Você está na página 1de 16

Congenital Heart Disease Acyanotic (CHD)

Nova Geby Barika 10.2009.004 c-2


novageby_barika@yahoo.com

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA JAKARTA 2011

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit jantung kongenital merupakan kelainan struktur atau fungsi dari sistem kardiovaskular yang ditemukan pada saat lahir, walaupun dapat ditemukan di kemudian hari. Sedangkan penyakit jantung bawaan yang non sianosis adalah kelainan pada jantung yang ditemukan pada saat lahir atau dikemudian hari tampa disertai dengan adanya riwayat biru.

1.2 Tujuan
Agar dapat memahami lebih jauh apa yang dimaksud dengan penyakit jantung bawaan non sianosis.

1.3 Skenario
Seorang anak perempuan berusia 5 tahun dibawa ibunya ke poloklinik karena batuk pilek dan mudah lelah. Menurut ibunya anaknya tumbuh normal, tidak ada riwayat biru dan jarang sakit. Pada pemeriksaan rontgen toraks tampak peningkatan corak paru.

BAB II ISI

2.1 Anamnesis
Sebelum melakukan pemeriksaan lebih lanjut, yang pertama dilakukan adalah anamnesis. Dimana pemeriksaan ini dilakukan agar dapat mengetahui riwayat penyakit pasien yang dahulu maupun yang sekarang, serta dapat mengetahui apakah ada riwayat penunjang lainnya seperti riwayat keluarga. 1 Identitas pasien Menanyakan Keluhan utama pasien datang ? Riwayat penyakit sekarang Yang ditanyakan: Ada atau tidaknya sianosis, distres pernapasan (pernapsan cepat, pernafasan cuping hidungdan retrasi dada) atau prematuritas? Apakah anak sering menangis? Bagamana tampaknya apakah ada perubahan seperti warna tua? Apakah anak susah menyusui? Apakah anak sering cepat lelah? Apakah anak sering batuk, pilek? Apa batuknya disertai demam? Bagaimana dengan perkembangan tubuh anak? Apakah terjadi gagal tumbuh? Riwayat penyakit dahulu Riwayat penyakit keluarga Saat mengandung, apakah ibu rajin mengkonsumsi vitamin B? Saat mengandung anak apakah ibu pernah terkena sakit rubella? Apakah ibu pernah mengkonsumsi obat-obatan saat hamil?

2.2 Pemeriksaan
a. Fisik Pemeriksaan dimulai dari pemeriksaan umum:1,2 Pengukuran tinggi dan berat yang tepat, dan menuliskan grafik pertumbuhan baku penting karena gagal jantung dan sianosis kronis sering menyebabkan gagal pertumbuhan. Kegagalan pertumbuhan ini biasanya ditampakkan terutama oleh pertambahan berat yang jelek; jika panjang dan lingkar kepala juga terkena mungkin ada malformasi kongenital tambahan atau gangguan metabolik.2 Frekuensi jantung bayi neonatus cepat dan cenderung sangat berubah (fluktuasi). Rata-rata frekuensi berkisar dari 120 sampai 140 denyut/menit dan dapat bertambah 170+ denyut/menit selama menangis dan aktivitas, atau turun 70-90 denyut/menit selama tidur. Semakin tua anak, rata-rat frekuensi nadi menjadi semakin lambat dan mungkin sampai 40 denyut/menit pada remaja atlet.2 Tekanan darah harus diukur di lengan atau kaki , yang dikaki sekurang-kurangnya satu kali kesempatan untuk memastikan bahwa koarktosia aorta tidak terlewatkan. Palpasi nadi femoralis dan /dorsalis pedis saja tidak dapat dipercaya mengesampingkan koarktasio. Pada anak yang lebih tua, tensi meter air raksa dengan menset yang menutup sekitar dua pertiga lengan atas atau kaki dapat digunakan untuk pengukuran.2 Pemeriksaan jantung, jantung harus diperiksa secara sistematis mulai dengan inspeksi, palpasi, auskultasi. b. Penunjang Radiologi Roentgenogram dada dapat memberikan informasi tentang besar dan bentuk jantung, aliran darah paru (vascularity), edema paru, dan anomali paru-paru serta thoraks yang menyertai yang mungkin terkait dengan sindrom kongenital (displasia skelet, kelebihan atau kekurangan jumlah iga, pembedahan jantung sebelumnya). Pengukuran ukuran jantung yang paling sering digunakan adalah lebar maksimal bayangan jatuh pada foto dada posteroanterior yang diambil selama midinspirasi. Garis ventrikel

