Você está na página 1de 14

LIKEN PLANUS

I. PENDAHULUAN
Liken planus (LP) pertama kali dijelaskan oleh Erasmus Wilson pada tahun 1869. Liken planus diklasifikasikan sebagai penyakit papulosquamous, walaupun gejala menonjolnya adalah bersisik tetapi tidak sama dengan psoriasis dan penyakit kulit lainnya yang termasuk dalam kategori ini. Liken planus ( leichen dalam bahasa Yunani berarti pohon lumut ; planus dalam bahasa Latin berarti datar) merupakan suatu kelainan yang unik, suatu penyakit inflamasi yang berefek ke kulit, membran mukosa, kuku, dan rambut. Lesi yang tampak pada lichen planus-like atau dermatitis lichenoid tampak seperti ketombe, beralur halus, kotoran yang kering dari tumbuh-tumbuhan simbiosis yang dikenal sebagai liken. Walaupun morfologi ini mungkin sulit untuk dibandingkan, liken planus merupakan suatu kesatuan yang khusus dengan bentuk papul lichenoid yang menunjukkan warna dan morfologi yang khusus, berkembang di lokasi yang khas, dan pola perkembangan karakteristik yang nyata. Liken planus memiliki karakteristrik tersendiri yaitu berupa papul flat-miring yang berwarna keunguan. Liken planus paling sering ditemukan pada ektremitas superior, kulit kepala, kuku, genitalia, dan membran mukosa. Liken planus merupakan penyakit kulit yang gatal, mukokutaneus yang mengalami erupsi dan anak-anak jarang mengalaminya daripada orang dewasa dengan histologi yang pasti. Sekurangkurangnya 2-3 dengan kasus LP terjadi pada umur antara 30 dan 60. Walaupun tidak ada pengecualian untuk kelompok umur, penyakit ini tidak biasa pada usia yang sangat muda dan sangat tua. Etiologi pasti LP masih belum diketahui, tetapi itu mungkin dihubungkan dengan penyakit sistemik lainnya seperti diabetes mellitus, penyakit kolagen, infeksi kuman virus dan stress emosional.

II.

EPIDEMIOLOGI

Distribusi LP ditemukan di seluruh dunia dengan predisposisi tidak berdasarkan ras walaupun variasinya sering terjadi. Kira-kira sebagian pasien dengan lesi pada kulit memiliki lesi oral yaitu sekitar 25 %. Liken planus tidak memiliki predisposisi yang kuat untuk setiap jenis kelamin. Beberapa penulis menemukan 60% kasus LP pada wanita. Ini berarti wanita lebih banyak daripada pria dengan ratio 2:3 dan predominan terjadi pada orang dewasa di usia lebih dari 40 tahun. Pada daerah tropis dan subtropis kelompok umur muda juga menderita LP. Prevalensi oral liken planus sekitar 1-2% dan lebih sering pada perempuan dengan usia > 40 tahun. Di Jepang prevalensinya sekitar 0,5%, 1,9% di Swedia, 2,6% di India, dan 0,38% di Malaysia.

III.

ETIOLOGI
Hal ini terbukti bahwa mekanisme imunologi spesifik mengontrol perkembangan

liken planus. Pathogenesis lichen planus terjadi akibat perubahan sel T yang dimediasi oleh mekanisme proinfamasi dan counterregulatory (T-sel perubahan patologis dimediasi melibatkan mekanisme proinflamasi dan counterregulatory berfungsi dalam patogenesis lichen planus). Tidak ada perubahan yang konsisten dalam immunoglobulin (Ig) yang terlihat dalam liken planus, dan kekebalan humoral yang paling mungkin adalah respon sekunder imunopatogenesis. Imunitas seluler, di sisi lain, memainkan peran utama dalam memicu ekspresi klinis penyakit. Kedua CD4 + dan CD8 + sel T ditemukan dalam kulit lesi dari liken planus. Perkembangan penyakit dapat menyebabkan akumulasi preferensial CD8 + sel. Mayoritas limfosit dalam infiltrat liken planus adalah CD8 + dan CD45RO (memori) sel positif dan mengekspresikan alfa-beta reseptor sel T (TCR), dan pada minoritas, reseptor gamma-delta. Sel-sel ini biasanya tidak ditemukan pada kulit yang sehat. Selsel ini dianggap bertanggung jawab untuk pengembangan perubahan yang paling karakteristik yang diamati dalam reaksi lichenoid, yaitu apoptosis. Proses inflamasi yang mengarah ke apoptosis adalah kompleks dan tidak sepenuhnya dipahami. Interaksi epitel-limfosit dapat dibagi menjadi tiga tahap utama: pengenalan antigen, aktivasi limfosit, dan apoptosis keratinosit.

