Você está na página 1de 63

Cover Tools Name : ASTM 1266

ISSN : 2089-3396

Volume 46, No. 1 April 2012


Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi adalah media untuk mempromosikan kegiatan penelitian dan pengembangan teknologi di bidang minyak dan gas bumi yang telah dilakukan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi LEMIGAS Pemimpin Redaksi Wakil Pemimpin Redaksi Redaktur Pelaksana Dewan Redaksi : Dra. Yanni Kussuryani, M.Si. (Kimia) : Ir. Daru Siswanto (Teknik Kimia) : Drs. Heribertus Joko Kristadi, M.Si. (Geosika) : 1. Prof. Dr. Maizar Rahman (Teknik Kimia) 2. 3. 4. 5. 6. Redaksi : 1. 2. 3. 4. : 1. 2. 3. 4. 5. 6. Ir. E. Jasj, M.Sc., APU (Teknik Kimia) Prof. Dr. Suprajitno Munadi (Geosika) Prof. M. Udiharto (Biologi) Prof. Dr. E. Suhardono (Kimia Industri) Ir. Bambang Wicaksono T.M., M.Sc. (Geologi Perminyakan) Dr. Ir. Usman, M.Eng. (Teknik Perminyakan) Ir. Sugeng Riyono, M.Phil. (Teknik Kimia) Dr. Ir. Eko Budi Lelono (Ahli Palinologi) Abdul Haris, S.Si., M.Si. (Lingkungan dan Kimia) Prof. Dr. Ir. Septoratno Siregar (Teknik Perminyakan) Prof. Dr. R.P. Koesoemadinata (Teknik Geologi)) Prof. Dr. Wahjudi Wiratmoko Wisaksono (Energi dan Lingkungan) Dr. Ir. M. Kholil, M.Kom. (Manajemen Lingkungan) Dr. Ir. Bambang Widarsono, M.Sc. (Teknik Perminyakan) Ferry Imanuddin Sadikin, S.T., M.E. (Teknik Elektro)

Mitra Bestari

Sekretaris Penerbit Pencetak


Alamat Redaksi

: Urusan Publikasi : Bidang Aliasi dan Informasi, Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi LEMIGAS : Graka LEMIGAS

Sub Bidang Informasi, Bidang Aliasi dan Informasi, Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi LEMIGAS Jl. Ciledug Raya Kav. 109, Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan 12230. Tromol Pos : 6022/ KBYB-Jakarta 12120, INDONESIA, STT : No. 119/SK/DITJEN PPG/STT/1976, Telepon : 7394422 - ext. 1222, 1223, 1274, Faks : 62 - 21 - 7246150, E-mail: management@lemigas.esdm.go.id Majalah Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi diterbitkan sejak tahun 1970 dengan nama awal Lembaran Publikasi LEMIGAS (LPL), 3 kali setahun. Redaksi menerima Naskah Ilmiah tentang hasil-hasil Penelitian, yang erat hubungannya dengan Penelitian Minyak dan Gas Bumi.

Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi diterbitkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak
dan Gas Bumi LEMIGAS. Penanggung Jawab : Dra. Yanni Kussuryani, M.Si., Redaktur : Ir. Daru Siswanto.

ISSN : 2089-3396

Volume 46, No. 1, April 2012

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI PENGANTAR LEMBAR SARI DAN ABSTRACT FORMULASI MINYAK LUMAS UNTUK KOMPRESOR UDARA
Milda Fibria, Catur Yuliani R. dan M. Hanifuddin 1-7

ii iii iv

RANCANG BANGUN ADSORBEN NANO PARTIKEL UNTUK MERKURI REMOVAL


Lisna Rosmayati dan Yayun Andriani 9 - 21

PENINGKATAN PRODUKSI MINYAK DENGAN INJEKSI AIR PADA LAPANGAN MINYAK Q


Edward ML Tobing 23 - 33

PEMANFAATAN LPG SEBAGAI BAHAN BAKAR SEPEDA MOTOR DAN KARAKTERISTIK MINYAK LUMASNYA
Milda Fibria dan Maymuchar 35 - 42

ADITIF COMBUSTION BOOSTER UNTUK MENGURANGI EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR DAN POTENSINYA SEBAGAI PENGHEMAT BAHAN BAKAR MINYAK PREMIUM 88
Roza Adriany 43 - 51

ii

PENGANTAR
Pembaca yang Budiman,
Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi mempunyai peranan penting dalam penyebaran informasi hasil-hasil penelitian dan kajian migas bagi masyarakat dunia ilmu pengetahuan dan industri migas di Indonesia. Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Volume 46 No. 1 April 2012 menyajikan beberapa tulisan hasil studi dan penelitian, yakni: 1. Formulasi Minyak Lumas untuk Kompresor Udara; 2. Rancang Bangun Adsorben Nano Partikel untuk Merkuri Removal; 3. Peningkatan Produksi Minyak dengan Injeksi Air pada Lapangan Minyak "Q"; 4. Pemanfaatan LPG sebagai Bahan Bakar Sepeda Motor dan Karakteristik Minyak Lumasnya; 5. Aditif Combustion Booster untuk Mengurangi Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor dan Potensinya sebagai Penghemat Bahan Bakar Minyak Premium 88. Tim Redaksi berharap Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi edisi April 2012 ini bisa menjadi rujukan bagi para penulis/peneliti. Oleh karena itu saran dan masukan pembaca sangat diharapkan untuk lebih sempurnanya terbitan Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi berikutnya.

Dewan redaksi dan dewan penerbit, serta penanggung jawab majalah Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi mengucapkan terima kasih kepada para penulis, penelaah dan penyunting yang telah bekerja keras hingga terbitnya majalah Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi edisi ini.
Jakarta, April 2012

Redaksi

iii

LEMBAR SARI DAN ABSTRACT


ISSN : 2089-3396
Terbit : April 2012 Kata Kunci yang dicantumkan adalah istilah bebas. Lembaran Abstrak ini boleh disalin tanpa izin dan biaya.

Milda Fibria1), Catur Yuliani R.1) dan M. Hanifuddin1) (Peneliti Pertama 1) pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi LEMIGAS) Formulasi Minyak Lumas untuk Kompresor Udara Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 46 No. 1 April 2012 hal. 1 - 7 SARI Instalasi industri menggunakan udara tekan untuk seluruh operasi produksinya, yang dihasilkan oleh kompresor. Dengan pentingnya peran kompresor di industri, perawatan dalam hal ini pelumasnya harus dipilih sesuai dengan kebutuhan kerja komponennya. Namun, minyak lumas kompresor ini yang banyak digunakan di industri masih banyak bergantung produk impor. Disamping itu, spesikasi SNI mengenai mutu unjuk kerja minyak lumas untuk kompresor juga belum ditetapkan. Untuk itu, dilakukan penelitian mengenai minyak lumas kompresor dan spesikasi mutu unjuk kerjanya. Pada penelitian ini telah diperoleh lima produk formulasi minyak lumas untuk kompresor udara dengan mutu unjuk kerja VD-L pada lima tingkat viskositas (ISO VG). Dari hasil yang pengujian karakteristik sika-kimia antara lain ash point, pour point, CCR, water content, water separability, dan copper strip, minyak lumas hasil formulasi memenuhi spesikasi yang ditetapkan standar DIN 51506. Secara performa, minyak lumas ini mampu bersaing dengan produk sejenis dipasaran serta dapat diproduksi untuk mengurangi impor minyak lumas. Kata kunci : minyak lumas kompressor, viskositas, formulasi

ABSTRACT Industrial plants use compressed air for their entire production operation, which is produced by the compressor. Due to its important role in an industry, compressors maintenance, especially its lubricant selections are supposed to be based on the needs of working components. Unfortunately, compressor oils which are widely used in many industries are still depended on imported products. In addition, the Indonesian National Standard (SNI) specication on the performance quality of compressor oils has not been established. Therefore, a research was conducted on compressor oils and its performance quality specications. From this study, ve formulas of compressor oils were obtained. The formulas were designed based on performance level of VD-L at ve viscosity grade (ISO VG). The results of physicochemical characteristics tests such as ashpoint, pour point, CCR, water content, water sepparability, and the copper strip, show that compresor oil products are in accordance with standard specication of DIN 51 506. These compressor oils products are able to compete with similar products on the market and can be produced to reduce the lubricating oil imports based on their performances. Author Keywords : Compressor oils, Viscosity grade, formula design.

iv

Lisna Rosmayati1) dan Yayun Andriani2) (1)Peneliti Muda, 2)Perekayasa Madya pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi LEMIGAS ) Rancang Bangun Adsorben Nano Partikel untuk Merkuri Removal Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 46 No. 1 April 2012 hal. 9 - 21 SARI Salah satu permasalahan besar dalam pemanfaatan gas bumi di sektor industri migas adalah kandungan merkuri (Hg) di dalam gas bumi. Di sektor minyak dan gas bumi, penerapan teknologi nano pada pembuatan adsorben karbon aktif dalam ukuran nano diharapkan mampu menurunkan kandungan merkuri di dalam gas bumi secara lebih signikan dan lebih esien. Metode pembuatan partikel dengan teknologi nano untuk karbon aktif dilakukan dengan menggunakan teknik Top down. Teknik Top Down merupakan teknik pembuatan partikel skala nano dengan teknik Milling. Lamanya waktu milling akan berpengaruh langsung pada distribusi ukuran dari adsorben, dimana milling yang dilakukan selama 50 jam memiliki ukuran diameter partikel yang lebih kecil dibandingkan dengan milling selama 20 jam. Dari hasil percobaan kinerja alat rancang bangun adsorben nano partikel merkuri removal, adsorben nano hasil milling 50 jam dengan berat total 7,48 gram mampu menyerap konsentrasi merkuri (Hg) sebesar 9.032 g/m3 pada saat aliran gas mencapai 354,4 liter per menit. Hal ini menunjukkan bahwa adsorben karbon aktif berukuran nano sangat efektif dalam memisahkan merkuri (Hg) dari gas bumi dengan penyerapan optimal mencapai 96,67 %. Kata kunci : partikel nano, karbon aktif, merkuri ABSTRACT One of the major problems of the natural gas in Migas is the mercury content in natural gas. In Oil and Gas sector, nano technology application for nano particle adsorbent of activated carbon capable to decrease of the mercury content in the natural gas signicantly and more efcient. Production method of activated carbon particles by nano technology has been done by Top-down technique. Top-down technique is production method of nano particle

by milling. Time of milling will be direct effect for adsorbent size distribution. Fifty hours milling have particle size diameter is smaller than twenty hours milling. Experiment test results of mercury adsorption by the mercury adsorber, Fifty hours milling adsorbents with its weight 7,48 gram can adsorp 9.032 g/m3 mercury while gas ow at 354,4 litre per minuts. That is show that nano particle adsorbents of activated carbons are more effective to separate of mercury in the natural gas with optimal adsorption is 96,67 %. Author Keywords: nano particle, activated carbon, mercury Edward ML Tobing (Peneliti Madya pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi LEMIGAS) Peningkatan Produksi Minyak dengan Injeksi Air pada Lapangan Minyak Q Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 46 No. 1 April 2012 hal. 23 - 33 SARI Lapangan minyak Q saat ini termasuk kategori lapangan tua karena sudah dieksploitasi sejak tahun 1954. Seiring dengan berjalannya waktu, produksi minyak semakin menurun karena tenaga dorong gas terlarut dan tekanan yang semakin rendah, serta tidak adanya usaha pressure maintenance. Salah satu teknologi yang dapat meningkatkan produksi minyak dari lapangan ini adalah melalui injeksi air, yang terlebih dahulu dilakukan screening terhadap aspek geologi dan reservoir sehingga layak untuk diterapkan. Tujuan utama penelitian ini adalah mempelajari pengaruh injeksi air terhadap potensi penambahan perolehan minyak, melalui uji sensitivitas beberapa parameter, termasuk rencana re-opening sumur minyak, yang kemudian dikembangkan dalam 5 (lima) skenario. Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah pemodelan simulasi reservoir. Perkiraan hasil yang optimum diperoleh dari Skenario-V dengan kombinasi sumur injeksi peripheral dan pola seven-spot, serta laju alir injeksi air sebesar 100 m3/hari/sumur dan re-opening 4 (empat) sumur

produksi. Tambahan recovery factor sebesar 29.11 % dengan kumulatif produksi minyak 7.91 juta bbl. Kata Kunci : Produksi minyak, injeksi air, lapangan minyak tua ABSTRACT At present, the Q oil field is classified as brown eld, it has been exploited since 1954. The oil production decreased rapidly because the solution gas drive mechanism and reservoir pressure were low as a result of not performing pressure maintenance operation. Water ooding is one of technology that can be used to increase oil production. However, it needs screening in term of geology and reservoir sides therefore it would be suitable to be applied. The main objective of this study is to investigate the effect of water injection to the additional oil recovery. More over sensitivity studies are discussed based on some cases, including planning of reopening oil well, that would be developed in 5 (ve) scenarios. The method used in this study is simulation reservoir model. The estimation of maximum oil recovery as a result of 5 (ve) scenario that is combination of peripheral pattern and seven-spot with water injection rate at 100 m3/day/well and 4 reopening oil wells, have resulted oil recovery of 29.11 % or cumulative oil production of 7.91 MMSTB. Author Keywords: Oil production, water injection, brown eld Milda Fibria 1) dan Maymuchar 2) (Peneliti Pertama1), Peneliti Muda2) pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi LEMIGAS) Pemanfaatan LPG Sebagai Bahan Bakar Sepeda Motor dan Karakteristik Minyak Lumasnya Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 46 No. 1 April 2012 hal. 35 - 42 SARI Pemanfaatan bahan bakar gas (BBG) untuk transportasi telah dilakukan di beberapa negara termasuk Indonesia. Jenis BBG yang biasa digunakan adalah CNG/NGV, LPG dan LGV. Beberapa penelitian mengenai penggunaan LPG sebagai bahan bakar khususnya sepeda motor, sudah dilakukan akhir-akhir ini.

Berdasarkan hasi-hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa, LPG bisa digunakan sebagai bahan bakar sepeda motor. Selain lebih irit, sepeda motor berbahan bakar LPG juga menghasilkan pembakaran yang lebih sempurna, sehingga gas buangnya lebih bersih dan lebih ramah lingkungan jika dibandingkan dengan mesin sepeda motor berbahan bakar bensin. Akan tetapi LPG memiliki angka oktan lebih tinggi, yang menyebabkan temperatur pada ruang bakar akan lebih tinggi juga. Selain itu LPG berbentuk gas, sehingga tidak mampu memberikan pendinginan sesaat dalam ruang bakar. Oleh sebab itu, kebutuhan akan minyak lumasnya akan berbeda dengan minyak lumas yang biasa digunakan pada mesin bensin. Dengan fenomena ini, maka spesikasi minyak lumas yang digunakan harus disesuaikan dengan kondisi tersebut. Tulisan ini membahas tentang pemanfaatan LPG sebagai bahan bakar sepeda motor serta karakteristik minyak lumas yang sesuai untuk mesin sepeda motor berbahan bakar LPG. Kata kunci: Sepeda motor, LPG, temperatur tinggi, minyak lumas ABSTRACT The application of gas fuel for transportation has been conducted in several countries including Indonesia. The gas fuel types commonly used are CNG/ NGV, LPG and LGV. Several studies on the use of LPG as fuel gas, particularly for motor cycles have been carried out recently. In general, these studies demonstrate that LPG is applicable as gas fuel for motor cycles. Compared to gasoline, LPG is superior in terms of both fuel economy and efcency. In addition, LPG in combustion chamber burnt more completely than gasoline, producing cleaner gas emission. However, LPG has higher Research Octane Number (RON) than gasoline. Consequently, it may generate higher temperature in the combustion chamber. Whereas, LPG in the form of gas has no momentarily cooling capacity. Due to this phenomenon, therefore, the lube oil characteristic requirement may be different than that used in gaseoline engines. As a result, the specication of lube oil used in this system should be ajusted to the required circumstances. This report describes the use of LPG for motor cycles as well as the characteristics of lube oils suitable for LPG-fueled motor cycles. Author Keywords: Motorcycles, LPG, high temperature, lubricating oil

vi

Roza Adriany (Peneliti Muda pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi LEMIGAS) Aditif Combustion Booster Untuk Mengurangi Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor dan Potensinya Sebagai Penghemat Bahan Bakar Minyak Premium 88 Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol. 46 No. 1 April 2012 hal. 43 - 51 SARI Aditif combustion booster adalah aditif yang ditambahkan ke dalam bahan bakar minyak Premium 88 yang berfungsi menyempurnakan reaksi pembakaran hidrokarbon sehingga terjadi reaksi pembakaran yang sempurna. Kesempurnaan reaksi pembakaran dapat menghemat pemakaian bahan bakar dan menurunkan kadar emisi gas buang kendaraan. Tujuan penelitian ini adalah membuat aditif combustion booster dan melihat pengaruhnya terhadap penurunan emisi CO dan hidrokarbon dalam gas buang kendaraan serta konsumsi pemakaian bahan bakar dan daya mesin. Kendaraan uji yang dipakai adalah sepeda motor roda dua dengan sistem pembakaran karburator. Metodologi penelitian dimulai dari penyiapan bahan-bahan aditif yang terdiri dari ekstrak biol, ekstrak bioten, penstabil panas yaitu FAME (Fatty Acids Methyl Ester) dan pelarut yaitu Toluena dan Premium 88. Setelah persiapan bahan, dilakukan pembuatan aditif A yang mengandung esktrak biol dan aditif B yang mengandung ekstrak bioten. Tahap selanjutnya adalah melakukan formulasi masingmasing aditif dengan bensin Premium 88 pada beberapa variasi konsentrasi, dengan rasio aditif A dan aditif B adalah 2:1, 3:1, 4:1, 5:1 dan 1:2, 1:3, 1:4, 1:5.

Pengujian-pengujian yang dilakukan adalah uji sifat sika-kimia meliputi tekanan uap reid (RVP), distilasi D-86, Specic Gravity 60/60 F, densitas 15C, korosi lempeng tembaga, kandungan Sulfur dan Sulfur merkaptan; uji emisi; uji konsumsi bahan bakar dan uji daya mesin yang dilakukan pada kondisi idle. Hasil pengujian sifat sika-kimia bahan bakar sebelum maupun sesudah ditambah aditif combustion booster memenuhi spesikasi bahan bakar minyak jenis bensin 88, SK Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi No. 3674 K/24/DJM/2006 untuk contoh dengan rasio aditif A dan aditif B 1:2, 1:3, 1:4, 2:1, 3:1, 4:1 Penambahan aditif combustion booster ke dalam Premium 88 dapat menurunkan emisi CO dan Hidrokarbon dengan penurunan tertinggi masingmasing 63% dan 45% serta kenaikan CO2 tertinggi sebesar 8% dan kenaikan Oksigen ideal sebesar 11%. Kondisi ini terjadi pada bahan bakar dengan rasio aditif A dan aditif B 3:1. Penambahan aditif combustion booster ke dalam Premium 88 dapat memperpanjang waktu pemakaian bensin Premium dengan lama waktu penghematan terbesar adalah 4 menit untuk 100 mL sehingga dapat menghemat pemakaian BBM sekitar 11%. Hal ini mengindikasikan bahwa aditif combustion booster berpotensi untuk menghemat pemakaian bahan bakar Premium 88. Author Kata kunci : Aditif Combustion Booster, Premium 88, emisi CO dan emisi Hidrokarbon

vii

FORMULASI MINYAK LUMAS MILDA FIBRIA, DKK.

LEMBARAN PUBLIKASI MINYAK dan GAS BUMI VOL. 46 NO. 1, APRIL 2012: 1 - 7

Formulasi Minyak Lumas untuk Kompresor Udara


Milda Fibria1), Catur Yuliani R.1) dan M. Hanifuddin1)
Peneliti Pertama1) pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi LEMIGAS Jl. Ciledug Raya Kav. 109, Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan Telepon : 62-21-7394422, Fax: 62-21-7246150 Teregistrasi I tanggal 31 Januari 2012; Diterima setelah perbaikan tanggal 15 Maret 2012 Disetujui terbit tanggal : 30 April 2012

SARI Instalasi industri menggunakan udara tekan untuk seluruh operasi produksinya, yang dihasilkan oleh kompresor. Dengan pentingnya peran kompresor di industri, perawatan dalam hal ini pelumasnya harus dipilih sesuai dengan kebutuhan kerja komponennya. Namun, minyak lumas kompresor ini yang banyak digunakan di industri masih banyak bergantung produk impor. Disamping itu, spesikasi SNI mengenai mutu unjuk kerja minyak lumas untuk kompresor juga belum ditetapkan. Untuk itu, dilakukan penelitian mengenai minyak lumas kompresor dan spesikasi mutu unjuk kerjanya. Pada penelitian ini telah diperoleh lima produk formulasi minyak lumas untuk kompresor udara dengan mutu unjuk kerja VD-L pada lima tingkat viskositas (ISO VG). Dari hasil yang pengujian karakteristik sika-kimia antara lain ash point, pour point, CCR, water content, water separability, dan copper strip, minyak lumas hasil formulasi memenuhi spesikasi yang ditetapkan standar DIN 51506. Secara performa, minyak lumas ini mampu bersaing dengan produk sejenis dipasaran serta dapat diproduksi untuk mengurangi impor minyak lumas. Kata kunci : minyak lumas kompressor, viskositas, formulasi ABSTRACT Industrial plants use compressed air for their entire production operation, which is produced by the compressor. Due to its important role in an industry, compressors maintenance, especially its lubricant selections are supposed to be based on the needs of working components. Unfortunately, compressor oils which are widely used in many industries are still depended on imported products. In addition, the Indonesian National Standard (SNI) specication on the performance quality of compressor oils has not been established. Therefore, a research was conducted on compressor oils and its performance quality specications. From this study, ve formulas of compressor oils were obtained. The formulas were designed based on performance level of VD-L at ve viscosity grade (ISO VG). The results of physico-chemical characteristics tests such as ashpoint, pour point, CCR, water content, water sepparability, and the copper strip, show that compresor oil products are in accordance with standard specication of DIN 51 506. These compressor oils products are able to compete with similar products on the market and can be produced to reduce the lubricating oil imports based on their performances. Keywords : Compressor oils, Viscosity grade, formula design. I. PENDAHULUAN Instalasi industri menggunakan udara tekan untuk seluruh operasi produksinya, yang dihasilkan oleh unit udara tekan yang berkisar dari 5 horsepower (hp) sampai lebih 50.000 hp. Kompresor adalah mesin untuk memampatkan udara dalam sistem

FORMULASI MINYAK LUMAS MILDA FIBRIA, DKK.

LEMBARAN PUBLIKASI MINYAK dan GAS BUMI VOL. 46 NO. 1, APRIL 2012: 1 - 7

udara tekan. Kompresor udara biasanya menghisap udara dari atmosr. Namun ada pula yang menghisap udara atau gas yang bertekanan lebih tinggi dari tekanan atmosr, kompresor jenis ini bekerja sebagai penguat (booster). Dengan pentingnya peran kompresor di industri, perawatan dalam hal ini pelumasnya harus dipilih sesuai dengan kebutuhan kerja komponennya. Dalam pelumasan yang paling penting adalah menentukan jenis pelumas mana yang paling cocok dipakai untuk melumasi peralatan atau bagianbagian mesin (1). Pada proses pelumasan mesin, bagian-bagian mesin yang perlu dilumasi adalah bantalan-bantalan luncur (plain bearing) baik yang berupa poros putar, poros engkol ataupun poros halang seperti batang sorong. Yang kedua bantalan peluru (roll atau ball bearing), yang ketiga rodaroda gigi (helical, spur, bevel gear) dan yang keempat silinder-silinder dari kompresor, mesin-mesin, pompa dan alat-alat hidrolik(2). Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam menentukan tebal tipisnya pelumas yang digunakan adalah kecepatan gerakan bagian-bagian mesin yang bergerak/berputar (putaran per menit/rpm), beban yang digerakkan serta kondisi dari bagian-bagian yang dilumasi. Dalam pelumasan yang juga harus diketahui adalah suhu dari minyak pelumas yaitu suhu rendah atau tinggi kemungkinan minyak pelumas bercampur dengan air seperti pada pompa, ataukah bercampur dengan bahan bakar seperti pada silinder motor bakar dan bercampur debu ataupun kotoran lainnya, serta sistem sirkulasi dari pelumas tersebut. Hal ini sangat penting karena untuk menentukan jenis pelumas yang cocok untuk dipakai pada kondisi kerja dan peralatan tersebut. Untuk memperoleh lapisan minyak pelumas yang baik, maka yang perlu diperhatikan adalah kekentalan minyak pelumas. Perawatan dan pemeliharaan mesin industri menjadi hal yang harus diperhatikan. Pemilihan minyak lumas yang baik untuk komponen-komponen pada kompresor udara akan dapat memelihara mesin lebih baik. Namun, minyak lumas kompresor ini yang banyak digunakan di industri masih banyak bergantung produk impor. Disamping itu, spesikasi mengenai mutu unjuk kerja minyak lumas untuk kompresor juga belum ditetapkan. Untuk itu, perlu adanya penelitian mengenai minyak lumas kompresor dan spesikasi mutu unjuk kerja minyak lumas kompre2

sor udara, sehingga didapat formula yang tepat untuk membuat minyak lumas kompresor udara, serta dapat diproduksi untuk mengurangi impor minyak lumas. II. METODOLOGI Perancangan formula minyak lumas dilaksanakan dengan metode studi sebagai berikut: - Studi literatur, survei dan konsultasi teknis dengan pihak-pihak yang terkait. Literatur yang digunakan dalam melakukan penelitian ini meliputi data dan informasi yang diperoleh dari pustaka, lembaran publikasi ilmiah, makalah, diskusi ilmiah, seminar, data hasil penelitian, internet dan survei ke beberapa industri pelumas. Data spesikasi bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data karakteristik sika kimia minyak lumas dasar dan aditif. - Perancangan formula. Formula yang dirancang berdasarkan tingkat viskositas (ISO VG) dan unjuk kerja VD-L yang telah ditentukan, yang ditunjukkan pada tabel 1 di bawah ini. Massa formula minyak lumas merupakan massa total campuran minyak lumas dasar dan aditif. Dosis aditif dihitung berdasarkan persen berat dan selanjutnya digunakan sebagai ukuran untuk blending skala laboratorium. Formula yang dirancang ini berdasarkan data yang diperoleh dari hasil uji minyak lumas dasar dan aditif serta studi literatur penelitian terdahulu. Pelumas yang umum digunakan untuk kompresor jenis reciprocating adalah ISO VG 68, ISO VG 100 dan ISO VG 150 dengan mutu unjuk kerja VB/VB-L, VC/VC-L, VD/VD-L(5). Perancangan formulasi untuk minyak lumas kompresor udara ditunjukkan pada tabel 2 dibawah ini. - Pengadaan bahan Bahan diperoleh dari produsen minyak lumas dasar dan produsen aditif. - Blending Rancangan formula minyak lumas yang diperoleh digunakan sebagai acuan dalam proses pencampuran (blending). Minyak lumas dasar dan aditif ditimbang sesuai komposisi yang telah ditentukan. Pencampuran dilakukan dengan melakukan pengadukan pada temperatur 50oC sampai 60oC selama kurang lebih 60 menit hingga

FORMULASI MINYAK LUMAS MILDA FIBRIA, DKK.