ditarik ke bawah ditengan bayangan sternum, dan garis tegak lurus ditarik dari garis sternum tepi kanan dan kiri jantung terluar; jumlah panjang garis-garis ini adalah lebar maksimal jantung. Lebar maksimal jantung dada diperoleh dengan menarik garis horizontal antara tepi dalam kanan dan kiri rongga dada (iga) pada setinggi puncak diafragma kanan. Bila lebar jantung maksimal lebih besar dari setengan lebar dada maksimal (rasio kardiothoraks > 50%) jantung biasanya membesar.3 EKG (Elektrokardiogram) Pengukuran arus listrik di jantung. Kontraksi atrium dan ventrikel berasal dari potensial aksi yang terjadi secara simultan di semua sel otot atrium dan semua sel otot ventrikel. Elektroda-elektroda yang berada di lokasilokasi tertentu di tubuh dapat mendeteksi arus potensial aksi ini. 3

2.3 Manifestasi Klinik


Gejala langsung tidak terlihat, karena tidak ada gejala yang khas. Penyakit jantung bawaan ini bisa diketahui saat anak kontrol ke dokter, dan diperiksa detak jantungnya.2 Gejala yang muncul tergantung dari jenis kelainannya:2 Anak cepat lelah Bayi sulit menyusui Berat badan tidak mencapai ideal Sering batuk pilek Demam

2.4 Diagnosis
a. Working Diagnosis Dari hasil anamnesis serta gejala klinis yang didapat, anak perempuan itu dicurigai menderita Penyakit Jantung Kongenital Asianotik. Karena ditunjang juga dengan pemeriksaan fisik jantung serta Radiologi dan EKG.

b. Different Diagnosis Rhinitis Rhinitis adalah penyakit peradangan yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien-pasien yang memiliki atopi, yang sebelumnya sudah terpapan dengan alergan (zat yang menimbulkan alergi) yang sama yang menimbulkan pelepasan mediator kimia jika terjadinya paparan yang berulang. Gejala klinis: Terdapatnya serangan bersin yang berulang-ulang terutama pada pagi hari. Keluarnya ingus yang encer dan kental (seperti pilek). Hidung tersumbat Mata gatal , kadang disertai dengna keluarnya air mata.

TB anak Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberkulosis. TBC terutama menyerang paru-paru sebagai tempat infeksi primer. Selain itu, TBC dapat juga menyerang kulit, kelenjar limfe, tulang dan selaput otak. TBC menular melalui droplet infeksius yang terinhalasi oleh orang sehat. Pada sedikit kasus, TBC juga ditularkan melalui susu. Pada keadaan yang terakhir ini, bakteri yang berperan adalah Mycobacterium bovis. TB pada anak ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit, gejala klinis, uji tuberkulin, serta pemeriksaan penunjang lainnya. Seorang anak dapat terinfeksi TB tapi belum tentu bermanifestasi menjadi sakit TB. Apabila daya tubuh anak menurun atau virulensi kuman TB yang menginfeksi ganas maka anak yang semulanya hanya terinfeksi menjadi sakit TB. WHO melaporkan lebih dari 250.000 anak menderita TB dan 100.000 anak diantaranyannya meninggal dunia. Gejala klinis: Demam yang tinggi (subfebris berkisar 38 derajat celcius) Nafsu makan menurun Gangguan tumbuh kembang pada anak. Tergantung jenis yang diserang.

