Você está na página 1de 35

BAB II Tinjauan Pustaka 2.1. Tuberkulosis 2.1.

1 Definisi Tuberkulosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis), yang disebut juga basil tahan asam. Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. Tuberkulosis pada anak didefinisikan sebagai tuberkulosis yang diderita oleh anak <15 tahun.1 Seorang anak dikatakan terpapar TB jika anak memiliki kontak yang signifikan dengan orang dewasa atau remaja yang terinfeksi TB, pada tahap ini test tuberkulin negatif, rontgen toraks negatif. Infeksi terjadi ketika seseorang menghirup droplet nuclei Mycobacterium tuberculosis dan kuman tersebut menetap secara intraseluler pada jaringan paru dan jaringan limfoid sekitarnya, pada tahap ini rontgen toraks bisa normal atau hanya terdapat granuloma atau kalsifikasi pada parenkim paru dan jaringan limfoidnya serta didapatkan uji tuberkulin yang positif. Sementara itu, seseorang dikatakan sakit TB jika terdapat gejala klinis yang mendukung serta didukung oleh gambaran kelainan rontgen toraks, pada tahap inilah seseorang dikatakan menderita tuberkulosis.4 2.1.2. Epidemiologi Akhir tahun 1990-an, World Health Organization memperkirakan bahwa sepertiga penduduk dunia (2 miliar orang) telah terinfeksi oleh M. tuberculosis, dengan angka tertinggi di Afrika, Asia dan Amerika Latin. Tuberkulosis, terutama TB paru, merupakan masalah yang timbul tidak hanya di negara berkembang tetapi juga di negara maju. Tuberkulosis tetap merupakan salah satu penyebab tingginya angka kesakitan dan kematian, baik di negara berkembang maupun di negara maju.3 Dari Alabama, Amerika, dilaporkan bahwa selama 11 tahun (1983-1993) didapatkan 171 kasus TB anak usia <15 tahun. Diperkirakan jumlah kasus TB anak per tahun adalah 5-6 % dari

total kasus TB. Di Negara berkembang, TB pada anak berusia <15 tahun adalah 15% dari seluruh kasus TB, sedangkan di negara maju angkanya lebih rendah yaitu 5-7%.2 Menurut perkiraan WHO pada tahun 1999, jumlah kasus TB baru di Indonesia adalah 583.000 orang per tahun dan menyebabkan kematian sekitar 140.000 orang per tahun. Jumlah seluruh kasus TB anak dari 7 Rumah Sakit Pusat Pendidikan di Indonesia selama 5 tahun (19982002) adalah 1086 penyandang TB. Kelompok usia terbanyak adalah 12-60 bulan (42,9%), sedangkan untuk bayi <12 bulan didapatkan 16,5%.3 Terdapat beberapa faktor risiko yang mempermudah terjadinya infeksi TB maupun timbulnya penyakit TB pada anak. Faktor-faktor tersebut dibagi menjadi faktor risiko infeksi dan faktor risiko progresi infeksi menjadi penyakit. Faktor risiko terjadinya infeksi TB antara lain anak yang terpajan dengan orang dewasa dengan TB aktif (kontak TB positif), daerah endemis, kemiskinan, lingkungan yang tidak sehat dan tempat penampungan umum (panti asuhan, penjara atau panti perawatan lain), yang banyak terdapat pasien TB dewasa aktif.3

2.1.3. Etiologi Mycobacterium tuberculosis adalah suatu jenis kuman yang berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/um dan tebal 0,3-0,6/um, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan.2 MTB memiliki dinding yang sebagian besar terdiri atas lipid, kemudian peptidoglikan dan arabinomannan. Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan asam dan ia juga lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisis. Kuman dapat hidup dalam udara kering maupun dalam keadaan dingin ( dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es ) dimana kuman dalam keadaan dormant. Dari sifat ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan penyakit tuberkulosis menjadi aktif lagi.2 Kuman hidup sebagai parasit intraselular yakni dalam sitoplasma makrofag di dalam jaringan. Makrofag yang semula memfagositosis kemudian disenanginya karena banyak mengandung lipid. Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini

tekanan oksigen pada bagian apikal paru lebih tinggi dari bagian lain, sehingga bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit tuberculosis.2

2.1.4. Faktor Resiko Terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya infeksi TB maupun timbulnya penyakit TB pada anak. Faktor-faktor tersebut dibagi menjadi faktor resiko infeksi dan faktor resiko progresi infeksi menjadi penyakit (resiko penyakit)2. 1. Resiko infeksi TB Faktor resiko terjadinya infeksi TB antara lain adalah anak yang terpajan dengan orang dewasa dengan TB aktif (kontak TB positif), daerah endemis, kemiskinan, lingkungan yang tidak sehat (higiene dan sanitasi yang tidak membaik), tempat penampungan umum (panti asuhan, penjara atau panti perawatan lain) yang banyak terdapat pasien TB dewasa aktif. Risiko timbulnya transmisi kuman dari orang dewasa ke anak akan lebih tinggi jika pasien dewasa tersebut mempunyai BTA sputum positif, infiltrat luas atau kavitas pada lobus atas, produksi sputum banyak dan encer, batuk produktif dan kuat, serta terdapat faktor lingkungan yang kurang sehat terutama sirkulasi udara yang kurang baik. Pasien TB anak jarang menularkan kuman pada anak lain atau orang dewasa di sekitarnya. Hal ini dikarenakan kuman TB sangat jarang ditemukan di dalam sekret endobronkial pasien anak. Hal tersebut karena: a. Jumlah kuman pada TB anak biasanya sedikit (paucibacillary), tetapi karena imunitas anak masih lemah jumlah yang sedikit tersebut sudah mampu menyebabkan sakit. b. Lokasi infeksi primer yang kemudian berkembang menjadi sakit TB primer biasanya terjadi di daerah parenkim yang jauh dari bronkus, sehingga tidak terjadi produksi sputum. c. Sedikitnya atau tidak ada produksi sputum dan tidak terdapatnya reseptor batuk di daerah parenkim menyebabkan jarangnya gejala batuk pada TB anak.

2.

