Você está na página 1de 7

BAB 1 Pendahuluan

1.1.Latar Belakang Tumor (neoplasma) adalah lesi sebagai hasil pertumbuhan abnormal dari sel yang otonom/relatif otonom yang menetap walaupun rangsang penyebabnya telah dihilangkan. Berdasarkan sifatnya tumor diklasifikasikan menjadi tumor jinak dan ganas. Tumor jinak mempunyai kecepatan tumbuh yang lambat, aktifitas mitosis yang rendah, berbatas tegas, tidak menginvasi jaringan sekitarnya dan tidak pernah mengalami metastasis. Sebaliknya tumor ganas tumbuh relatif cepat, mempunyai aktifitas mitosis yang tinggi, berbatas tidak tegas, menginvasi jaringan sekitarnya dan sering mengalami metastasis. Tumor odontogenik merupakan gambaran gangguan atau reaktivasi jaringan yang terlibat dalam urutan odontogenesis yang normal. Neoplasma alami merupakan terjadi pada tahap perkembangan yang terhenti. Suatu laporan ringkas tentang odontogenesis sangat membantu dalam pemahaman akam patogenesa dan kebiasaan dari tumor odontogenik.

1.2.Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah urutan terbentuknya tumor odontogenik? 2. Apakah yang dimaksud dengan tumor odontogenik Ameloblastoma? 3. Bagaimanakah karakteristik Histologi dari tumor odontogenik Ameloblastoma? 4. Apakah yang dimaksud dengan Tumor odontogenik adenomatoid? 5. Bagaimanakah karakteristik Histologi dari Tumor odontogenik adenomatoid? 6. Apakah yang dimaksdu dengan Tumor odontogenik epitelial terkalsifikasi? 7. Bagaimanakah karakteristik Histologi dari Tumor odontogenik epitelial terkalsifikasi? 1.3.Tujuan Penulisan setelah mengikuti proses pembelajaran diharapkan mahasiswa mampu karakteristik histlogi dari tumor odontgenik.

BAB 2 Tinjauan Pustaka 2.1.ODONTOGENESIS Tumor odontogenik merupakan gambaran gangguan atau reaktivasi jaringan yang terlibat dalam urutan odontogenesis yang normal. Neoplasma alami merupakan terjadi pada tahap perkembangan yang terhenti. Suatu laporan ringkas tentang odontogenesis sangat membantu dalam pemahaman akam patogenesa dan kebiasaan dari tumor odontogenik. Pada minggu keenam dari kehamilan, odontogeneis dimulai dengan proliferasi pada daerah tertentu dari ektoderma rongga mulut untuk membentuk lamina dentalis. Pada setiap lokasi dimana gigi akan terbentuk, suatu pertumbuhan yang menurun dari lamina dentalis membentuk awal dari organ enamel. Secara bersamaan, organ enamel, papilla dental dan sakus dental merupakan struktur formatif untuk keseluruhan gigi dan struktur pendukung. Lamina dentalis yang awalnya berhubungan dengan organ enamel hingga ke epitelium rongga mulut, akhirnya terpisah, pemisahan ini membentuk benih gigi dari epitelium rongga mulut. Masing-masing tahapan dalam perkembangan gigi dihubungkan dengan kejadian tertentu yang akan dijelaskan dibawah ini. Gangguan dalam urutan ini dapat mengakibatkan terbentuknya tumor odontogenik. Bud stege: awal dan pembentukan dari enamel organ Cap stage: terjadi proliferasi. Pertumbuhan yang tidak seimbang akan mendorong terjadinya bentuk yang khas. Sel tepi berbentuk kuboidal dan dimasukkan sebagai epitelium enamel luar (outer enamel epitelium/OEE), dan sel dalam kecekungan merupakan sel kolumnar yang tinggi dimasukkan sebagai epitelium dental dalam (inner dental epitelium). Pada waktu yang sama, sel poligonal antara epitel enamel dalam dan luar mulai terpisah dan membentuk jaringan selular yang lembut yang dikenal sebagai reticulum steleata (stellate reticulum/SR), rongga yang terisi dengan cairan mucus. Secara histologi, bahan ini menyerupai jeli Wharton. Proliferasi dari komponen epitelial hanya dijelaskan menyebabkan kondensasi ektomesenkim yang tidak tertutup dan pembentukan dental papilla. Sel dari dental papilla akhirnya membentuk pulpa dan dentin gigi. Dengan cara yang sama, kondensasi dari ektomesenkim disekeliling enamel organ mendorong terbentuknya saccus dentalis. Sel dari saccus dentalis akhirnya membentuk sementum dan ligament periodontal. Bell stage: terjadi histodiferensiasi (secara dini) dan morfodiferensiasi (terlambat). Enamel organ sekarang menjadi suatu bentuk bel yang memanjang dan memiliki 4 jenis sel epitelial yang berbeda-inner enamel epitelium (IEE), stratum intermedium, reticulum stelata, dan 2