LEMBARAN PUBLIKASI MINYAK dan GAS BUMI VOL. 46 NO. 1, APRIL 2012: 1 - 7

Tabel 1 Spesikasi pelumas kompresor unjuk kerja: VD-L


Viscosity Grade Kinematic Viscosity 40 oC cST @ 40oC cST @ 100 C Flash Point, C (COC) min. Pour Point, oC max Ash, %wt, max Water Soluble Acids Neutralization number (acid), mgKOH/g, max. Water,% Aging characteristics % CRC max. after air/Fe2O3 aging Distillation residue % CRC max. of 20% distillation residue Kinematic Viscosity at 40 C max.of 20% distillation residue
0 o o

ISO VG 32

ISO VG 46 ISO VG 68 ISO VG 100

ISO VG 150

28.8 - 35.2 5,4 175

41.4 - 50.6 6,6

61.2 - 74.8 8,8

90 - 110 11 205

135 - 165 15 210 -3

195 -9

Sulf. ash to be stated by the supplier neutral To be stated by the supplier 0.1 max.

2,5 0,3

3 0,6

maximum of five times the value of the new oil

diperoleh campuran yang homogen(4). Tabel 2 Rancangan formula minyak lumas untuk kompresor udara Pengadukan dilakukan dengan menggunakan pengaduk elektrik. Campuran yang Dosis yang digunakan (% wt) sudah dihasilkan dari proses pengadukan No. Bahan selanjutnya didinginkan hingga mencapai ISO VG 32 ISO VG 46 ISO VG 68 ISO VG 100 ISO VG 150 temperatur ruang. 1 HVI 60 60 36 Pengujian 2 HVI 95 35 38 70 14 14 3 HVI 160 4 25 17 72 45 Karakteristik produk minyak lumas se4 HVI 650 12 13 40 lanjutnya diuji sifat-sifat sika kimia dan semi unjuk kerjanya. 5 Aditif paket 1 1 1 1 1 Total (%) 100 100 100 100 100 Evaluasi Evaluasi dilakukan untuk mengetahui tingkat keberhasilan formula yang telah dibuat . mum yang ditetapkan oleh standar. Hasil uji formula kemudian dibandingkan spesi1. Viskositas Kinematik pada Suhu 40oC (ASTM kasi yag ada. D-445) Minyak lumas termasuk uida incompressible dan pada kondisi ideal memiliki lapisan pelindung dengan ketebalan konstan yang sering disebut sebagai kekuatan lapisan pelindung, untuk memisahkan komponen yang saling bergerak(3). Penetapan viscosity grade untuk minyak lumas kompresor ditandai dengan nilai atau angka di belakang kode ISO VG. Angka tersebut menunjukkan viskositas minyak lumas pada suhu 40oC. Sehingga target viskositas minyak lumas pada suhu 40oC adalah bernilai setara dengan kode ISO VG yang di formulasikan.
3

III. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil yang diperoleh pada penelitian ini adalah diperoleh lima produk formulasi minyak lumas untuk kompresor udara ISO VG 32, ISO VG 46, ISO VG 68, ISO VG 100, ISO VG 150, dengan bahan dasar minyak mineral, yang telah diuji sifat sika-kimia di laboratorium. Hasil uji pada laboratorium yang ditunjukkan pada tabel-tabel dibawah ini menunjukkan nilai yang sesuai dengan spesikasi yang ditetapkan. Evaluasi hasil uji difokuskan pada parameter yang mempunyai batas maksimum atau batas mini-

FORMULASI MINYAK LUMAS MILDA FIBRIA, DKK.

LEMBARAN PUBLIKASI MINYAK dan GAS BUMI VOL. 46 NO. 1, APRIL 2012: 1 - 7

Tabel 3 Hasil uji minyak lumas formulasi


Mata Uji Viskositas Kinematik 40C Viskositas Kinematik 100C Total Acid Number Titik Nyala, COC Titik Tuang Water Content Copper Corrosion Conradson Carbon Residue Water Separability 54C Water Separability 82C Four Ball Scar Diameter mgKOH/g C C ppm %Wt Time (min) to 3 ml Time (min) to 3 ml mm Unit cSt ISO VG 32 ISO VG 46 ISO VG 68 32.36 5.58 1.73 226 -10.5 56.855 1a 0.184 10 10 0,88 43.61 6.61 0.8 240 -11 16.535 1a 0.175 15 10 0,56 68.55 8.99 1.437 256 -10.5 90.705 1a 0.217 20 10 0,53 ISO VG 100 99.48 11.21 1,4669 252 -15.5 73.165 1a 0.193 45 10 0,54 ISO VG 150 151,4 14.81 1.73 264 -12.2 24.96 1a 0.315 45 10 0,52

Pada gambar 1 ditunjukkan grafik hasil uji viskositas minyak lumas pada suhu 40oC dari minyak lumas formulasi dengan nilai batasan viskositas berdasarkan spesikasi. Dari gambar tersebut dapat disimpulkan semua minyak lumas hasil formulasi mempunyai nilai yang berada di dalam batasan yang ditetapkan melalui pengujian viskositas kinematik pada suhu 40oC (ASTM D-445). 2. Viskositas Kinematik pada Suhu 100oC (ASTM D-445) DIN 51506 menetapkan nilai viskositas pada suhu 100oC, tanpa memberikan nilai batas toleransi maksimum maupun minimumnya, namun tidak ada pengukuran yang akurat, sehingga nilai ini merupakan target yang harus dicari oleh formulator berdasarkan perhitungan dengan menggunakan rumus viskositas secara matematika. Perbandingan hasil uji, hasil perhitungan dan target berdasarkan standar, ditunjukkan pada gambar 2. Grak hasil uji viskositas pada suhu 100oC. 3. Titik Nyala (ASTM D-92) DIN 51506 menetapkan nilai standar titik nyala dan nilainya dibatasi oleh nilai minimum. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui tingkat amability minyak lumas sehingga dapat digunakan sebagai acuan faktor keamanan. Nilai titik nyala ini sebagian besar tergantung dari karakteristik minyak lumas dasar yang digunakan dan sedikit pengaruh dari aditif yang ditambahkan. Pada umumnya semakin encer
4

Gambar 1 Grak hasil uji viskositas pada suhu 40oC

Gambar 2 Grak hasil uji viskositas pada suhu 100oC

(banyak fraksi ringan) minyak lumas dasar yang digunakan biasanya semakin rendah titik nyalanya. minimum ash point berdasarkan spesikasi. Dari gambar tersebut dapat disimpulkan semua

FORMULASI MINYAK LUMAS MILDA FIBRIA, DKK.

LEMBARAN PUBLIKASI MINYAK dan GAS BUMI VOL. 46 NO. 1, APRIL 2012: 1 - 7

minyak lumas hasil formulasi mempunyai nilai lebih tinggi dari 210oC, nilai ini melebihi batas minimum yang ditetapkan melalui pengujian ash point (ASTM D-92) 4. Titik Tuang (ASTM D-97) Karakteristik titik tuang sangat penting jika pelumas digunakan di daerah yang temperatur sekitarnya di bawah 0oC, misalnya di daerah kutub, pegunungan dan di daerah dengan empat musim. Formula I sampai dengan Formula 5 adalah minyak lumas mono-grade dan menggunakan minyak lumas dasar paranik. Base oil jenis ini paling sering digunakan dalam formulasi minyak lumas jenis mineral karena memiliki indeks viskositas tinggi, ketahanan oksidasinya baik, dan stabil, tetapi gampang membentuk lilin pada suhu rendah. Untuk menurunkan titik tuang pada umumnya ditambahkan aditif penurun titik tuang, akan tetapi pada formulasi ini aditif yang digunakan adalah aditif paket sehingga hasil blending diuji terlebih dahulu, jika hasil uji pour point telah memenuhi spesikasi yang di tetapkan maka tidak diperlukan menambah aditif penurun titik tuang. Pada gambar 4 ditunjukkan grak perbandingan nilai titik tuang dari minyak lumas formulasi dengan nilai minimum berdasarkan spesikasi. Dari gambar tersebut dapat disimpulkan semua minyak lumas hasil formulasi memenuhi spesikasi yang ditetapkan DIN 51 506. 5. Water Content (ASTM D-6304) Air merupakan musuh bagi pelumas, keberadaan air dalam minyak lumas mempercepat laju oksidasi, sehingga kandungannya perlu dibatasi. Untuk minyak lumas kompresor udara, jumlah atau kandungan air sebesar 0,1% atau setara dengan 1000 ppm. Pada gambar 5 ditunjukkan grak perbandingan nilai water content dari minyak lumas formulasi dengan nilai yang ditetapkan berdasarkan spesikasi. Dari gambar tersebut terlihat bahwa kandungan air yang terdapat dalam minyak lumas hasil formulasi jauh dibawah batas maksimum yang ditetapkan. Hal tersebut berarti jika terjadi oksidasi terhadap minyak lumas tersebut, maka kenaikannya tidak akan signikan. Rendahnya nilai water content banyak dipengaruhi oleh 6. Conradson Carbon Residue Pengujian terhadap CCR akan menunjukkan indikasi terbentuknya deposit carbon. Karbon yang terbentuk akan dapat meninggalkan kerak pada

Gambar 3 Grak perbandingan Titik Nyala

Gambar 4 Grak perbandingan Titik Tuang

Gambar 5 Grak perbandingan Water Content

mesin. Nilai CCR ditentukan dengan menggunakan metode ASTM D 189 dan harganya dinyatakan dalam % berat. Data pengujian terhadap hasil formulasi minyak lumas kompresor yang ditunjukkan pada gambar 6 menunjukkan nilai conradson carbon residue (CCR) dibawah batas maksimum yang ditetapkan, dengan demikian dapat dinyatakan bahwa batas waktu pembentukan deposit karbon lebih aman atau lebih lama dari yang ditetapkan.
5

FORMULASI MINYAK LUMAS MILDA FIBRIA, DKK.

LEMBARAN PUBLIKASI MINYAK dan GAS BUMI VOL. 46 NO. 1, APRIL 2012: 1 - 7

7. Korosi Bilah Tembaga, 1 jam 121oC (ASTM D-130) Senyawa sulfur pada solvent-rened base oils, yang secara tipikal juga berupa sulda, juga lebih stabil secara kimia. Baik aditif EP maupun base stocks adalah berbasis tidak aktif pada uji korosi bilah tembaga. Tetapi pada kondisi boundary lubrication, terjadi peningkatan temperatur lokal yang tinggi, baik sulfurized fatty acids dan aditif EP sulfur-phosphorus akan terurai membentuk logam sulda. Di bawah kondisi ini, keduanya secara tipikal aktif(5). Tembaga dan kuningan adalah logam lunak dan rentan terhadap asam, senyawa sulfur, dan bahan kimia lainnya di dalam minyak lumas yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan warna dan kadang-kadang membentuk lapisan di permukaan. Keausan yang disebabkan asam (corrosive wear) dapat menyebabkan kegagalan sistem sehingga harus dihindari. Berdasarkan ASTM Copper strip corrosion standards yang ditampilkan pada gambar 7, warna tembaga yang dihasilkan dari pengujian copper strip corrosion terhadap minyak lumas formulasi termasuk dalam kelas 1a. Hasil uji minyak lumas formulasi melalui pengujian korosi bilah tembaga seluruhnya memiliki warna yang sama dengan warna pada kelas 1a yaitu dibawah kelas maksimum ditetapkan yaitu 1b. Dengan demikian minyak lumas hasil formulasi dikatakan dapat meminimalisir keausan pada logam komponen mesin. 8. Water Separability (ASTM D-1401) Pelumas yang baik adalah pelumas yang mudah terpisah dengan air dengan tidak membentuk emulsi. Semakin cepat pelumas terpisah dengan air, maka pelumas tersebut semakin baik.

Gambar 7 ASTM Copper strip corrosion standards

Gambar 8 Grak perbandingan hasil uji water separability

Gambar 9 Grak hasil pengujian karakteristik sika-kimia minyak lumas

Gambar 6 Grak perbandingan nilai CCR

Gambar 10 Grak perbandingan hasil uji scar diameter

FORMULASI MINYAK LUMAS MILDA FIBRIA, DKK.

LEMBARAN PUBLIKASI MINYAK dan GAS BUMI VOL. 46 NO. 1, APRIL 2012: 1 - 7

Berdasarkan gambar 8 yaitu grak perbandingan hasil uji water separability menunjukkan minyak lumas hasil formulasi mampu terpisah dengan air lebih cepat dari spesikasi yang ditetapkan. Dengan demikian, formulasi minyak lumas untuk kompresor udara pada penelitian ini telah dapat digunakan sebagai formula minyak lumas kompresor udara, dibuktikan dengan pengujian-pengujian parameter yang telah memenuhi spesikasi standar DIN 51506 yang ditunjukkan pada gambar 9. Selain menguji karakteristik sika kimia minyak lumas formulasi berdasarkan standar DIN 51506, diuji pula performa minyak lumas dengan pengujian four ball untuk pengukuran scar diameter. Pengujian juga dilakukan terhadap minyak lumas kompresor yang dijual dipasaran. Tujuannya adalah untuk mengetahui performa minyak lumas formulasi dibandingkan dengan pelumas yang ada dipasaran. Hasil perbandingan tersebut ditunjukkan pada grak perbandingan scar diameter pada gambar 10. Pengujian ini sekaligus menjadi critical point dimana dari hasil uji ini berarti kemampuan perlindungan minyak lumas terhadap komponen mesin dalam hal ini bearing. Berdasarkan hasil uji yang ditunjukkan pada gambar 10, scar diameter yang terbentuk pada minyak lumas hasil formulasi lebih kecil dibandingkan scar diameter yang terbentuk pada minyak lumas merk lain, kecuali pada ISO VG 150. Walaupun demikian, nilai scar diameter pada minyak lumas ISO VG 150 cukup imbang dengan minyak lumas yang ada dipasaran. Nilai scar diameter yang kecil pada minyak lumas formulasi menunjukkan kemampuan minyak lumas dalam menahan beban cukup baik, dan itu mampu bersaing dengan produk dipasaran. IV. KESIMPULAN Kesimpulan yang diperoleh pada penelitian ini adalah telah diperoleh lima produk formulasi minyak

lumas untuk kompresor udara dengan unjuk kerja VD-L yang memiliki viskositas sesuai dengan ISO VG nya. Formulasi ini dapat digunakan sebagai formula minyak lumas kompresor udara, dibuktikan dengan pengujian-pengujian parameter yang telah memenuhi spesikasi standar DIN 51506. V. SARAN 1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui unjuk kerja minyak lumas hasil formulasi di lapangan, dengan melakukan uji minyak lumas hasil formulasi menggunakan kompresor udara untuk mengetahui tingkat atau masa pakai (durabilitas) dari minyak lumas hasil formulasi. 2. Parameter pengujian hasil formulasi diharapkan menjadi masukan kepada pemerintah dalam menyusun rancangan standar nasional Indonesia (RSNI), mengingat bahwa Indonesia belum memiliki standar untuk minyak lumas kompresor khususnya kompresor udara. KEPUSTAKAAN 1. Anton L.Wartawan , 1981, Dasar-dasar Pelumas dan Pelumasan, Gramedia, Jakarta. 2. A R Lansdown, 2004, Lubrication and Lubricant Selection., 3rd Ed, edited by MJ Neale, TA Polak, and M. Priest, Professional Engineering Publishing, Northgate Avenue, Suffolk, UK. 3. Rulianto, D., Setyo Widodo, Albert Mantong, 2005, Penyiapan Rancangan Formula Minyak Lumas, PPPTMGB Lemigas, Jakarta. 4. Robert W. Miller, 1993, Lubricants and Their Aplications Editing supervisor by Mistty Kovacs, Mc. Graw-Hill, Inc, Arizona. 5. Th. Mang and W. Dresel, 2007, Lubricants and Lubrication., 2nd Ed Weinheim, USA. 6. UNEP, 2006 Pedoman Esiensi Energi untuk Industri di Asia www.energyefciencyasia.org

FORMULASI MINYAK LUMAS MILDA FIBRIA, DKK.

LEMBARAN PUBLIKASI MINYAK dan GAS BUMI VOL. 46 NO. 1, APRIL 2012: 1 - 7

RANCANG BANGUN ADSORBEN LISNA ROSMAYATI, DKK.

LEMBARAN PUBLIKASI MINYAK dan GAS BUMI VOL. 46 NO. 1, APRIL 2012: 9 - 21

Rancang Bangun Adsorben Nano Partikel untuk Merkuri Removal


Lisna Rosmayati1) dan Yayun Andriani2)
1) Peneliti Muda, 2)Perekayasa Madya pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi LEMIGAS Jl. Ciledug Raya Kav. 109, Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan Telepon: 62-21-7394422, Fax: 62-21-7246150 Teregistrasi I tanggal 17 Januari 2012; Diterima setelah perbaikan tanggal 26 Maret 2012 Disetujui terbit tanggal : 30 April 2012

SARI Salah satu permasalahan besar dalam pemanfaatan gas bumi di sektor industri migas adalah kandungan merkuri (Hg) di dalam gas bumi. Di sektor minyak dan gas bumi, penerapan teknologi nano pada pembuatan adsorben karbon aktif dalam ukuran nano diharapkan mampu menurunkan kandungan merkuri di dalam gas bumi secara lebih signikan dan lebih esien. Metode pembuatan partikel dengan teknologi nano untuk karbon aktif dilakukan dengan menggunakan teknik Top down. Teknik Top Down merupakan teknik pembuatan partikel skala nano dengan teknik Milling. Lamanya waktu milling akan berpengaruh langsung pada distribusi ukuran dari adsorben, dimana milling yang dilakukan selama 50 jam memiliki ukuran diameter partikel yang lebih kecil dibandingkan dengan milling selama 20 jam. Dari hasil percobaan kinerja alat rancang bangun adsorben nano partikel merkuri removal, adsorben nano hasil milling 50 jam dengan berat total 7,48 gram mampu menyerap konsentrasi merkuri (Hg) sebesar 9.032 g/m3 pada saat aliran gas mencapai 354,4 liter per menit. Hal ini menunjukkan bahwa adsorben karbon aktif berukuran nano sangat efektif dalam memisahkan merkuri (Hg) dari gas bumi dengan penyerapan optimal mencapai 96,67 %. Kata kunci : partikel nano, karbon aktif, merkuri ABSTRACT One of the major problems of the natural gas in Migas is the mercury content in natural gas. In Oil and Gas sector, nano technology application for nano particle adsorbent of activated carbon capable to decrease of the mercury content in the natural gas signicantly and more efcient. Production method of activated carbon particles by nano technology has been done by Top-down technique. Top-down technique is production method of nano particle by milling. Time of milling will be direct effect for adsorbent size distribution. Fifty hours milling have particle size diameter is smaller than twenty hours milling. Experiment test results of mercury adsorption by the mercury adsorber, Fifty hours milling adsorbents with its weight 7,48 gram can adsorp 9.032 g/m3 mercury while gas ow at 354,4 litre per minuts. That is show that nano particle adsorbents of activated carbons are more effective to separate of mercury in the natural gas with optimal adsorption is 96,67 %. Keywords: nano particle, activated carbon, mercury I. PENDAHULUAN Di Industri Minyak dan Gas Bumi, Nanoteknologi merupakan terobosan untuk mengoptimalisasi usaha dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas produk migas. Adsorben yang digunakan dalam penelitian ini adalah karbon (arang) komersial yang berasal dari material tempurung kelapa dimana potensinya akan meningkat apabila ukuran material karbonnya dibuat berukuran nano dan diaktifkan melalui suatu
9

RANCANG BANGUN ADSORBEN LISNA ROSMAYATI, DKK.

LEMBARAN PUBLIKASI MINYAK dan GAS BUMI VOL. 46 NO. 1, APRIL 2012: 9 - 21

proses aktivasi kimia, sehingga menjadi karbon aktif yang mampu mengeliminasi kandungan merkuri (Hg) dalam gas bumi secara lebih signikan. Karbon aktif dengan ukuran nano partikel memiliki karakteristik tertentu dan berfungsi sebagai adsorben yang memiliki potensi besar dalam mengeliminasi merkuri dalam gas. Penelitian ini diharapkan dapat menjawab permasalahan sekaligus mendapatkan alternatif adsorben untuk meminimalkan dan atau memisahkan merkuri dalam gas bumi dan dapat diaplikasikan di industri migas. Zeng dan kawan-kawan membuktikan pengaruh signikan pemberian activator kimia ZnCl2 terhadap efektivitas penyerapan merkuri oleh karbon aktif. Mukhopadhyay dan kawan-kawan membuktikan adanya pengaruh yang besar terhadap kemampuan adsorpsi dari nano material dengan modikasi permukaan melalui pelapisan atau coating nanomaterial. Makalah ini menjelaskan hasil rancang bangun alat adsorpsi merkuri dengan adsorben karbon aktif nano, skema (Lay Out Alat), prinsip kerja alat dan teknik percobaan adsorpsi merkuri dalam gas bumi oleh adsorben nano partikel, pengukuran konsentrasi merkuri dengan mercury analyzer dan kesimpulan yang menunjukkan bahwa adsorben karbon aktif berukuran nano sangat efektif dalam memisahkan merkuri (Hg) dari gas bumi dengan penyerapan optimal mencapai 96,67 %. II. METODOLOGI Metodologi yang digunakan dalam melakukan penelitian ini adalah melalui tahapan sebagai berikut: III. TEKNOLOGI ADSORBEN NANO DALAM UPAYA MENINGKATKAN PEMISAHAN MERKURI DALAM GAS BUMI A. Identikasi Permasalahan Merkuri (Hg) dalam Gas Bumi Gas bumi dihasilkan dari lapangan gas bumi bersama dengan sejumlah besar bahan kontaminan berbahaya yang dapat menggangu baik kualitas dan peralatan yang digunakan pada saat proses produksi gas bumi. Merkuri (Hg) merupakan salah satu kontaminasi dalam gas bumi, minyak mentah dan kondensat yang dapat mempengaruhi produksi hidrokarbon dan dapat menyebabkan masalah pada
10

Gambar 1 Diagram alir metode pelaksanaan

saat pengolahan. Merkuri dalam gas bumi ditemukan paling banyak dalam bentuk unsur merkuri. Selain ditemukan di alam, merkuri juga dapat dihasilkan dari pembakaran gas dan minyak. Merkuri dalam gas hidrokarbon dapat membentuk amalgam dengan berbagai logam menyebabkan korosi pada struktur alumunium dan merupakan racun pada katalis sehingga menyebabkan kerusakan pada industri minyak dan gas, terutama pada peralatan heat exchanger. Selain itu juga sangat berbahaya bagi kesehatan yang apabila terhirup melalui pernapasan akan berbahaya bagi tubuh manusia. Keberadaan merkuri dalam gas bumi dalam beberapa bilangan oksidasi (valensi), yaitu:

RANCANG BANGUN ADSORBEN LISNA ROSMAYATI, DKK.