IV.

PATOGENESIS

Peningkatan produksi sitokin TH1 merupakan kunci dan penanda awal terjadinya LP, yang diinduksi secara genetik, dan adanya polimorfisme genetik dari sitokin yang terlihat mendominasi, baik pada lesi yang berkembang hanya pada mulut (diasosiasikan dengan interferon-gamma (IFN-)) atau pada mulut dan kulit (diasosiasikan dengan tumor nekrosis faktor-alpha(TNF-)). Sel T yang teraktivasi kemudian akan tertarik dan bermigrasi melalui epitelium mulut, lebih jauh akan tertarik oleh adhesi molekul interseluler (ICAM-1 dan VCAM), regulasi ke atas dari protein matriks ekstraseluler membran dasar epitelial, termasuk kolagen tipe IV dan VII, laminin dan integrin, dan kemungkinan oleh jalur sinyal CXCR3 dan CCR5. Sitokin disekresi oleh keratinosit misalnya TNF- dan interleukin (IL)-1, IL-8, IL10, dan IL-12 yang juga kemotaktik untuk limfosit. Sel T kemudian akan berikatan pada keratinosit dan IFN-, dan regulasi berkelanjutan dari p53, matriks metalloproteinase 1 (MMP1) dan MMP3 memicu proses kematian sel (apoptosis), yang akan menghancurkan sel basal epitelial. Perjalanan kronis dari OLP merupakan hasil dari aktivasi faktor nuklear mediator inflamasi kappa B (NF-B), dan inhibisi dari jalur pengontrol faktor pertumbuhan transformasi (TGF-beta/smad) yang menyebabkan hiperproliferasi keratinosit yang memicu timbulnya lesi putih.

V.

MANIFESTASI KLINIK
Gejala yang timbul pada penderita liken planus umumnya berupa rasa gatal,

biasanya setelah satu atau beberapa minggu sejak kelainan pertama timbul diikuti oleh penyebaran lesi. Tempat predileksi kelainan pertama ialah pada ekstremitas, dapat di ekstremitas bawah, tetapi yang lebih sering di bagian fleksor pergelangan tangan atau lengan bawah, distribusinya simetrik. Terdapat fenomena Kobner (isomorfik), pada selaput lendir dapat terbentuk kelainan tetapi tidak menimbulkan keluhan. Kelainan yang khas terdiri atas papul yang polygonal, datar dan berkilat, kadang-kadang ada cekungan di sentral (delle). Garis-garis anyaman berwarna putih (strie Wickham) dapat dilihat pada permukaan papul.