outer enamel epitelium (OEE). IEE membentuk dan mempengaruhi sel yang berdekatan dari papilla dental untuk berdiferensiasi ke dalam odontoblas yang membentuk dentin. Dentin pada gilirannya mempengaruhi IEE untuk nerdiferensiasi ke dalam ameloblast yang mana meletakkan matriks enamel berlawanan dengan dentin. Induksi timbale balik ini sangat penting dalam pembentukan gigi. stratum intermedium terdiri atas sedikit lapisan sel skuamous diantara IEE dan SR. lapisan ini tampaknya sangat penting untuk pembentukan enamel karena stratum intermedium ini tidak terdapat pada bagian benih gigi pada daerah tepi luar dari gigi yang tidak beremail. perluasan SR oleh peningkatan jumlah cairan intraseluler. SR ini menjadi kolaps sebelum pembentukan email, meninggalkan ameloblast lebih dekat dengan kapiler nutrisi yang berdekatan dengan OEE. OEE yang terbentuk halus menjadi terbungkus dalam lipatan yang dekat dengan mesenkim saccus dentalis membentuk papilla dengan pembuluh kapiler untuk menyediakan suplai nutrisi bagi aktivitas metabolic pada enamel organ yang tidak memiliki vaskuler. Enamel organ juga membentuk epitelial Hertwig pada selubung akar, yang menentukan bentuk akar dan mengaktivasi pembentukan dentin pada akar. Aposisi: deposisi matriks dari struktur gigi yang keras terjadi kemudian. Struktur ini kemudian mulai mengalami kalsifikasi, erupsi dan etrisi seiring waktu.

2.2. TUMOR ODONTOGENIK 2.2.1. Tumor odontogenik Ameloblastoma Ameloblastoma seluruhnya adalah tumor epitelial yang muncul dari lamina dentalis, berkas Hertwig, enamel organ, atau lapisan folikel dentalis/kista dentigerous. Ameloblastoma erupakan tumor odontogenik epitelial yang paling umum. Ameloblastoma biasanya terjadi pada individu yang berusia 20-40 tahun, bagaimanapun, jenis kista tunggal lebih sering terjadi pada orang dewasa (lihat pertimbangan pembedahan). Lesi ini terjadi baik pada rahang atas maupun rahang bawah, tetapi rahang bawah posterior merupakan lokasi yang paling umum, hanya 20% dari lesi ini yang ditemukan pada rahang atas. Lesi ini terjadi secara seimbang pada laki-laki dan perempuan. Meskipun ameloblastoma secara umum tidak diklasifikasikan sebagai lesi ganas (jarang terdapat jenis yang ganas), jenis ini sangat agresif dan infiltratif. Beberapa orang menduga bahwa lesi ini harus dimasukkan kedalam jenis keganasan derajat rendah atau kurang aktif, sama dengan karsinoma sel basal. Banyak kesamaan histologi dan kebiasaan 3

yang ditemukan pada kedua jenis lesi ini. Secara umum lesi ini tidak bermetastase tapi bertumbuh secara lambat, persisten, dan susah untuk dimusnahkan. Jika ameloblastoma tidak tercatat ditemukan sebagai temuan insidental dari gambaran radiograf untuk tujuan lain, maka gejala pertamanya biasanya adalah perluasan tulang tanpa rasa sakit. a. Temuan radiografik Ameloblastoma khususnya muncul sebagai suatu radiolusensi multilokular yang meluas di daerah molar ketiga rahang bawah, tetapi lesi ini dapat ditemukan dibagian manapun pada rahang . Lesi ini dapat berbentuk unilokular jika kecil, dan seringkali meresorbsi gigi yang berkontak dengannya. Lesi ini tidak pernah tampak radiopak. b. Karakteristik histologi Ameloblastoma tidak memiliki kapsul. Komponen neoplastik secara murni adalah epitelial dan sisa cap stage dari odontogenesis (contohnya; sel kolumnar tinggi yang terpolarisasi pada sisi luar dari lesi dengan SR pada sisi dalam, yang mana dapat membentuk suatu kista). Lesi dapat memiliki suatu reaktif terhadap komponen jaringan penghubung yang bukan merupakan suatu neoplastik. Lesi ini adalah tumor nonfungsional, misalnya; ameloblastoma tidak mempengaruhi jaringan penghubung di sekitarnya, yang mana pada gilirannya tidak dapat mempengaruhi pembentukan email. Pada hakekatnya, tumor ini merupakan penggambaran odontogenesis yang terhenti. Terdapat banyak gambaran histologi yang berbeda, contohnya; jenis akantomatous yang mana SR ditempatkan oleh sel skuamous dan pearl, tipe sel granuler dimana SR di gantikan oleh sel granuler, dan jenis pleksiform dimana SR berkurang atau tidak ada sama sekali. c. Perawatan Perawatan ameloblastoma adalah eksisi bedah dengan free margin yang luas Rekonstruksi yang tepat dapat dilakukan pada waktu yang sama. Seluruh pasien dengan ameloblastoma, dengan tanpa melihat metode perawatan bedah atau jenis gambaran histologi, harus dimonitor secara radiografi sepanjang hidupnya. Jika eksisi tidak adekuat, umumnya menjadi rekuren. d. Pertimbangan bedah Ameloblastoma rahang atas tidak dibatasi oleh plat kortikal yang kuat yang ditemukan pada rahang bawah. Sebagai tambahan, posterior rahanng atas terletak dekat dengan banyak struktur vital. Faktor ini menjadi pendapat yang kuat untuk perwatan bedah yang agresif dan pasti pada ameloblastoma rahang atas. Pada rahang bawah, 1 cm tepi yang bersih dipertimbangkan sebagai standar. Hal ini dapat diatasi dengan reseksi blok atau segmental, bergantung pada hubungan lesi dengan tepi kortikal inferior. 4