2.5 Etiologi
Sulit ditentukan, terjadinya akibat interaksi genetik yang multi faktorial dan sistem lingkungan, sehingga sulit untuk ditentukan satu penyebab yang spesifik.4 Namun, kemajuan dalam gentika molekuler baru-baru ini dapat segera memungkinkan identifikasi kelainan kromososm spesifik yang terikat dengan banyak defek. Telah disadari bahwa faktor genetik memainkan beberapa peran dalam penyakit jantung kongenital, misalnya, jenis VSD tertentu (suprakristal) lebih sering pada anak berlatar belakang Asia. Lagipula, resiko penyakit kongenital berulang bertambah dari 0,8 % sampai sekitar 2-6% jika keluarga tingkat pertama (orang tua atau saudaranya) terkena. Sekarang, sekitar 3 % penderita dengna penyakit jantung kongenital mempunyai defek satu gene yang dapat diidentifikasi, seperti syndrome Marfan atau Noonan. Lima hingga delapan persen penderita dengna penyakit jantung kongenital mempunyai keterkaitan dengna kelainan kromosom: penyakit jantung ditemukan lebih besar dari 90 % pada penderita trisomi 18, 50% penderita trisomi 21, dan 40 % dari mereka dengan XO (sindrome turner).2,4 Dua dari empat persen kasus penyakit jantung kongenital dihubungkan dengna lingkungan atau keadaan ibu yang merugikan dan pengaruh teratogenik, termasuk diabetes melitus ibu, feniketonuria, lupus eritematosius sistemik, sindrome rubela kongenital dan obatobatan (litium, etanol, thalidomid, agen anti kovulsan).2,4

2.6 Epidemiologi
Insiden penyakit jantung kongenital terjadi pada sekitar 8 dari 1000 kelahiran hidup. Insiden lebih tinggi pada yang lahir mati (2%), abortus (10-25%), dan bayi prematur (sekitar 2% termasuk defek sekat ventrikel [VSD], tetapi tidak termasuk duktus arteriosus paten sementara [PDA]). Insiden menyeluruh ini tidak termasuk prolaps katup mitral, PDA pada bayi prematur, dan katup aorta bikuspid (ada sekitar 0,9 % seri dewasa). Pada bayi-bayi dengan defek jantung kongenital, ada spektrum keparahan yang lebar sekitar 2-3 dari 1000 bayi neonatus total akan bergejala penyakit jantung pada usia 1 tahun pertama. Diagnosis ditegakkan pada umur 1 minggu pada 40-50% penderita dengan penyakit jantung kongenital dan pada umur 1 bulan pada 50-60 % penderita. Sejak pembedahan paliatif atau korektif berkembang, jumlah anak yang hidup dengan penyakit jantung bertambah dramatis.2,4

Frekuensi relatif kejadian pada Penyakit Jantung Bawaan. Defek septum ventrikel Defek septum atrium Duktus arteriosus persisten Stenosis pulmonal Koarktasio aorta Stenosis aorta 20 % (wanita > pria) 7 % (wanita > pria ) 2:1 7% 6,9 % (wanita) 6-8 % (pria> wanita) 5 % (pria)

Dalam 20-30 tahun terjadi kemajuan pesat dalam diagnosis dan pengobatan penyakit jantung kongenital pada anak-anak. Sebagian akibatnya anak-anak dengan penyakit jantung kongenital bertahan hidup sampai dewasa.(ipd) Di Amerika penyakit jantung kongenital baik yang dikoreksi maupun yang tidak diperkirakan meningkat 5 % pertahun. Insiden penyakit jantung kongenital diperkirakan sebesar 0,8 %, di mana 85 % di antaranya bertahan hidup sampai dewasa muda.4 Faktor resiko: Dapat berupa ibu yang tidak mengkonsumsi vitamin B secara teratur selama kehamilan awal mempunyai 3 kali resiko bayi dengan PJB. Merokok secara signifikan sebagai faktor risiko bagi PJB 37,5 kali faktor resiko lain secara statistik tidak berhubungan.