Variasi bentuk dapat terjadi pada liken planus, dapat terjadi konfigurasi anular yang tebentuk karena papul-papul membentuk lingkaran, atau karena menghilang di sentral dan perluasan ke perifer. Konfigurasi ini sering terlihat pada glans enis. Dapat pula berkonfigurasi linear atau zosteroformis. Kelainan di mukosa sangat patognomonik, letaknya di bukal, lidah, bibir, dan seluruh saluran gastrointestinal. Pada vagina dan vesika urinaria terdapat gambaran retikular seperti jala yang terdiri atas garis-garis puth atau strie abu-abu. Kelainan mukosa terdapat pada 2/3 penderita liken planus. Pada alat kelamin, 25% pria menunjukkan kelainan pada penis terdiri atas papul anular atau strie yang putih, kelainan pada kuku sebanyak 10%. Pada kulit kepala, papul yan folikular dapat menimbulkan alopesia bersikatriks. Pada lesi intraoral dapat timbul keluhan rasa tidak nyaman sampai nyeri atau terbakar ketika makan makanan pedas. Lesi-lesi oral pada liken planus memiliki 2 tipe : 1. Tipe non erosif a. Striae Lesi berupa banyak garis-garis atau papula-papula putih halus yang tersusun dalam suatu jaringan mirip jala. b. Atrofik Akibat dari atrofi epitel dan terutama tampak sebagai bercak-bercak mukosa yang merah, tanpa ulserasi. Tipe striae seringkali dijumpai di tepi lesinya. 2. Tipe erosif a. Plak Lesi berupa bercak putih padat yang mempunyai permukaan yang licin, sedikit tidak teratur, dan asimetris. Lesi tersebut umumnya dijumpai pada mukosa pipi dan lidah. Pasien tidak akan menyadari adanya lesi ini. b. Erosif Bila permukaan epitel sama sekali hilang dan mengakibatkan ulserasi. Mukosa pipi dan lidah adalah daerah yang umum terkena. Pada awalnya timbul vesikel atau bulla, yang akhirnya tererosi dan menjadi ulserasi. Lesi-lesi yang matang mempunyai tepi-tepi merah tak teratur, pseudomembran sentral nekrotik yang

kekuning-kuningan dan bercak putih melingkar yang sering terdapat di perifernya. Keadaan ini sangat sakit dan dapat terjadi cepat sekali. Pada umumnya banyak variasi secara klinik penyakit liken planus yang dikategorikan menurut : (1) bentuk lesi, (2) lokasi. 1. Bentuk Lesi a. Bentuk Anuler. Bentuk lesi ini terdapat di punggung dan lebih sering ditemukan di penis serta skrotum. Kira-kira ditemukan pada 10% penderita LP. Umumnya papula membentuk gambaran cincin. Bentuk lain dari anuler liken planus terjadi ketika lesi membesar dengan diameter 2 sampai 3 cm dan mengalami hiperpigmentasi. b. Erosi dan Ulserasi. Bentuk ini menunjukkan lesi-lesi yang erosif, yang kemudian menjadi ulkus pada selaput lendir yang telah terkena LP. c. Atropik. Bentuk ini jarang terdapat, tetapi pernah dilaporkan bersama dengan bentuk folikuler, vesikulo bulosa, atau hipertrofik. d. Liken Planus Guttate. Variasi ini merupakan bentuk akut dari LP yang paling sering ditemukan. Terdiri dari papul yang distribusinya luas pada LP. Papul merupakan ciri utama dari LP dengan distribusi yang khas sehingga variasi ini berbeda dengan yang lainnya. e. Liken Planus Folikular (Liken Plano-pilaris). Lesi folikuler merupakan bagian dari liken planus tipikal, tetapi kadang-kadang menonjol dan sulit untuk didiganosis. Sementara mayoritas, papulnya datar, lesinya berkelompok seperti duri dan berkembang disekitar folikel rambut (liken plano-pilaris). Lesi folikuler terdapat di kulit kepala yang bersisik dan terlihat seperti bekas luka pada alopesia. f. Liken planus pigmentosus. Merupakan pigmen kronik yang difus atau retikulasi hiperpigmen dengan makula yang berwarna coklat tua pada daerah yang sering terkena paparan sinar matahari seperti wajah, leher dan daerah lipatan lainnya. g. Liken planus vesiko-bullosa.