LEMBARAN PUBLIKASI MINYAK dan GAS BUMI VOL. 46 NO. 1, APRIL 2012: 9 - 21

1. sebagai Hg bebas atau valensi 0 [ Hg ] 2. sebagai Hg valensi 1 [ Hg(i-CH3H7) dan/atau Hg(n-CH3H7) ] 3. sebagai Hg valensi 2 [ Hg(CH 3) 2 dan/atau Hg(C4H9)2 ] Merkuri (Hg) valensi 0 dan 2 relatif stabil yang dalam keadaan normal tidak akan bereaksi / berinteraksi dengan logam lain. sedangkan Hg valensi 1 sangat tidak stabil dan merupakan reduktor logam yang kuat dan akan berusaha mencapai keadaan stabilnya dengan mengambil satu elektron lain dari lingkungan sekitarnya, bisa dari gugus hidrokarbon lain atau dari logam pipa. Pada dasarnya merkuri ini tidak menyebabkan karat secara langsung, tapi merupakan trigger atau katalis pada reaksi oksidasi/pengkaratan besi, disamping memang pada gas emisinya merupakan gas yang berbahaya. Sebagian besar hidrokarbon mengandung merkuri. Pada gas bumi, sering sekali ditemukan sebagai unsur merkuri (Hg0). Sedangkan dalam minyak bumi sebagai organo-logam dan ion merkuri. Unsur merkuri hanya dapat larut pada cairan hidrokarbon. Merkuri dalam gas berada dalam beberapa bentuk kimia, dengan memiliki keistimewaan sifat dari masing-masingnya. Pada dasarnya ikatan kimia yang terbentuk dalam gas lebih banyak. Dari beberapa bentuk kimia yang penting dari merkuri dalam gas adalah dalam bentuk uap. Perbedaan bentuk kimia dari merkuri dalam gas sangat beragam. B. Peranan dan Sifat Fisika Kimia Adsorben Karbon Karbon aktif adalah suatu bahan padat berpori yang merupakan hasil pembakaran bahan yang mengandung karbon. Arang aktif merupakan suatu bentuk arang yang telah melalui aktivasi dengan menggunakan gas CO2, uap air, atau bahan bahan kimia sehingga pori-porinya terbuka dengan demikian daya adsorpsinya menjadi lebih tinggi terhadap zat warna dan bau. Karbon aktif mengandung 5-15% air, 2-3% abu, dan sisanya adalah karbon. Arang aktif merupakan senyawa karbon berbentuk amorf yang dapat dihasilkan dari bahan-bahan yang mengandung karbon atau dari arang yang diperlakukan dengan cara khusus untuk mendapatkan permukaan yang lebih luas. Luas permukaan arang aktif berkisar antara 300-3500 m2/gram dan hal ini berhubungan dengan struktur pori internal yang menyebabkan arang aktif bersifat sebagai adsorben. Arang aktif

dapat mengadsorpsi gas dan senyawa-senyawa kimia tertentu (adsorpsinya bersifat selektif), bergantung pada besar atau volume pori-pori, dan luas permukaan. Daya serap arang aktif sangat besar, yaitu 25-1000% terhadap berat arang aktif. Kapasitas adsorpsi arang aktif bergantung pada karakteristik arang aktifnya, seperti: tekstur (luas permukaan, distribusi ukuran pori), kimia permukaan (gugus fungsi pada permukaan), dan kadar abu. Selain itu juga bergantung pada karakteristik adsorpsi: bobot molekul, polaritas, pKa, ukuran molekul, dan gugus fungsi. Kondisi larutan juga berpengaruh, seperti: pH, konsentrasi, dan adanya kemungkinan adsorpsi terhadap zat lain. Karbon aktif mempunyai pori-pori yang saling berhubungan. Pori-pori yang saling berhubungan. Pori-pori tersebut yaitu pori makro, pori mikro, pori transisi. Melalui pori-pori inilah tejadinya peristiwa penyerapan. Pori makro dapat menyerap absorbat dan pelarut yang berhunbungan dengan permukaan luar dari partikel karbon aktif. Pori mikro merupakan cabang dari pori makro dan dapat menyerap pelarut dan absorbat dengan ukuran yang lebih kecil sedangkan pori transisi merupakan cabang dari pori mikro yang hanya dapat menyerap molekul pelarut yang lebih kecil. Keunggulan arang aktif adalah kapasitas dan daya serapnya yang besar, karena struktur pori dan keberadaan gugus fungsional kimiawi di permukaan arang aktif seperti C=O, C2-, dan C2H-. Kapasitas adsorpsi dari karbon terhadap suatu zat terlarut tergantung pada dua-duanya, karbon dan zat terlarutnya. Struktur molekul, kelarutan, dsb, semuanya berpengaruh terhadap kemampuan adsorpsi (Rosen, 1989). Berikut ini adalah penggolongan adsorben berdasarkan ukuran pori adsorben. C. Teknik Pembuatan Adsorben Karbon Nano Partikel Metoda pembuatan partikel nano ini terdiri dari beberapa proses kimia dan sika, yang meliputi : - Proses wet chemical yaitu proses presipitasi seperti: kimia koloid, hydrothermal method dan solgels. Proses ini pada intinya mencampur ion-ion dengan jumlah tertentu dengan mengontrol suhu dan tekanan untuk membentuk insoluble material yang akan terpresipitasi dari larutan. Presipitat dikumpulkan dengan cara penyaringan dan/ atau spray drying untuk mendapatkan butiran kering.
11

RANCANG BANGUN ADSORBEN LISNA ROSMAYATI, DKK.

LEMBARAN PUBLIKASI MINYAK dan GAS BUMI VOL. 46 NO. 1, APRIL 2012: 9 - 21

Mechanical process termasuk Tabel 3.1 grinding , milling , dan teknik Penggolongan adsorben berdasarkan ukuran pori Mechanical alloying . Intinya material di tumbuk secara Tipe Diameter Pori () Karakteristik mekanik untuk membentuk partikel yang lebih halus. Mikropori < 2 nm Superimposed wall potentials - Form-in-place process seperti Mesopori 2 nm < >50 nm Kondensasi kapiler lithography, vacuum deposition Makropori > 50 nm Efektif pada dinding tipis process , dan spray coating . Proses ini spesik untuk mem partikel nano yang dihasilkan tidak beraturan, buat nanopartikel coating. kemungkinan terjadinya kerusakan pada partikel - Gas-phase synthesis, termasuk di dalamnya adadan terkontaminasi kotoran dari aditif ball dan lah mengontrol perkembangan carbon nanotube millingnya, cukup besar. dengan proses catalytic cracking terhadap gas yang penuh dengan carbon seperti methane. IV. TEKNIK AKTIVASI ADSORBEN Pembuatan adsorben partikel nano salah satunya KARBON NANO PARTIKEL DAN adalah dengan dengan teknik ball mill. Teknik ball METODE COATING ADSORBEN mill merupakan bagian dari teknik Top-Down dalam pembuatan nano partikel. Pertama bulk material diA. Teknik Aktivasi Karbon Aktif Nano Partikel hancurkan dan dihaluskan sedemikian rupa sampai Yang dimaksud dengan aktivasi adalah suatu berukuran nano mater. Kemudian dari partikel halus perlakuan terhadap arang yang bertujuan untuk memyang diperoleh dilakukan modikasi atau dibuat maperbesar pori yaitu dengan cara memecahkan ikatan terial baru yang memiliki sifat-sifat dan performance hidrocarbon dan atau mengoksidasi molekul-molekul yang lebih baik dan berbeda dengan bulk material permukaan sehingga arang mengalami perubahan aslinya. Pada metode ini umumnya partikel yang sifat, baik sika maupun kimia, dimana luas perdihasilkan mempunyai bentuk atau geometrinya yang mukaannya semakin bertambah dan berpengaruh bervariasi dengan distribusi ukuran yang lebar. terhadap daya adsorpsinya. Proses aktivasi dapat diTeknik Top-Down dapat juga dilakukan denlakukan dengan jalan memanaskan karbon pada suhu gan teknik MA-PM (mechanical alloying-powder tinggi (Kirk dan Othmer, 1998). Karbon aktif memetallurgy) atau MM-PM (mechanical millingmiliki jaringan karbon seperti arang, namun dengan powder metallurgy) dimana material dihancurkan porositas dan luas permukaan yang besar, sekitar sampai menjadi bubuk dan dilanjutkan dengan 500-3000 m2/gr (Patrick, 1995). Metoda aktivasi penghalusan butiran partikelnya sampai berukuran yang umum digunakan dalam pembuatan arang nanometer. Selanjutnya bubuk yang telah halus aktif adalah aktivasi sika, yaitu proses pemutusan disinter atau dibakar dengan kondisi tertentu sehinga rantai karbon dari senyawa organik dengan bantuan didapatkan material nal yang memiliki sifat-sifat panas, uap dan CO2 dan aktifasi kimia, yaitu proses yang sangat unggul dan berbeda dengan bulk material pemutusan rantai karbon dari senyawa organik aslinya. Teknologi ini sangat sederhana dan tidak memerlukan peralatan tertentu untuk pembuatannya. dengan pemakaian bahan-bahan kimia. Penggunaan metoda Ball Milling mempunyai 1. Teknik Aktivasi Karbon Aktif secara Fisika beberapa keuntungan yang diantaranya adalah: Aktifasi secara sika yaitu proses pemutusan relatif tidak mahal, rantai karbon dari senyawa organik dengan bantuan panas, uap dan CO2 dimana bahan baku terlebih dapat diaplikasikan untuk skala besar, dahulu dibuat arang. Selanjutnya arang tersebut teknologinya mudah dan sudah lama dikenal, digiling, diayak untuk selanjutnya diaktifasi dengan partikel yang dihasilkan dapat mencapai ukuran cara pemanasan pada kisaran temperatur 500-1000C 2 20 nm tergantung tipe alatnya. yang disertai pengaliran uap. Alat aktivasi yang Sedangkan kerugian dari penggunaan metoda dilakukan dengan pemanasan suhu tinggi dapat ini antara lain: dilihat pada gambar 4.1. Proses ini dilakukan untuk

12

RANCANG BANGUN ADSORBEN LISNA ROSMAYATI, DKK.

LEMBARAN PUBLIKASI MINYAK dan GAS BUMI VOL. 46 NO. 1, APRIL 2012: 9 - 21

membangun pori dan menghasilkan luas permukaan. Senyawa organik yang terikat pada karbon akan menguap atau hilang pada pemanasan yang tinggi. 2.Teknik Aktivasi Karbon Aktif secara Kimia Teknik aktifasi karbon aktif secara kimia adalah proses pemutuasan rantai karbon dari senyawa organic dengan pemakaian bahan-bahan kimia. Untuk aktifasi kimia, aktifator yang di gunakan adalah bahan-bahan kimia seperti: hidroksida ligan alkali, garam-garam karbonat, klorida, sulfat, fosfat dari logam alkali tanah khususnya ZnCl2 dan asamasam anorganik seperti H2SO4 dan H3PO4. Beberapa bahan baku lebih mudah untuk di aktivasi jika diklorinasi terlebih dahulu, selanjutnya dikarbonasi untuk menghilangkan hidrokarbon yang terklorinasi dan akhirnya di aktifasi dengan uap. Dalam beberapa hal, adalah menguntungkan untuk menghancurkan atau menghaluskan arang menjadi bentuk powder,kemudian membentuknya kembali menjadi pellet dengan menggunakan ter sebagai pengikat. Selanjutnya, di hancurkan kembali dan di karbonasi pada suhu 500-700oC dan di aktifasi pada temperature 700-950 oC. Proses ini akan menghasilkan partikel yang lebih mudah di aktivasi karena mempunyai saluran-saluran yang lebih besar atau pori-pori makro sebagai media masuknya gas pengoksidasi dan memudahkan produk-produk reaksi untuk meninggalkan pusat partikel.

B. Pelapisan (Coating) Adsorben Coating atau pelapisan karbon aktif nano pada permukaan bahan padatan pendukung akan memiliki manfaat dalam aplikasinya apabila dalam proses pembuatan larutan koloid dari bahan pelapisnya menggunakan aditif dan pelarut yang sesuai. Pelapisan karbon aktif nano pada permukaan dari suatu silinder paralon akan membentuk lapisan tipis yang melekat padat pada permukaan internal dan eksternal dari silinder paralon tersebut. Manfaat yang dihasilkan dari proses coating atau pelapisan ini adalah terdistribusinya material adsorben karbon aktif nano tersebut secara merata pada bagian internal dan eksternal dari permukaan padatan pendukung

Gambar 4.1 Hasil pelapisan (coating) karbon aktif nano

Tabel. 4.1 Hasil karakterisasi dengan Particle Size Analysis (PSA)

Lama Milling (jam) 20

Diameter (10%) nm 251,7 187,9 156,5

Diameter (50%) nm 285,6 215,6 182,9 228,03

Diameter (90%) nm 400,3 306 263,4 323,23

Rata-rata

198,7

50

126,8 130,5 149,9

154,4 159,5 183,2 165,7

224,9 231,4 261,1 239,13

Rata-rata

135,73

13

RANCANG BANGUN ADSORBEN LISNA ROSMAYATI, DKK.

LEMBARAN PUBLIKASI MINYAK dan GAS BUMI VOL. 46 NO. 1, APRIL 2012: 9 - 21

(silinder paralon) secara merata, menambah selektitas dan menaikkan luas permukaan. C. Karakterisasi Adsorben Karbon Aktif Nano Partikel 1. Analisa dengan Particle Size Analyzer (PSA) Salah satu karakterisasi yang penting dilakukan adalah mengukur besarnya ukuran partikel dari adsorben karbon aktif nano partikel yang telah dibuat. Material karbon yang telah di milling dalam waktu 20 jam dan 50 jam, selanjutnya di analisa menggunakan alat Particle Size Analyzer (PSA) dengan tujuan mengetahui apakah adsorben karbon tersebut telah berukuran nano atau tidak. Hasil karakterisasi adsorben karbon aktif nano partikel dapat dilihat pada Tabel 4.1 2. Bilangan Iodin (Iodine Number) Karakterisasi selanjutnya yang dilakukan adalah

menentukan bilangan Iodin (Iodine Number) guna mengetahui daya adsorpsi dari karbon aktif nano. Daya adsorpsi karbon aktif terhadap iodine mengindikasikan kemampuan karbon aktif untuk mengadsorpsi komponen dengan berat molekul rendah. 3. Analisa BET (Brunauer, Emmett dan Teller ) Teori BET bertujuan untuk menjelaskan adsorpsi secara sika dari molekul-molekul gas pada permukaan dan menjadi landasan untuk teknik analisis yang penting pada pengukuran luas daerah permukaan tertentu dari sebuah material. Metode BET digunakan secara luas pada ilmu permukaan untuk menghitung luas permukaan padatan pada adsorpsi molekul gas secara sik. Hasil karakterisasi adsorben karbon aktif nano dengan alat BET ini, dapat dilihat pada Tabel 4.3. 4. Analisa SEM dan ADX Peralatan yang digunakan adalah SEM JEOL

Tabel 4.2 Hasil analisa iodin number adsorben nano


No 1 2 Rata-Rata Milling 50 jam dengan aktivasi kimia (mg/gr) 736,6200 741,3415 738,9808 Milling 20 jam dengan aktivasi kimia (mg/gr) 458,1422 456,6570 457,3996 Milling 50 jam tanpa aktivasi (mg/gr) 631,3591 579,4984 605,4288

No 1 2 Rata-Rata

Milling 50 jam dengan aktivasi kimia (mg/gr) 722,2951 712,7871 717,5411

Milling 20 jam dengan aktivasi kimia (mg/gr) 495,3484 535,7471 515,5478

Milling 50 jam tanpa aktivasi (mg/gr) 515,0330 532,8871 523,9001

Tabel 4.3 Hasil karakterisasi karbon aktif nano dengan alat BET

Waktu Milling (Jam) 20 Milling tanpa Aktivasi 20 Milling dengan Aktivasi Waktu Milling (Jam) 50 Milling tanpa Aktivasi 50 Milling dengan Aktivasi

2 Luas Area (m /g)

Diameter Pori Rata-Rata () 26,1697 51,9460 Diameter Pori Rata-Rata () 29,4993 43,7084

Volume Total Pori (cc/g) 1,733E-01 6,185E-02 Volume Total Pori (cc/g) 2,072E-01 8,711E-02

264,84 47,63 Luas Area (m2/g) 280,96 79,72

14

RANCANG BANGUN ADSORBEN LISNA ROSMAYATI, DKK.

LEMBARAN PUBLIKASI MINYAK dan GAS BUMI VOL. 46 NO. 1, APRIL 2012: 9 - 21

JSM-6390LA yang dilengkapi dengan JEOL-EDXA dan program untuk melihat sampel. Tahapan persiapan, sampel dimasukkan kedalam wadah khusus selanjutnya dilakukan pengamatan dan pengukuran secara kualitatif dan kuantitatif terhadap sampel yang dianalisa. Sampel dicuci dengan pelarut organik dalam wadah khusus yang dilengkapi ultrasonik. Sampel dipotong atau dipipihkan untuk mendapatkan permukaan yang bersih dari kontaminan. Tiap-tiap sampel dimasukkan kedalam wadah khusus dan dilapisi dengan karbon dan emas/palladium untuk menghindari terbentuknya muatan pada specimen batuan tersebut. Selanjutnya dilakukan pengamatan dan pengukuran secara kualitatif dan kuantitatif terhadap sampel yang dianalisa. Hasil karakterisasi adsorben karbon aktif nano dengan alat SEM-EDX, dapat dilihat pada Gambar 4.2 sd 4.7. V. HASIL RANCANG BANGUN DAN KINERJA ALAT DENGAN ADSORBEN KARBON AKTIF NANO DALAM MEMISAHKAN MERKURI (Hg) A. Skema dan Lay Out Alat Alat Adsorben karbon aktif nano partikel untuk mercury removal dirancang oleh Tim Peneliti dalam skala laboratorium dengan mempertimbangan faktor

Gambar 4.2. Morfologi karbon aktif nano dengan milling 20 jam tanpa aktivasi kimia

Gambar 4.3. Morfologi karbon aktif nano dengan milling 20 jam dengan aktivasi kimia

Gambar 4.4. Hasil analisa EDX karbon aktif nano milling 20 jam dengan aktivasi kimia

15

RANCANG BANGUN ADSORBEN LISNA ROSMAYATI, DKK.

LEMBARAN PUBLIKASI MINYAK dan GAS BUMI VOL. 46 NO. 1, APRIL 2012: 9 - 21

keamanan dan keselamatan kerja (safety), persyaratan material dan teknologi adsorpsi. Alat ini terdiri dari 3 silinder reaktor, yaitu silinder scrubber, standar merkuri dan silinder yang berisi adsorben karbon aktif nano partikel. Skema dan lay out alat dapat dilihat pada gambar 5.1. B. Teknik Percobaan Adsorpsi Merkuri dalam Gas Bumi 1. Prosedur Kerja Alat Prosedur kerja alat untuk pengujian adsorpsi Hg menggunakan karbon aktif nano partikel adalah sebagai berikut : 1. Water bath yang berisi reservoar merkuri dinyalakan dan temperatur water bath diatur pada suhu 26.5oC. 2. Water bath didiamkan terlebih dahulu untuk memastikan temperatur telah stabil 3. Udara yang berasal dari compress gas dialirkan ke dalam inlet reservoar merkuri dengan mengatur laju alirnya menggunakan ow meter dan tekanan dalam reservoarnya diatur. 4. Gas yang keluar dari reservoar dilewatkan cairan KMnO4 yang berfungsi mengadsorpsi merkuri. Volume gas yang melewati cairan diukur menggunakan Wet Test Meter.
Gambar 4.5 Morfologi karbon aktif nano milling 50 jam tanpa aktivasi kimia

Gambar 4.6 Morfologi karbon aktif nano milling 50 jam dengan aktivasi kimia

Gambar 4.7 Hasil analisa EDX karbon aktif nano milling 50 jam dengan aktivasi kimia

16

RANCANG BANGUN ADSORBEN LISNA ROSMAYATI, DKK.

LEMBARAN PUBLIKASI MINYAK dan GAS BUMI VOL. 46 NO. 1, APRIL 2012: 9 - 21

5. Setelah itu aliran gas yang keluar dari reservoar dialirkan ke adsorben merkuri. Gas yang keluar dari adsorben merkuri dialirkan ke cairan KMnO4. 6. Setelah 10 menit, ganti cairan KMnO4 dengan cairan yang baru. Penggantian dilakukan sebanyak 6 kali. 7. Selanjutnya cairan penyerap merkuri dianalisa konsentrasi merkurinya menggunakan LUMEX Mercury Analyzer 2. Hasil Percobaan Adsorpsi Merkuri dala Gas Bumi VI. PEMBAHASAN A. Mekanisme Adsorpsi Suatu padatan terbentuk karena daya tarik menarik dari komponen atom penyusunnya. Di dalam interior padatan, gaya tarik diantara atom penyusun lattice seimbang namun dipermukaan tidak. Akibatnya jika ada partikel yang mendekati permukaan padatan akan tertarik sebagai kompensasi adanya ketidak seimbangan gaya pada permukaan padatan tersebut. Fenomena ini disebut adsorpsi. Jadi adsorpsi adalah fenomena permukaan. Pada proses adsorpsi, padatan yang dipakai untuk menyerap disebut adsorbent, sedangkan zat yang diserap

disebut adsorbate atau solut. Selain terjadi karena gaya van der Waals oleh dinding padatan (adsorpsi sis) adsorpsi juga bisa terjadi karena ikatan kimia (adsorpsi kimia). Karena adsorpsi adalah fenomena permukaan (surface phenomena) maka semakin besar luas permukan yang terekspose semakin banyak partikel atau atom yang bisa dijerap. Besarnya luas permukaan suatu adsorbent menunjukkan tingkat porositas adsorbent tersebut Adsorpsi juga merupakan suatu proses akumulasi adsorbat pada permukaan adsorben yang disebabkan oleh gaya tarik antara molekul atau interaksi kimia. Adsorpsi juga dapat diartikan sebagai suatu perubahan konsentrasi komponen antara batas

Gambar 5.1. Skema dan Lay Out Alat Mercury Removal

Tabel 5.1. Adsorpsi Merkuri oleh Adsorben Karbon Aktif Nano Partikel terhadap Volume Gas

No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Volume Gas (Liter) 11,825 17,295 31,635 37,810 51,040 58,595 354,435 426,535 549,660 634,335 899,375 932,400

Konsentrasi Outlet Merkuri ( g/m ) 1438 706 519 418 381 365 310 983 1019 1189 4273 9346

Konsentrasi Merkuri yang Terserap ( g/m ) 7905 8637 8824 8925 8962 8978 9032 8360 8324 8153 5070 0

17

RANCANG BANGUN ADSORBEN LISNA ROSMAYATI, DKK.

LEMBARAN PUBLIKASI MINYAK dan GAS BUMI VOL. 46 NO. 1, APRIL 2012: 9 - 21

Tabel 5.2 Adsorpsi merkuri oleh adsorben karbon aktif nano partikel terhadap volume gas

NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Volume Gas (Liter) 11,830 44,015 73,115 82,130 126,825 175,810 426,540 549,700 634,335 920,000

Konsentrasi Oultet Merkuri ( g/m ) 1435 771 712 657 633 616 980 1021 1185 9340

Konsentrasi Merkuri yang Terserap ( g/m ) 7911 8571 8630 8686 8710 8726 8367 8320 8159 5088

lapisan dan bagian dalam dari fasa yang berdekatan. Dalam penelitian ini, fasa yang mengadsorpsi disebut adsorben, yaitu karbon aktif yang telah dibuat nano partikel. Ukuran adsorben hingga nano partikel dilakukan dengan menggunakan alat Ball Mill dengan parameter lamanya waktu milling adalah 20 jam dan 50 jam. Mekanisme yang terjadi pada penggunaan karbon aktif sebagai adsorben yaitu adalah adsorpsi yang merupakan proses terjadinya perpindahan massa akibat dari fasa gerak (uida pembawa adsorbat) ke permukaan adsorben. Adsorpsi terjadi karena adanya gaya tarik menarik antara molekul adsorbat dengan tempat-tempat aktif di permukaan adsorben. Proses adsorpsi pada arang aktif terjadi melalui tiga tahap dasar, yaitu zat terjerap pada arang bagian luar kemudian menuju pori-pori arang, dan terjerap pada dinding bagian dalam arang. Mekanisme peristiwa adsorpsi berlangsung dimana molekul adsorbat berdifusi melalui suatu lapisan batas ke permukaan luar adsorben (difusi eksternal), sebagian ada yang teradsorpsi di permukaan luar, sebagian besar berdifusi lanjut di dalam pori-pori adsorben (difusi internal). B. Pengaruh Ukuran Partikel dan Luas Permukaan terhadap Proses Adsorpsi Dalam proses adsorpsi, yang berperan adalah luas permukaan internal adsorben karena dalam adsorben ada pori. Pori-pori suatu adsorben akan memberikan luas permukaan internal. Pori-pori suatu adsorbent tidaklah seragam, melainkan terdistribusi menjadi
18

Gambar 5.2 Diagram kinerja adsorben karbon aktif nano partikel alat mercury removal

beberapa ukuran pori. Pori-pori suatu adsorben juga akan memberikan tempat terjerapnya suatu molekul adsorbat. Berhasilnya suatu proses adsorpsi juga tergantung pada besarnya molekul adsorbat yang akan diserap dan tergantung pula pada jenis pori pada adsorben. Telah diketahui bahwa jenis pori adsorben berdasarkan ukuran porinya terbagi atas 3 jenis, yaitu mikropori, mesopori dan makropori. Mikropori berukuran kurang dari 2 nm, mesopori berukuran antara 2 dan 50 nm, sedangkan makropori berukuran lebih dari 50 nm. Mercury merupakan unsur logam berat, dalam susunan berkala terdapat pada golongan unsur transisi dengan berat molekul 200,59 dan termasuk

RANCANG BANGUN ADSORBEN LISNA ROSMAYATI, DKK.

