Você está na página 1de 24

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GAGAL JANTUNG Dosen Pembimbing: Yesi Hasneli S.

Kp, MNS

Disusun Oleh: Kelompok IV Egi Yunia Rahmi Impriyadi Nurhayati Setia Rini Yuliantika

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS RIAU 2012

BAB I PEMBAHASAN A. DEFINISI Gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologi berupa kelainan fungsi jantung sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian volume diastolik secara abnormal (Mansjoer, 2005). Dampak dari gagal jantung secara cepat berpengaruh terhadap kekurangan penyediaan darah, sehingga menyebabkan kematian sel akibat kekurangan oksigen yang dibawa dalam darah itu sendiri. Kurangnya suplai oksigen ke otak (Cerebral Hypoxia), menyebabkan seseorang kehilangan kesadaran dan berhenti bernafas dengan tiba-tiba yang berujung pada kematian. B. ETIOLOGI Gagal jantung dapat disebabkan oleh banyak hal. Secara epidemiologi cukup penting untung mengetahui penyebab dari gagal jantung, di negara berkembang penyakit arteri koroner dan hipertensi merupakan penyebab terbanyak sedangkan di negara maju yang menjadi penyebab terbanyak adalah penyakit jantung katup dan penyakit jantung akibat malnutrisi. Pada beberapa keadaan sangat sulit untuk menentukan penyebab dari gagal jantung (Mariyono, 2007). Penyakit jantung koroner pada Framingham Study dikatakan sebagai penyebab gagal jantung pada laki-laki 46% dan pada wanita 27%. Faktor risiko seperti diabetes dan merokok juga merupakan faktor yang dapat berpengaruh pada perkembangan dari gagal jantung. Selain itu berat badan serta tingginya rasio kolesterol total dengan kolesterol HDL juga dikatakan sebagai faktor risiko independen perkembangan gagal jantung. Telah dibuktikan bahwa hipertensi bisa meningkatkan risiko terjadinya gagal jantung pada beberapa penelitian. Hipertensi dapat menyebabkan gagal jantung melalui beberapa mekanisme, termasuk hipertrofi ventrikel kiri. Hipertensi ventrikel kiri dikaitkan dengan disfungsi ventrikel kiri sistolik dan diastolik dan meningkatkan risiko terjadinya infark miokard, serta memudahkan untuk terjadinya aritmia baik itu aritmia atrial maupun

aritmia ventrikel. Ekokardiografi yang menunjukkan hipertrofi ventrikel kiri berhubungan kuat dengan perkembangan gagal jantung (Mariyono, 2007). Penyebab utama terjadinya gagal jantung adalah regugitasi mitral dan stenosis aorta.Regusitasi mitral dan regurgitasi aorta menyebabkan kelebihan beban volume (peningkatan preload) sedangkan stenosis aorta menimbulkan beban tekanan (peningkatan afterload). Alkohol dapat berefek secara langsung pada jantung, menimbulkan gagal jantung akut maupun gagal jantung akibat aritmia (tersering atrial fibrilasi). Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat menyebabkan kardiomiopati dilatasi (penyakit otot jantung alkoholik). Alkohol menyebabkan gagal jantung 23% dari kasus. Alkohol juga dapat menyebabkan gangguan nutrisi dan defisiensi tiamin. Obatobatan juga dapat menyebabkan gagal jantung. Obat kemoterapi seperti doxorubicin dan obat antivirus seperti zidofudin juga dapat menyebabkan gagal jantung akibat efek toksik langsung terhadap otot jantung. Perubahan jantung pada gagal jantung

. a keterangan: a. Di dalam jantung normal b. Dinding jantung merentang dan bilik-bilik jantung membesar c. dinding-dinding jantung menebal b c http://www.cardiaccentre.com.sg/images/services/image005.jpg

C. MANIFESTASI KLINIS Klasifikasi Penyakit Gagal Jantung terbagi atas empat ruang yaitu atrium kanan dan atrium kiri yang dipisahkan oleh septum intratrial, kemudian ventrikel kanan dan ventrikel kiri yang dipisahkan oleh septum interventrikular.