Vesikel dan bula pada LP pasti ada, akan tetapi kadang-kadang menonjol secara bersamaan sehingga sulit untuk didiagnosis. Liken planus bullosa merupakan variasi yang jarang sehingga berkembang menjadi lesi berupa vesikel dan bula pada penyakit liken planus. h. Liken planus aktinik. Nama lain variasi ini adalah liken planus subtropik, liken planus tropik, erupsi likenoid aktinik, liken planus aktinikus, liken planus anuler atropi, dan likenoid melanodermatosis. 2. Lokasi variasi a. Liken planus pada kulit kepala. Secara klinik maupun histologi liken planopilaris atau liken planus folikuler menyerang kulit kepala. Pada kulit kepala secara tipikal terlihat seperti gabungan papul keratotik yang folikuler b. Liken planus pada Kuku. Permukaan kuku yang menipis dan merupakan adanya karakteristik dari Dasar kuku kuku yanabnormal, ridging longitudinal retakan/celah.

mengalami perubahan, akan tetapi non spesifik seperti kuning karena adanya kerusakan pada warna kuku, onikolisis dan hiperkeratosis subungual. c. Liken planus pada telapak tangan dan tumit. Karakteristik bentuk lesi LP yang terdapat pada telapak tangan dan tumit serta adanya lesi perubahan warna di tempat lain. Bentuknya terdiri dari papul atau nodul dan lebih aktif di bagian pinggir daripada di tengah. d. Liken planus pada mukosa. Liken planus menyerang selaput di mulut, vagina, esofagus, konjunktiva, uretra, hidung dan larings. Ciri utamanya adalah eritem dan erosi pada lidah ; kadangkadang ada plak putih dengan rasa nyeri dan tidak nyaman. Deskuamasi dan erosi pada vulva dan vagina disertai dengan rasa nyeri terbakar, dispareunia.

V.

PEMERIKSAAN PENUNJANG A. TES LABORATORIUM Belum ada analisis pemeriksaan yang spesifik untuk melihat liken planus. Jumlah limfosit dan sel darah putih menurun. Hal ini dikarenakan adanya pengaruh dari aktivitas sitokin di jaringan kulit. Kasus ini dikatakan positif jika kulit sensitif dari bahan merkuri dan emas. B. PEMERIKSAAN HISTOPATOLOGI Pada epidermis terlihat perubahan berupa hiperkeratosis, akantosis tak teratur, penebalan stratum granulosum setempat, degenerasi mencair membran basalis, dan hilangnya stratum basalis. Strie Wickham mungkin ada hubungan dengan bertambahnya aktivitas fokal liken planus dan tidak karena penebalan lapisan granular. Bentuk bula pada LP sangat jarang terjadi, paling menonjol antara lamina basal dan kerotinosis pada sitomembran basal.

VI.

DIAGNOSIS dan DIAGNOSIS BANDING Selain adanya inflamasi yang termasuk diagnosis banding adalah lupus

erithematosus (LE), liken nitidus, liken striatus, liken sklerosus, pitiriasis rosea, eriteme diskromikum perstans (dermatosis ashy), psoriasis, erupsi likenoid bentuk anuler, GVHD likenoid dan sifilis II. Pasien dengan pemphigus paraneoplastik memiliki ciri-ciri klinik yang sama dengan erupsi likenoid mukokutaneus. Ketika LP menyerang mukosa vulva, lesi ini secara klinik maupun histologi akan sulit dibedakan dari penyakit inflamasi lainnya, terutama liken sklerosus. Untuk menegakkan diagnosis harus melakukan biospi, karena sulit untuk membedakannya dengan penyakit liken planus dilihat dari variasi yang ada.

VII.