Pengecualian tunggal terhadap hal ini adalah mungkin ameloblastoma unikistik. Jenis ini umumnya muncul pada dewasa akhir dan sebagaimana namanya, jenis ini dicirikan sebagai radiolusensi unikistik yang paling umum ditemukan pada daerah molar ketiga rahang bawah. Untuk ameloblastoma peripheral, eksisi yang lebih konservatif dengan pendekatan follow-up secara klinis adalah perawatan yang standar. Hubungannya dengan lesi lainnya Karsinoma sel basal: Karsinoma sel basal adalah neoplasma infiltratif lainnya yang pada dasarnya merupakan neoplasma adnexal yang tidak bermetastase. Karsinoma sel basal dan ameloblastoma bertumbuh dengan lambat tetapi persisten, dan dapat menyebabkan kematian melalui perluasan lokal kedalam struktur vital. Jika satu pertimbangan bahwa gigi merupakan struktur adnexal rongga mulut, kemudian hal tersebut menjadi mudah untuk dimengerti mengapa ameloblastoma dapat terlihat sebagai suatu analog terhadap karsinoma sel basal. Adamantinoma tibia: lesi ini secara histologi mirip dengan jenis ameloblastoma pleksiform. Termasuk keganasan derajat rendah dan seperti namanya, jenis ini ditemukan di tibia. Craniofaringioma: Tumor pituitary ini muncul dari kantong Rathke, bagian dari stomadeum rongga mulut yang secara histologi tampak menyerupai ameloblastoma. Bagaimanapun, jenis ini lebih mirip kista Gorlin. Ameloblastoma perifer: Lesi ini secara histologi mirip dengan ameloblastoma sentral, tetapi tidak melibatkan tulang dan yang seluruhnya dibatasi oleh gingiva. Lesi ini memiliki potesi rendah untuk bertumbuh dan invasi dibandingkan ameloblastoma sentral, dan sangat memungkinkan hal ini bertanggung jawab terhadap kasus karsinoma sel basal yang dilaporkan pada gingiva. Ameloblastoma ganas: Hampir 2% ameloblastoma bermetastase, biasanya ke paru-paru. Meskipun demikian lesi ini sebenarnya mungkin sebagai hasil aspirasi material dari lesi yang berjamur pada rongga mulut dan,oleh karena itu, hal ini tidak menggambarkan metastase sebenarnya. Karsinoma ameloblastoma: Lesi ini secara sitologi merupakan lesi ganas dengan hiperkromatisme, pleomorfisme, dan aktivitas mitotic yang tinggi. Metastase sebenarnya terjadi pada karsinoma ameloblastoma.

