    PSIKOTERAPI
    Documento4 páginas
    PSIKOTERAPI
    Prabha Amandari Sutyandi
    Ainda não há avaliações
  • Penatalaksanaan
    Penatalaksanaan
    Documento2 páginas
    Penatalaksanaan
    Dei Rahayu Wijayanti
    Ainda não há avaliações
  • Forensik 5
    Forensik 5
    Documento27 páginas
    Forensik 5
    Dei Rahayu Wijayanti
    Ainda não há avaliações
  • Fisiologi Penglihatan
    Fisiologi Penglihatan
    Documento11 páginas
    Fisiologi Penglihatan
    Prabha Amandari Sutyandi
    Ainda não há avaliações
  • Cover Ii
    Cover Ii
    Documento1 página
    Cover Ii
    Dei Rahayu Wijayanti
    Ainda não há avaliações
  • Makalah 5 For
    Makalah 5 For
    Documento28 páginas
    Makalah 5 For
    Dei Rahayu Wijayanti
    Ainda não há avaliações
  • For
    For
    Documento6 páginas
    For
    Dei Rahayu Wijayanti
    Ainda não há avaliações
  • For
    For
    Documento6 páginas
    For
    Dei Rahayu Wijayanti
    Ainda não há avaliações
  • Hipertensi Dan Ginjal
    Hipertensi Dan Ginjal
    Documento1 página
    Hipertensi Dan Ginjal
    Dei Rahayu Wijayanti
    Ainda não há avaliações
  • Laporan Kasus 5
    Laporan Kasus 5
    Documento3 páginas
    Laporan Kasus 5
    Dei Rahayu Wijayanti
    Ainda não há avaliações
  • Laporan Kasus 3 Me
    Laporan Kasus 3 Me
    Documento3 páginas
    Laporan Kasus 3 Me
    Dei Rahayu Wijayanti
    Ainda não há avaliações