Resiko sakit TB Anak yang telah terinfeksi TB tidak selalu akan mengalami sakit TB. Berikut ini adalah

faktor-faktor yang dapat menyebabkan berkembangnya infeksi TB menjadi sakit TB. a. Usia Anak berusia 5 tahun mempunyai risiko lebih besar mengalami progresi infeksi menjadi sakit TB karena imunitas selulernya belum berkembang sempurna (imatur). Akan tetapi, risiko sakit TB ini akan berkurang secara bertahap seiring dengan pertambahan usia. Anak berusia < 5 tahun memiliki risiko lebih tinggi mengalami TB diseminata (seperti TB milier dan meningitis TB). Pada bayi, rentang waktu antara terjadinya infeksi dan timbulnya sakit TB singkat (kurang dari 1 tahun) dan biasanya timbul gejala yang akut. a. Infeksi baru yang ditandai dengan adanya konversi uji tuberkulin (dari negatif menjadi positif) dalam 1 tahun terakhir. b. Sosial ekonomi yang rendah, kepadatan hunian, penghasilan yang kurang, pengangguran, pendidikan yang rendah. c. Faktor lain yaitu malnutrisi, imunokompromais (misalnya pada infeksi HIV, keganasan, transplantasi organ dan pengobatan imunosupresi). d. Virulensi dari M. Tuberculosis dan dosis infeksinya. 2.1.5. Patogenesis dan Perjalanan Alamiah Paru merupakan port dentree lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena ukurannya yang sangat kecil, kuman TB dalam droplet nuclei yang terhirup setelah melewati barier mukosa basil TB akan mencapai alveolus. Pada sebagian kasus, kuman TB dapat dihancurkan seluruhnya oleh mekanisme imunologis nonspesifik, sehingga tidak terjadi respon imunologis spesifik. Akan tetapi, pada sebagian kasus lainnya, tidak seluruhnya dapat dihancurkan. Pada individu yang tidak dapat menghancurkan seluruh kuman, makrofag alveolus akan memfagosit kuman TB yang sebagian besar dihancurkan. Akan tetapi, sebagian kecil kuman TB yang tidak dapat dihancurkan akan terus berkembang biak di dalam makrofag, dan akhirnya menyebabkan lisis makrofag.

Selanjutnya kuman TB membentuk lesi di tempat tersebut yang dinamakan fokus ghon (fokus primer).2 Melalui saluran limfe kuman akan menyebar menuju kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi fokus primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika fokus primer terletak di bawah atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahiler, sedangkan jika fokus primer terletak di apeks paru, yang akan terlibat adalah kelnjar para trakeal. Gabungan antara fokus primer, limfangitis, dan limfadenitis dinamakan kompleks primer.2 Masa inkubasi (waktu antara masuknya kuman dengan terbentuknya komplek primer secara lengkap) bervariasi antara 4-8 minggu. Pada saat terbentuknya komplek primer inilah, infeksi TB primer terjadi. Hal tersebut ditandai oleh terbentuknya hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein yaitu timbulnya respon positif terhadap uji tuberkulin. Setelah imunitas seluler terbentuk, fokus primer di jaringan paru dapat mengalami salah satu hal sebagai berikut, mengalami resolusi secara sempurna, atau membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah mengalami nekrosis pengkejuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak sesempurna fokus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini. Komplek primer dapat juga mengalami komplikasi yang disebabkan oleh fokus di paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus primer di paru dapat membesar dan menyebabkan pneumonitis dan pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis pengkejuan yang berat, bagian tengah lesi akan mencair dan keluar melalui bronkus sehingga meninggalkan rongga di jaringan paru (kavitas). Kelenjar limfe hilus atau paratrakeal yang mulanya berukuran normal saat awal infeksi akan membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut, sehingga bronkus dapat terganggu yaitu obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal yang akan menimbulkan hiperinflasi di segmen distal paru. Dapat juga terjadi obstruksi total yang menyebabkan atelektasis.

Selama masa inkubasi sebelum terbentuknya imunitas seluler dapat terjadi penyebaran secara hematogen dan limfogen. Pada penyebaran limfogen kuman menyebar ke kelenjar limfe regional membentuk komplek primer. Sedangkan pada penyebaran hematogen, kuman TB masuk kedalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh dan disebut penyakit sistemik. Penyebaran hematogen sering tersamar (occult hematogenic spread) sehingga tidak menimbulkan gejala klinis. Kuman TB kemudian akan mencapai berbagai organ di seluruh tubuh dan biasanya yang dituju adalah organ yang mempunyai vaskularisasi baik terutama apek paru atau lobus atas paru. Di berbagai lokasi tersebut kuman TB akan bereplikasi dan membentuk koloni kuman sebelum terbentuk imunitas seluler yang akan membatasi pertumbuhannya, kuman tetap hidup dalam bentuk dorman dan bisa terjadi reaktivasi jika daya tahan tubuh pejamu turun.2

Gambar 1. Patogenesis tuberkulosis3

Catatan: 1. Penyebaran hematogen umumnya terjadi secara sporadik (occult hematogenic spread). Kuman TB kemudian membuat focus koloni di berbagai organ dengan vaskularisasi yang baik. Fokus ini berpotensi mengalami reaktivasi di kemudian hari. 2. Kompleks primer terdiri dari fokus primer, limfangitis, dan limfadenitis regional. 3. TB primer adalah proses masuknya kuman TB, terjadinya penyebaran hematogen, terbentuknya kompleks primer dan imunitas selular spesifik, hingga pasien mengalami infeksi TB dan dapat menjadi sakit TB primer. 4 Sakit TB pada keadaan ini disebut TB pascaprimer karena mekanismenya bisa melalui proses reaktivasi fokus lama TB (endogen) atau reinfeksi (infeksi sekunder dan seterusnya) oleh kuman TB dari luar (eksogen). Perjalanan alamiah Manifestasi klinis TB di berbagai organ muncul dengan pola yang konstan, sehingga dari studi Wallgren dan peneliti lain dapat disusun suatu kalender terjadinya TB di berbagai organ.3

Gambar 2. Kalender perjalanan penyakit TB primer3 Proses infeksi TB tidak langsung memberikan gejala. Uji tuberkulin biasanya positif dalam 4-8 minggu setelah kontak awal dengan kuman TB. Pada awal terjadinya infeksi TB, dapat dijumpai demam yang tidak tinggi dan eritema nodosum, tetapi kelainan kulit ini berlangsung singkat sehingga jarang terdeteksi. Sakit TB primer dapat terjadi kapan saja pada tahap ini.2 2.1.6. Diagnosis Diagnosis pasti TB ditegakkan dengan menemukan M.TB pada pemeriksaan sputum atau bilasan lambung, cairan cerebrospinal, cairan pleura atau pada biopsi jaringan. Jumlah kuman TB di sekret bronkus pasien anak lebih sedikit daripada dewasa karena lokasi kerusakan jaringan TB paru primer terletak di kelenjar limfe hilus dan parenkim paru bagian perifer. Selain itu tingkat kerusakan parenkim paru tidak seberat pada dewasa. Kuman BTA baru dapat dilihat dengan mikroskop bila jumlahnya paling sedikit 5.000 kuman dalam 1 ml dahak. Kesulitan kedua, pengambilan spesimen/sputum sulit dilakukan. Pada anak, walaupun batuknya berdahak, biasanya dahak akan ditelan sehingga diperlukan bilasan lambung yang diambil melalui NGT. Dahak yang representatif untuk dilakukan pemeriksaan mikroskopis adalah dahak yang kental dan purulen, berwarna hijau kekuningan dengan volume 3-5 ml. Karena alasan di atas, diagnosis TB anak bergantung pada penemuan klinis dan radiologis yang keduanya seringkali tidak spesifik. Kadang-kadang TB anak ditemukan karena adanya TB dewasa di sekitarnya. Diagnosis TB anak ditentukan berdasarkan gambaran klinis dan pemeriksaan penunjang seperti uji tuberkulin positif, dan foto paru yang mengarah pada TB (sugestif TB) merupakan bukti kuat yang menyatakan anak telah sakit TB. 2.1.6.1 Manifestasi klinis Karena patogenesis TB sangat kompleks, manifestasi klinis TB sangat bervariasi dan bergantung pada faktor kuman TB, penjamu serta interaksi diantara keduanya.Faktor kuman bergantung pada jumlah kuman dan virulensinya, sedangkan faktor penjamu bergantung pada usia dan kompetensi imun serta kerentanan penjamu pada awal terjadinya infeksi.2