PENGOBATAN A. STEROID TOPIKAL. Steroid topikal merupakan pilihan terapi lini pertama pada liken planus mukosa. Keberagaman glukokortikoid topikal telah terlihat efektif. Pada beberapa keadaan dimana iritasi sekunder dan inflamasi jaringan mulut muncul dan berkorelasi dengan kolonisasi candida di mulut, serangkaian terapi antijamur dapat diindikasikan. B. ANASTESI TOPIKAL. Anastesi topikal juga dilaporkan bermanfaat untuk pasien yang sulit makan dan mengunyah, dan yang sering digunakan adalah kortikosteroid topikal. Glukokortikoid yang mengandung suppositoria vaginal dan rektal biasanya bermanfaat. C. GLUKOKORTIKOID SISTEMIK. Glukokortikoid sistemik memperlihatkan keefektifan dalam pengobatan liken planus erosif oral dan vulvovaginal. Dosis sistemik dapat digunakan secara tunggal, atau, yang tersering, digabungkan dengan kortikosteroid topikal. Dosisnya mulai 30-80 mg/hari, diturunkan setelah 3 sampai 6 minggu setelah menunjukkan perbaikan. Relaps sering terjadi setelah pengurangan dosis atau penghentian obat. Dosis yang lebih besar selalu diperlukan untuk liken planus esofageal. Candidiasis oral merupakan komplikasi yang sering terjadi. D. GLUKOKORTIKOID TOPIKAL. 1. Terapi topikal dan sistemik bisa digunakan untuk liken planus di kulit, tetapi penggunaannya tergantung tingkat kroniknya penyakit, gejalagejalanya, dan respon terhadap pengobatan. Glukokortikoid topikal hanya digunakan pada penyakit kulit tertentu. Glukokortikoid topikal yang poten dengan atau tanpa oklusi, adalah bermanfaat bagi liken planus di kulit. 2. Triamcinolon asetonide (5-10 mg/roL) adalah efektif dalam mengobati liken planus di mulut dan kulit.Bisa juga digunakan pada liken planus yang terjadi di kuku dengan injeksi di lipatan proksimal kuku setiap 4 minggu. Regresi terjadi dalam 3-4 bulan. Untuk liken planus yang hipertrofi, konsentrasi glukokortikoid intralesi yang lebih tinggi diperlukan (10-20

mg/ml). Observasi yng ketat diperlukan untuk mengelak terjadinya komplikasi seperti atrofi atau hipopigmentasi pada tempat tertentu. Jika adanya tanda-tanda komplikasi tersebut, pengobatan haruslah diberhentikan segera. Glukokortikoid sistemik sangat berguna dan efektif dengan penggunaan dosis lebih dari 20 mg/hari (30-80 mg prednisone) untuk 4-6 minggu dengan dilanjutkan dosis yang dikurangi selama 4-6 minggu juga. Pengobatan lain termasuklah prednisone 5-10 mg/hari selama 3-5 minggu. Gejala cenderung berkurang. Bagaimanapun, kadar relaps selepas berhenti pemakaian obat tidak diketahui. 3. Pada liken planus tipe planopilaris, glukokortikoid topikal yang poten dikombinasi dengan glukokortikoid oral, 30-40 mg/hari, selama sekurangkurangnya 3 bulan, berjaya mengurangi gejala. Namun, jika berhenti dari pemakaian obat akan menyebabkan relaps. Efek jangka panjang bisa berisiko komplikasi. E. RETINOID (LP Oral) 1. Asam retinoid topikal (gel tretinoin) menunjukkan keefektifan dalam pengobatan liken planus oral. Iritasi sering membuat pendekatan terapi pada lokasi ini menjadi kurang bermakna. Isotretinoin gel juga efektif, terutama pada lesi oral non erosif. Perbaikan biasanya dilaporkan setelah 2 bulan, walaupun rekurensi sering terjadi setelah penghentian terapi. Retinoid topikal sering digunakan bersama kortikosteroid topikal. Walaupun tidak ada bukti dalam uji klinis, terapi ini dapat meningkatkan efisiensi dan mengurangi efek samping pengobatan. 2. Etretinate oral telah digunakan sebanyak 75mg/hari (0,6 sampai 1,0 mg/kgBB/hari) untuk likenplanus erosif oral dengan perbaikan yang signifikan pada sebagian besar pasien. Relaps sering terjadi setelah penghentian pengobatan. F. RETINOID (LP di Kulit). Retinoid sistemik adalah sebagai antiinflamasi dan digunakan sebagai terapi untuk liken planus. Remisi dan perbaikan setelah pemakaian 30mg/hari asitretin selama 8 minggu. Tretinoin digunakan sebanyak 10-30 mg/hari