Gambar 1.1 Udjianti (2010) Berdasarkan bagian jantung yang mengalami kegagalan pemompaan. Gagal jantung terbagi atas gagal jantung kiri, gagal jantung kanan. Gejala dan tanda yang akan timbul akan berbeda sesuai dengan pembagian tersebut (Mansjoer, 2005). 1. Gagal jantung sebelah kiri: menyebabkan pengumpulan cairan di dalam paru-paru (edema pulmoner), yang menyebabkan sesak nafas yang hebat. Pada awalnya sesak nafas hanya dirasakan saat seseorang melakukan aktivitas, tetapi sejalan dengan memburuknya penyakit maka sesak nafas juga akan timbul pada saat penderita tidak melakukan aktivitas. Sedangkan tanda lainnya adalah cepat letih (fatigue), gelisah/cemas (anxity), detak jantung cepat (tachycardia), batuk-batuk serta irama degub jantung tidak teratur (Arrhythmia).

2. Sedangkan Gagal jantung sebelah kanan: cenderung mengakibatkan pengumpulan darah yang mengalir ke bagian kanan jantung. Sehingga hal ini menyebabkan pembengkakan di kaki, pergelangan kaki, tungkai, perut (ascites) dan hati (hepatomegaly). Tanda lainnya adalah mual, muntah, keletihan, detak jantung cepat serta sering air kecil dimalam hari. D. PATOFISIOLOGI Gagal jantung merupakan kelainan multisistem dimana terjadi gangguan pada jantung, otot skelet dan fungsi ginjal, stimulasi sistem saraf simpatis serta perubahan neurohormonal yang kompleks. Pada disfungsi sistolik terjadi gangguan pada ventrikel kiri yang menyebabkan terjadinya penurunan cardiac output. Hal ini menyebabkan aktivasi mekanisme kompensasi neurohormonal, sistem Renin Angiotensin Aldosteron (sistem RAA) serta kadar vasopresin dan natriuretic peptide yang bertujuan untuk memperbaiki lingkungan jantung sehingga aktivitas jantung dapat terjaga. Aktivasi sistem simpatis melalui tekanan pada baroreseptor menjaga cardiac output dengan meningkatkan denyut jantung, meningkatkan kontraktilitas serta vasokonstriksi perifer peningkatan katekolamin. Apabila hal ini timbul berkelanjutan dapat menyebabkan gangguan pada fungsi jantung. Aktivasi simpatis yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya apoptosis miosit, hipertofi dan nekrosis miokard fokal. Stimulasi sistem RAA menyebabkan penigkatan konsentrasi renin, angiotensin II plasma dan aldosteron. Angiotensin II merupakan vasokonstriktor renal yang poten (arteriol eferen) dan sirkulasi sistemik yang merangsang pelepasan noradrenalin dari pusat saraf simpatis, menghambat tonus vagal dan merangsang pelepasan aldosteron. Aldosteron akan menyebabkan retensi natrium dan air serta meningkatkan sekresi kalium. Angiotensin II juga memiliki efek pada miosit serta berperan pada disfungsi endotel pada gagal jantung. Terdapat tiga bentuk natriuretic peptide yang berstruktur hampir sama yeng memiliki efek yang luas terhadap jantung, ginjal dan susunan saraf pusat. Atrial Natriuretic Peptide (ANP) dihasilkan di atrium sebagai respon terhadap peregangan menyebabkan natriuresis dan vasodilatsi.Pada manusia Brain Natriuretic Peptide (BNO) juga dihasilkan di jantung, khususnya pada ventrikel, kerjanya mirip dengan ANP. C-type