Anak kecil sering tidak menunjukkan gejala selama beberapa waktu. Tanda dan gejala pada balita dan dewasa muda cenderung lebih signifikan sedangkan pada kelompok dengan rentang umur diantaranya menunjukkan clinically silent dissease.3 Manifestasi sistemik Manifestasi sistemik adalah gejala yang bersifat umum dan tidak spesifik karena dapat disebabkan oleh berbagai penyakit atau keadaan lain. Beberapa manifestasi sistemik yang dapat dialami anak yaitu:3 1. Demam lama (>2 minggu) dan/atau berulang tanpa sebab yang jelas, yang dapat disertai keringat malam. Demam pada umumnya tidak tinggi. Temuan demam pada pasien TB berkisar antara 40-80% kasus. 2. Berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau tidak naik dalam 1 bulan dengan penanganan gizi atau naik tetapi tidak sesuai dengan grafik pertumbuhan. 3. Nafsu makan tidak ada (anoreksia) dengan gagal tumbuh dan berat badan tidak naik dengan adekuat (failure to thrive). 4. Pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit dan biasanya multipel. 5. Batuk lama lebih dari 3 minggu, dan sebab lain telah disingkirkan, tetapi pada anak bukan merupakan gejala utama. 6. Diare persisten yang tidak sembuh dengan pengobatan diare. 7. Malaise (letih, lesu, lemah, lelah).

Manifestasi Spesifik Paru. TB Asimptomatis Infeksi asimptomatis (atau laten) didefinisikan sebagai infeksi yang diasosiasikan dengan hipersensitivitas tuberkulis dan tes tuberkulin positif tanpa gejala klinis dan manifestasi radiologis. Dari CT scan dapat dilihat pembesaran nodus limfe di rongga dada, walaupun pada rontgen hasil dapat normal. Kadang-kadang, demam subfebris ditemukan pada onset penyakit. Sekiranya anak berkontak dengan individu dengan TB menular yg tes tuberkulin positif,

diagnosis TB asimptomatis harus segera disingkirkan setelah rontgen foto thorak dan pemeriksaan fisik yang teliti.4 TB Paru Primer Kompleks primer mengandung 3 elemen: fokus primer, limfangitis dan limfadenitis regional. Tanda yang khas pada penyakit ini adalah daerah adenitis yang relatif besar berbanding lokus pada paru. Karena aliran limfatik thorak berlangsung secara predominan dari kiri ke kanan, nodus pada bagian kanan atas paratrakeal sering dinilai paling terafeksi.4 Interpretasi ukuran nodus limfe intratoraks pada rontgen sulit, tapi akan terlihat jelas apabila terdapat adenopati yang disebabkan oleh tuberkulosis. Apabila nodus limfe membesar, obstruksi parsial dari bronkus dapat menimbulkan hiperinflasi dan berlanjut kepada atelektasis. Gambaran radiologis pada penyakit ini mirip penyakit yang disebabkan oleh aspirasi benda asing. Atelektasis segmental dan lesi hiperinflasi dapat terjadi bersamaan.3 Balita cenderung memperlihatkan tanda dan gejala karena perbahan diameter saluran nafas berbanding nodus limfe parenkim. Simptom yang paling sering adalah batuk non produktif dan dispneu. Gangguan respiratorik contohnya obstruksi bronkus dengan tanda adanya air trapping dan gejala wheezing jarang dikeluhkan.6

TB Paru Progresif TB paru progresif merupakan komplikasi lanjutan dari TB paru primer. Kompleks primer yang menjadi fokus awal paru yang tidak mengalami kalsifikasi membesar dengan stabil membentuk caseous centre yang kemudiannya meleleh ke dalam broncus adjacent membentuk kavitas primer. Likuifikasi ini berhubungan dengan besarnya jumlah basil TB, merupakan faktor yang menyebabkan seorang anak dapat mentransmisikan M. tuberkulosis kepada individu lainnya. Dapat terjadi diseminasi lanjut basil tuberkel ke lobus lain dan ke seluruh paru. Gambaran klinis pada penyakit ini adalah bronkopneumonia dengan demam tinggi, batuk sedang sampai berat, keringat malam, dullness pada perkusi, rales, dan penurunan bunyi nafas.4

TB Paru Kronis/Reaktivasi Sebelum penemuan Obat Anti Tuberkulosis (OAT), TB paru kronis sangat jarang ditemukan pada anak. Penyakit ini lebih sering ditemukan pada anak-anak yang mempunyai strata sosioekonomi yang rendah, anak perempuan dan pada anak dengan diagnosis TB yang lambat ditegakkan. Penyakit ini sering ditemukan pada remaja berbanding anak dengan gambaran radiologis mirip pada orang dewasa, dengan gambaran infiltrat pada lobus atas dan kavitas. Anak dengan penyakit ini cenderung mengalami demam, anoreksia, malaise, penurunan berat badan, keringat malam, batuk produktif, nyeri dada dan hemoptisis.3

2.1.6.2 Pemeriksaan penunjang Uji tuberkulin Tuberkulin adalah komponen protein kuman TB yang mempunyai sifat antigenik yang kuat. Jika disuntikkan secara intrakutan kepada seseorang yang telah terinfeksi TB, maka akan terjadi reaksi berupa indurasi di lokasi suntikan. Uji tuberkulin cara mantoux dilakukan dengan menyuntikkan 0,1 ml PPD RT-23 2TU secara intrakutan di bagian volar lengan bawah. Pembacaan dilakukan 48-72 jam setelah penyuntikan. Pengukuran dilakukan terhadap indurasi yang timbul. Jika tidak timbul indurasi sama sekali hasilnya dilaporkan sebagai negatif.2,5 Secara umum hasil uji tuberkulin dengan diameter indurasi 10 mm dinyatakan positif

tanpa menghiraukan penyebabnya. Hasil positif ini sebagian besar disebabkan oleh infeksi TB alamiah, tetapi masih mungkin disebabkan oleh imunisasi BCG atau infeksi M. atipik. Pada anak balita yang telah mendapat BCG, diameter indurasi 10-14 cm dinyatakan uji tuberkulin positif, kemungkinan besar karena infeksi TB alamiah, tetapi masih mungkin disebabkan oleh BCG-nya, tapi bila ukuran indurasinya 15 mm sangat mungkin karena infeksi alamiah. Apabila diameter

indurasi 0-4 mm dinyatakan uji tuberkulin negatif. Diameter 5-9 cm dinyatakan positif meragukan. Pada keadaan imunokompromais atau pada pemeriksaan foto thorak terdapat kelainan radiologis hasil positif yang digunakan 5mm.2,5