2.7 Patofisiologi
Congenital heart disease (CHD) acyanotic atau Penyakit Jantung bawaan asianotik adalah kelainan struktur dan fungsi jantung yang dibawa lahir yang tidak ditandai dengan sianotik; misalnya lubang disekat jantung sehingga terjadi pirau dari kiri ke kanan, kelainan salah satu katup jantung dan penyempitan alur keluar ventrikel atau pembuluh darah besar tanpa adanya lubang di sekat jantung. Masing-masing mempunyai spektrum presentasi klinis yang bervariasi dari ringan sampai berat tergantung pada jenis dan beratnya kelainan serta tahanan vaskuler paru. Kelompok asianotik dibagi menjadi 2 kelompok: yaitu kelompok dengan pirau dari kiri ke kanan dan kelompok tanpa pirau.

Kelompok dengan pirau kiri ke kanan adalah sebagai berikut: a. Defek sekat atrium (ASD) Defek sekat atrium adalah anomali jantung kongenital yang ditandai dengan defek pada septum atrium akibat gagal fusi antara ostium sekundum, ostium primum, dan bantalan endokondrial. Defek septum atrium dapat terjadi di bagian manapun dari septum atrium tergantung dari struktur septum atrium yang gagal berkembang secara normal. Akibatnya terjadi kebocorang darah bersih dari serambi kiri ke kanan sehingga bilik kanan membesar dan aliran darah ke paru meningkat. Defek sekat atrium (ASD) dapat terjadi pada setiap bagian sekat atrium (sekundum, primum atau sinus venosus). Jarang, kemungkinan hampir tidak ada sekat atrium, yang membentuk atrium tunggal fungsional. Sebaliknya, foramen ovale paten murni, biasanya secara hemodinamik tidak berarti dan tidak dianggap ASD. Namun, jika tekanan atrium kanan bertambah akibat anomali jantung lain (misalnya, stenosis atau atresia pulmonal, kelainan katup triskupidal, disfungsi ventrikel kanan), darah venosus dapat menembus (shunt) melewati foramen ovale paten ke dalam atrium kiri dengan akibat sianosis. Karena susunan anatomik foramen ovale paten, darah secara normal tidak ditembuskan (shunt) dari atrium kiri ke atrium kanan. Namun, bila ada volume yang besar atau atrium kiri hipertensif, atau keduannya, mungkin ada cukup dilatasi foramen ovale untuk menimbulkan shunt dari kiri ke kanan yang berarti. Foramen ovale paten murni tidak memerlukan penanganan bedah tetapi dapat beresiko untuk emboliasis sistemik paradoks dikemudian hari.2 b. Defek sekat ventrikel (VSD) Defek sekat ventrikel adalah lesi kongenital pada jantung berupa lubang pada septum yang memisahkan ventrikel sehingga terdapat hubungan antara rongga ventrikel. Defek ini dapat terletak dimanapun pada sekat ventrikel baik tunggal atau banyak, serta ukuran dan bentuk dapat bervariasi. Ukuran fisik defek adalah besar, tetapi bukan satu-satunya yang menetukan besar shunt dari kiri ke kanan. Besar shunt juga ditentukan oleh tingkat tahanan vaskuler pulmonal dibandingkan dengan tahanan vaskuler sistemik. Bila ada komunikasi kecil (biasanya < 0,5 cm2), defek disebut restriktif (membatasi) dan tekanan ventrikel kanan normal. Tekanan yang lebih tinggi di ventrikel kiri mendorong shunt dari kiri ke kanan, namun ukuran defek membatasi besarnya shunt. Pada defek besar nonrestriktif (biasanya > 1,0 cm2), tekanan ventrikel kanan dan kiri seimbang. Pada defek