untuk perbaikan dan efek samping yang ringan. Etretinat dosis rendah sebanyak 10-20 mg/hari selama 4-6 bulan bagus untuk remisi pada liken planus di kulit, mulut. Respon yag cepat didapatkan dengan penggunaan 75 mg/hari atretinat, tetapi efek samping dari retinoid berkait erat dengan penggunaan dosis. G. SIKLOSPORIN, TACROLIMUS, DAN PIMECROLIMUS. Penggunaan terapi siklosporin topikal 100mg/mL, 5mL 3 kali sehari menunjukkan hasil yang memuaskan dalam pengobatan liken planus oral. Pencuci mulut siklosporin topikal memperlihatkan keefektifan terhadap liken planus oral, terutama untuk bentuk erosif yang berat, tetapi hasilnya tidak lebih baik dari glukokortikoid topikal. Ketersediaan imunosupresan agen topikal alternatif, tacrolimus dan pimecrolimus, berguna untuk mengganti siklosporin topikal. Tacrolimus, golongan imunosupresan makrolide, yang menekan aktivasi sel T pada penyakit mukosa erosif, memberikan penyembuhan yang cepat dari nyeri dan rasa terbakar dengan efek samping minimal. Siklosporin oral diberikan dalam rejimen dosis 3-10 mg/kgBB/hari telah digunakan untuk penyakit ulseratif berat. H. LAIN-LAIN. 1. Antijamur poliene, griseofulvin, telah digunakan secara empiris untuk terapi liken planus oral dan kutaneus; bagaimanapun kurang begitu efektif. Antijamur yang lebih baru (fluconazole, itraconazole) mungkin berguna dalam pengobatan liken planus dengan pertumbuhan candida yang berlebihan, glukokortikod terutama topikal. yang Pada bersamaan sebuah pemberiannya dengan studi, hydroxychloroquine 200-

400mg/hari selama minimal 6 minggu menghasilkan penyembuhah sempurna liken planus oral. Perlu kehati-hatian dalam penggunaan hydroxychloroquine karena antimalaria mungkin merupakan penginduksi liken planus. 2. Thalidomide dapat digunakan untuk kasus-kasus rekalsitran terhadap obat-obat lain. Dosis dapat dimulai dari 50mg/hari dan ditingkatkan bertahap sampai 200mg/hari.

3. Extracorporeal Photochemotherapy (ECP) 2 kali seminggu selama 3 minggu lalu diturunkan memberikan hasil terapi yang baik. Pada sebuah studi, sebanyak 7 pasien yang diujicobakan memperlihatkan remisi yang sempurna.Azathioprine, cyclophosphamide, dan mycophenolate mofetil telah memperlihatkan keuntungan dalam pengobatan liken planus, tetapi uji klinis secara acak menunjukkan hasil yang kurang baik. 4. Antimalaria, terutama hidroksikloroquin 200-400mg/hari, sangat berguna untuk mengobati liken planus aktinik. IFN-a2b berguna pada liken planus menyeluruh.Tetapi respon biologik juga menyebabkan eksaserbasi dari liken planus. 9. IMUNOSUPRESSIF. Siklosporin sistemik mempunyai efek yang sangat baik pada liken planus yang resisten. Dosisnya sebanyak 3-10 mg/kg/hari. Gatal menghilang selepas 1-2minggu penggunaan obat. Ruam menghilang setelah 4-6 minggu. Dosis rendah (1.0-2.5 mg/kg/hari) cukup untuk memberikan efek remisi. Efek yang merugikan adalah terhadap fungsi ginjal, hipertensi, dan relaps. Azatioprin berguna pada liken planus yang sukar diobati, liken planus yang menyeluruh dan pemfigoid liken planus. Hasil yang sama didapatkan dengan pemakaian mikofenolat mofetil dengan dosis 1500 mg 2x/hari. 10. FOTOKEMOTERAPI. Psoralen dan ultraviolet: Fotokemoterapi sangat berkesan pada liken planus di kulit yang bersifat seluruh tubuh. Penggunaan dikombinasi dengan glukokortikoid oral untuk mempercepat I respon. Psoralen bisa digunakan saat mandi dengan VVA terapi cahaya dengan menambahkan 50 mg triox alen ditambah ke dalam 150 L air bersih, kemudian pasien didedahkan pada UVA setelah 10 menit selesai mandi memberikan hasil yang baik. Berkesan pada liken planus yang lanjut. VVB juga berkesan pada liken planus di kulit yang sudah meluas.