Uji Interferon Prinsip yang digunakan adalah merangsang limfosit T dengan antigen tertentu, diantaranya antigen dari kuman TB. Bila sebelumya limfosit T tersebut telah tersensitisasi dengan antigen TB maka limfosit T akan menghasilkan interferon gamma yang kemudian di kalkulasi. Akan tetapi, pemeriksaan ini hingga saat ini belum dapat membedakan antara infeksi TB dan sakit TB.5

Radiologi Gambaran foto Rontgen toraks pada TB tidak khas, kelainan-kelainan radiologis pada TB dapat juga dijumpai pada penyakit lain. Secara umum, gambaran radiologis yang sugestif TB adalah: Pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan/tanpa infiltrat Konsolidasi segmental/lobar Milier Kalsifikasi dengan infiltrat Atelektasis Kavitas Efusi pleura Tuberkuloma

Serologi Beberapa pemeriksaan serologis yang ada di antaranya adalah PAP TB, mycodot, Immuno Chromatographic Test (ICT), dan lain-lain. Akan tetapi, hingga saat ini belum ada satupun pemeriksaan serologis yang dapat membedakan antara infeksi TB dan sakit TB.5

Mikrobiologi Pemeriksaan mikrobiologi yang dilakukan terdiri dari pemeriksaan mikroskopik apusan langsung untuk menemukan BTA, pemeriksaan biakan kuman M. Tuberkulosis dan pemeriksaan PCR. Pada anak pemeriksaan mikroskopik langsung sulit dilakukan karena sulit mendapatkan sputum sehingga harus dilakukan bilas lambung. Dari hasil bilas lambung didapatkan hanya 10

% anak yang memberikan hasil positif. Pada kultur hasil dinyatakan positif jika terdapat minimal 10 basil per milliliter spesimen. Saat ini PCR masih digunakan untuk keperluan penelitian dan belum digunakan untuk pemeriksaan klinis rutin.2,5

Patologi Anatomik Pemeriksaan PA dapat menunjukkan gambaran granuloma yang ukurannya kecil, terbentuk dari agregasi sel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit. Granuloma tresebut mempunyai karakteristik perkijuan atau area nekrosis kaseosa di tengah granuloma. Gambaran khas lainnya ditemukannya sel datia langhans.2 Untuk memudahkan diagnosis TB paru pada anak, IDAI merekomendasiskan diagnosis TB anak dengan sistem skoring, yaitu pembobotan terhadap gejala atau tanda klinis yang dijumpai.9,10 Parameter Kontak TB 0 Tidak jelas 1 2 Laporan keluarga (BTA negatif tidak jelas) Uji Tuberkulin Negatif Positif ( 10 mm atau 5 mm pada keadaan imunosupresi) Berat badan / BB/TB < 90% atau BB/U < 80% Klinis buruk atau BB/TB < 70% atau BB/U < 60% Demam tanpa 2 minggu gizi atau 3 BTA(+)

Status Gizi

sebab yang jelas Batuk Pembesaran kelenjar koli, > 1, tidak nyeri Ada pembengkakan 3 minggu 1 cm, jumlah -

aksila, inguinal Pembengkakan tulang panggul, falang Foto Thorak / sendi lutut,

Normal/kelainan Gambaran tidak jelas sugestif TB

Tabel 1. Skoring TB menurut IDAI Catatan: Diagnosis dengan sistem skor ditegakkan oleh dokter. Jika dijumpai skrofuloderma, langsung didiagnosis tuberkulosis. Berat badan dinilai saat datang. Demam dan batuk tidak ada respon terhadap terapi sesuai baku. Gambaran sugestif TB, berupa; pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan/tanpa infiltrat; konsolidasi segmental/lobar; kalsifikasi dengan infiltrat; atelektasis;

tuberkuloma. Gambaran milier tidak dihitung dalam skor karena diperlakukan secara khusus. Mengingat pentingnya peran uji tuberkulin dalam mendiagnosis TB anak, maka sebaiknya disediakan tuberkulin di tempat pelayanan kesehatan. Pada anak yang diberi imunisasi BCG, bila terjadi reaksi cepat BCG ( 7 hari) harus dievaluasi dengan sistim skoring TB anak, BCG bukan merupakan alat diagnostik. Didiagnosis TB Anak ditegakkan bila jumlah skor 6, (skor maksimal 13).

Jika ditemukan gambaran milier, kavitas atau efusi pleura pada foto toraks, dan/atau terdapat tanda-tanda bahaya, seperti kejang, kaku kuduk dan penurunan kesadaran serta tanda kegawatan lain seperti sesak napas, pasien harus di rawat inap di RS.

Gambar 4.1 Bagan skrining tuberkulosis

2.2. Marasmus 2.2.1. Definisi Bentuk malnutrisi energi protein yang terutama disebabkan kekurangan kalori berat dalam jangka waktu lama, terutama terjadi selama tahun pertama kehidupan, yang ditandai dengan retardasi pertumbuhan dan pengurangan lemak bawah kulit dan otot secara progresif tetapi biasanya masih ada nafsu makan dan kesadaran mental.4

2.2.2. Etiologi

Gizi buruk dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling terkait. Secara garis besar penyebab anak kekurangan gizi disebabkan karena asupan makanan yang kurang dan anak sering sakit atau terkena infeksi. Selain itu gizi buruk dipengaruhi oleh faktor lain seperti sosial ekonomi, kepadatan penduduk, kemiskinan, dan lain-lain.4,5

2.2.3. Faktor utama penyebab gizi buruk pada anak2 1. Peranan diet Anak sering tidak cukup mendapatkan makanan bergizi seimbang terutama dalam segi protein dan karbohidratnya. Diet yang mengandung cukup energi tetapi kurang protein akan menyebabkan anak menjadi penderita kwashiokor, sedangkan diet kurang energi walaupun zat gizi esensialnya seimbang akan menyebabkan anak menjadi penderita marasmus. Pola makan yang salah seperti pemberian makanan yang tidak sesuai dengan usia akan menimbulkan masalah gizi pada anak. Contohnya anak usia tertentu sudah diberikan makanan yang seharusnya belum dianjurkan untuk usianya, sebaliknya anak telah melewati usia tertentu tetapi tetap diberikan makanan yang seharusnya sudah tidak diberikan lagi pada usianya. Selain itu mitos atau kepercayaan di masyarakat atau keluarga dalam pemberian makanan seperti berpantang makanan tertentu akan memberikan andil terjadinya gizi buruk pada anak.