LEMBARAN PUBLIKASI MINYAK dan GAS BUMI VOL. 46 NO. 1, APRIL 2012: 9 - 21

logam dengan ukuran yang cukup besar. Agar logam mercury dapat terjerap dalam pori-pori adsorben, pori-pori adsorben haruslah memiliki ukuran mesopori dan makropori. Peranan ukuran pori karbon aktif sebagai adsorben juga akan sangat berpengaruh pada mudah tidaknya adsorbat (mercury) terdesorpsi atau terlepas kembali. Distribusi ukuran pori suatu adsorben juga akan mempengaruhi selektivitas adsorbent tersebut dalam meng-adsorpsi suatu molekul. Ukuran pori dari suatu porous material biasanya tidak seragam tetapi terdistribusi. Adsorben yang diharapkan adalah adsorben yang dapat diregenerasi dengan mudah, sehingga adsorbat yang terjerap tidak sulit untuk dipisahkan kembali. Pengaruh milling pada adsorben (karbon aktif) adalah menghaluskan adsorben atau membuat ukuran adsorben menjadi lebih kecil sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Dari hasil karakterisasi dengan alat Particle Size Analyzer, hasil milling dari penelitian ini diperoleh distribusi ukuran partikel adsorben karbon aktif dengan lama waktu milling 20 jam dan 50 jam milling. Distribusi ukuran partikel terdiri 10 %, 50 % dan 90 %. Hasil pengukuran dengan milling 20 jam, diameter pori 10% = 198,7 nm, 50% = 228,03 nm dan 90 %= 323,23 nm. Ukuran partikel adsorben karbon aktif dengan lama waktu milling 50 jam, diameter pori 10% = 135,73 nm, 50% = 165,70 nm dan 90 %= 239,13 nm. Semakin kecil ukuran diameter pori adsorben karbon aktif, maka luas permukaan akan semakin besar untuk volume yang sama. Dari data terlihat bahwa semakin lama waktu milling yang dilakukan, maka ukuran diameter karbon aktif nano semakin kecil, tetapi kemampuan penjerapannya semakin besar terbukti dari hasil karakterisasi bilangan Iodin untuk milling 50 jam lebih besar daripada milling 20 jam. Dari data hasil karakterisasi BET pun terbukti bahwa luas permukaan untuk milling 50 jam tanpa aktivasi lebih besar daripada milling 20 jam tanpa aktivasi. Jadi beberapa faktor yang mempengaruhi mekanisme adsorpsi antara lain sifat sika dan kimia adsorben seperti luas permukaan, pori-pori, dan komposisi kimia. Banyaknya adsorbat yang terjerap juga ditentukan oleh besarnya luas permukaan. Selain sifat sika dan kimia adsorben, sifat sika kimia adsorbat juga berpengaruh, yaitu ukuran molekul, polaritas molekul, komposisi kimia, konsentrasi adsorbat dan lamanya proses adsorpsi tersebut berlangsung. Perbesaran luas permukaan dapat dilakukan dengan pengecilan ukuran partikel adsorben. Karena

dengan memiliki permukaan yang luas atau besar interaksi yang terjadi dengan permukaan uida yaitu adsorpsi sik yang melibatkan gaya van der Waals akan semakin baik juga. C. Pengaruh Aktivasi Kimia terhadap Proses Adsorpsi Dalam proses adsorpsi, kapasitas penjerapan tergantung pula pada luas permukaan dan gugus aktif. Bila kapasitas adsorpsi masih sangat besar, sebagian besar akan teradsorpsi dan terikat di permukaan, namun bila permukaan sudah jenuh atau mendekati jenuh dengan adsorbat, dapat terjadi dua hal, yaitu terbentuk lapisan adsorpsi kedua dan seterusnya di atas adsorbat yang telah terikat di permukaan, gejala ini disebut adsorpsi multilayer atau tidak terbentuk lapisan kedua dan seterusnya sehingga adsorbat yang belum teradsorpsi berdifusi keluar pori dan kembali ke arus uida. Permukaan padatan yang kontak dengan suatu larutan cenderung untuk menghimpun lapisan dari molekul-molekul zat terlarut pada permukaannya akibat ketidakseimbangan gaya-gaya pada permukaan. Adsorpsi kimia menghasilkan pembentukan lapisan monomolekular adsorbat pada permukaan melalui gaya-gaya dari valensi sisa dari molekulmolekul pada permukaan. Adsorpsi sika diakibatkan kondensasi molekular dalam kapiler-kapiler dari padatan. Secara umum, unsur-unsur dengan berat molekul yang lebih besar akan lebih mudah diadsorpsi. Ada dua metode adsorpsi, yaitu adsorpsi secara sik (sisorpsi) dan adsorpsi secara kimia (kimisorpsi). Kedua metode ini terjadi bila molekulmolekul dalam uida diikat pada permukaan suatu fase padat sebagai akibat dari gaya tarik-menarik pada permukaan padatan (adsorben), mengatas energi kinetik dari molekul-molekul kontaminan dalam cairan (adsorbat). Bila gaya pengikatan pada permukaan merupakan gaya van der Waals, reaksinya dapat balik, multilayer, dan tidak ada transfer elektron, adsorpsinya disebut sisorpsi. Bila gaya pengikatannya merupakan interaksi kimiawi, artinya terjadi rekongurasi dan transfer elektron antara adsorbat dan adsorben, monolayer, dan reaksinya tidak dapat balik, maka peristiwa adsorpsinya disebut kimisorpsi. Dalam penelitian ini, aktivasi kimia dilakukan dengan menggunakan aktivator ZnCl2. Peranan ZnCl2 sebagai aktifator kimia sangatlah penting
19

RANCANG BANGUN ADSORBEN LISNA ROSMAYATI, DKK.

LEMBARAN PUBLIKASI MINYAK dan GAS BUMI VOL. 46 NO. 1, APRIL 2012: 9 - 21

karena selain dapat menghasilkan pori-pori baru yang mampu meningkatkan kemampuan adsorpsi merkuri, impregnasi ZnCl2 juga dapat menghasilkan terbentuknya ikatan C-Cl dimana gugus Cl tersebut dapat mengikat merkuri (Hg) secara ikatan kimia menjadi HgCl atau HgCl2. Impregnasi dengan ZnCl2 5 % dapat meningkatkan jumlah adsorpsi Hgo secara signikan walaupun dari hasil pengujian BET, luas permukaan internal dan volume pori dari karbon aktif nano lebih kecil atau menurun jika dibandingkan dengan apabila karbon aktif nano tidak diaktivasi dengan ZnCl2. Hal ini dikarenakan porositas internal tertutup oleh molekul-molekul ZnCl2. Dengan adanya aktivator kimia ZnCl2 terjadi kimisorpsi dimana elemental merkuri berikatan dengan gugus Cl yang terimpregnasi pada adsorben karbon aktif. Sejumlah Hg0 yang teradsorpsi pada adsorben karbon aktif memiliki mekanisme gabungan antara Fisisorpsi (Physisorption) dan Kimisorpsi (Chemisorption). Untuk karbon aktif nano yang tidak diaktivasi kimia, proses adsorpsinya memiliki mekanisme Fisisorpsi (Physisorption) dimana terjadi gaya van der Waals antara adsorbat (Hg0) dan adsorben (karbon aktif nano). Mekanisme Kimisorpsi didasarkan pada ikatan Hg0 pada Cl yang terimpregnasi pada karbon aktif nano. Selama impregnasi ZnCl2 tereduksi oleh atom karbon dari karbon aktif nano dan sebagian Cl membentuk kompleks [ Cl2-CnHxOy ] dengan rekasi sebagai berikut:

D. Hasil Karakterisasi Adsorben Karbon Aktif Nano Partikel Karakterisasi dilakukan setelah adsorben dibuat menjadi nanopartikel dan pada saat sebelum dan setelah aktivasi adsorben dilakukan. Karakterisasi yang dilakukan meliputi Particle Size Analyzer (PSA) untuk mengetahui distribusi ukuran adsorben nano, Iodin number (Bil. Iodin) untuk mengetahui seberapa besar penyerapan adsorben, luas permukaan (BET) untuk mengetahui luas permukaan dan volume pori adsorben, analisa SEM dan EDX untuk mengetahui morfologi adsorben dan jumlah gugus klor yang terikat pada adsorben. Hasil analisa Particle Size Analyzer (PSA) telah membuktikan bahwa ukuran dari adsorben karbon yang di milling 50 jam memiliki distribusi ukuran diameter (nm) 90 % adalah 239,1333 nm, ukuran diameter (nm) 10 % adalah 135,7333 nm sedangkan ukuran adsorben yang dimilling 20 jam memiliki distribusi ukuran diameter (nm) 90 % adalah 323,2333 nm, ukuran diameter (nm) 10 % adalah 198,7000 nm. Lamanya waktu milling akan berpengaruh langsung pada distribusi ukuran dari adsorben, dimana milling yang dilakukan selama 50 jam memiliki ukuran diameter partikel yang lebih kecil dibandingkan dengan milling selama 20 jam. Hasil bilangan iodinnya menunjukkan bahwa proses milling yang dilakukan selama 50 jam memiliki kemampuan daya serap 36,10 % lebih besar dibandingkan milling yang dilakukan selama 20 jam, yaitu 29,97 %. Setelah diaktivasi pada suhu 700oC dan direndam dengan activator kimia ZnCl2, kemampuan daya serap karbon aktif nano 50 jam milling meningkat menjadi 46,12 %, sedangkan kemampuan daya serap karbon aktif nano 20 jam milling meningkat menjadi 44,78 %. Hasil analisa BET untuk adsorben nano dengan milling 50 jam memiliki luas permukaan 280,96 m2/g dan milling 20 jam memiliki luas permukaan 264,84 m2/g. Hasil analisa BET untuk adsorben yang diaktivasi setelah milling justru mengalami penurunan luas permukaan. Hasil karakterisasi dengan instrument SEM dan EDX menjelaskan bahwa besarnya jumlah prosentasi Cl yang terbentuk atau terikat pada rantai C dari adsorben turut mempengaruhi besarnya kemampuan adsorben dalam menurunkan konsentrasi merkuri (Hg) dalam gas.

ZnCl 2  C n H x O y o Zn  [Cl 2  C n H x O y ]
Gugus fungsi Cl dalam mekanisme Kimisorpsi berlangsung dengan reaksi sebagai berikut:

Hg 0  [Cl ]  o [ HgCl ]  2e dan Hg 0  2[Cl ]  o [ HgCl 2 ]  2e


Apabila konsentrasi Cl berlebih, Merkuri cenderung akan mengikat 4 bilangan koordinasi sebagai:

[ HgCl 2 ]  2[Cl ]  o [ HgCl 4 ] 2


Uji karakterisasi dengan alat SEM-EDX akan mendeteksi gugus fungsi Cl dan jumlah Cl yang terikat pada karbon aktif nano.

20

RANCANG BANGUN ADSORBEN LISNA ROSMAYATI, DKK.

LEMBARAN PUBLIKASI MINYAK dan GAS BUMI VOL. 46 NO. 1, APRIL 2012: 9 - 21

E. Kinerja Adsorben Karbon Aktif Nano dalam mengadsorpsi Merkuri Kinerja alat hasil rancang bangun dilakukan dengan mengacu pada standar merkuri (Hg) dengan konsentrasi awal 9.343 g/m3 . Alat rancang bangun adsorben nano partikel mercury removal dapat dilihat pada gambar 5.5. Adsorben karbon aktif nano sebagai media penyerap merkuri di coating dahulu pada silinder pipa dengan panjang 15 cm dan diameternya 1 inch, seperti pada gambar 5.6. Sejumlah silinder pipa yang telah di coating adsorben dimasukkan ke dalam adsorber merkuri yang terbuat dari bahan steinlessteel. Laju alir gas akan terbaca di ow meter dan konsentrasi merkuri yang keluar dari outlet akan terserap dalam campuran larutan KMnO4 dan H2SO4. Larutan tersebut kemudian diukur dengan menggunakan instrument Lumec mercury analyzer Dari hasil percobaan kinerja alat rancang bangun adsorben nano partikel merkuri removal, adsorben nano dengan berat total 7,48 gram mampu menyerap konsentrasi merkuri (Hg) sebesar 9.032 g/m3 pada saat aliran gas mencapai 354,4 liter (lihat gambar 5.9). Hal ini menunjukkan bahwa adsorben karbon aktif berukuran nano sangat efektif dalam memisahkan merkuri (Hg) dari gas bumi dengan penyerapan optimal mencapai 96,67 %. Hasil pengujian kinerja alat rancang bangun tersebut juga menunjukkan bahwa adsorben karbon aktif nano partikel pada kondisi percobaan tersebut jenuh pada saat aliran gas mencapai 932 liter. KESIMPULAN 1. Rata-rata ukuran adsorben karbon aktif (distribusi 90%) dengan milling 20 jam adalah 323 nm. 2. Rata-rata ukuran adsorben karbon aktif (distribusi 90 %) dengan milling 50 jam adalah 239 nm 3. Sejumlah Hg0 yang teradsorpsi pada adsorben karbon aktif memiliki mekanisme gabungan antara Fisisorpsi (Physisorption) dan Kimisorpsi (Chemisorption). Untuk karbon aktif nano yang tidak diaktivasi kimia, proses adsorpsinya memiliki mekanisme Fisisorpsi (Physisorption) dimana terjadi gaya van der Waals antara adsorbat (Hg0) dan adsorben (karbon aktif nano). Mekanisme Kimisorpsi didasarkan pada ikatan Hg0 pada Cl yang terimpregnasi pada karbon aktif nano. 4. Kinerja alat rancang bangun adsorben karbon

aktif nano partikel mampu menyerap kontaminan mercury (Hg) secara signikan. 5. Konsentrasi mercury awal, sebelum diadsorp oleh adsorben karbon aktif nano partikel terbukti memiliki konsentrasi 9.343 g/m3 6. Pada volume aliran gas 354,435 liter, terjadi adsorpsi maksimum oleh adsorben nano partikel yaitu 9.032 g/m3 KEPUSTAKAAN 1. ASTM D 1510-03. Standard Test Method for Determination of Carbon Black- Iodine Adsorption Number 2. ASTM D 4607-94. Standard Test Method for Determination of Iodine Number of Activated Carbon. 3. AWWA.1974.Standard for Granular Carbon. AWWA B604-74. Colorado. 4. Dasar- Dasar Aplikasi Karbon Aktif pada Industri Gas Bumi, Workshop kerjasama PPPTMGB LEMIGAS dan Universitas Kristen Widya Mandala Surabaya. 5. HESSLER, J.W. 1951. Active Carbon. Chemical Publishing Co Inc. Brooklyn. 6. JANKOWSKA, H., SWIATKOWSKI, AND CHOMA, J. (1991). Active Carbon. Elis Horwood Ltd. 7. KIRK-OTHMER . 1964. Encyclopedia of Chemical Technology. Vol -4. Second Edition. USA. 8. Radisav D.Vidic, Control of Mercury Emissions in Flue gases by Activated Carbon Adsorption, University of Pittsburgh, PA 15261. 9. Rong Yan; Yuen Ling Ng, Bench-Scale Experimental Study on The Effect of Flue gas Composition on Mercury Removal by Activated carbon Adsorption. Energy & Fuels 2003, 17, 1528 1535. 10. SUDRAJAT, ENDANG. S. B. 1991. Aktivasi Arang Tempurung Kelapa Dengan Menggunakan Seng Klorida. Teknologi Indonesia Jilid XIV, No 1 : 39-45. 11. QUANTACHROME CORPORATION. 2007. Novae Series High-Speed Surface Area & Pore Size Analyzers. Boynton Beach, USA.

21

RANCANG BANGUN ADSORBEN LISNA ROSMAYATI, DKK.

LEMBARAN PUBLIKASI MINYAK dan GAS BUMI VOL. 46 NO. 1, APRIL 2012: 9 - 21

22

PENINGKATAN PRODUKSI MINYAK DENGAN INJEKSI AIR EDWARD ML TOBING

LEMBARAN PUBLIKASI MINYAK dan GAS BUMI VOL. 46 NO. 1 , APRIL 2012: 23 - 33

Peningkatan Produksi Minyak dengan Injeksi Air pada Lapangan Minyak Q


Edward ML Tobing
Peneliti Madya pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi LEMIGAS Jl. Ciledug Raya Kav. 109, Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan Telepon: 62-21-7394422, Fax: 62-21-7246150 Teregistrasi I tanggal 05 April 2012; Diterima setelah perbaikan tanggal 27 April 2012 Disetujui terbit tanggal : 30 April 2012

SARI Lapangan minyak Q saat ini termasuk kategori lapangan tua karena sudah dieksploitasi sejak tahun 1954. Seiring dengan berjalannya waktu, produksi minyak semakin menurun karena tenaga dorong gas terlarut dan tekanan yang semakin rendah, serta tidak adanya usaha pressure maintenance. Salah satu teknologi yang dapat meningkatkan produksi minyak dari lapangan ini adalah melalui injeksi air, yang terlebih dahulu dilakukan screening terhadap aspek geologi dan reservoir sehingga layak untuk diterapkan. Tujuan utama penelitian ini adalah mempelajari pengaruh injeksi air terhadap potensi penambahan perolehan minyak, melalui uji sensitivitas beberapa parameter, termasuk rencana re-opening sumur minyak, yang kemudian dikembangkan dalam 5 (lima) skenario. Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah pemodelan simulasi reservoir. Perkiraan hasil yang optimum diperoleh dari Skenario-V dengan kombinasi sumur injeksi peripheral dan pola sevenspot, serta laju alir injeksi air sebesar 100 m3/hari/sumur dan re-opening 4 (empat) sumur produksi. Tambahan recovery factor sebesar 29.11 % dengan kumulatif produksi minyak 7.91 juta bbl. Kata Kunci : Produksi minyak, injeksi air, lapangan minyak tua ABSTRACT At present, the Q oil eld is classied as brown eld, it has been exploited since 1954. The oil production decreased rapidly because the solution gas drive mechanism and reservoir pressure were low as a result of not performing pressure maintenance operation. Water ooding is one of technology that can be used to increase oil production. However, it needs screening in term of geology and reservoir sides therefore it would be suitable to be applied. The main objective of this study is to investigate the effect of water injection to the additional oil recovery. More over sensitivity studies are discussed based on some cases, including planning of re-opening oil well, that would be developed in 5 (ve) scenarios. The method used in this study is simulation reservoir model. The estimation of maximum oil recovery as a result of 5 (ve) scenario that is combination of peripheral pattern and seven-spot with water injection rate at 100 m3/day/well and 4 re-opening oil wells, have resulted oil recovery of 29.11 % or cumulative oil production of 7.91 MMSTB. Keywords: Oil production, water injection, brown eld I. PENDAHULUAN Seiring dengan bertambahnya waktu produksi suatu reservoir minyak, maka produksi akan semakin berkurang bersamaan dengan semakin turunnya tekanan reservoir. Oleh karena itu perlu dilakukan suatu usaha meningkatkan atau mempertahankan tekanan reservoir sehingga laju produksi minyak dapat ditingkatkan. Usaha untuk meningkatkan

23

PENINGKATAN PRODUKSI MINYAK DENGAN INJEKSI AIR EDWARD ML TOBING

LEMBARAN PUBLIKASI MINYAK dan GAS BUMI VOL. 46 NO. 1 , APRIL 2012: 23 - 33

perolehan minyak ini dilakukan dengan menginjeksikan uida, dapat berupa air atau gas yang tidak bercampur dengan minyak, yang secara alami telah ada di dalam reservoir (secondary recovery) atau polimer, surfaktan, gas CO2 dan lainnya (Enhanched Oil Recovery). Cara yang biasa digunakan dalam usaha meningkatkan perolehan minyak, dimana tenaga dorong alamiah reservoir minyak tersebut tidak mampu lagi untuk memproduksikan minyak adalah dengan menginjeksikan air kedalam reservoir sehingga minyak dapat di desak ke sumur produksi. Tiga alasan digunakannya air sebagai fluida injeksi, adalah: (1) Air cenderung lebih mudah diperoleh, (2) Kemampuan air untuk menyebar melalui oil bearing formation, dan (3) Air cukup efektif menggantikan posisi minyak dalam reservoir. Selain itu, bentuk dan saling terhubungnya reservoir merupakan pertimbangan yang penting dalam merancang suatu proyek injeksi air. Jika tekanan reservoir turun, lebih cocok menggunakan injeksi air peripheral yang memiliki esiensi penyapuan yang tinggi dibandingkan dengan peng-injeksian berpola (pattern ood). Dan sebaiknya injeksi air tidak digunakan pada reservoir dengan tenaga pendorong air yang kuat (strong water drive), karena pengaruhnya kecil dalam hal mempertahankan tekanan. Selain faktor tenaga pendorong, geometri dan kontinuitas reservoir, litologi reservoir, ke-dalaman reservoir, porositas, permeabilitas, karakteristik dan distribusi uida reservoir harus diperhatikan sebelum melakukan injeksi air. Lapangan Q adalah lapangan minyak tua yang ditemukan tahun 1932 dan saat ini produksi minyak sebesar 1,418 bbl/hari dan 10,416 bbl/hari air formasi, dari 17 sumur produksi dengan menggunakan pompa. Area lapangan ini dibagi menjadi 8 blok berdasarkan adanya sesar naik arah Barat-Timur, dan sesar turun arah Barat Daya-Timur Laut, yang terdiri atas 5 lapisan produktif. Fokus dalam penelitian ini adalah reservoir produktif R yang terletak pada Blok I. Kondisi awal lapangan tersebut adalah undersaturated dengan tenaga dorong gas terlarut. Lapisan ini diproduksikan sejak Februari 1954, dan mengalami penurunan tekanan menjadi 140 psi setelah berproduksi selama 57 tahun. Kandungan awal isi minyak di tempat (Original Oil In Place) reservoir R sebanyak 27.15

juta bbl, sedangkan produksi kumulatif minyak sampai dengan tahun 2011 sebanyak 5.27 juta bbl atau sekitar 19.41 % dari awal isi minyak. Tujuan penelitian ini adalah memperkirakan peningkatkan recovery factor serta meminimalkan penurunan tekanan dengan injeksi air mengingat air tersedia cukup banyak di lapangan ini. Perencanaan injeksi air pada reservoir R tersebut dilakukan dengan mengembangkan model komputer simulasi reservoir menggunakan simulator Eclipse-100. Dengan mengembangkan model simulasi tersebut dapat diperkirakan kinerja reservoir R di masa datang berdasarkan 5 skenario injeksi air. II. TEORI PENDESAKAN MINYAK OLEH AIR Air di dalam aquifer akan mengganti volume minyak yang terproduksikan dan menjadi tenaga pendorong tambahan untuk mendesak minyak naik ke permukaan. Prinsip yang diterapkan adalah terbentuknya desaturasi bidang front yang merupakan batas dimana hanya uida yang didesak saja yang mengalir di depan front dan yang dibelakang front terdapat dua macam uida yang mengalir bersamasama (uida pendesak dan yang didesak), atau yang dikenal sebagai teori pendesakan minyak oleh air. A. Esiensi Penyapuan Pada daerah esiensi penyapuan (sweep efciency), injeksi dan produksi dilakukan di beberapa sumur sehingga distribusi tekanan dan garis arus (streamline) terbentuk diantara sumur injeksi dan produksi. Air injeksi bergerak di daerah streamline dari sumur injeksi sampai ke sumur produksi sebelum air tersebut bergerak melalui streamline yang lainnya. Pada saat air breakthrough hanya sebagian area reservoir antara kedua sumur yang tersapu, yaitu fraksi pola areal sweep efciency pada saat breakthrough. Beberapa faktor yang memengaruhi esiensi penyapuan, yaitu : - Cross-Flooding Terjadi persilangan injeksi karena adanya sumursumur injeksi lain yang menginjeksi sumur yang sama dalam satu pola injeksi. - Directional Permeability Harga permeabilitas reservoir lebih besar dalam arah yang sejajar dibandingkan dengan arah yang tegak lurus (90).