ini, arah dan besar shunt ditentukan oleh rasio tahapan vaskuler pulmonal terhadap sistemik.2 Sesudah lahir, bila ada VSD besar, tahanan vaskuler pulmonal dapat lebih tinggi daripada normal dan dengan demikian besar shunt dari kiri ke kanan mungkin terbatas. Karena tahanan vaskuler pulmonal turun pada beberapa minggu pertama sesudah lahir akibat penurunan normal media arteria dan arteriol pulmonalis kecil, besar shunt dari kiri ke kanan bertambah. Akhirnya terjadi shunt besar dari kiri ke kanan, dan gejala-gejala klinis menjadi tampak. Pada kebanyakan kasus selama masa bayi awal, tahapan vaskuler pulmonal hanya sedikit naik, dan sumbangan utama terhadap hipertensi pulmonal adalah aliran darah pulmonal yang sangat besar. Pada beberapa penderita dengan VSD besar, ketebalan media arteriol pulmonal tetap bertambah. Dengan pemajanan terus-menerus bantalan vaskuler pulmonal pada tekanan sistolik yang tinggi dan aliran yang tinggi, penyakit obstruksi vaskuler pulmonal mulai terjadi. Bila rasio tahanan pulmonal terhadap sistemik mendekati 1:1, shunt menjadi dua arah, tanda-tanda gagal jantung mereda, dan penderita menjadi stenosis. Penambahan progresif tahanan pulmonal ini jarang ditemukan masa sekarang karena hipertensi pulmonal yang berlangsung lama dicegah dengan intervensi bedah awal pada penderita dengan VSD besar.2 Besar shunt intrakardial biasanya digambarkan dengan rasio aliran darah pulmonal terhadap sistemik. Jika shunt dari kiri ke kanan kecil (aliran aliran pulmonal terhadap sistemik < 1,75 : 1), ruangan-ruangan jantung tidak akan menjadi cukup besar dan bantalan vaskuler pulmonal agaknya akan normal. Jika shunt besar (rasio aliran > 2,5 : 1), terjadi kelebihan beban volume atrium dan ventrikel kiri, juga hipertensi ventrikel kanan dan atria pulmonalis. Batang arteria pulmonalis , atrium kiri, dan ventrikel kiri membesar karena volume aliran darah pulmonal besar. c. Persistent Ductus Arteriosus (PDA) Antara aorta ( pembuluh darah yang memompa dan mengakungkut darah bersih ke seluruh tubuh) dengan arteri yang membawa darah ke paru (arteri pulmonalis) terdapat suatu pembuluh darah penghubung yang disebut ductus arteriosus. Dalam kasus PDA, pembuluh darah penghubung ini tetap berada dalam posisi terbuka. Padahal pada anak normal, begitu lahir pembuluh darah penghubung ini akan segera menutup. Jika pembuluh darah tersebut tetap terbuka, darah yang seharusnya mengalir ke seluruh tubuh