2. Peranan penyakit atau infeksi Penyakit atau infeksi menjadi penyebab terbesar kedua setelah asupan makanan yang tidak seimbang. Telah lama diketahui adanya hubungan yang erat antara malnutrisi dan penyakit infeksi terutama di negara tertinggal maupun di negara berkembang seperti Indonesia, dimana kesadaran akan kebersihan diri (personal hygiene) masih kurang, dan adanya penyakit infeksi kronik seperti Tuberkulosis dan cacingan pada anak-anak. Kaitan antara infeksi dan kurang gizi sangat sukar diputuskan, karena keduanya saling terkait dan saling memperberat. Kondisi infeksi kronik akan menyebabkan anak menjadi kurang gizi yang pada akhirnya memberikan dampak buruk pada sistem pertahanan tubuh sehingga memudahkan terjadinya infeksi baru pada anak.

2.2.4. Faktor lain penyebab gizi buruk pada anak4,5 1. Peranan sosial ekonomi

Tidak tersedianya makanan yang adekuat terkait langsung dengan masalah social ekonomi, dan kemiskinan. Data di indonesia dan negara lain menunjukan adanya hubungan timbal balik antara kurang gizi dengan masalah-masalah sosial yang terjadi di masyarakat terutama masalah kemiskinan yang pada akhirnya mempengaruhi ketersedian makanan serta keragaman makanan yang dikonsumsi. Banyak masyarakat yang masih menganut sistem bahwa orang tua harus lebih mendapatkan porsi makanan yang lebih banyak dan lebih bergizi daripada anak-anaknya karena mereka harus bekerja keras untuk menghidupi keluarganya sedangkan anak-anak hanya bermain dirumah sehingga tidak perlu mendapat asupan yang bergizi. Selain itu adanya faktor-faktor lain seperti poligami, seorang suami dengan banyak istri dan anak membuat pendapatan suami tersebut tidak dapat mencukupi makan istri-istri dan anak-anaknya, serta tingginya tingkat perceraian, dimana sebelumnya suami dan istri bersama-sama mencari nafkah untuk menghidupi anak-anaknya, kini hanya tinggal istri yang menghidupi anaknya sebagai orang tua tunggal (single parrent).

2. Peranan kepadatan penduduk Dalam kongresnya di Roma pada tahun 1974, World Food Organization memaparkan bahwa meningkatnya jumlah penduduk yang cepat tanpa diimbangi dengan bertambahnya persediaan pangan maupun bahan makanan setempat yang memadai merupakan sebab utama krisis pangan. Marasmus dapat terjadi jika suatu daerah terlalu padat penduduknya dengan keadaan higiene aqyang buruk, contohnya dikota kota besar yang laju pertambahan penduduknya sangat besar akibat arus urbanisasi dan tingginya angka kelahiran menyebabkan kepadatan penduduk yang semakin meningkat. Pada akhirnya ketersediaan makanan yang ada tidak akan mencukupi lagi untuk memenuhi kebutuhan makanan masyarakat di daerah tersebut.

2.2.5. Patofisiologi Malnutrisi merupakan suatu sindrom yang terjadi akibat banyak faktor. Faktor-faktor ini dapat digolongkan atas tiga faktor penting yaitu : tubuh sendiri (host), agent (kuman penyebab), environment (lingkungan). Memang faktor diet (makanan) memegang peranan penting tetapi faktor lain ikut menentukan. Marasmus adalah compensated malnutrition atau sebuah mekanisme adaptasi tubuh terhadap kekurangan energi dalam waktu yang lama. Dalam keadaan kekurangan makanan, tubuh selalu berusaha untuk empertahankan hidup dengan memenuhi

kebutuhan pokok atau energi. Kemampuan tubuh untuk mempergunakan karbohidrat, protein dan lemak merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan, karbohidrat (glukosa) dapat dipakai oleh seluruh jaringan tubuh sebagai bahan bakar, tetapi kemampuan tubuh untuk menyimpan karbohidrat sangat sedikit. Akibatnya katabolisme protein terjadi setelah beberapa jam dengan menghasilkan asam amino yang segera diubah jadi karbohidrat di hepar dan di ginjal. Selama kurangnya intake makanan, jaringan lemak akan dipecah jadi asam lemak, gliserol dan keton bodies. Setelah lemak tidak dapat mencukupi kebutuhan energi, maka otot dapat mempergunakan asam lemak dan keton bodies sebagai sumber energi kalau kekurangan makanan. Pada akhirnya setelah semua tidak dapat memenuhi kebutuhan akan energi lagi, protein akan dipecah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme basal tubuh. Proses ini berjalan menahun, dan merupakan respon adaptasi terhadap ketidak cukupan asupan energi dan protein.1 2.2.6. Gejala Klinis

Pada kasus malnutrisi yang berat, gejala klinis terbagi menjadi dua bagian besar, yaitu kwashiokor dan marasmus. Pada kenyataannya jarang sekali ditemukan suatu kasus yang hanya menggambarkan salah satu dari bagian tertentu saja. Sering kali pada kebanyakan anak-anak penderita gizi buruk, yang ditemukan merupakan perpaduan gejala dan tanda dari kedua bentuk malnutrisi berat tersebut. Marasmus lebih sering ditemukan pada anak-anak dibawah usia satu tahun, sedangkan insiden pada anak anak dengan kwashiokor terjadi pada usia satu hingga enam tahun. Pada beberapa negara seperti di Asia dan Afrika, marasmus juga didapatkan pada anak yang lebih dewasa dari usia satu tahun (toddlers), sedangkan di Chili, marasmus terjadi pada bulan pertama kehidupan anak tersebutnya.1,2

Gejala pertama dari malnutrisi tipe marasmus adalah kegagalan tumbuh kembang. Pada kasus yang lebih berat, pertumbuhan bahkan dapat terhenti sama sekali. Selain itu didapatkan penurunan aktifias fisik dan keterlambatan perkembangan psikomotorik. Pada saat dilakukan pemeriksaan fisik, akan ditemukan suara tangisan anak yang monoton, lemah, dan tanpa air mata, lemak subkutan menghilang dan lemak pada telapak kaki juga menghilang sehingga memberikan kesan tapak kaki seperti orang dewasa. Kulit anak menjadi tipis dan halus, mudah terjadi luka tergantung adanya defisiensi nutrisi lain yang ikut menyertai keadaan marasmus.