24

PENINGKATAN PRODUKSI MINYAK DENGAN INJEKSI AIR EDWARD ML TOBING

LEMBARAN PUBLIKASI MINYAK dan GAS BUMI VOL. 46 NO. 1 , APRIL 2012: 23 - 33

Permeability Variations Harga permeabilitas bervariasi dalam suatu reservoir, yang akan menyebabkan terbentuknya suatu penghalang antara batuan yang mempunyai permeabilitas besar dengan batuan yang mempunyai permeabilitas kecil. - Horizontal Fractures Rekahan pada arah horizontal, baik di sumur injeksi maupun produksi akan meningkatkan injektitas uida karena membesarnya permeabilitas disekitar lubang sumur tersebut. Peningkatan injektitas ini akan menurunkan areal esiensi penyapuan (sweep efciency) pada saat injeksi air dilakukan. - Vertical Fractures Akibat adanya rekahan arah vertikal, daerah esiensi penyapuan pada saat breakthrough akan berkurang sehingga injeksi air kurang berhasil untuk mengangkat minyak ke permukaan. Akibat adanya ketidakseragaman harga permeabilitas pada arah vertikal, maka uida yang diinjeksikan akan mendesak minyak secara tidak beraturan. Semakin besar harga permeabilitas reservoir maka laju injeksi air akan semakin besar atau sebaliknya. Ketidakseragaman invasi oleh air didefinisikan sebagai vertical sweep efficiency (EI) yaitu perbandingan daerah cross-section yang diisi oleh fluida pendesak dengan areal cross-section dibelakang front uida pendesak. Vertical sweep efficiency dipengaruhi oleh reservoir yang nonuniformity pada dua dimensi (vertical cross-section), sedangkan volumetric sweep efciency dipengaruhi perbandingan volume pori yang terisi uida pendesaknya pada tiga dimensi EV= EA x EI dimana : EV = Volumetric sweep efciency, fraksi EA = Areal sweep efciency, fraksi EI = Vertical sweep efciency, fraksi Beberapa faktor yang memengaruhi volumetric sweep efciency dan vertical sweep efciency adalah: 1. Mobility Ratio Mobility ratio dari minyak dan air merupakan (1)

injektitas air dari suatu sumur terhadap produktivitas minyak, sehingga injektivitas tergantung dari rasio mobility-nya. Mobility ratio menunjukkan perbandingan pendesakan air terhadap minyak dimana persamaannya adalah sebagai berikut:

(k rw / P w ) s or (k ro / P o ) s iw

(2)

dimana : kro = permeabilitas relatif minyak pada Sor, fraksi krw = permeabilitas relatif air pada Siw, fraksi o = viskositas minyak, cp w = viskositas air, cp Batasan harga mobility ratio terdiri atas: - M = 1, menunjukkan bahwa minyak dan air bergerak dengan laju yang relatif sama - M < 1, menunjukkan bahwa air bergerak dengan laju yang lebih lambat daripada minyak sehingga esiensi pendesakan lebih tinggi dengan saturasi air pada saat breakthrough lebih tinggi - M > 1, menunjukkan bahwa air bergerak lebih cepat dibandingkan dengan minyak. Hal ini menyebabkan turunnya efek pendesakan minyak oleh air. 2. Gravity Forces Gravity Forces terjadi akibat adanya perbedaan densitas antara uida pendesak dan yang didesak. 3. Capillary Forces Pada batuan yang bersifat water-wet, capillary forces akan menyebabkan air injeksi masuk ke lapisan yang mempunyai porositas terkecil atau permeabilitas terkecil dalam reservoir. 4. Crossow Crossow adalah peningkatan jangkauan pendesakan arah vertikal pada saat breakthrough. Hal ini tergantung dari besarnya mobility ratio. 5. Laju alir Laju alir injeksi memengaruhi masuknya air ke pori-pori batuan sehingga minyak dapat terproduksi. B. Syarat Air Injeksi Air yang diinjeksikan biasanya menggunakan air formasi yang ikut terproduksikan. Tetapi tidak semua
25

PENINGKATAN PRODUKSI MINYAK DENGAN INJEKSI AIR EDWARD ML TOBING

LEMBARAN PUBLIKASI MINYAK dan GAS BUMI VOL. 46 NO. 1 , APRIL 2012: 23 - 33

reservoir mempunyai aquifer aktif dengan cukup air yang ikut terproduksi untuk diinjeksikan, sehingga digunakan sumber air lain yang memenuhi beberapa persyaratan berikut ini, - Tidak menyebabkan korosi - Tidak mengendapkan mineral scale pada kondisi tekanan dan suhu injeksi - Tidak menyebabkan swelling pada mineral clay - Tidak mengandung suspensi padatan atau cairan dalam jumlah yang cukup sehingga mengakibatkan plugging pada sumur injeksi - Memiliki kadar garam yang bersifat compatible dengan air yang ada di dalam formasi yang di injeksikan. III. METODOLOGI Sebelum metode injeksi air diterapkan, terlebih dahulu dilakukan screening terhadap kriteria aspek geologi dan aspek reservoir. Screening yang telah dilakukan terhadap kedua aspek tersebut meliputi heterogenitas batuan, kontinuitas reservoir, jenis tenaga pendorong reservoir, viskositas minyak, dan wettability. Hasil pengujian terhadap kriteria screening pada aspek geologi dan reservoir tersebut, dapat dilihat pada Tabel 1, yang menunjukkan bahwa pada reservoir R, lapangan Q memadai untuk diterapkan teknologi injeksi air, dan pada Gambar 1 memperlihatkan peta lokasi lapangan minyak Q yang terletak 145 km sebelah barat dari kota Surabaya. Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah pemodelan simulasi reservoir. Secara geologi, lapangan Q merupakan antiklin asimetris dengan arah sumbu barat laut-tenggara. Panjang antiklin kurang lebih 20 km, dan lebar antiklin 2.5 km dengan sayap arah selatan lebih curam dari sayap arah utara. Secara lateral, sayap selatan antiklin ini dipotong oleh sesar naik dimana blok utara relatif naik dibandingkan blok selatan dan zona sesar searah dengan sumbu antiklin. Selain sesar tersebut, terdapat juga sesar naik arah barat-timur, dan sesar turun arah barat daya-timut laut yang terbentuk sebagai sesar antitetik. Kedua sesar ini membagi lapangan Q menjadi 8 blok, yaitu: Blok I, II, IIIA, IIIB, IIIC, IV, VA dan VB. Blok I dan II dipisahkan oleh sesar naik dengan posisi Blok II relatif naik terhadap Blok I dan membentuk sesar thrust fault. Demikian juga dengan blok II dan III dipisahkan oleh sesar
26

naik dengan bidang sesar agak tegak, dimana blok II relatif naik terhadap blok III. Fokus dalam penelitian ini adalah reservoir R yang terletak pada Blok I (Gambar 2), dan merupakan reservoir yang produktif terdapat pada kedalaman 540-680 mbpl dan secara litologi merupakan napal pasiran dengan sisipan batugamping pasiran. Lapisan produktif yang ditemui pada reservoir R dibagi menjadi 5 yaitu: Y1, Y2, Y3, Y4, dan Y5. Dimana pada kondisi awal merupakan reservoir undersaturated dengan tenaga dorong gas terlarut dan kandungan awal minyak sebesar 27.15 juta bbl. Peta struktur reservoir R dapat dilihat pada Gambar 3. Jumlah minyak yang telah diproduksikan sampai saat penelitian ini dilakukan adalah sebesar 5.27 juta bbl atau sekitar 19.41 % dari awal isi minyak ditempat. Sebagai pembanding, perhitungan perolehan minyak dengan menggunakan metode Arps (1956) untuk reservoir bertenaga dorong gas terlarut diperoleh sebesar 21.89 %. Dan dapat dipastikan bahwa produksi minyak reservoir R mendekati akhir tahap primary recovery. Dengan sisa cadangan sebesar 80.59 % dari kandungan awal isi minyak di tempat, reservoir R mempunyai potensi untuk ditingkatkan produksinya. Pemodelan simulasi reservoir dimulai dengan pembuatan model geologi reservoir dengan metode geostatistik, yaitu pemodelan penyebaran karakteristik batuan dan uida reservoir berdasarkan statistik. Tujuan pemakaian metoda ini adalah untuk memperkirakan karakteristik batuan dan uida reservoir pada suatu lokasi dimana percontoh tidak ada, baik secara arah vertikal dan lateral. Data input berdasarkan hasil uji laboratorium adalah data input reservoir dalam skala kecil. Sedangkan model simulasi reservoir adalah pemodelan reservoir suatu lapangan dengan skala yang sesungguhnya. Kelebihan model simulasi reservoir adalah dapat memasukan unsur ketidakseragaman karakteristik reservoir baik sifat sik batuan maupun fluida reservoir. Ketidakseragaman karakteristik reservoir adalah keadaan sesungguhnya di dalam reservoir. Dengan demikian, pemodelan geologi suatu reservoir dilakukan untuk dapat menggambarkan tingkat ketidakseragaman reservoir tersebut. Setelah model geologi-reservoir dibangun, model tersebut harus dikalibrasi terhadap data reservoir yang sesungguhnya. Proses ini disebut sebagai proses penyelarasan (history matching). Model tersebut dapat digunakan untuk proses selanjutnya, yaitu

PENINGKATAN PRODUKSI MINYAK DENGAN INJEKSI AIR EDWARD ML TOBING

LEMBARAN PUBLIKASI MINYAK dan GAS BUMI VOL. 46 NO. 1 , APRIL 2012: 23 - 33

Tabel 1 Hasil screening injeksi air pada reservoir R


No Parameter Kriteria Dasar Data Reservoir R

Aspek Geologi 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Komposisi mineral Patahan Kemiringan lapisan Kontinuitas reservoir Heterogenitas Tenaga dorong Jenis batuan reservoir Kandungan lempung Permeabilitas : Distribusi Kisaran angka 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 Porositas Kekompakan batuan Tingkat Sedimentasi Saturasi air Saturasi moveable minyak Saturasi gas awal Viskositas minyak Oil Gravity Kegaraman Wettability Tekanan reservoir Temperatur reservoir Ketebalan reservoir Kedalaman reservoir Seragam Limestone > 40 md Sandstone > 100 md Tidak ada batasan Sedang - baik m > 1.8 < 40 % > 20 % < 30 % < 5 cp > 20 API Tidak ada batasan Water wet Tidak ada batasan Tidak ada batasan Tidak ada batasan < 10,000 ft Seragam 229 md 29% Sedang 1.9 13% 36.4 % 20% 3.1225 cp 36 - 38 API 8,000 - 12,000 mg/l Water wet 205 psia 132 F 22 ft ( 6.6 m ) 2950 ft ( 900 m ) Tidak swelling jika bersentuhan dengan air injeksi Sedikit atau tidak ada Tidak ada batasan Baik Tingkat stratigrafi rendah Solution gas atau weak water drive Sandstone atau limestone < 0.4 % Harus uji compability Ada Relatif tidak ada Baik (dari korelasi geologi) Relatif rendah (batuan homogen) Solution gas dan weak water drive Sandstone 0.002

Aspek Reservoir

apabila hasil kalibrasi sudah dapat menunjukkan keselarasan antara model simulasi dan data reservoir yang sebenarnya. Bila penyelarasan model telah diperoleh, maka model simulasi reservoir dapat digunakan untuk memperkirakan kinerja reservoir tersebut diantaranya faktor penambahan perolehan minyak setelah dilakukan injeksi air. Model yang digunakan untuk reservoir R adalah black oil model (Eclipse-100) 3 dimensi dan 3 fase (minyak, air, dan gas) serta sistem reservoir single porosity. Secara garis besar pengembangan simulasi reservoir R dapat dilakukan dengan langkah kerja sebagai berikut. A. Reservoir Description Untuk memperoleh reservoir description yang memadai, maka dilakukan analisis stratigra

batuan reservoir berdasarkan konsep sequence stratigraphic, sehingga diperoleh pemodelan geologi yang mendekati bentuk sebenarnya. Untuk maksud tersebut dilakukan updating, revisi, dan pemetaan kembali (remapping) yang mencakup aspek geologi dan geosika serta kemampuan produksi dari sumur minyak di reservoir R. Berdasarkan hasil pengembangan model geologi dengan metoda sequence stratigraphic tersebut, kemudian dikembangkan model simulasi reservoir dengan 3 (tiga) langkah berikut: 1. Layering Layering arah vertikal disesuaikan dengan jumlah lapisan produktif yaitu dibagi dalam 5 (lima) layer. 2. Construction Model Langkah gridding reservoir R secara full eld dikembangkan dengan menggunakan program CPS3
27

PENINGKATAN PRODUKSI MINYAK DENGAN INJEKSI AIR EDWARD ML TOBING

LEMBARAN PUBLIKASI MINYAK dan GAS BUMI VOL. 46 NO. 1 , APRIL 2012: 23 - 33

berdasarkan formula block centre grid. Ukuran grid adalah 40 meter x 30 meter ( 1.2 km2), dan jumlah grid arah sumbu x, y, dan z masing masing adalah 60 x 30 x 5, dengan jumlah sebanyak 9000 grid cell (Gambar 1). 3. Grid Properties Denition Simulasi reservoir terdiri dari 2 (dua) region Special Core Analysis (SCAL) yaitu region minyak dan region gas, dan 1 (satu) region PVT (Pressure Volume Temperature). B. Model Fluida Data PVT (Pressure Volume Temperature) yang tersedia hanya terdiri dari 1(satu) analisis uida reservoir. C. Data Batuan dan Fluida Sifat batuan reservoir seperti porositas, permeabilitas, dan saturasi uida (kondisi awal) diperoleh dari analisis core. Cross plot antara saturasi uida berdasarkan analisis logging dan analisis core menunjukkan adanya kesesuaian hubungan, sehingga dapat digunakan untuk menghitung kandungan hidrokarbon pada kondisi awal. D. Data Produksi Sumuran Analisis data produksi dilakukan untuk memperoleh jumlah minyak, gas, dan air yang sudah diproduksikan dari reservoir R. Analisis data tersebut menjadi data masukan untuk menentukan minyak tersisa dan penentuan indeks tenaga pendorong reservoir (Drive Index). Tercatat sebanyak 17 sumur yang masih berproduksi dari total 128 sumur yang telah di bor menembus reservoir R. E. Inisialisasi Inisialisasi adalah tahap penyelarasan volume hidrokarbon berdasarkan perhitungan dari peta isopach dan model simulasi reservoir yang telah dikembangkan. Perhitungan tersebut mengacu pada: - Kedalaman datum : 510 mpbl - Tekanan pada datum : 1228.3 psia - Kedalaman Batas Air Minyak : 565 mpbl Hasil perhitungan awal isi minyak di tempat berdasarkan peta isopach didapat sebesar 27.06 Juta Bbl. Dan hasil perhitungan dari model simulasi menunGambar 1 Model grid reservoir

jukkan bahwa awal isi minyak di tempat sebesar 27.16 Juta Bbl. Dengan demikian, maka perbedaan dari kedua perhitungan tersebut sebesar 0.01 Juta Bbl atau sekitar 0.36 %. Hal tersebut menunjukkan bahwa model reservoir yang telah dikembangkan mempunyai volume minyak yang sama dengan keadaan reservoir yang sebenarnya. F. History Matching History matching adalah proses validasi kinerja model simulasi reservoir yang telah dikembangkan dengan data produksi minyak, gas, air, dan tekanan dari reservoir R. Apabila model simulasi reservoir telah selaras dengan kondisi reservoir, maka selanjutnya dapat digunakan untuk meramalkan kinerja produksi dimasa datang dengan tingkat kepercayaan yang cukup tinggi. Dalam tahap history matching, peta dasar tidak dilakukan penyesuaian. Modikasi dilakukan pada beberapa karakteristik reservoir yang mempunyai tingkat ketidakpastian tinggi, diantaranya permeabilitas relatif (kro, kro, dan krg), transmisibilitas, dan kompresibilitas batuan. Sejarah produksi reservoir R dimulai dari Februari 1954 sampai dengan bulan Agustus 2011 (689 time step, bulan produksi) dari 17 sumur produksi, dan data produksi tersebut dinyatakan dengan satuan m/hari yang terdiri dari data laju alir minyak dan air. Tidak adanya data laju produksi gas, karena gas yang terproduksikan digunakan untuk konsumsi rumah tangga. Penyelarasan sejarah produksi dilakukan dengan melakukan modifikasi data pada modul SCAL

28

PENINGKATAN PRODUKSI MINYAK DENGAN INJEKSI AIR EDWARD ML TOBING

LEMBARAN PUBLIKASI MINYAK dan GAS BUMI VOL. 46 NO. 1 , APRIL 2012: 23 - 33

(kro,krw,krg) secara trial and error dan kemudian dilakukan beberapa kali run proses simulasi sampai didapat grak yang selaras antara sejarah produksi dengan hasil simulasi. Pada Gambar 2 ditunjukkan hasil penyelarasan produksi minyak dan air berdasarkan data aktual dan data model simulasi. Dan Gambar 3 memperlihatkan hasil penyelarasan kumulatif produksi minyak dan air. Kumulatif produksi minyak hasil model simulasi sebesar 5.287 juta bbl, sedangkan data produksi lapangan sebesar 5.461 juta bbl. Perbedaan sebesar 0.174 juta bbl atau 3.18 % membuktikan bahwa kinerja reservoir untuk model simulasi dengan kondisi sebenarnya telah selaras. Penyelarasan terhadap tekanan reservoir diperoleh dari keluaran hasil running simulasi yang dinyatakan dalam grak FPR (Field Pressure Reservoir). Grak tersebut kemudian diselaraskan dengan data pengukuran tekanan aktual yang berasal dari tekanan reservoir dari setiap sumur, yang ditunjukkan pada Gambar 4. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pemodelan reservoir minyak R dengan menerapkan teknologi injeksi air dilakukan untuk menentukan distribusi uida secara vertikal dan lateral berdasarkan hasil produksi pada saat sebelum dan sesudah dilakukan injeksi air. Secara khusus model simulasi reservoir dapat digunakan untuk menyelidiki rencana pengembangan lapangan yang optimal dengan beberapa skenario injeksi. Dalam penelitian ini, diusulkan 5 (lima) skenario perkiraan untuk memperoleh penambahan perolehan minyak yang optimal, yaitu : - Skenario- I: Base case (primary recovery, tanpa adanya sumur injeksi ) - Skenario-II: Sumur injeksi peripheral, laju injeksi 50 m3/hari/sumur - Skenario-III: Sumur injeksi peripheral, laju injeksi 100 m3/hari/sumur - Skenario-IV: Skenario III dan re-opening 3 (tiga) sumur produksi - Skenario-V: Sumur injeksi kombinasi peripheral dan seven-spot dengan laju injeksi 100 m3/hari dan re-opening 4 sumur produksi Skenario-I adalah sebagai base case dimana reservoir diproduksikan secara alamiah pada tahap primary. Pada skenario ini reservoir R mengalami penurunan produksi akibat penurunan tekanan.

Laju alir produksi minyak turun dari awal prediksi (Desember 2011) sebesar 341 STB/D menjadi 7.6 STB/D pada akhir Desember 2021 (Gambar 5) dengan kumulatip produksi minyak sebesar 5.57 juta bbl (Gambar 6), atau sekitar 20.49 % dari kandungan awal isi minyak di tempat. Perkiraan tekanan reservoir dapat dilihat pada Gambar 7, dan distribusi saturasi minyak ditunjukkan pada Gambar 8. Skenario-II direncanakan menginjeksikan air

Gambar 2 Penyelarasan produksi minyak dan air

Gambar 3 Penyelarasan kumulatif produksi minyak dan air

Gambar 4 Penyelarasan tekanan reservoir

29

PENINGKATAN PRODUKSI MINYAK DENGAN INJEKSI AIR EDWARD ML TOBING

LEMBARAN PUBLIKASI MINYAK dan GAS BUMI VOL. 46 NO. 1 , APRIL 2012: 23 - 33

dari 7 sumur terpilih secara peripheral (Gambar 9) dengan laju injeksi 50 m3/hari/sumur . Pada skenario ini hasil akhir prakiraan pada bulan Desember 2021 dengan produksi minyak sebanyak 320.3 STB/D dan tekanan reservoir sebesar 140.3 psia serta kumulatip produksi minyak sebanyak 6.71 juta bbl, atau sekitar 24.72 % dari awal isi minyak di tempat. Skenario-III identik dengan skenario-II, tetapi dengan laju injeksi air sebanyak 100 m3/hari/sumur. Dari hasil run simulasi, penambahan laju injeksi air dapat meningkatkan laju produksi minyak dan mempertahankan tekanan masing-masing menjadi 448.6 STB/D dan 294.8 psia, pada bulan Desember 2021. Kumulatif produksi minyak sebesar 7.09 juta bbl atau 26.12 % dari awal isi minyak di tempat. Skenario-IV merupakan pengembangan dari skenario-III dengan melakukan penambahan 3 (tiga) sumur produksi yaitu membuka kembali sumursumur lama pada zona yang bersaturasi minyak tinggi yaitu sumur: X-02, X-21, dan X-Hz02. Laju produksi minyak pada akhir prakiraan bulan Desember 2021 sebesar 463.2 STB/D dan tekanan reservoir menjadi 144.5 psia, serta kumulatif produksi minyak sebanyak 7.50 juta bbl atau 27.61 % dari awal isi minyak di tempat. Dari hasil run simulasi pada Skenario-II, III, dan IV yang menggunakan metode injeksi peripheral, dapat dilihat bahwa metode injeksi ini efektif dalam hal mempertahankan tekanan (pressure maintenance). Namun metode injeksi air tersebut belum mampu untuk meningkatkan laju alir produksi minyaknya. Sehingga untuk Skenario-V, diterapkan metode injeksi dengan kombinasi peripheral dan pola injeksi seven-spot (secondary recovery), yang merupakan pengembangan dari skenario-IV, dan penambahan reopening sumur (Gambar 10). Laju produksi minyak pada akhir prakiraan bulan Desember 2021 meningkat menjadi 537.32 STB/D (Gambar 11) dan yang tertinggi dibandingkan dengan ke empat skenario sebelumnya. Tetapi karena tingginya produksi minyak yang diproduksikan, maka berpengaruh terhadap usaha mempertahankan tekanan. Kumulatip produksi minyak pada skenario ini sebesar 7.91 juta bbl (Gambar 12) atau sebesar 29.11 % dari awal isi minyak di tempat. Perkiraan tekanan reservoir ditunjukkan pada Gambar 13, dan distribusi saturasi minyak dapat dilihat pada Gambar 14. Ringkasan hasil yang diperoleh dari 5 (lima) skenario
30

Gambar 5 Prakiraan laju alir minyak (skenario-I)

Gambar 6 Kumulatif produksi minyak dan air (skenario-I)

Gambar 7 Perkiraan tekanan reservoir (skenario-I)

tersebut di atas, dapat dilihat pada Tabel 2, dan plot kumulatif produksi (Np) terhadap waktu serta plot tekanan reservoir terhadap waktu masing-masing dapat dilihat pada Gambar 15 dan Gambar 16. V. KESIMPULAN 1. Berdasarkan pengujian terhadap aspek geologi serta aspek reservoir, maka lapisan R pada

PENINGKATAN PRODUKSI MINYAK DENGAN INJEKSI AIR EDWARD ML TOBING

LEMBARAN PUBLIKASI MINYAK dan GAS BUMI VOL. 46 NO. 1 , APRIL 2012: 23 - 33

Gambar 8 Distribusi saturasi minyak skenario-I

Gambar 9 Skema injeksi air peripheral pada reservoir R

lapangan Q memadai untuk diterapkan metoda peningkatan pengurasan dengan injeksi air. 2. Prakiraan recovery factor dengan menggunakan metode Arps untuk reservoir dengan tenaga dorong gas terlarut sebesar 21.89 %. Sedangkan recovery factor berdasarkan data produksi sebesar 19.45 %. Hal ini menunjukkan bahwa

produksi minyak dari lapisan R telah mendekati akhir dari tahap primary. 3. Bila dilakukan injeksi air dengan peripheral cukup efektif dalam hal mempertahankan tekanan reservoir dan mampu meningkatkan recovery factor, yaitu untuk skenario-2, 3 dan 4 masingmasing sebesar 4.23 %, 5.63 % dan 7.12 %.