akan ke paru (sering pada bayi prematur). PDA sebagai akibat tekanan aorta yang lebih tinggi, aliran darah melalui duktus berjalan dari aorta ke arteri pulmonalis. Luasnya shunt tergantung pada ukuran duktus dan pada rasio tahanan vaskuler pulmonal dan sistemik. Pada kasus yang ekstrim, 70 % dari curah ventrikel kiri dapat dialirkan melalui duktus ke sirkulasi pulmonal. Jika PDA kecil, tekanan dalam arteri pulmonalis, ventrikel kanan dan atrium kanan normal. Namun, jika PDA besar, tekanan arterial pulmonalis dapat naik ke tingkat sistemik selama sistole dan diastole. Penderita ini sangat beresiko terjadi penyakit vaskuler yang lebar karena kebocoran darah ke dalam arterial pulmonalis selama diastole.2 Kelompok tanpa pirau meliputi: a. Stenosis Pulmonal (PS) Obstruksi (penyempitan) aliran darah keluar ventrikel kanan, baik dalam tubuh ventrikel kanan, pada katup pulmonalis, atau dalam arteri pulmonalis, diuraikan sebagai stenosis pulmonalis (SP). b. Stenosis Aorta (SA) Merupakan penyempitan aorta yang dapat terjadi pada tingkat subvalvular, vavular, atau supravalvular. Penyempitan ini biasanya terjadi pada katup ventrikel kiri dan aorta. Kelainan mungkin tidak terdiagnosis pada masa anak-anak karena katup berfungsi normal, hanya saja akan ditemukan bising sistolik yang lunak di daerah aorta dan baru diketahui pada masa dewasa sehingga terkadang sulit dibedakan apakah stenosis aorta tersebut merupakan penyakit jantung bawaan atau didapat. Penyempitan pada katup aorta yang menyebabkan peningkatan aliran darah dari ventrikel kiri keaorta. Stenosis aorta merupakan lanjutan dari demam rematik pada massa kanak-kanak c. Koartasio Aorta Suatu obstruksi pada aorta desendens yang terletak hampir selalu pada insersinya duktus arteriosus. Koartasio aorta merupakan defek kongenital yang menyebabkan penyempitan aorta saat keluar dari ventrikel kiri. Penyempitan dapat terletak di sebelah proksimal atau distal duktus arteriosus.5 Koartasio aorta dapat terjadi sebagai obstruksi jukstaduktal tersendiri atau hipoplasia tubuler aorta transversum mulai pada salah satu pembuluh darah kepala atau leher dan

meluas ke daerah duktus. Dirumuskan koartasio dimulai pada kehidupan janin pada adanya kelainan jantung yang menyebabkan aliran darah melaui katup aorta berkurang (misalnya VSD). Sesudah lahir pada koartasio jukstaduktal tersendiri , darah aorta asendens akan mengalir melalui segmen sempit untuk mencapai aorta desendens. Pada bayi ini shunt duktus dari kiri ke kanan dan mereka tidak sianosis.

2.8 Penatalaksana
a. Medika 1. ASD 2. VSD Pembedahan dilakukan pada bayi dengan VSD besar, dimana majemen medik mempunyai 2 tujuan: (1). Mengendalikan gagal jantung kongestif, (2). Mencegah terjadinya penyakit vaskuler pulmonal. Jika pengobatan awal berhasil, shunt ukurannya dapat mengurang dengan perbaikan spontan, terutama selama umur tahun pertama. Sedangkan untuk VSD kecil tidak dilakukan apapun karena biasanya akan menutup dengan sendirinya. 3. PDA Pembedahan pada PDA kecil bertujuan untuk menghindari terjadinya endarteritis atau komplikasi lambat lainnya. Sedangkan pada PDA sedang dan besar bertujuan untuk menangani gagal jantung kongestif atau terjadinya penyakit vaskuler pulmonal 4. SP 5. SA Obat pertama : digitalis. Pembedahan (valvulotomi) Non-bedah : menutup defek jantung dengan alat kateterisasi Pada anak dikelola: digitalis Gagal jantung terapi digoksin, furosemid dengan atau tanpa spironolakton Operasi dilakukan: ASD I saat bayi

Pemberian obat : digoksin, antibiotik Operasi penggantian katup

6. Koartasio Aorta Prostaglandi E (intravena) Pembedahan untuk mencegah obstruksi pembuluh aorta dengan

dilakukannya pelebaran arteri subklavikula b. Non Medika 1. SP 2. SA Istirahat Diet Mengobati penyakit dasarnya Terapi gagal jantung dan angina Menghindari latihan berat Istirahat Diet