Kaki dan tangan menjadi kurus karena otot-otot lengan serta tungkai mengalami atrofi disertai lemak subkutan yang turut menghilang. Pada pemeriksaan protein serum, ditemukan hasil yang normal atau sedikit meningkat. Selain itu keadaan yang terlihat mencolok adalah hilangnya lemak subkutan pada wajah. Akibatnya ialah wajah anak menjadi lonjong, berkeriput dan tampak lebih tua (old man face). Tulang rusuk tampak lebih jelas. Dinding perut hipotonus dan kulitnya longgar. Berat badan turun menjadi kurang dari 60% berat badan menurut usianya. Suhu tubuh bisa rendah karena lapisan penahan panas hilang. Cengeng dan rewel serta lebih sering disertai diare kronik atau konstipasi, serta penyakit kronik. Tekanan darah, detak jantung dan pernafasan menjadi berkurang.2,3

Pada kasus malnutrisi kwashiokor marasmik ditemukan perpaduan gejala antara kwashiokor dan marasmus. Keadaan ini ditemukan pada anak-anak yang makanan sehariharinya tidak mendapatkan cukup protein dan energi untuk pertumbuhan yang normal. Pada anak-anak penderita kasus ini disamping terjadi penurunan berat badan dibawah 60% berat badan normal seusianya, juga memperlihatkan tanda-tanda kwashiokor, seperti edema, kelainan rambut, kelainan kulit, dan kelainan biokimiawi. Kelainan rambut pada kwashiorkor adalah rambut menjadi lebih mudah dicabut tanpa reaksi sakit dari penderita, warna rambut menjadi lebih merah, ataupun kelabu hingga putih. Kelainan kulit yang khas pada penyakit ini ialah crazy pavement dermatosis, yaitu kulit menjadi tampak bercak menyerupai petechiae yang lambat laun menjadi hitam dan mengelupas di tengahnya, menjadikan daerah sekitarnya kemerahan dan dikelilingi batas-batas yang masih hitam. Adanya pembesaran hati dan juga anemia ringan dikarenakan kekurangan berbagai faktor yang turut mengiringi kekurangan protein, seperti zat besi, asam folat, vitamin B12, vitamin C, dan tembaga. Selain itu juga ditemukan kelainan biokimiawi seperti albumin serum yang menurun, globulin serum yang menurun, dan kadar kolesterol yang rendah.2,4

2.2.7. Diagnosis Diagnosis marasmus dibuat berdasarkan gambaran klinis, tetapi untuk mengetahui penyebab harus dilakukan anamnesis makanan dan kebiasaan makan anak serta riwayat penyakit yang lalu. Pada awalnya, terjadi kegagalan menaikkan berat badan, disertai dengan kehilangan berat badan sampai berakibat kurus, dengan kehilangan turgor pada kulit sehingga menjadi

berkerut dan longgar karena lemak subkutan hilang. Lemak pada daerah pipih adalah bagian terakhir yang hilang sehingga untuk beberapa waktu muka bayi tampak relative normal sampai nantinya menyusut dan berkeriput. Abdomen dapat kembung atau datar dan gambaran usus dapat dengan mudah dilihat. Terjadi atrofi otot dengan akibat hipotoni. Suhu biasanya subnormal, nadi mungkin lambat, dan angka metabolism basal cenderung menurun. Mula-mula bayi mungkin rewel, tetapi kemudian menjadi lesu dan nafsu makan hilang. Bayi biasanya konstipasi, tetapi dapat muncul diare dengan buang air besar sering, tinja berisi mucus dan sedikit.3,4 Ciri dari marasmus antara lain:3,4 - Penampilan wajah seperti orang tua, terlihat sangat kurus - Perubahan mental - Kulit kering, dingin dan kendur - Rambut kering, tipis dan mudah rontok - Lemak subkutan menghilang sehingga turgor kulit berkurang - Otot atrofi sehingga tulang terlihat jelas - Sering diare atau konstipasi - Kadang terdapat bradikardi - Tekanan darah lebih rendah dibandingkan anak sehat yang sebaya - Kadang frekuensi pernafasan menurun

Selain itu marasmus harus dapat dibedakan dengan kasus malnutrisi lainnya yaitu kwashiokor agar tidak terjadi kesalahan dalam penegakkan diagnosa yang dapat berpengaruh pada tindak lanjut kasus ini. Kwashiorkor merupakan sindroma klinis akibat dari malnutrisi protein berat (MEP berat) dengan masukan kalori yang cukup. Bentuk malnutrisi yang paling serius dan paling menonjol di dunia saat ini terutama yang berada didaerah industri belum berkembang. Kwashiorkor berarti anak tersingkirkan, yaitu anak yang tidak lagi menghisap, gejalanya dapat menjadi jelas sejak masa bayi awal sampai sekitar usia 5 tahun, biasanya sesudah menyapih dari ASI. Walaupun penambahan tinggi dan berat badan dipercepat dengan pengobatan, ukuran ini tidak pernah sama dengan tinggi dan berat badan anak normal.3

Ciri dari Kwashiorkor menurut antara lain:3,4 - Perubahan mental sampai apatis

- Sering dijumpai Edema - Atrofi otot - Gangguan sistem gastrointestinal - Perubahan rambut dan kulit - Pembesaran hati - Anemia

2.2.8. Tatalaksana Tujuan pengobatan pada penderita marasmus adalah pemberian diet tinggi kalori dan tinggi protein serta mencegah kekambuhan. Penderita marasmus tanpa komplikasi dapat berobat jalan asal diberi penyuluhan mengenai pemberian makanan yang baik, sedangkan penderita yang mengalami komplikasi serta dehidrasi, syok, asidosis dan lain-lain perlu mendapat perawatan di rumah sakit. Penatalaksanaan penderita yang dirawat di RS dibagi dalam beberapa tahap.1,7 Tahap awal yaitu 24-48 jam per-tama merupakan masa kritis, yaitu tindakan untuk menyelamat-kan jiwa, antara lain mengkoreksi keadaan dehidrasi atau asidosis dengan pemberian cairan intravena. Cairan yang diberikan ialah larutan Darrow-Glucosa atau Ringer Lactat Dextrose 5%. Cairan diberikan sebanyak 200 ml/kg BB/hari. Mula-mula diberikan 60 ml/kg BB pada 4-8 jam pertama. Kemudian 140 ml sisanya diberikan dalam 16-20 jam berikutnya.1,2 Tahap kedua yaitu penyesuaian. Sebagian besar penderita tidak memerlukan koreksi cairan dan elektrolit, sehingga dapat langsung dimulai dengan penyesuaian terhadap pemberian makanan. Pada hari-hari pertama jumlah kalori yang diberikan sebanyak 30-60 kalori/kg BB/hari atau rata-rata 50 kalori/kg BB/hari, dengan protein 1-1,5 g/kg BB/hari. Jumlah ini dinaikkan secara berangsur-angsur tiap 1-2 hari sehingga mencapai 150-175 kalori/kg BB/hari dengan protein 3-5 g/kg BB/hari. Waktu yang diperlukan untuk mencapai diet tinggi kalori tinggi protein ini lebih kurang 7-10 hari. Cairan diberikan sebanyak 150 ml/kg BB/hari.2,4 Pemberian vitamin dan mineral yaitu vitamin A diberikan sebanyak 200.000. i.u peroral atau 100.000 i.u im pada hari pertama kemudian pada hari ke dua diberikan 200.000 i.u. oral. Vitamin A diberikan tanpa melihat ada/tidaknya gejala defisiensi Vitamin A untuk mencegah terjadinya xeroftalmia karena pada kasus ini kadar vitamin A serum sangat rendah. Mineral yang perlu ditambahkan ialah K, sebanyak 1-2 Meq/kg BB/hari/IV atau dalam bentuk preparat oral