31

PENINGKATAN PRODUKSI MINYAK DENGAN INJEKSI AIR EDWARD ML TOBING

LEMBARAN PUBLIKASI MINYAK dan GAS BUMI VOL. 46 NO. 1 , APRIL 2012: 23 - 33

Gambar 10 Skema kombinasi injeksi peripheral dan seven spot pada reservoir R

Gambar 11 Prakiraan laju alir minyak (skenario-V)

Gambar 13 Perkiraan tekanan reservoir (skenario-V)

Gambar 12 Kumulatif produksi minyak dan air (skenario-V)

Gambar 14 Distribusi saturasi minyak skenario-V

32

PENINGKATAN PRODUKSI MINYAK DENGAN INJEKSI AIR EDWARD ML TOBING

LEMBARAN PUBLIKASI MINYAK dan GAS BUMI VOL. 46 NO. 1 , APRIL 2012: 23 - 33

Tabel 2 Ringkasan hasil prakiraan simulasi reservoir R


Skenario 1 2 3 4 5 Np(MMSTB) 5.566 6.715 7.094 7.498 7.932 Q(STB/D) 7.57 320.25 448.55 463.23 537.32 Tekanan (Psia) 87.985 140.289 294.845 144.479 158.567 RF(%) 20.49 24.72 26.12 27.61 29.20

Gambar 15 Kumulatif produksi minyak vs waktu untuk lima skenario

Gambar 16 Tekanan vs waktu untuk lima skenario

4. Injeksi air bila dilakukan dengan kombinasi peripheral dan pola seven-spot pada skenarioV, maka dapat meningkatkan recovery factor sebesar 8.62 %. DAFTAR SIMBOL EA EI EV kro krw mpbl Sor Siw o w = Areal Sweep Efciency, fraksi = Vertikal Sweep Efciency, fraksi = Volumetrik Sweep Efciency, fraksi = Permeabilitas relatif minyak pada Sor, fraksi = Permeabilitas relatif air pada Siw, fraksi = meter permukaan bawah laut = Saturasi minyak residual, fraksi = Saturasi air interstitial (immobile), fraksi = Viskositas minyak, cp = Viskositas air, cp

KEPUSTAKAAN 1. Ahmed, Tarek H., 2001, Reservoir Engineering Handbook, Second Edition, Gulf Publishing Company, Houston, Texas. 2. Chirclow, H.B., 1977, Modern Reservoir Engineering A Simulation Approach Prentice-Hall, Inc., Englewood Cliffs, New Jersey. 3. Cole, F.W., 1961, Reservoir Engineering Manual, Second Edition, Gulf Publishing Company, Houton, Texas. 4. Lee, John W., August 1995, Waterood Course Handbook, Texas A&M University. 5. Lee, John W., June 1995, Applied Reservoir Simulation Industry School, Simulation Course Handbook, Texas A&M University. 6. Willhite, G.P.,1986,Waterflooding, Third Printing, SPE, Richardson.

33

PENINGKATAN PRODUKSI MINYAK DENGAN INJEKSI AIR EDWARD ML TOBING

LEMBARAN PUBLIKASI MINYAK dan GAS BUMI VOL. 46 NO. 1 , APRIL 2012: 23 - 33

34

PEMANFAATAN LPG SEBAGAI BAHAN BAKAR MILDA FIBRIA dan MAYMUCHAR

LEMBARAN PUBLIKASI MINYAK dan GAS BUMI VOL. 46 NO. 1, APRIL 2012: 35 - 42

Pemanfaatan LPG Sebagai Bahan Bakar Sepeda Motor dan Karakteristik Minyak Lumasnya
Milda Fibria1) dan Maymuchar2)
Peneliti Pertama1), Peneliti Muda2) pada PPPTMGB LEMIGAS Jl. Ciledug Raya Kav. 109, Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan Telepon : 62-21-7394422, Fax: 62-21-7246150 Teregistrasi I tanggal 17 Januari 2012; Diterima setelah perbaikan tanggal 26 April 2012 Disetujui terbit tanggal : 30 April 2012

SARI Pemanfaatan bahan bakar gas (BBG) untuk transportasi telah dilakukan di beberapa negara termasuk Indonesia. Jenis BBG yang biasa digunakan adalah CNG/NGV, LPG dan LGV. Beberapa penelitian mengenai penggunaan LPG sebagai bahan bakar khususnya sepeda motor, sudah dilakukan akhir-akhir ini. Berdasarkan hasi-hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa, LPG bisa digunakan sebagai bahan bakar sepeda motor. Selain lebih irit, sepeda motor berbahan bakar LPG juga menghasilkan pembakaran yang lebih sempurna, sehingga gas buangnya lebih bersih dan lebih ramah lingkungan jika dibandingkan dengan mesin sepeda motor berbahan bakar bensin. Akan tetapi LPG memiliki angka oktan lebih tinggi, yang menyebabkan temperatur pada ruang bakar akan lebih tinggi juga. Selain itu LPG berbentuk gas, sehingga tidak mampu memberikan pendinginan sesaat dalam ruang bakar. Oleh sebab itu, kebutuhan akan minyak lumasnya akan berbeda dengan minyak lumas yang biasa digunakan pada mesin bensin. Dengan fenomena ini, maka spesikasi minyak lumas yang digunakan harus disesuaikan dengan kondisi tersebut. Tulisan ini membahas tentang pemanfaatan LPG sebagai bahan bakar sepeda motor serta karakteristik minyak lumas yang sesuai untuk mesin sepeda motor berbahan bakar LPG. Kata kunci: Sepeda motor, LPG, temperatur tinggi, minyak lumas ABSTRACT The application of gas fuel for transportation has been conducted in several countries including Indonesia. The gas fuel types commonly used are CNG/NGV, LPG and LGV. Several studies on the use of LPG as fuel gas, particularly for motor cycles have been carried out recently. In general, these studies demonstrate that LPG is applicable as gas fuel for motor cycles. Compared to gasoline, LPG is superior in terms of both fuel economy and efcency. In addition, LPG in combustion chamber burnt more completely than gasoline, producing cleaner gas emission. However, LPG has higher Research Octane Number (RON) than gasoline. Consequently, it may generate higher temperature in the combustion chamber. Whereas, LPG in the form of gas has no momentarily cooling capacity. Due to this phenomenon, therefore, the lube oil characteristic requirement may be different than that used in gaseoline engines. As a result, the specication of lube oil used in this system should be ajusted to the required circumstances. This report describes the use of LPG for motor cycles as well as the characteristics of lube oils suitable for LPG-fueled motor cycles. Keywords: Motorcycles, LPG, high temperature, lubricating oil I. PENDAHULUAN Sektor Pertumbuhan populasi kendaraan bermotor roda dua dalam beberapa tahun ini cukup signikan, tercatat pada tahun 2009 jumlah sepeda motor skala nasional mencapai 52,4 juta unit2). Fenomena ini berimplikasi pada besarnya jumlah kebutuhan
35

PEMANFAATAN LPG SEBAGAI BAHAN BAKAR MILDA FIBRIA dan MAYMUCHAR

LEMBARAN PUBLIKASI MINYAK dan GAS BUMI VOL. 46 NO. 1, APRIL 2012: 35 - 42

energi nasional khususnya BBM. Asumsinya, bila per unit sepeda motor mengkonsumsi satu liter BBM per hari berarti total konsumsi BBM bersubsidi nasional untuk sepeda motor sebanyak 52.400 kiloliter/hari atau 18,864 juta KL/tahun6). Padahal cadangan minyak menurun dari cadangan tahun 2011 yang berada di angka 4,03 miliar barel. Sedangkan untuk cadangan minyak tahun 2012 hanya sekitar 3,92 miliar barel menurut Deputi Pengendalian dan Operasi BP Migas15). Dilain pihak, cadangan bahan bakar gas di Indonesia sebagai bahan bakar alternatif masih cukup banyak tersedia. Sepanjang tahun 2010 terdapat penemuan cadangan gas baru yang cukup signikan mencapai 2,09 triliun kaki kubik, sementara penemuan minyak hanya sebesar 140 juta barel saja. Status pada 1 Januari 2011, posisi cadangan terbukti maupun potensial gas di Indonesia mencapai 153,72 triliun kaki kubik dan cadangan terbukti maupun potensial minyak bumi sebesar 7,41 miliar barel. Apabila cadangan yang ada diproduksikan dengan tingkat produksi saat ini, maka cadangan minyak bumi Indonesia akan habis selama 12 tahun mendatang. Sementara cadangan gas bumi Indonesia masih mampu bertahan untuk memenuhi kebutuhan hingga 46 tahun kedepan3). Bahkan menurut Peneliti LIPI dari Pusat Penelitian Tenaga Listrik dan Mekatonik Agus Hartanto mengatakan Indonesia memiliki cadangan gas terbesar di dunia5). Selama 22 tahun jumlah kendaraan yang telah menggunakan BBG masih di bawah 0,01 %, maka jika 10% dari cadangan gas tersebut dialokasikan untuk sektor transportasi, maka sudah mencukupi kebutuhan dalam negeri selama lebih dari 90 tahun. Kebijakan Energi Nasional (KEN) sebagaimana tertuang dalam Peraturan Presiden RI Nomor 05 Tahun 2006 memberikan panduan diversikasi energi dengan mengembangkan energi alternatif. Upaya diversikasi energi dengan mengoptimalkan sumber energi lain diantaranya adalah konversi minyak tanah ke LPG sebagai bahan bakar kompor masak rumah tangga, seperti yang telah dilakukan pemerintah. Program ini terbilang sukses, seiring dengan berkurangnya ketergantungan masyarakat terhadap minyak tanah. Berdasarkan hal ini, peluang untuk memanfaatkan gas sebagai energi alternatif cukup besar. Akan sangat memungkinkan apabila konversi bahan bakar minyak (BBM) ke bahan bakar gas (BBG) diberlakukan untuk sektor
36

transportasi, maka ketergantungan masyarakat terhadap bahan bakar minyak yaitu bensin dan solar dapat dikurangi. Berbicara mengenai transportasi maka yang berperan penting dalam masalah ini selain mesin dan bahan bakarnya juga minyak lumasnya. Karakteristik maupun spesikasi minyak lumas yang diperlukan harus sesuai dengan mesin dan jenis bahan bakarnya. Sampai saat ini spesikasi minyak lumas berbahan bakar gas belum tersedia, baik di Indonesia maupun di luar negeri. Tulisan ini akan membahas tentang pemanfaatan LPG sebagai bahan bakar sepeda motor, dan pentingnya merancang karakteristik minyak lumas yang sesuai untuk mesin sepeda motor berbahan bakar LPG. II. PENGGUNAAN ENERGI GAS UNTUK SEKTOR TRANSPORTASI Seiring kampanye global bagi kelestarian alam, dan menipisnya pasokan minyak mentah sementara harganya terus melambung, bahan bakar gas bagi kendaraan pun dilirik kembali. Jenis bahan bakar gas untuk kendaraan yang lazim digunakan didunia dan akan ditawarkan oleh pemerintah yaitu bahan bakar gas jenis LNG, CNG/NGV, LGV/LPG. CNG ataupun NGV adalah sama-sama merupakan gas alam (natural gas) hanya saja penggunaannya untuk kendaraan disebut NGV (Natural Gas for Vehicle). Demikian juga dengan LGV dan LPG. Pada dasarnya LGV sama dengan LPG hanya kualitasnya lebih baik dan penggunaannya lebih dikhususkan untuk bahan bakar kendaraan. Bahan bakar gas jenis LPG , LNG maupun CNG mempunyai karakteristik safety yang berbeda, sehingga mempunyai prosedur handling yang berbeda pula4). Beberapa negara seperti Amerika, Argentina, Pakistan, India, Nepal, Filipina dan beberapa negara lainnya telah melakukan konversi bahan bakar kendaraan dari Bahan Bakar Minyak ke BBG, baik itu NGV (Natural Gas for Vehicle) maupun LGV (Liquied Gas for Vehicle), dengan total pengguna hingga saat ini mencapai sekitar 22 juta mobil di seluruh dunia. Bahkan Pemerintah Filipina sedang menggalakkan penggunaan Compressed Natural Gas (CNG) untuk bis11). Argentina memulai program konversi BBM pada 1984 dan sukses sampai sekarang. Saat ini, sedikitnya 668 ribu kendaraan BBG lalu lalang di sana. Padahal stasiun pengisian bahan bakar gas (SPBG) masih sedikit, hanya 923 unit. Bandingkan dengan Amerika serikat yang punya 1.250 unit SPBG.

PEMANFAATAN LPG SEBAGAI BAHAN BAKAR MILDA FIBRIA dan MAYMUCHAR

LEMBARAN PUBLIKASI MINYAK dan GAS BUMI VOL. 46 NO. 1, APRIL 2012: 35 - 42

Saat ini Indonesia baru mulai memanfaatkan CNG dan LGV sebagai bahan bakar kendaraan. Pemanfaatan LPG pada sepeda motor juga sedang dimulai meskipun baru dalam taraf penelitian. Permasalahan yang masih menghambat dalam pemanfaatan gas ini adalah ketersediaan infrastruktur yang belum memadai. CNG, LNG, LGV/LPG sebagai bahan bakar kendaraan, mempunyai keunggulan masing-masing meskipun sifat gas secara umum adalah sama, jika dibandingkan bensin pada pemakaiannya di kendaraan. CNG merupakan gas alam terkompresi (Compressed Natural Gas), yang dibuat dengan melakukan kompresi metana (CH4) yang diekstrak dari gas alam. Penggunaan CNG untuk bakan bakar kendaraan disebut dengan NGV (Natural Gas for Vehicle) . CNG secara ekonomis lebih murah dalam produksi dan penyimpanan dibandingkan LNG. Harga 1 liter CNG saat ini adalah Rp.2600 dengan angka oktan yang tinggi 120, CNG sangat ramah lingkungan12) . Akan tetapi CNG membutuhkan tempat penyimpanan yang lebih besar untuk sejumlah massa gas alam yang sama serta perlu tekanan yang sangat tinggi. Oleh karena itu pemasaran CNG lebih ekonomis untuk lokasilokasi yang dekat dengan sumber gas alam. Dengan kepadatan yang rendah, CNG sebagai bahan bakar kendaraan lebih cocok untuk kendaraan roda empat (mobil) kerena tabungnya cukup besar, CNG kurang cocok untuk sepeda motor. LNG adalah gas alam cair (Liqueed Natural Gas) yang berasal dari gas alam yang dikondensasi menjadi cairan pada tekanan atmosfer dengan mendinginkannya sekitar pada suhu sekitar -160 Celcius. LNG sebagai bahan bakar gas yang ramah lingkungan menawarkan kepadatan energi yang sebanding dengan bahan bakar minyak berbasis petroleum seperti minyak bakar dan diesel. Akan tetapi karena biaya produksi yang relatif tinggi dan kebutuhan penyimpanannya yang menggunakan tangki cryogenic yang mahal, menyebabkan penggunaannya dalam aplikasi komersial terhambat,terutama pada pemakaiannya sebagai bahan bakar transportasi . LPG ( Liquified Petroleum Gas ), adalah campuran dari berbagai unsur hidrokarbon yang berasal dari gas alam. Dengan menambah tekanan dan menu-

runkan suhunya, gas berubah menjadi cair. Besarnya kandungan propana dan butana dalam LPG untuk masing-masing negara berbeda (Tabel 1). Komponen LPG di Indonesia yang diproduksi pertamina, didominasi propana (C3H8) dan butana (C4H10) lebih kurang 99% dan selebihnya adalah gas pentana (C5H12) yang dicairkan (Tabel 2). LPG lebih berat dari udara dengan berat jenis sekitar 2.01 (dibandingkan dengan udara), tekanan uap Elpiji cair dalam tabung sekitar 5.0-6.2 Kg/cm2 8). Jika terjadi kebocoran, gas cenderung berada dibawah karena sifatnya yang lebih berat dari udara dan akan menempati permukaan tanah, yang apabila terkonsentrasi dapat berpotensi menyebabkan kebakaran. Senyawa odoran yang biasa digunakan adalah merkaptan sulfur. Merkaptan sulfur digunakan karena baunya yang sangat menyengat dan mudah menguap sehingga dapat mengindikasi kebocoran dengan cepat. Namun karena sifat senyawa sulfur yang korosif, konsentrasinya di dalam LPG juga dibatasi tidak boleh melebihi 15 grain/cuft (lihat Tabel 3). Saat ini konsumen mudah dalam mendapatkan LPG, karena ketersediaannya di pasaran cukup banyak. Dengan angka oktan mencapai 104 dan harga Rp. 5600 per liter12), LPG sudah lebih unggul dibanding bensin yang harganya Rp. 9650 per liter. Bahkan apabila subsidi BBM dihentikan sama sekali, maka harga LPG bisa lebih murah dari premium yang akan menjadi Rp. 8500 per liter. III. STUDI PEMANFAATAN LPG SEBAGAI BAHAN BAKAR SEPEDA MOTOR DI INDONESIA Sampai saat ini, tidak ada teknologi gas yang dianggap cocok untuk menjalankan kendaraan roda
Tabel 1 Top 10 NGV di Dunia

37

PEMANFAATAN LPG SEBAGAI BAHAN BAKAR MILDA FIBRIA dan MAYMUCHAR

LEMBARAN PUBLIKASI MINYAK dan GAS BUMI VOL. 46 NO. 1, APRIL 2012: 35 - 42

dua dengan mesin kecil dan silinder tunggal selain LPG. Tetapi penelitian LPG sebagai bahan bakar sepeda motor belum banyak dilakukan secara komprehensif. Di Indonesia, aplikasi LPG sebagai bahan bakar sepeda motor pernah dilakukan oleh beberapa praktisi, namun hasil konkrit yang ditunjang dengan penjelasan secara scientic dan data yang memadai belum banyak dilaporkan. Penelitian pemanfaatan LPG sebagai bahan bakar transportasi yang lebih konprehensif pernah dilakukan oleh Maymuchar dan kawan-kawan. Dalam penelitiannya, mereka menggunakan beberapa jenis sepeda motor sebagai objek ujinya. Dari hasil uji yang dilakukan pada chassis dynamometer menunjukkan bahwa, sepeda motor yang menggunakan LPG sebagai bahan bakarnya, menghasilkan torsi yang umumnya lebih rendah daripada sepeda motor yang berbahan bakar bensin (Gambar 1). Setelah mencapai rpm optimal (sekiar 6000 rpm), torsi yang dihasilkan oleh sepeda motor yang berbahan bakar bensin maupun LPG sama-sama menurun. Pada pengamatan terhadap daya (Gambar 2), pada putaran dibawah 6000 rpm, daya yang dihasilkan oleh sepeda motor berbahan bakar LPG dapat menyamai daya yang dihasilkan oleh sepeda motor bensin. Tetapi pada putaran sekitar 8000 rpm, daya

yang dihasilkan oleh sepeda motor yang berbahan bakar LPG tampak lebih rendah bila dibandingkan dengan yang berbahan bakar bensin. Dalam Gambar 2, juga terlihat bahwa setelah mencapai putaran optimal (sekitar 8000 rpm), daya yang dihasilkan baik oleh sepeda motor berbahan bakar minyak maupun LPG sama-sama menurun.
Tabel 2 Perbandingan Komposisi LPG sebagai Bahan Bakar Kendaraan di Beberapa Negara Eropa

Komposisi LPG Negara Propana (%) Jerman Perancis Italia Nederland Belgia Australia Swedia Denmark Inggris 90 35 20 40-50 50-60 50 95 50 100 Butana (%) 10 65 80 60-50 50-40 50 5 50 -

Tabel 3 Hasil Uji Fisika Kimia Percontoh LPG beserta Spesikasinya

No.

Karakteristik Specific gravity 60/60 F Vapour Pressure @ 100 F Weathering test @ 36 F Copper corrosion 1 hour Total sulphur Water content Composition: - C2 - C3 - C4 - C5+ (C5 and heavier)
o o o

Satuan Psig %vol. grain/ 100cuft

Percontoh LPG

Batasan Min. 95 No free water 0.2 97,5 2 Max. 120 1a 15

Metode Uji ASTM D-1657 D-1267 D-1837 D-1838 D-2784 D-2163 Visual Lain

1 2 3 4 5 6 7

0,56 112 97,5 1a 2,21 No free water

To be reported

%vol. %vol. %vol. %vol.

0,38 58,61 39,58 0,45

38

PEMANFAATAN LPG SEBAGAI BAHAN BAKAR MILDA FIBRIA dan MAYMUCHAR

LEMBARAN PUBLIKASI MINYAK dan GAS BUMI VOL. 46 NO. 1, APRIL 2012: 35 - 42

Meskipun hasil penelitian tersebut menunjukkan adanya beberapa kelemahan LPG bila digunakan sebagai bahan bakar sepeda motor, namun hasil yang menjanjikan juga diperoleh. Diantaranya adalah, emisi LPG yang lebih bersih dibandingkan dengan emisi BBM, konsumsi LPG lebih rendah daripada konsumsi bensin (Gambar 3). Artinya menggunakan LPG sebagai bahan bakar sepeda motor akan lebih irit dan lebih esien (Gambar 4) daripada menggunakan BBM. Hasil ini mirip dengan yang diperoleh Klockner Technologi, di mana dalam laporannya menunjukkan bahwa bahan bakar LPG lebih irit daripada bahan bakar minyak20). Jarak tempuh sepeda motor 125cc yang berbahan bakar LPG, bisa mencapai 72 km per liternya, sedangkan dengan BBM hanya mencapai 60 km per liternya. Dari hasil studi tersebut Maymuchar menyimpulkan bahwa bahan bakar LPG bisa di-gunakan sebagai bahan bakar sepeda motor. Keunggulan yang diperoleh dari pemakaian LPG ini adalah konsumsi bahan bakar lebih irit, lebih esien dan emisinya lebih bersih. Sedangkan kelemahannya antara lain adalah torsi dan daya yang didapat lebih rendah.Tetapi kekurangan ini dapat diminimalkan dengan melakukan pengaturan atau adjustmen seperti mengoptimalkan rasio bahan bakar dengan udara atau memodikasi converter kit agar lebih sesuai dengan kapasitas motor. Salah satu contoh tata letak penggunaan bahan bakar LPG pada sepeda motor ditunjukkan dalam Gambar 5 dan 6. Dalam hal ini, LPG yang dipakai adalah LPG dengan tabung berukuran 3 kg yang biasa digunakan untuk keperluan rumah tangga, sehingga mudah diperoleh di pasaran dan meletakkannya di sepeda motor. Selain itu pada saat instalasinya faktor keselamatan menjadi faktor yang diutamakan. IV. PEMBAHASAN Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa untuk penerapan LPG sebagai bahan bakar sepeda motor, penggunaan minyak lumas yang sesuai merupakan hal yang penting untuk dipertimbangkan. Minyak lumas selain berfungsi untuk melindungi komponen-komponen mesin yang saling bergesekan, juga sebagai pendingin mesin. Spesikasi minyak lumas untuk mesin berbahan bakar bensin berbeda dengan mesin diesel yang berbahan bakar solar. Perbedaan tersebut dibuat karena selain sistem kerja

Gambar 1 Perbandingan torsi sepeda motor berbahan bakar bensin dan LPG (Sumber: Laporan penelitian LPG sebagai bahan bakar sepeda motor)

Gambar 2 Perbandingan daya sepeda motor berbahan bakar bensin dan LPG (Sumber: Laporan penelitian LPG sebagai bahan bakar sepeda motor)

mesinnya yang berbeda, juga karakteristik sika kimiawi dari masing-masing bahan bakarnya berbeda. Oleh karena itu perlu dipertimbangkan pula spesikasi minyak lumas yang sesuai untuk mesin sepeda motor berbahan bakar LPG. Karena selain spesikasinya belum tersedia, juga karakteristik sika kimiawi LPG berbeda dengan bensin ataupun minyak solar. Perbedaan sifat yang paling menonjol dari LPG bila dibandingkan dengan bahan bakar bensin dan minyak solar yang beredar di Indonesia adalah nilai angka oktannya yang tinggi (sekitar 104), sementara
39

PEMANFAATAN LPG SEBAGAI BAHAN BAKAR MILDA FIBRIA dan MAYMUCHAR

LEMBARAN PUBLIKASI MINYAK dan GAS BUMI VOL. 46 NO. 1, APRIL 2012: 35 - 42

angka oktan bensin hanya sekitar 88 dan 92. Akibatnya, dengan angka oktan yang lebih tinggi ini, aplikasinya pada mesin yang rasio kompresinya sama, akan menyebabakan panas mesin menjadi lebih tinggi daripada yang menggunakan bahan bakar bensin. Panas yang lebih tinggi juga sering terjadi pada mesin yang berbahan bakar LPG, terutama untuk beban berat berat. Fenomena ini disebabkan oleh dayanya yang lebih rendah dari daya mesin yang berbahan bakar bensin, terutama pada putaran tinggi sekitar 8000 rpm (Maymuchar dkk). Dengan demikian untuk beban yang lebih berat, perlu tenaga atau energi yang

lebih tinggi, akibatnya panas yang dihasilkan akan lebih tinggi pula. Padahal pada proses pembakaran dalam mesin yang berbahan bakar LPG tidak pernah mengalami apa yang disebut pendinginan sesaat, seperti yang biasa terjadi pada mesin berbahan bakar bensin yang berbentuk cair. Dalam kondisi ini pendinginan mesin terutama hanya ditumpukan pada minyak lumasnya. Oleh karena itu spesikasi minyak lumas yang cocok untuk mesin berbahan bakar LPG perlu dirancang dengan baik. Temperatur tinggi pada mesin akan menyebabkan beberapa perubahan pada karaktristik fisika

Gambar 3 Perbandingan konsumsi bahan bakar sepeda motor 150 cc berbahan bakar bensin dan LPG (Sumber: Laporan penelitian LPG sebagai bahan bakar sepeda motor)

Gambar 5 Penempatan tabung LPG 3 kg pada sepeda motor

Gambar 4 Perbandingan Brake Spesic Fuel Comsumption (BSFC) bensin dan LPG pada sepeda motor 150 cc Catatan: makin rendah nilai BSFC nya makin esien (Sumber: Laporan Penelitian LPG sebagai bahan bakar sepeda motor)

Gambar 6 Sepeda motor berbahan bakar LPG

40

PEMANFAATAN LPG SEBAGAI BAHAN BAKAR MILDA FIBRIA dan MAYMUCHAR

LEMBARAN PUBLIKASI MINYAK dan GAS BUMI VOL. 46 NO. 1, APRIL 2012: 35 - 42

kimiawi minyak lumas yang dipakai. Suhu tinggi yang diserap oleh minyak lumas akan menyebabkan terjadinya proses oksidasi termal, akibatnya minyak lumas akan mengalami degradasi. Untuk itu selain diperlukan lube base yang tahan terhadap degradasi termal, minyak lumas untuk sepeda motor ini juga memerlukan aditif antioksidan yang memadai untuk menjaga agar unjuk kerja minyak lumas tetap prima, meskipun pada suhu yang tinggi. Oleh sebab itu dibutuhkan minyak lumas yang viskositasnya tidak mudah berubah akibat suhu yang berubah. Artinya diperlukan minyak lumas yang mempunyai indeks viskositas yang tinggi, untuk mencegah berubahnya nilai viskositas akibat panas yang tinggi. Temperatur yang tinggi juga akan menimbulkan beberapa masalah diantaranya adalah volatility losses10). Padahal untuk tetap menjaga fungsinya sebagai material pendingin dibutuhkan minyak lumas dengan jumlah yang banyak dan konstan. Minyak lumas yang diharapkan adalah minyak lumas yang memiliki sifat tidak mudah menguap. Komposisi base oil dengan viskositas yang relatif tinggi diharapkan mampu menjaga kestabilan jumlah minyak lumas dalam mesin. Penelitian lebih lanjut sangat diperlukan untuk merancang formulasi minyak lumas sepeda motor berbahan bakar LPG. Dengan demikian kebutuhan akan minyak lumasnya dapat disesuaikan. Hasil formulasi minyak lumas dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam menetapkan Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI). V. KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN Pemanfaatan energi gas untuk kendaraan sudah banyak diterapkan di beberapa negara seperti Amerika, Argentina India, Filipina dan sebagainya. Jenis bahan bakar gas yang digunakan umumnya adalah CNG, LGV atau LPG (propan). Dari segi harga, maka CNG lebih murah dari LGV maupun LPG. Namun, kepadatan energi dari bentuk gas LPG yang dicairkan lebih tinggi, hal ini menjadikan tabung yang diperlukan untuk LPG maupun LGV bisa lebih kecil dibanding tabung CNG. Tetapi harga LGV jauh lebih mahal daripada LPG. Sehingga penggunaan LPG sebagai bahan bakar sepeda motor lebih memungkinkan.