2.2.2. Tumor odontogenik Adenomatoid Tumor odontogenik adenomatoid (adenomatoid odontogenic tumor/AOT) merupakan tumor yang tidak umum terjadi, tetapi biasanya dapat dengan mudah diidentifikasi dari gambaran klinis dan radiografi. Hal ini sering diingat sebagai tumor dua pertiga. Tumor ini paling umum terjadi pada dekade kedua dan ketiga dari kehidupan (12-20 tahun). Dua pertiga kasus terjadi pada anterior rahang atas, sepertiga terjadi pada anterior rahang bawah, dan tidak pernah ditemukan pada bagian posterior hingga ke premolar. Dua pertiga dari kasus ini menyerang pada perempuan dan dua pertiga dari kasus ini dihubungkan dengan adanya gigi yang impaksi (biasanya pada gigi kaninus). Tumor ini berasal dari pengurangan epitelium enamel dari folikel dental dan secara histologi menghasilkan IEE. Tumor ini biasanya tanpa gejala tetapi bisa muncul dengan pembengkakan yang lunak atau dihubungkan dengan kehilangan gigi secara klinis. a. Temuan radiografi Lesi ini secara umum tampak sebagai radiolusensi yang terdermakasi dengan baik (well-dermaceted). Dalam 75% kasus, lesi ini dihubungkan dengan gigi yang tidak erupsi, biasanya gigi kaninus. Lesi ini bisa terdiri dari flek radiopak, yang mana menggambarkan adanya material yang terkalsifikasi. Jika dikaitkan dengan gigi, lesi ini umumnya menyerang pada gigi lebih lanjut pada akar gigi dibandingkan jenis kista dentigerous. b. Karakteristik histologi Secara teknik, ini merupakan hamartoma dibanding neoplasma sejati karena mempunyai potensi pertumbuhan yang terbatas. Memiliki kapsul fibrous yang tebal yang berisi elemen epitelial proliferasi yang membentuk nodul dan struktur menyerupai duktus (contohya; nodul organoid dari kuboidal atau sel kolumnar yang rendah yang dipisahkan oleh epitelium berspindel). Tidak adanya jaringan penghubung untuk merangsang pembentukan email, hasil dari sel ini, suatu matriks pre-enamel, akan mengalami degenerasi dan akhirnya akan meninggalkan daerah kalsifikasi distropik dan amiloid. c. Perawatan Perawatan yang dianjurkan dari lesi ini adalah pengangkatan secara sederhana. Jika dibiarkan sendiri, struktur ini kemungkinan menjadi rumit. Bagaimanapun, lesi ini dapat menjadi sangat besar. Kebanyakan dihilangkan dengan cara biopsi. Jika AOT tidak dapat menghilangkan lesi ini secara menyeluruh pada saat biopsi, literatur menyangka sisa lesi tersebut akan terdegenerasi. Mereka tidak mengetahui akan berulang/rekuren.

2.2.3. Tumor odontogenik epitelial terkalsifikasi Tumor odontogenik epitelial terkalsifikasi (calcifying epitelial odontogenik tumor/CEOT) atau tumor Pindborg adalah tumor odontogenik infiltratif yang jinak yang merupakan salah satu tumor yang paling jarang terjadi. Tumor tersebut diberi nama tumor Pindborg karena ditemukan oleh seorang ahli patologi Denmark yaitu Jens Pindborg. Tumor ini paling sering ditemukan pada rahang bawah regio molar/premolar, tetapi 33% dari kasus ditemukan pada rahang atas. Tumor ini dihubungkan dengan gigi yang tidak erupsi atau impaksi dalam 50% kasus. CEOT merupakan neoplasma infiltratif dan menyebabkan destruksi disertai perluasan secara lokal. Tumor ini diperoleh dari stratum intermedium dan mempunyai potensi yang lambat untuk bertumbuh dibandingkan ameloblastoma. Maka tidak mengejutkan jika tumor ini kurang agresif dibandingkan ameloblastoma. a. Temuan radiografik Lesi ini bisa radiolusen, tetapi lebih dikarakteristikkan sebagai massa dengan campuran antara lusen dan opak, memperlihatkan gambaran salju yang diterbangkan (snow-driven) b. Karakteristik histologi Gambaran histologi dari lesi ini adalah worrisome karena lesi tersebut tampak sebagai pulau yang menginfiltrasi kedalam tulang. Pulau ini terlihat seperti sel skuamous murni dengan nuclear pleomorfisme derajat tinggi; bagaimanapun, cincin Liesegang (kalsifikasi distropik berbentuk oval), suatu sitoplasma matang yang normal (sel polyhedral yang besar dengan jembatan interseluler yang baik dan berisi granula keratin yang matang), dan kurangnya gambaran mitotic membantu untuk membedakan lesi ini dari karsinoma sel skuamous. Polimorfisme tercatat sebagai degenerasi sekunder dari inti sel dan nekrobiosis, dan kalsifikasi distropik dan perubahan amiloid merupakan ciri pada sel epitelial yang mati. c. Perawatan Perawatan untuk lesi ini adalah eksisi bedah secara keseluruhan. Tingkat rekurensi pada CEOT ini adalah 4%. Lesi ini bertumbuh secara lambat dan membutuhkan follow-up jangka panjang untuk rekurensinya (sekurang-kurangnya 5-10 tahun). Tidak dilaporkan adanya kasus dimana lesi ini berubah menjadi ganas.

Você também pode gostar