75-100 mg/kg BB/hari dan Mg, berupa MgS04 50% 0,25 ml/kg BB/hari atau magnesium oral 30 mg/kg BB/hari. Dapat diberikan 1 ml vitamin B (IC) dan 1 ml vit. C (IM), selanjutnya diberikan preparat oral atau dengan diet.2,4 No. Tindakan Pelayanan Fase Stabilisasi Fase Rehabilitasi H 1-2 H 3-7 1. Mencegah dan mengatasi hipoglikemi 2. Mencegah dan mengatasi hipotermi 3. Mencegah dan mengatasi dehidrasi 4. Memperbaiki keseimbangan elektrolit 5. 6. 7. Mengobati Infeksi Memperbaiki gizi mikro Memperbaiki untuk transisi 8. Memperbaiki makanan makanan dan
Tanpa FE Dengan FE

Fase Lanjut

Tindak

Minggu ke 3-6

Minggu ke 7-6

stabilisasi

untuk tumbuh kerja 9. Memperbaiki tumbuh kembang 10. Mempersiapkan untuk stimulasi

tindak lanjut di rumah

Tabel 2. 10 Langkah Penanganan Gizi Buruk BAB III LAPORAN KASUS

Identitas Anak Nama pasien Jenis kelamin Umur Alamat Tanggal Masuk RS Tanggal pemeriksaan Diagnosis MRS : An. A : Laki-laki : 3 tahun : Pagutan, Mataram : 19-12-2012 : 22-12-2012 : Susp. TB Paru + Gizi Buruk Ibu Nama Umur Pendidikan / berapa tahun Pekerjaan Ny. N 24 tahun SD IRT Ayah Tn. M 27 tahun SMP Buruh

II. Heteroanamnesis (dari ibu kandung pasien) Keluhan Utama : Berat Badan tidak naik Riwayat Penyakit sekarang : Pasien dikeluhkan beratnya tidak naik-naik sejak satu bulan yang lalu, walaupun nafsu makan pasien baik. Pasien juga dikeluhkan mengalami batuk pilek sejak 2 hari yang lalu, batuk tidak berdahak. Demam (+) sejak 5 hari yang lalu, demam dikeluhkan naik turun apabila pasien diminumkan obat maka demam akan turun dan setelah beberapa jam demam akan naik kembali. Batuk lama disangkal oleh orang tua pasien, riwayat kontak dengan penderita batuk lama (+) yaitu kakek pasien yang kadang kadang sering bermain dengan pasien. Keringat malam disangkal, sesak (-), muntah (-). BAK (+) normal dengan frekuensi 5-6 kali dalam sehari, warna kuning jernih, darah (-), BAB (+) dengan frekuensi 1-2 kali dalam sehari konsistensi lunak, warna kekuningan.

Riwayat Penyakit Sebelumnya: Pasien tidak pernah mengalami keluhan berat badan yang tidak pernah naik sebelumnya, pasien memiliki riwayat opname pada usia 8 bulan. Riwayat sesak napas sebelumnya disangkal Riwayat alergi makanan/obat disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga dan Sosial: Paman dan kakek pasien saat ini mengalami batuk lama (>3minggu) yang tinggal sebelah rumah pasien dan kadang-kadang sering main dengan pasien. Riwayat batuk disertai darah pada keluarga yang tinggal serumah, keluarga lain, tetangga sekitar dan teman-teman pasien disangkal Riwayat pengobatan TBC pada keluarga yang tinggal serumah, keluarga lain, tetangga sekitar dan teman-teman pasien disangkal Riwayat demam lama (>2minggu) pada keluarga yang tinggal serumah, keluarga lain, tetangga sekitar dan teman-teman pasien disangkal Riwayat sesak napas, sering bersin pagi hari pada keluarga disangkal Riwayat alergi obat/makanan disangkal

Riwayat Keluarga (Ikhtisar): Pasien adalah anak pertama dan tidak memiliki saudara. Riwayat Pengobatan: Seminggu sebelum datang ke RSUP NTB, pasien berobat di UGD RS Kota dan hanya diberikan Paracetamol Syrup untuk menurunkan panas. Riwayat Pribadi: 1. Riwayat Kehamilan dan Persalinan Ibu pasien rutin ANC di Puskesmas dan Posyandu setiap bulannya.

Riwayat sakit berat selama hamil (-). Riwayat minum obat-obatan selama hamil: ibu lupa.

Riwayat konsumsi obat penambah darah dari Puskesmas (+) sejak bulan pertama kehamilan sampai menjelang persalinan.

Selama ANC, tidak ditemukan kelainan pada janin atau ibu (riwayat perdarahan, muntah berlebihan, demam selama kehamilan disangkal; bidan juga mengatakan letak dan perkembangan janin normal)

Pasien lahir spontan di rumah, ditolong bidan, Lahir cukup bulan dengan berat lahir 3300 gram. Lahir langsung menangis, riwayat biru setelah lahir (-), kuning setelah lahir (-).

2. Riwayat Nutrisi ASI (+) usia 0 - 2 tahun. Pemberian PASI (bubur/pisang/nasi) mulai usia 6 bulan Pemberian susu formula disangkal Nafsu makan menurun selama 1 bulan terakhir. Makan 1-2x/harinya, dengan jumlah piring. Makanan berupa nasi, sayur-sayuran, tempe/tahu, kerupuk. Ikan, untuk daging dan telur kadang-kadang diberikan. Ibu pasien mengaku anaknya lebih senang makan cemilan dibandingkan nasi.

3. Perkembangan dan Kepribadian Orang tua pasien menyatakan perkembangan anaknya baik dan sesuai dengan anak yang seumuran dengan pasien. Saat ini belum sekolah dan aktif bermain dengan teman-teman seusianya disekitar rumahnya. 4. Vaksinasi A. Dasar BCG : (+) pada umur: ibu lupa B. Ulangan

Hepatitis : 3x pada umur: ibu lupa Polio : 3x, pada umur: lupa DPT : (+) pada umur: lupa Campak : (-) Pada umur : Pada umur :

o Orangtua mengaku pasien belum mendapatkan imunisasi campak, karena pada saat usia pasien 9 bulan, ibu pasien pindah tinggal sementara di Gili. Dan sampai saat ini belum mendapatkan imunisasi tersebut. o Riwayat imunisasi ulangan/lainnya disangkal.

5. Social Ekonomi dan Lingkungan Keluarga pasien termasuk Sosial-ekonomi rendah, bapak pasien bekerja sebagai buruh dengan penghasilan perbulan tidak tentu sekitar Rp.300.000-750.000 perbulan. Pasien tinggal berempat bersama orang tua dan neneknya. Ayah pasien adalah perokok aktif (2-3 batang perhari) dan apabila merokok menjauh dari pasien dan diluar rumah. Pasien tinggal di daerah perkampungan yang jarak antar rumah saling berdekatan (halaman sempit). Rumah pasien berdinding tembok, beratap genteng, lantai semen, jumlah kamar 3 dengan ukuran 3x3 m, ventilasi ruangan sedikit, keadaan rumah cukup lembab, sirkulasi udara kurang, pencahayaan kurang. Sumber air untuk MCK dari air sumur. Kebiasaan menggunakan sabun untuk cuci tangan jarang dilakukan.