Penggunaan LPG yang beroktan tinggi sebagai bahan bakar pada sepeda motor memungkinkan suhu mesin menjadi tinggi. Sementara pendinginan sesaat tidak terjadi pada komponen mesin di ruang bakar. Oleh karena itu dibutuhkan minyak lumas yang sesuai untuk mesin dengan kondisi tersebut. Minyak lumas dengan indeks viskositas yang tinggi dibutuhkan guna mencegah berubahnya nilai viskositas akibat panas. Penggunaan base oil dengan nilai viskositas yang tinggi sebagai bahan dasar diharapkan menghasilkan minyak lumas yang tidak mudah menguap. Karena suhu mesin yang tinggi, maka diperlukan tipe base oil yang tahan terhadap degradasi termal. Degradasi termal terhadap minyak lumas dapat pula dipercepat oleh proses oksidasi, oleh sebab itu penambahan aditif anti oksidan yang memadai sangat dibutuhkan.

SARAN 1. Perlu dilakukan studi formulasi minyak lumas untuk sepeda motor berbahan bakar LPG untuk menyesuaikan kebutuhan akan pelumasnya. 2. Perlu dilakukan road test atau uji jalan kendaraan bermotor berbahan bakar LPG untuk mengetahui kondisi mesin dan pelumasnya dan menetukan drain interval. 3. Studi formulasi dapat digunakan sebagai acuan dalam penetapan RSNI pelumas berbahan bakar LPG. KEPUSTAKAAN 1. A.E. Baker, 1983, Lubricant Properties And Test Methods, CRC Handbook of Lubrication Vol.1, Florida. 2. Badan Pusat Statistik (BPS) Perkembangan Jumlah Kendaraan Bermotor menurut jenis Th. 1987-2009, diakses melalui www.bps.go.id pada tanggal 01-02-2012. 3. Buletin BP Migas No.73-Agustus 2011, Gas Bumi Masa Depan Energi Indonesia, diakses melalui http://www.bpmigas.go.id pada tanggal 17 Februari 2012. 4. Gaselpiji.com Bahan Bakar Gas untuk Mobil diakses melalui www.gaselpiji.com pada tanggal 18 Februari 2012.
41

PEMANFAATAN LPG SEBAGAI BAHAN BAKAR MILDA FIBRIA dan MAYMUCHAR

LEMBARAN PUBLIKASI MINYAK dan GAS BUMI VOL. 46 NO. 1, APRIL 2012: 35 - 42

5. Gatra News 27 jan 2012, LIPI: Cadangan Gas Indonesia Untuk 90 Tahun diakses melalui http://www.gatra.com pada tanggal 17 Februari 2012. 6. Heru Margianto, 2012, Pembatasan BBM bersubsidi Tingkatkan Jumlah Pengguna Motor, diakses melalui www.edukasi.kompas.com pada tanggal 02-02-2012. 7. Ikatan Marine Engineer Total Base Number (TBN) diakses melalui http://imare.or.id/LubesClinic2.html tanggal 13 Januari 2012. 8. John W. Swain, Jr., 1983 Used Oil Reclamation And Environmental Considerations, CRC Handbook of Lubrication Vol.1, Florida. 9. KESDM 22 Juta Mobil di Dunia telah Gunakan LGV dan CNG diakses melalui www.esdm. go.id pada tanggal 18 Februari 2012 10. Kompasiana Reaksi Kimia di sekitar kita (1) LPG, Kenali dan Hindari Resikonya http:// edukasi.kompasiana.com diakses pada tanggal 17-02-2012 (utk hal;4 alinea 3) 11. Maymuchar, 2010, Laporan Penelitian Pemanfaatan LPG Sebagai Bahan Bakar Sepeda Motor, PPPTMGB Lemigas, Jakarta.

12. Palupi Annisa A. Untung Rugi Memakai BBG , Republika 31-01-2012 13. Robert W. Miller, 1993, Lubricant and Their Applications , by Mc. Graw Hill, inc, USA. 14. Strehlow Roger A., 1985, Combustion Fundamentals Mc. Graw Hill, inc, International Edition, Singapore. 15. Tempo, 25-12-2011 2012 Cadangan Minyak Indonesia Turun diakses melalui www.tempo. co tanggal 17 Februari 2012 16. Theodore C. Lemoff, 1992, Liqueed Petroleum Gases Handbook National Fire Protection Association, USA. 17. Van der weide, et.al,1981, Gaseous Fuels for Internal Combustion Engines ASTMInternal Agency, New Energy Conservation Technologies and Their Commercialization, Vol. 2, Berlin. 18. http://www.mez.co.uk , 2012, term and Ignition Mode diakses pada tanggal 02-02-2012. 19. http://www.lpgc.co.uk , 2012, Understanding fuel systems Basics 20. info@gastecproducts.com , 2012, Project Report On Manfufacturing Unit Klockner LPG Gas Converter Kit to Motorcycles and Scooter

42

ADITIF COMBUSTION BOOSTER ROZA ADRIANY

LEMBARAN PUBLIKASI MINYAK dan GAS BUMI VOL. 46 NO. 1, APRIL 2012: 43 - 51

Aditif Combustion Booster untuk Mengurangi Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor dan Potensinya Sebagai Penghemat Bahan Bakar Minyak Premium 88
Roza Adriany
Peneliti Muda pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi LEMIGAS Jl. Ciledug Raya Kav. 109, Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan Telepon : 62-21-7394422, Fax: 62-21-7246150 Teregistrasi I tanggal 25 Januari 2012; Diterima setelah perbaikan tanggal 27 April 2012 Disetujui terbit tanggal : 30 April 2012

SARI Aditif combustion booster adalah aditif yang ditambahkan ke dalam bahan bakar minyak Premium 88 yang berfungsi menyempurnakan reaksi pembakaran hidrokarbon sehingga terjadi reaksi pembakaran yang sempurna. Kesempurnaan reaksi pembakaran dapat menghemat pemakaian bahan bakar dan menurunkan kadar emisi gas buang kendaraan. Tujuan penelitian ini adalah membuat aditif combustion booster dan melihat pengaruhnya terhadap penurunan emisi CO dan hidrokarbon dalam gas buang kendaraan serta konsumsi pemakaian bahan bakar dan daya mesin. Kendaraan uji yang dipakai adalah sepeda motor roda dua dengan sistem pem-bakaran karburator. Metodologi penelitian dimulai dari penyiapan bahan-bahan aditif yang terdiri dari ekstrak biol , ekstrak bioten, penstabil panas yaitu FAME (Fatty Acids Methyl Ester) dan pelarut yaitu Toluena dan Premium 88. Setelah persiapan bahan, dilakukan pembuatan aditif A yang mengandung esktrak biol dan aditif B yang mengandung ekstrak bioten. Tahap selanjutnya adalah melakukan formulasi masing-masing aditif dengan bensin Premium 88 pada beberapa variasi konsentrasi, dengan rasio aditif A dan aditif B adalah 2:1, 3:1, 4:1, 5:1 dan 1:2, 1:3, 1:4, 1:5. Pengujianpengujian yang dilakukan adalah uji sifat sika-kimia meliputi tekanan uap reid (RVP), distilasi D-86, Specic Gravity 60/60 F, densitas 15C, korosi lempeng tembaga, kandungan Sulfur dan Sulfur merkaptan; uji emisi; uji konsumsi bahan bakar dan uji daya mesin yang dilakukan pada kondisi idle. Hasil pengujian sifat sika-kimia bahan bakar sebelum maupun sesudah ditambah aditif combustion booster memenuhi spesikasi bahan bakar minyak jenis bensin 88, SK Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi No. 3674 K/24/DJM/2006 untuk contoh dengan rasio aditif A dan aditif B 1:2, 1:3, 1:4, 2:1, 3:1, 4:1. Penambahan aditif combustion booster ke dalam Premium 88 dapat menurunkan emisi CO dan Hidrokarbon dengan penurunan tertinggi masing-masing 63% dan 45% serta kenaikan CO2 tertinggi sebesar 8 % dan kenaikan Oksigen ideal sebesar 11%. Kondisi ini terjadi pada bahan bakar dengan rasio aditif A dan aditif B 3:1. Penambahan aditif combustion booster ke dalam Premium 88 dapat memperpanjang waktu pemakaian bensin Premium dengan lama waktu penghematan terbesar adalah 4 menit untuk 100 mL sehingga dapat menghemat pemakaian BBM sekitar 11%. Hal ini mengindikasikan bahwa aditif combustion booster berpotensi untuk menghemat pemakaian bahan bakar Premium 88. Kata kunci : Aditif Combustion Booster, Premium 88, emisi CO dan emisi Hidrokarbon. ABSTRACT Booster combustion additive is additive that is added to the Premium fuel 88 to enhance the complete combustion reaction of hydrocarbon. Completeness of the combustion reaction can save fuel and reduce levels of vehicle exhaust emissions. The purpose of this study is to make the
43

ADITIF COMBUSTION BOOSTER ROZA ADRIANY

LEMBARAN PUBLIKASI MINYAK dan GAS BUMI VOL. 46 NO. 1, APRIL 2012: 43 - 51

combustion additive booster and see its effect on reducing emissions of CO and hydrocarbons in vehicle exhaust and fuel consumption and engine power. Test vehicle used is motorcycle carburetor with ignition system. Methodology starts from the preparation of additive ingredients consisting of biol extract, bioten extract, heat stabilizers, namely FAME (Fatty Acids Methyl Ester) and the solvent Toluene and Premium 88. After the preparation of materials, conducted making A additive is containing biol extracts and B additive is containing bioten extracts . The next stage is to perform the formulation of each additive to gasoline Premium 88 on some variation of the concentration, the ratio of additive A and additive B is 2:1, 3:1, 4:1, 5:1 and 1:2, 1:3, 1:4, 1:5. Tests performed are physical-chemical properties of the test include Reid Vapor Pressure (RVP), distillation D-86, Specic Gravity 60/60 F, the density of 15 C, the copper strip, the content of mercaptan sulfur and sulfur; emissions testing; test fuel consumption and engine power tests performed on idle conditions. The results of physical-chemical properties of test fuel additives are added before and after the booster combustion of fuel oil meets the specications of gasoline 88, SK Director General of Oil and Gas No. 3674 K/24/DJM/2006 for example the ratio of additive A and additive B 1:2, 1:3, 1:4, 2:1, 3:1, 4:1. The addition of an additive into Premium 88 can reduce emissions of CO and hydrocarbons with the highest decrease respectively 63% and 45% and the highest increase of 8% CO2 and oxygen increase 11% ideal. This condition occurs in the ratio of the fuel additive A and additive B 3:1. The addition of an additive into Premium 88 can extend the use Premium gasoline with a long time the biggest savings is 4 minutes for 100 mL so as to save on fuel consumption about 11%. This indicates that the booster combustion additive has the potential to save on fuel use Premium 88. Keywords: combustion additive booster, premium 88, emissions CO and hydrocarbons I. PENDAHULUAN Konsumsi Premium dari tahun ke tahun terus mengalami kenaikan, sebagai dampak dari meningkatnya pertumbuhan sepeda motor dan kendaraan pribadi. Dalam semester I tahun 2011, konsumsi Premium 8,9% lebih tinggi dibanding 2010 dan 7,8% lebih tinggi dari kuota. Kuota bahan bakar minyak bersubsidi dalam APBN 2011 ditetapkan sebesar 38,59 juta kiloliter dengan rincian Premium 23,19 juta kiloliter, minyak tanah atau kerosin 2,23 juta kiloliter serta solar 13,08 juta kiloliter.12 Untuk mengurangi pemakaian Premium diperlukan adanya langkah-langkah penghematan konsumsi energi secara nasional. Penghematan ini merupakan kebijakan pemerintah yang akan diterapkan seiring dengan melonjaknya volume pemakaian bahan bakar minyak bersubsidi sehingga berdampak kepada anggaran negara.12 Peningkatan pemakaian kendaraan bermotor juga mengakibatkan semakin meningkatnya jumlah emisi gas buang yang dihasilkan. Diketahui bahwa sektor transportasi memberikan kontribusi lebih dari separuh penyebab polusi udara yaitu sekitar 70%. Bahan pencemar udara yang berasal dari gas buang kendaraan bermotor antara lain: karbon monoksida (CO), oksida sulfur (SOx), oksida nitrogen (NOx), hidrokarbon (HC), Pb dan partikulat. 4,5,6,7,8,9 Gas CO dihasilkan dari pembakaran yang tidak sempurna senyawa hidrokarbon ketika dibakar di dalam ruang bakar mesin kendaraan, dimana selama proses pembakaran terjadi kekurangan oksigen. Sedangkan hidrokarbon merupakan emisi yang timbul karena adanya bahan bakar yang belum terbakar tetapi sudah keluar bersama-sama dengan gas buang.
4,5,6,7,8,9

Gas CO dan hidrokarbon keduanya berbahaya bagi kesehatan bahkan dapat menyebabkan kematian apabila berada di atas standar baku mutu. Efek gas CO terhadap kesehatan adalah dimana apabila terhisap ke dalam paru-paru akan ikut peredaran darah dan akan menghalangi masuknya oksigen yang dibutuhkan oleh tubuh, sedangkan hidrokarbon bila masuk ke dalam tubuh pada konsentrasi tertentu dapat membuat iritasi dan merusak sistem pernafasan. 4,5,6,7,8,9 Untuk mengurangi kandungan CO dan hidrokarbon dari gas buang kendaraan bermotor maka pembakaran Hidrokarbon dari bahan bakar haruslah sempurna, karena pada pembakaran yang sempurna dihasilkan gas CO2 dan H2O atau dengan kata lain

44

ADITIF COMBUSTION BOOSTER ROZA ADRIANY

LEMBARAN PUBLIKASI MINYAK dan GAS BUMI VOL. 46 NO. 1, APRIL 2012: 43 - 51

tidak terbentuk senyawa CO dan diharapkan pula semakin banyak hidrokarbon yang dapat dibakar. Pembakaran hidrokarbon yang sempurna akan memberikan manfaat lain yang tak kalah penting yaitu penghematan terhadap pemakaian BBM yang digunakan. 4,5,6,7,8,9 Dalam rangka penghematan bahan bakar minyak dan untuk mengurangi emisi CO dan hidrokarbon dari gas buang kendaraan bermotor, telah dilakukan penelitian pembuatan aditif combustion booster yang berfungsi menyempurnakan reaksi pembakaran hidrokarbon sehingga terjadi reaksi pembakaran yang sempurna. 4,5,6,7,8,9 Fungsi aditif combustion booster diasumsikan sebagai penangkap radikal oksigen; dapat memperkaya oksigen dan mendekatkan pencampuran antara oksigen dengan hidrokarbon hingga terjadi pembakaran yang sempurna. 4,5,6,7,8,9 Tujuan penelitian adalah membuat aditif combustion booster dan melihat pengaruh penambahan aditif terhadap emisi gas buang dan konsumsi bahan bakar serta daya mesin. Kendaraan yang digunakan sebagai alat uji adalah sepeda motor roda dua dengan sistem pembakaran karburator. 4,5,6,7,8,9 Aditif combustion booster terdiri dari aditif A dan aditif B. Aditif A adalah aditif yang mengandung ekstrak biol yang diperoleh dari daun eceng gondok, sedangkan aditif B adalah aditif yang mengandung ekstrak bioten yang diperoleh dari wortel. Sumber bioten lain yang dapat digunakan adalah ekstrak bioten dari limbah pengolahan minyak goreng yang berasal dari kelapa sawit. 1,2,3 Rangkaian kegiatan dalam pembuatan aditif terdiri dari penyiapan bahan-bahan yang terdiri dari ekstrak biol, ekstrak bioten, bahan penstabil panas yaitu FAME (Fatty Acids Methyl Ester) dan pelarut yaitu Toluena dan Premium 88. Setelah persiapan bahan, dilakukan pembuatan aditif A dan aditif B. Tahap selanjutnya adalah formulasi aditif A dan aditif B dengan bensin premium 88 pada beberapa variasi konsentrasi. Setelah formulasi selanjutnya dilakukan pengujian sifat sika-kimia yaitu RVP, SG 60/60, korosi bilah tembaga, distilasi, densitas 15C, kandungan sulfur dan kandungan sulfur merkaptan serta melakukan pengujian emisi, konsumsi bahan bakar dan daya mesin kendaraan.

II. METODOLOGI PENELITIAN A. Pembuatan Aditif A dan Aditif B Metodologi pembuatan aditif A dilakukan dengan mencampurkan bahan-bahan pembuat aditif A yang terdiri dari ekstrak biol, penstabil panas yaitu FAME dan pelarut yang terdiri dari Toluena dan Premium dalam komposisi tertentu. Metodologi pembuatan aditif B dilakukan dengan cara mencampurkan bahan-bahan pembuat aditif B yang terdiri dari ekstrak bioten, penstabil panas yaitu FAME dan pelarut yang terdiri dari Toluena dan Premium 88 dalam komposisi tertentu. Setelah membuat aditif A dan aditif B, dilakukan formulasi aditif dengan Premium 88. B. Formulasi Aditif Combustion Booster Dengan Bensin Premium 88 dan Beberapa Pengujian Formulasi aditif dilakukan dengan mencampurkan aditif A dan aditif B ke dalam bensin Premium 88 pada beberapa variasi konsentrasi dengan rasio volume aditif A dan aditif B adalah 2:1, 3:1, 4:1, 5:1 dan 1:2, 1:3, 1:4, 1:5. Setelah melakukan formulasi, dilakukan beberapa pengujian terhadap masingmasing contoh meliputi : - Uji sifat sika-kimia bensin Premium 88 sebelum dan sesudah ditambahkan aditif, meliputi: tekanan uap reid (RVP), distilasi D-86, SG, 60/60 F, densitas 15C, korosi lempeng tembaga, kandungan Sulfur dan Sulfur merkaptan - Uji emisi bensin Premium 88 sebelum dan sesudah ditambahkan aditif . Kendaraan yang digunakan pada uji emisi adalah sepeda motor dengan sistem bahan bakar karburator. Komponen gas yang diuji emisi nya adalah karbonmonoksida (CO), hidrokarbon. Selain itu ditentukan pula kadar karbondioksida (CO2) dan oksigen. - Uji konsumsi bahan bakar dan uji daya pada mesin kendaraan bermotor roda dua yang dilakukan pada kondisi idle. III. PERCOBAAN A. Pembuatan Aditif A Sekitar 477 mL pelarut yaitu bensin dimasukkan ke dalam erlenmeyer 1 L. 2.5 gram ekstrak biol yang dilarutkan terlebih dahulu dalam 20 mL toluena dan 0,5 mL FAME dimasukkan ke dalam pelarut lalu dipanaskan pada suhu sekitar 35oC sambil dialiri gas
45

ADITIF COMBUSTION BOOSTER ROZA ADRIANY

LEMBARAN PUBLIKASI MINYAK dan GAS BUMI VOL. 46 NO. 1, APRIL 2012: 43 - 51

Nitrogen dan diaduk selama 15 menit hingga semua komponen bercampur dan larut sempurna. Aditif yang telah dibuat disimpan di botol gelap yang disimpan dalam lemari pendingin dan diberi label sebagai aditif A. B. Pembuatan Aditif B Sekitar 472 mL pelarut yaitu bensin dimasukkan ke dalam erlenmeyer 1 L. 0.5 gram ekstrak bioten yang telah dilarutkan terlebih dahulu dalam 20 mL Toluena dan 0,5 mL FAME dimasukkan ke dalam pelarut lalu dipanaskan dengan suhu sekitar 35oC sambil ditiup dengan gas Nitrogen dan diaduk selama 15 menit hingga semua komponen tercampur dan larut sempurna. Aditif yang telah dibuat disimpan di botol gelap yang disimpan dalam lemari pendingin dan diberi label sebagai aditif B. C. Formulasi Aditif A dan Aditif B Dengan BBM Premium 88 Ke dalam wadah aluminium berukuran 5 L dimasukkan BBM Premium 88, kemudian ditambahkan aditif A dan aditif B. Campuran diaduk selama 20 menit pada suhu sekitar 35C sambil ditiup dengan gas Nitrogen untuk membuat suasana inert. Bensin premium yang telah dicampur dengan aditif ini kemudian dimasukkan ke dalam jerigen dan disimpan di dalam freezer sebelum dilakukan pengujian sifat sika, kimia serta uji emisi dan daya mesin kendaraan.

Kode contoh dan perbandingan volume aditif A dan aditif B serta konsentrasi biol dan bioten dalam produk blending dengan premium 88 disajikan pada Tabel 1. D. Pengujian Emisi , Konsumsi Bahan Bakar dan Daya Mesin Prosedur pelaksanaan uji emisi dilakukan sesuai Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 5 tahun 2006 dan Peraturan Gubernur DKI No.31 tahun 2008. Alat-alat yang digunakan pada saat uji emisi adalah kendaraan bermotor yang dibuat statis, alat ukur gas (analyzer), alat ukur temperatur oli mesin, alat ukur putaran mesin, alat ukur temperatur lingkungan. Kendaraan bermotor yang digunakan harus dalam kondisi baik, oleh sebab itu sebelum dilakukan uji emisi kendaraan tersebut harus di service terlebih dahulu. Kondisi kendaraan saat pengukuran berada pada kondisi idle. Pengujian konsumsi bahan bakar minyak dilakukan dengan cara memasukkan 100 ml contoh ke dalam alat uji konsumsi, lalu menyalakan mesin kendaraan uji sesuai prosedur yang sama dengan prosedur pengukuran emisi. Kemudian lamanya waktu pemakaian bahan bakar dihitung menggunakan stopwatch dimulai dari pertama kali contoh dimasukkan hingga contoh tersebut habis (sampai tepat tanda batas bawah).