2.9 Komplikasi
Komplikasi yang terjadi tergantung dari jenis Penyakit Jantung Kongenital yang dialami: a) ASD : kompilkasi biasanya bisa terjadi saat pascabedah seperti, gagal jantung, fibrilasi atrium dikemudian hari (biasanya pada penderita yang dioperasi sesudah usia 20 tahun). b) VSD : komplikasi tergantung dari besar kecilnya defek yang terjadi. Jika defek kecil maka kemungkinan besar tidak akan terjadi komplikasi karena defek biasanya akan menutup saat bayi berusia sebelum 4 bulan. Tetapi jika defek besar makan komplikasi yang terjadi adalah, infeksi nafas yang berulang dan gagal jantung kongesti walaupun manajemen medik optimal. Bayi dapat mengalami Gagal tumbuh akibat efek dari gagal jantung. c) PDA : pendarahan gastrointestinal (penurunan jumlah trombosit), CHF, Hiperkalemia, aritmia, gagal tumbuh. d) SP: gagal jantung kanan, infark miokard kanan, endokarditis.

e) SA: gagal ventrikel kiri, aritmi dapat mati mendadak, fibrilasi atrium, angina pectoris. f) Koartasio Aorta: pendarahan otak, ruptur aorta, endokarditis.

2.10 Pencegahan
Pencegahan kelainan penyakit jantung bawaan pada bayi harus dimulai sejak kehamilan. Persiapan kehamilan 1) Pada awal masa kehamilan terutama tiga bulan pertama, ibu tidak mengkonsumsi jamu berbahaya dan obat-obatan yang dijual bebas dipasar. 2) Menghindari minum alkohol, 3) perbanyak asupan makanan yang bergizi terutama yang mengandung zat besi, juga sam folat tinggi. Protein bisa didapat dari sumber hewani, misalnya ikan, daging, telur dan susu maupun tumbuh-tumbuhan sayur mayur segar. 4) Menghindari paparan sinar x atau radiasi dari foto rontgen berulang pada masa kehamilan 5) Ibu hamil tidak merokok baik secara aktif maupun terkena asap rokok dari suami atau anggota keluargan 6) Hindari polusi kendaraan dengan menggunakan masker.

2.11 Prognosis
Prognosis tergantung dari cara penanganan setiap kasus: 1. ASD : biasanya pada anak dan bayi dapat ditoleransi, hanya pada shunt besar akan menimbulkan gagal jantung. 2. VSD : sebagian kecil (30-50%) akan menutup dengan spontan, paling sering selama umur satu tahun 3. PDA : kecil presentasi untuk hidup normal tanpa gejala jantung, namun manifestasi lambat dapat terjadi 4. SP : tergantung pada beratnya penyempitan. 5. SA: dapat mati mendadak tanpa gejala sebelumnya, dengan operasi katup dapat hidup lebih lama. 6. Koartasio Aorta : biasanya dapat menyebabkan pendarahan otak.

BAB III Kesimpulan

Dari hasil anamnesis serta gejala klinis yang didapat, anak perempuan itu menderita Penyakit Jantung Kongenital Asianotik. Karena ditunjang juga dengan pemeriksaan fisik jantung serta Radiologi dan EKG.

Daftar Pustaka

1. Pemeriksaan fisik dan anamnesis klinis / P.D. Welsby ; alih bahasa, Sandy Qlintang ; editor edit bahasa Indonesia, Frans Dany, David Putra Jaya. Jakarta : EGC, 2009. 2. Ilmu kesehatan anak Nelson. Vol.2 / editor, Richard E.B, Robert M.K, Ann M.A ; editor bahasa Indonesia: A. Samik Wahab Ed. 15- Jakarta : EGC , 1999. 3. Radiologi diagnostik edisi 2 / editor, Iwan E. Jakarta : Divisi Radiologi, Departemen Radiologi FKUI, 2005. 4. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata KM, Setiati S. Ilmu penyakit dalam, edisi V jilid 2. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, 2009: 223039 5. Elizabeth J.C. Buku saku patofisiologi ed,3. Jakarta : EGC, 2009.

Você também pode gostar