Skoring Diagnosis TB Parameter Kontak TB Uji tuberkulin Berat badan/keadaan gizi Demam yang tidak diketahui penyebabnya Batuk kronik Pembesaran KGB Pembengkakan tulang Foto thoraks Jumlah skor + + + + + + + 0 1 2 + 3

II. PEMERIKSAAN FISIK (tanggal 22-12-2012) Status Present KU Kes RR Nadi T ax CRT : Sedang : Compos Mentis : 28 x/menit, tipe : torakoabdominal : 100 x/menit, isi dan tegangan cukup, teratur. : 37,3 oC. : <2 detik.

Status Gizi Berat badan : 8 kg, Berat badan : < -3 SD Tinggi badan : < -3 SD Z-Score : -2,80 Edema: (+) minimal Kesimpulan status gizi : Gizi Buruk Panjang badan : 82,5 cm

Status General : o Kepala dan Leher : Kepala : Bentuk UUB UUK Rambut : Warna : normosefali : datar, sudah menutup : datar, sudah menutup : hitam

Tebal/tipis : tipis Jarang/tidak (distribusi) : tidak jarang

Alopesia Mata : Palpebra

: tidak ada : tidak edema : tidak mudah dicabut : anemis : tidak ikterik : cukup : 3 mm/3 mm : isokor, normal : +/+ : jernih : simetris : tidak ada : minimal : tidak ada : simetris

Alis & bulu mata Konjungtiva Sklera Produksi air mata Pupil : Diameter Simetris Reflek cahaya Kornea Telinga : Bentuk Sekret Serumen Nyeri Hidung : Bentuk

Pernafasan cuping hidung : tidak Ada Epistaksis Sekret Mulut : Bibir Gusi Bentuk : tidak ada : tidak ada : normal

: mukosa bibir kering, sianosis tidak ada : - tidak mudah berdarah

- pembengkakan tidak ada Lidah : Bentuk : normal

Pucat/tidak : tidak pucat Tremor/tidak Kotor/tidak Warna Faring : : tidak tremor : tidak kotor : kemerahan Hiperemi Edema : tidak ada : tidak ada

Membran/pseudomembran : (-) Tonsil : Warna Pembesaran Abses/tidak : Merah muda, hiperemi (-) : tidak ada : tidak ada

Membran/pseudomembran : (-) Leher : Vena Jugularis : Pulsasi Tekanan : tidak terlihat : tidak meningkat

Pembesaran kelenjar leher: Ada, < 1 cm, tidak nyeri, multiple dx et sx Kaku kuduk Massa Tortikolis : tidak ada : tidak ada : tidak ada

o Thorak : Dinding dada/paru : Inspeksi : Bentuk Retraksi Dispnea Pernafasan Palpasi : simetris : Tidak Ada : Ada : Abdomino-thorakal

: kesan simetris, massa (-)

Perkusi : sonor/sonor Auskultasi : Suara Napas Dasar : Suara napas vesikuler Suara Napas Tambahan : Rhonki (+/+) kasar, Wheezing (-/-)

Jantung : Inspeksi : Iktus Palpasi : Apeks Thrill : tidak terlihat : tidak teraba : tidak ada

Perkusi : Batas kanan : ICS IV LPS dextra Batas kiri Batas atas Auskultasi : Frekuensi Suara dasar Bising : 100 x/menit : S1 dan S2 tunggal : tidak ada : ICS V LMK sinistra : ICS II LPS dextra

o Abdomen Inspeksi : Bentuk : datar,

tampak depan : proporsi perut lebih besar daripada pinggul dan paha tampak samping : bantalan bokong tipis tampak belakang : baggy pants (+) Palpasi : Hati Lien Ginjal Massa Perkusi : tidak teraba : tidak teraba : tidak teraba : tidak ada

: Timpani/pekak : timpani Asites : tidak ada

Auskultasi : bising usus (+) normal

o Anggota Gerak: Tungkai Atas Kanan Akral hangat Edema Pucat Kelainan bentuk + Kiri + Tungkai Bawah Kanan + + Kiri + + -

Pembengkakan Sendi Pembesaran KGB Leher Axilla Inguinal

+ + -

+ + -

+ +

+ +

o Kulit : Ikterus (-), pustula (-), peteki (-), sklofuloderma (-) o Urogenital : Perempuan dan tidak tampak kelainan o Vertebrae : tidak tampak kelainan

III. RESUME Pasien anak laki-laki, usia 3 tahun Pasien dikeluhkan beratnya tidak naik-naik sejak satu bulan yang lalu, walaupun nafsu makan pasien baik. Pasien juga dikeluhkan mengalami batuk pilek sejak 2 hari yang lalu, batuk tidak berdahak. Demam (+) sejak 5 hari yang lalu, demam dikeluhkan naik turun apabila pasien diminumkan obat maka demam akan turun dan setelah beberapa jam demam akan naik kembali. Batuk lama disangkal oleh orang tua pasien, riwayat kontak dengan penderita batuk lama (+) yaitu kakek pasien yang kadang kadang sering bermain dengan pasien. Keringat malam disangkal, sesak (-), muntah (-). BAK (+) normal dengan frekuensi 5-6 kali dalam sehari, warna kuning jernih, darah (-), BAB (+) dengan frekuensi 1-2 kali dalam sehari konsistensi lunak, warna kekuningan. Scoring TB 5, didalam keluarga ada yang mengalami batuk-batuk lama dan kadang-kadang sering bermain-main dengan pasien. Riwayat minum obat selama 6 bulan didalam keluarga (-). Pemeriksaan fisik: N: 100 x/menit, RR: 28 x/menit, t: 37,3C, status gizi : Gizi Kurang (Gagal tumbuh) Kepala/Leher: normocepali, mata an +/+, ikt -/-.

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG Tanggal 19/12/2012 (pukul 12.21) o Darah Lengkap

WBC : 15,63 x103/L RBC : 4,42 x106/L HGB : 7,5 g/dl HCT : 28,3% MCV : 64,0 fL MCH : 17,0 pg MCHC : 26,5 % PLT : 509 x103/L

N = 4x103 11x103/L N = 3,5x106 5,0x106/L N = 12 16 g/dl N = 37 48% N = 82 95 fL N = 27 - 31 pg N = 32-36 % N = 150x103 400x103/L

o GDS : 122

V. DIAGNOSIS KERJA Observasi hemoptoe ec TB paru o DD : Pneumonia, Asma Anemia hipokromik mikrositik ec Anemia def. Fe o DD : Anemia ec penyakit kronik Gizi kurang

VII. RENCANA AWAL Rencana terapi : o O2 2 lt/mnt kalau perlu (sesak timbul) o Infus D5 NS 20 tpm (makro) o OAT o Rifampisin 1x300 mg

o INH 1x300 mg o Pirazinamid 1x750 mg o Etambutol 1x500 mg o Paracetamol tab 3/4 bila demam o Nebulisasi salbutamol+ipratropium bromida / 8 jam

Você também pode gostar