Tabel 1 Perbandingan volume aditif A dan aditif B serta konsentrasi biol dan bioten dalam produk Blending

Kode Contoh BBM 1 (Blanko1) BBM 2 BBM 3 BBM 4 BBM 5 (Blanko 2) BBM 6 BBM 7 BBM 8 BBM 9 BBM 10

Perbandingan Volume Aditif A dan Aditif B 2:1 3:1 4:1 1:2 1:3 1:4 5:1 1:5

Konsentrasi Biofil Dalam Produk Blending 125,50 188,25 251,00 62,75 62,75 62,75 313,76 62,75

Konsentrasi Bioten Dalam Produk Blending 12,60 12,60 12,60 25,20 37,80 50,40 12,60 63,00

46

ADITIF COMBUSTION BOOSTER ROZA ADRIANY

LEMBARAN PUBLIKASI MINYAK dan GAS BUMI VOL. 46 NO. 1, APRIL 2012: 43 - 51

Uji emisi dan uji konsumsi serta uji daya mesin dilakukan di Laboratorium Unjuk Kerja, KP3 Teknologi Aplikasi PPPTMGB LEMIGAS. Gambar alat uji emisi dan uji konsumsi disajikan pada Gambar 1 dan Gambar 2 berturut-turut. Pengukuran daya mesin dilakukan setelah uji emisi dan konsumsi. Berbeda dengan saat pengujian emisi dan konsumsi yang mengharuskan mesin dalam kondisi idle dan putaran mesin hanya berkisar pada 1000 rpm, untuk pengukuran daya mesin dilakukan pada saat gigi 3 dan putaran mesin ditingkatkan hingga 9000 rpm. Alasan dipilihnya gigi 3 pada saat pengujian adalah karena pada kondisi tersebut perbandingan putaran roda dan putaran mesin adalah 1:1. Hasil pengukuran daya biasanya disajikan dalam Horse Power (HP) dengan satuan kilowatt dan diikuti oleh pengukuran AFR (Air-Fuel Ratio) serta Torque atau Torsi dengan satuan N-m. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Uji Sifat Fisika- Kimia Uji sifat sika kimia dilakukan terhadap contoh dengan kode BBM 1, BBM 3, BBM 4, BBM 5, BBM 7, BBM 8, BBM 9 dan BBM 10. Hasil uji sifat sika-kimia sampel BBM Premium 88 sebelum dan sesudah ditambah aditif combustion booster disajikan pada Tabel 2. Dari Tabel 2 terlihat bahwa hasil pengujian beberapa sifat sika-kimia BBM Premium 88 baik sebelum maupun sesudah ditambahkan aditif combustion booster memenuhi spesikasi BBM jenis bensin 88 sesuai SK Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi No. 3674 K/24/DJM/2006 , untuk sampel

dengan rasio aditif A dan aditif B 1:2, 1:3, 1:4, 2:1, 3:1, 4:1 dan tidak memenuhi untuk rasio 1:5 dan 5:1 khususnya pengujian korosi lempeng tembaga dan existent gum. Tidak memenuhinya spesikasi pada komposisi tersebut diperkirakan karena jumlah aditif yang ditambahkan cukup besar dan aditif berasal dari ekstrak tanaman yang kemungkinan mengandung senyawa-senyawa yang dapat meningkatkan korositas pada konsentrasi tertentu. Untuk contoh dengan perbandingan ini, selanjutnya tidak dilakukan pengujian emisi, uji konsumsi maupun uji daya mesin kendaraan. B. Pengujian Emisi Kendaraan Bermotor Roda Dua Hasil uji emisi menggunakan sepeda motor disajikan pada Tabel 3 serta Gambar 3, Gambar 4, Gambar 5 dan Gambar 6.

Gambar 1 Alat uji emisi

Tabel 2 Hasil uji sifat sika-kimia


Hasil Analisis Parameter Uji BBM 1 BBM 3 (Blanko) (3:1) 57,93 157 0,7263 0,7258 1b 0,01249 0,0001 3 61,42 158 0,7251 0,7248 1b 0,0147 0,0002 0,9 BBM 4 (4:1) 55,9 160 0,7282 0,728 1a BBM 5 (Blanko) 60,04 158,5 0,7224 0,7218 1a BBM 7 (1:3) 61,42 157,5 0,7255 0,7253 1b 0,01484 6,55E-05 61,42 BBM 8 (1:4) 55,9 162 0,727 0,7268 1b 0,01519 0,000114 55,9 BBM 9 (5:1) 48,76 156 0,7375 0,7373 2b 0,01349 9,632E-05 5,6 BBM 10 (1:5) 44,15 163 0,7409 0,7407 2b 0,01344 0,715-0,780 Kelas 1 Maks 0,05 Spesifikasi SK Dirjen Migas No. 3674 K/24/DJM/2006 Maks 62 Maks.180

Tekanan Uap Reid (kPa) Temperatur Distilasi 90% vol (C) Specific Gravity 60/60 F Densitas 15C (Kg/m ) Korosi Lempeng Tembaga Kandungan Sulfur (%m/m) Sulfur Merkaptan (%massa) Ex Gum (mg/100 ml)
3

0,01447 0,01485 0,00019 0,00017 1 60,04

9,888E-05 Maks 0,0002 4 4 maks

47

ADITIF COMBUSTION BOOSTER ROZA ADRIANY

LEMBARAN PUBLIKASI MINYAK dan GAS BUMI VOL. 46 NO. 1, APRIL 2012: 43 - 51

Penambahan aditif combustion booster ke dalam bensin Premium 88 pada konsentrasi aditif A (aditif yang mengandung biol) bervariasi dan konsentrasi aditif B (aditif yang mengandung bioten) dibuat tetap (konstan), seperti pada contoh dengan Kode BBM 2, BBM 3 dan BBM 4 secara umum dapat menurunkan emisi CO dan emisi hidrokarbon. Penurunan emisi CO secara signikan terjadi pada rasio aditif A dan Aditif B 2:1 dan 3:1 dengan penurunan CO tertinggi pada rasio aditif A : aditif B 3:1 yaitu sebesar 63%. Penurunan emisi hidrokarbon secara signikan terjadi pada rasio aditif A dan Aditif B 3:1 dan 4:1 dengan penurunan hidrokarbon tertinggi pada rasio aditif A: aditif B 3:1 yaitu sebesar 45 % Penambahan aditif combustion booster ke dalam Premium 88 pada konsentrasi aditif B bervariasi dan aditif A dibuat tetap (konstan) seperti pada sampel dengan kode BBM 6, BBM 7 dan BBM 8 secara umum dapat menurunkan emisi CO dan emisi hidrokarbon dalam jumlah yang lebih sedikit atau tidak signikan dibanding-kan bila konsentrasi aditif A divariasikan dan aditif B tetap. Dari pembahasan terhadap hasil yang diperoleh di atas, diperkirakan bahwa bahan aktif yang sangat berperan sebagai combustion booster adalah zat yang ada dalam aditif A yaitu biol. Biol diduga berperan aktif dalam menyempurnakan reaksi pembakaran Hidrokarbon dari bahan bakar dengan cara memperkaya oksigen dan mendekatkan pencampuran antara oksigen dan bahan bakar ditingkat molekuler sehingga kontak antara oksigen dan bahan bakar lebih
Tabel 3 Hasil uji emisi
CO Jenis Contoh Kadar (%) BBM 1 Premium (Blanko) BBM 2 BBM 3 BBM 4 BBM 6 BBM 7 BBM 8 1,14 0,93 2,27 2,30 1,97 1,84 54,52 63,12 9,56 8,48 21,43 26,64 304,5 184,5 276 264,5 327,5 189,5 8,56 44,59 17,12 4,00 2,11 -0,44 4,40 4,87 4,22 4,32 4,4 2,51 % Penurunan Hidrokarbon Kadar (ppm) 333

Gambar 2 Alat uji konsumsi BBM

CO2 % Kenaikan -2,22 8,34 -6,12 -20,57 -1,65 -43,09

O2 Kadar (%) 11,62 12,76 12,90 18,8 12,19 12,28 12,34 % Kenaikan 9,77 10,97 61,79 4,86 5,68 6,20

% Kadar (%) Penurunan 4,50

4,515

48

ADITIF COMBUSTION BOOSTER ROZA ADRIANY

LEMBARAN PUBLIKASI MINYAK dan GAS BUMI VOL. 46 NO. 1, APRIL 2012: 43 - 51

baik dan jumlah oksigen yang tersedia dalam keadaan berlebih sehingga terjadi reaksi pembakaran yang sempurna. Peran bioten yang ada dalam aditif B diduga lebih kepada sifat bioten yang dapat melindungi biofil dari kerusakan akibat pengaruh panas dan cahaya baik selama pembuatan aditif maupun selama penyimpanan bahan bakar sebelum digunakan di kendaraan. C. Uji Konsumsi Bensin Premium 88 Hasil uji konsumsi bensin Premium 88 per 100 mL bahan bakar dilakukan terhadap kendaraan bermotor roda dua dengan sistem penyalaan karburator. Hasil uji konsumsi disajikan pada Tabel 4. Dari Tabel 4 terlihat bahwa penambahan aditif combustion booster ke dalam bensin Premium 88 secara umum dapat memperpanjang lama waktu pemakaian bensin Premium. Pada contoh Premium dengan rasio aditif A divariasikan dan aditif B dibuat konstan terlihat bahwa perpanjangan waktu pemakaian bensin tersebut lebih lama dibandingkan bila rasio aditif A dibuat konstan dan aditif B divariasikan. Perpanjangan lama waktu pemakaian bensin Premium 88 yang cukup signikan terjadi pada sampel bensin Premium dengan rasio aditif A dan aditif B 2:1 dan 3:1 dimana perpanjangan waktu terbanyak terdapat pada sampel premium dengan rasio aditif A dan aditif B 3:1, yaitu selama 4 menit.

D. Uji Daya mesin Kendaraan Hasil uji daya mesin kendaraan menggunakan bensin Premium 88 pada kendaraan bermotor roda dua disajikan pada Tabel 5.

Gambar 3 Grak uji emisi CO, CO2 dan O2 Contoh BBM1, BBM 2, BBM 3 dan BBM 4

Gambar 4 Grak uji emisi Hidrokarbon Contoh BBM1, BBM 2, BBM 3 dan BBM 4

Tabel 4 Uji konsumsi per 100 mL bensin premium 88 pada kendaraan bermotor roda dua Rasio Aditif A : Aditif B Sampel Blanko 1:2 Konsumsi 1 Konsumsi 2 Rata-rata Penambahan waktu (menit) 40 menit 40 menit 40 menit 41 menit 41 menit 41 menit 1 menit 1:3 39 menit 39 menit 39 menit 1:4 41 menit 41 menit 41 menit 1 menit 2:1 42 menit 42 menit 42 menit 2 menit 3:1 45 menit 43 menit 44 menit 4 menit 4:1 41 menit 41 menit 41 menit 1 menit

49

ADITIF COMBUSTION BOOSTER ROZA ADRIANY

LEMBARAN PUBLIKASI MINYAK dan GAS BUMI VOL. 46 NO. 1, APRIL 2012: 43 - 51

Dari tabel 5 terlihat bahwa penambahan aditif combustion booster ke dalam BBM Premium 88 secara umum dapat meningkatkan daya mesin kendaraan. Pada contoh premium dengan rasio aditif A divariasikan dan aditif B dibuat konstan seperti pada sampel BBM 2, BBM 3 dan BBM 4, terlihat bahwa daya mesin meningkat cukup signikan pada contoh bensin Premium dengan rasio aditif A dan aditif B 3:1 dan 4:1, dengan kenaikan daya mesin tertinggi pada contoh Premium dengan rasio aditif A dan aditif B 3:1, yaitu sebesar 4,318 Horse Power. Pada contoh Premium dengan rasio aditif A dibuat konstan dan aditif B divariasikan seperti pada sampel BBM 6, BBM 7 dan BBM 8 , terlihat bahwa daya mesin meningkat cukup signikan pada contoh bensin Premium dengan rasio aditif A dan aditif B 1:2 dan 1:4, dengan kenaikan daya mesin tertinggi terdapat pada contoh Premium dengan rasio aditif A dan aditif B 1:4, yaitu sebesar 4,211 Horse Power. Tabel 5 juga mencantumkan nilai AFR atau rasio udara dan bahan bakar (A/F) dari masing-masing contoh uji. Nilai ini mencerminkan seberapa banyak ketersediaan oksigen atau udara dan ketersediaan bahan bakar yang ada di dalam ruang bakar mesin pada saat terjadinya proses pembakaran. Pada dasarnya dibutuhkan jumlah oksigen yang berlebih untuk mendapatkan reaksi pembakaran hidrokarbon yang sempurna. Dengan demikian semakin besar nilai A/F maka diharapkan jumlah oksigen makin banyak dan pembakaran terjadi sempurna. Akan tetapi perlu diingat juga bahwa jumlah oksigen yang sangat banyak tidak selalu menguntungkan karena pada keadaan tertentu hal ini dapat menyebabkan terjadinya pemadaman nyala dan dapat pula menyebabkan dinginnya dinding ruang bakar. Kondisi ini memicu timbulnya sejumlah hidrokarbon yang tidak sempat terbakar yang kemudian keluar bersamasama dengan gas buang lainnya sehingga meningkatkan jumlah emisi Hidrokarbon

Gambar 5 Grak uji emisi CO, CO2 dan O2 Contoh BBM 1, BBM 6, BBM 7 dan BBM 8

Gambar 6 Grak uji emisi hidrokarbon contoh BBM 1, BBM 6, BBM 7 dan BBM 8

Tabel 5 Hasil uji daya mesin kendaraan


Kode Sampel BBM 1 (Blanko) BBM 2 (2:1) BBM 3 (3:1) BBM 4 (4:1) BBM 6 (1:2) BBM 7 (1:3) BBM 8 (1:4) AFR (A/F) 12,77 11,33 13,42 13,33 14,82 14,27 12,65 Horse Power (kW) 3,888 4,031 3,983 4,211 3,936 4,318 4,244 Torque (N-m) 5,086 4,999 5,512 5,585 6,368 5,970 5,706

50

ADITIF COMBUSTION BOOSTER ROZA ADRIANY

LEMBARAN PUBLIKASI MINYAK dan GAS BUMI VOL. 46 NO. 1, APRIL 2012: 43 - 51

dari gas buang. Dari tabel 5 terlihat bahwa rasio udara dan bahan bakar (A/F) untuk contoh dengan rasio aditif A dan aditif B 1:3, 1:4, 2:1 dan 3:1 meningkat dibandingkan blanko (sampel bensin premium tanpa aditif combustion booster). Dari keempat contoh tersebut ternyata nilai A/F tertinggi ditunjukkan oleh contoh Premium dengan rasio aditif A dan aditif B 2:1 yaitu sebesar 14,82. Meskipun contoh Premium dengan rasio aditif A dan aditif B 2:1 mempunyai nilai A/F tertinggi , akan tetapi mempunyai daya yang lebih rendah dibandingkan contoh premium dengan rasio aditif A dan aditif B 3:1. Hal ini menunjukkan bahwa tidak selamanya rasio A/F yang tinggi dapat meningkatkan daya mesin. Bila dihubungkan dengan jumlah emisi hidrokarbon yang dihasilkan terlihat bahwa contoh Premium dengan rasio aditif A dan aditif B 2:1 mempunyai jumlah emisi hidrokarbon jauh lebih tinggi dibandingkan dengan contoh Premium dengan rasio aditif A dan adititf B 3:1. Besarnya jumlah emisi hidrokarbon menunjukkan bahwa pembakaran kurang sempurna dan kemungkinan hal ini lah yang membuat daya mesin menjadi berkurang dan bahan bakar menjadi lebih boros. V. KESIMPULAN Dari hasil penelitian ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Penambahan aditif combustion booster ke dalam bahan bakar Premium 88 dapat menurunkan emisi CO dan hidrokarbon dengan penurunan CO tertinggi 63% dan penurunan emisi hidrokarbon tertinggi 45% serta kenaikan kadar CO2 tertinggi sebesar 8% dengan kenaikan kadar oksigen yang ideal sebesar 11%. Kondisi ini terjadi pada bahan bakar minyak dengan rasio aditif A dan aditif B 3:1. 2. Penambahan aditif combustion booster dapat memperpanjang waktu pemakaian bensin Premium dengan lama waktu penghematan terbesar adalah 4 menit untuk 100 mL bensin Premium 3. Penambahan aditif combustion booster ke dalam bahan bakar Premium 88 dapat meningkatkan daya mesin pada rasio aditif A dan aditif B 1:2, 1:4, 3:1, 4:1 dengan peningkatan daya tertinggi pada rasio 3:1 untuk horse power.

KEPUSTAKAAN 1. 2. 3. 4. En.wikipedia.org/wiki/chlorophyll En.wikipedia.org/wiki/carotene En.wikipedia.org/wiki/palm_oil Frederick L Jordan , 22 May 2003, Method and Composition for Using Organic, PlantDerived Oil-Extracted Materials in Gasoline Additives for Reduced Emissions, US Patent Number US 2003/0093945 A1, Santa Ana , CA (US). 5. Frederick L Jordan, 15 May 2003, Method and Composition for Using Organic, Plant-Derived Oil-Extracted Materials in Coal-Based Fuels for Reduced Emissions, US Patent Number US 2003 / 0089028, Santa Ana, CA (US). 6. Frederick L Jordan, 22 May 2007, Method and Composition for Using Organic, Plant-Derived Oil-Extracted Materials in Diesel Fuels Additives For reduced Emissions, US Patent Number 7,220,289 B2, Santa Ana, CA (US). 7. Frederick L Jordan, 27 Feb 2001, Alfalfa Extract Fuel Additive for Reducing Pollutant Emissions, US Patent Number 6,193,766, Santa Ana , CA (US). 8. Frederick L Jordan, 27 Oct 1998, Chlorophyll Based Fuel Additive For Reducing Pollutant Emissions, US Patent Number 5,826,369, Santa Ana , CA (US). 9. Frederick L Jordan, 28 July 2005, Method and composition for using stabilized beta-carotene as cetane improver in hydrocarbonaceous diesel fuels, US Patent Number 20050160662 , Santa Ana, CA (US). 10. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 05 Tahun 2006 Tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Lama, Kementrian Negara Lingkungan Hidup. 11. Peraturan Gubernur Provinsi daerah Khusus Ibukota Jakarta, Nomor 92 tahun 2007 Tentang Uji Emisi Dan Perawatan Kendaraan Bermotor, Jakarta. 12. www.migas.esdm.go.id

51

INDEKS SUBYEK
A Activated carbon 9, 21 Aditif combustion booster 43, 44, 45, 46, 47, 49, 50, 51 Compressor oils 1 E Emisi CO 43, 44, 47, 48, 50 Emisi hidrokarbon 43, 47, 48, 50 O F Oil production 23 Formulasi 7 P Formula design 1 H High temperature 35 I Injeksi air 23, 24, 25, 26, 27, 29, 30, 31, 33 K Karbon aktif 12, 13, 14, 15, 16, 18, 19, 20, 21 L Lapangan minyak tua 23, 24 LPG 42 Lubricating oil 35 Produksi minyak 23, 24, 28, 29, 30, 31 Partikel nano 9,11, 12 Premium88 43, 44, 47, 48, 51 S Sepeda motor 35, 36, 37, 38, 39, 41, 42 T Temperatur tinggi 35, 40 V Viskositas 7 Viscosity grade 1, 3 W Water injection 23 M Merkuri 9, 10, 11, 16, 17, 20, 21 Mercury 21 Minyak lumas 41 Motorcycles 35, 42 Minyak lumas kompresor 1, 2, 3, 5, 7 N Nano particle 9

viii

PEDOMAN PENULISAN MAJALAH LEMBARAN PUBLIKASI MINYAK dan GAS BUMI


UMUM 1. Majalah Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi adalah media yang khusus diperuntukan bagi karya tulis para Peneliti dan Tenaga Fungsional PPPTMGB LEMIGAS, memuat analisis, kajian dan tinjauan ilmiah mengenai subjek-subjek yang berkaitan dengan industri minyak dan gas bumi, terutama yang dilakukan oleh PPPTMGB LEMIGAS. 2. Redaksi Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi, secara selektif juga menerima tulisan-tulisan dari para ahli baik perseorangan ataupun kelompok, baik atas nama pribadi maupun instansi pemerintah/swasta namun lebih berbobot. Hal ini dimaksudkan sebagai contoh guna mendorong dan meningkatkan mutu para penulis intern LEMIGAS. STANDAR PENULISAN 1. Bahasa Artikel ditulis dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan kaidah/istilah bahasa Indonesia yang telah dibakukan berpedoman pada: a. Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Lembaga Pembinaan Bangsa. b. Kamus Miyak dan Gas Bumi, terbitan PPPTMGB LEMIGAS. c Kamus bahasa Inggris. 2. Naskah/Artikel Judul artikel ditulis pada baris pertama (paling atas), rata kiri (left), memakai huruf besar kecil ukuran 24 points. - Nama penulis ditulis pada baris kedua di bawah judul artikel. - Abstrak/Sinopsis/Sari karangan merupakan keharusan ditulis dalam bahasa Indonesia serta bahasa Inggris dan ditetapkan pada awal artikel/tulisan. Abstrak tidak boleh lebih dari 200 kata. - Artikel disertai dengan kata kunci yang ditulis dibawah judul artikel. - Teks artikel diketik dengan komputer (MS Word), di atas kertas putih ukuran A4, dengan jarak baris 1 spasi. - Sitasi (kutipan) atas pendapat para ahli, disamping dapat dengan dikutip secara verbatim, juga harus diberi nomor urut dengan hurup arab superscript untuk penjelasannya dalam catatan kaki. - Catatan kaki ditulis dalam satu halaman sesuai dangan nomor catatan kaki yang bersangkutan. Catatan kaki ditulis horizontal dengan urutan sebagai berikut: nama pengarang, tahun penerbitan, judul, halaman yang dikutip. Data Publikasi (Kota Penerbitan, Nama Penerbitan, jumlah halaman). - Pendahuluan sec ara ringkas menguraikan masalah-masalah, tujuan, dan pentingnya penelitian. Jangan menggunakan subbab. - Bahan dan Metode harus secara jelas dan ringkas menguraikan penelitian dengan rincian secukupnya sehingga memungkinkan peneliti lain untuk mengulangi penelitian yang terkait. - Hasil disajikan secara jelas tanpa detil yang tidak perlu. Hasil tidak boleh disajikan sekaligus dalam tabel dan gambar. - Tabel disajikan dalam bahasa Indonesia, dengan judul di bagian atas tabel dan keterangan. Tabel diketik menggunakan program MS-Excel. - Gambar, grafik, potret dan lain-lain: semuanya asli, jelas memenuhi syarat untuk peroses pencetakan: serta diberi nomor urut dan judul. - Kesimpulan disajikan secara ringkas dengan mempertimbangkan judul naskah, maksud, tujuan, serta hasil penelitian. - Di samping naskah dan lampiran penunjang seperti gambar/grafik, kirimkan juga disket/CD nya ke redaksi atau melalui e-mail: darus@lemigas.esdm.go.id 3 Kepustakaan Kepustakaan adalah daftar literaktur (buku atau non buku) yang dipakai oleh Penulis dalam meyusun naskah/artikel. Kepustakaan ditulis pada akhir karangan dengan urutan secara alfabetis berdasarkan nama pengarang, seperti contoh sebagai berikut; a. Buku - Satu pengarang Davis, Gordon B., 1976, Management Information System, Conceptual Foundation Structur and developnet, Me Graw Hill. - Dua Pengarang Newman W.H. dan E. Kirby Warren, 1977, The Procces of Management, Concept, Behavior, and Pratice, Pretice-Hall of India Privat Ltd., New Delhi, hlm. 213. - Lebih dari tiga pengarang Bennet J.D., Bridge D. Mcc, Cancron N. R., Djunudin A, Ghazali S. A, Jeffry D.H., Kartawa W., Keats W Rock N.M.S., dan Thompos S.J 1981, The Geology of the Langsa Quadrange, Sumatra, GRDC, Bandung. Atau disingkat Bannet J.D., dkk., 1981. The Geology of the Langsa Quadrangle, Sumatra, GRDC, Bandung. b. Non buku - Udiharto M., 1992. Pengaruh Aktivitas Bakteri Termofil terhadap Porositas Batuan, Diskusi Ilmia VII Hasil Penelitian Lemigas, Februari, PPTMG LEMIGAS, Jakarta. - Weissmann J., Dr.: 1972, Fuel for internal Contribution Engines and Furnace, Report, Inhouse Research, Mei, LEMIGAS, Jakarta. - Gianita Gandawijaya, 1994,Teknologi GPS, Alat Bantu Navigasi Pesawat Terbang, Kompas, Juli 27, Jakarta. c. Web sites : http://www.environmental law net.com. Sebutkan tanggal bulan dan tahun. WEWENANG REDAKSI a. Dewan redaksi berhak melakukan penyuntingan atas suatu artikel termasuk mengubah judul artikel. b. Naskah yang telah diperiksa dewan redaksi dan dianggap perlu perbaikan akan dikirim kembali kepada penulis untuk diperbaiki. c. Naskah yang tidak bisa dimuat akan dikembalikan kepada penulis. LAIN-LAIN Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi menerima sumbangan naskah dari penulisan di luar Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi LEMIGAS dengan ketentuan isinya memenuhi kriteria standar Majalah Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi

Você também pode gostar