VIII.

PROGNOSIS 50% pasien dewasa akan bebas dari lesi di bulan ke-9 setelah onset LP dan

85% setelah onset di bulan ke-18. Pasien LP dengan tanda khas pada mukosa membran dan verrucous memakan waktu lama untuk mengalami resolusi. Anak-anak cenderung bersifat kronik dan perjalanan penyakitnya panjang. Rasa gatal akan menghilang, kemudian papul akan rata pada permukaan kulit, dan akan digantikan dengan hiperpigmentasi post inflamasi (HPI). Kadang-kadang lesi hipertropik akan menetap selama berbulan-bulan bahkan sampai 20 tahun atau lebih.

IX.

KESIMPULAN Liken planus memiliki karakteristrik tersendiri yaitu berupa papul flat-miring yang

berwarna keunguan. Liken planus paling sering ditemukan pada ektremitas superior, kulit kepala, kuku, genitalia, dan membran mukosa. Liken planus merupakan penyakit kulit yang gatal, mukokutaneus yang mengalami erupsi dan anak-anak jarang mengalaminya daripada orang dewasa dengan histologi yang pasti. Sekurangkurangnya 2-3 dengan kasus LP terjadi pada umur antara 30 dan 60. Diagnosis penyakit ini berdasarkan gambaran klinis dan dibantu dengan pemeriksaan histopatologis. Penyakit ini akan sembuh dengan sendirinya bergantung luas dan bentuk lesi. Pengobatan umumnya mengecewakan namun obat kortikosteroid topikal dan sistemik, serta krim vitamin A 0,05% dapat membantu mempercepat penyembuhan.

DAFTAR PUSTAKA
1. Natahusada EC. Liken Planus. Dalam: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin; edisi Keenam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2011. H.282-3
2. Lichen Planus. Available from: http://www.aad.org/dermatology-a-to-z/diseases-and-

treatments/i---l/lichen-planus/lichen-planus. Accessed at June 20th 2013 3. Sato MN. Evaluation of phenotypic and functional profile of myeloid and plasmocytoid dendritic cells and TCD4+ and TCD8+ cells in lichen planus. Accessed at June 20th 2013 4. Pittelkow MR, Daoud MS. Lichen planus. In: Wolff GK, Goldsmith L, Katz S, Gilchrest B, Paller A, eds. Dermatology in general medicine. 7th ed. New York: McGraw-Hill, 2008:244-55. 5. Gonzalez E, Momtaze-T K, Freedman S. Bilateral comparison of generalized lichen planus treated with psoralens and ultraviolet A. J Am Acad Dermatol 1984;10:958961 6. Daoud M.S, Pittelkow M.R. Lichen Planus, in : Freedberg I.M, Eisen A.Z, Wolff K, Austen K.F, Goldsmith L.A, Katz S.I, Fitzpatrick T.B, eds. Dermatology in General Medicine Eight Edition, Part Three A; Vol. 1. P. 296-312. 7. BS Sahni. Lichen Planus [Serial on the internet]. Homoeopathy Clinic [Cited 201101-15]. Available from : http://www.homoeopathyclinic.com/articles/diseases/skin/Lichen_Planus.pdf
8. Berman K. Lichen Planus [On the Internet]. Atlanta;U.S. National Library of

Medicine

NIH

(National

Institutes

of

Health);2008.

Available

from

http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000867.htm 9. Shiohara T, Kano Y, Lichen Planus and Lichenoid Dermatoses, in : Bolognia L Jean, Jorizzo L Joshep, Rapini P Ronald, editors. DERMATOLOGY, 2nd ed. Houston: The british library,2008.1-28

10. Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C . Lichen Planus and Lichenoid Disorders. Seventh Edition . ROOKS TEXT BOOK OF DERMATOLOGY.2004.42.142.17

Você também pode gostar