natriureticpeptide terbatas pada endotel pembuluh darah dan susunan saraf pusat, efek terhadap natriuresis dan vasodilatasi minimal.Atrial dan brain natriuretic peptide meningkat sebagai respon terhadap ekspansi volume dan kelebihan tekanan dan bekerja antagonis terhadap angiotensin II pada tonus vaskuler, sekresi ladosteron dan reabsorbsi natrium di tubulus renal.Karena peningkatan natriuretic peptide pada gagal jantung, maka banyak penelitian yang menunjukkan perannya sebagai marker diagnostik dan prognosis, bahkan telah digunakan sebagai terapi pada penderita gagal jantung. Vasopressin merupakan hormon antidiuretik yang meningkat kadarnya pada gagal jantung kronik yang berat. Kadar yang tinggi juga didapatkan pada pemberian diuretik yang akan menyebabkan hiponatremia. Endotelin disekresikan oleh sel endotel pembuluh darah dan merupakan peptide vasokonstriktor yang poten menyebabkan efek vasokonstriksi pada pembuluh darah ginjal, yang bertanggung jawab atas retensi natrium. Konsentrasi endotelin-1 plasma akan semakin meningkat sesuai dengan derajat gagal jantung. Selain itu juga berhubungan dengan tekanan pulmonary arterycapillary wedge pressure, perlu perawatan dan kematian.Telah dikembangkan endotelin-1 antagonis sebagai obat kardioprotektor yang bekerja menghambat terjadinya remodelling vaskular dan miokardial akibat endotelin. Disfungsi diastolik merupakan akibat gangguan relaksasi miokard, dengan kekakuan dinding ventrikel dan berkurangnya compliance ventrikel kiri menyebabkan gangguan pada pengisian ventrikel saat diastolik. Penyebab tersering adalah penyakit jantung koroner, hipertensi dengan hipertrofi ventrikel kiri dan kardiomiopati hipertrofik, selain penyebab lain seperti infiltrasi pada penyakit jantung amiloid. Walaupun masih kontroversial, dikatakan 30-40 % penderita gagal jantung memiliki kontraksi ventrikel yang masih normal.Pada penderita gagal jantung sering ditemukan disfungsi sistolik dan diastolik yang timbul bersamaan meski dapat timbul sendiri.
Distensi Vena Jugularis Bila ventrikel kanan tidak mampu berkompensasi, maka akan terjadi dilatasi

venterikel dan peningkatan volume curah jantung pada akhir diastolik dan terjadi peningkatan laju tekanan darah pada atrium kanan. Peningkatan ini sebaliknya memantau aliran darah dari vena kava yang diketahui dengan peningkatan vena jugularis, dengan

kata lain apabila terjadi dekompensasi venterikel kanan maka kondisi pasien dapat ditandai adanya edema tungkai kaki dan distensi vena jugularis pada leher. Edema Edema merupakan terkumpulnya cairan di dalam jaringan interstisial lebih dari jumlah yang biasa atau di dalam berbagai rongga tubuh mengakibatkan gangguan sirkulasi pertukaran cairan elektrolit antara plasma dan jaringan interstisial. Jika edema mengumpul di dalam rongga maka dinamakan efusi, misalnya efusi pleura dan pericardium. Penimbunan cairan di dalam rongga peritoneal dinamakan asites. Pada jantung terjadinya edema yang disebabkan terjadinya dekompensasi jantung (pada kasus payah jantung), bendungan bersifat menyeluruh. Hal ini disebabkan oleh kegagalan venterikel jantung untuk memopakan darah dengan baik sehingga darah terkumpul di daerah vena atau kapiler, dan jaringan akan melepaskan cairan ke Edema pada tungkai kaki terjadi karena kegagalan jantung kanan dalam mengosongkan darah dengan adekuat sehingga tidak dapat mengakomodasi semua darah yang secara normal kembali dari sirkulasi vena. Edema ini di mulai pada kaki dan tumit (edema dependen) dan secara bertahap bertambah keatas tungkai dan paha dan akhirnya ke genitalia eksterna dan tubuh bagian bawah. Edema sakral jarang terjadi pada pasien yang berbaring lama, karena daerah sakral menjadi daerah yang dependen. Bila terjadinya edema maka kita harus melihat kedalaman edema dengan pitting edemaPitting edema adalah edema yang akan tetap cekung bahkan setelah penekanan ringan pada ujung jari , baru jelas terlihat setelah terjadinya retensi cairan paling tidak sebanyak 4,5 kg dari berat badan normal selama mengalami edema (Smeltzer & Bare, 2002). Grading edema 1+: pitting sedikit/ 2mm, menghilang dengan cepat 2+: pitting lebih dalam/ 4mm, menghilang dalam waktu 10-15 dtk 3+: lubang yang dalam/6mm, menghilang dalam waktu 1 mnt 4+: lubang yang sangat mendalam/ 8mm berlangsung 2-5 mnt, ekstremitas dep terlalu terdistruksi.

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan penunjang yang dapat dikerjakan untuk mendiagnosis adanya gagal jantung antara lain foto thorax, EKG 12 lead, ekokardiografi, pemeriksaan darah, pemeriksaan radionuklide, angiografi dan tes fungsi paru. 1. foto thorax Pada pemeriksaan foto dada dapat ditemukan adanya pembesaran siluet jantung (cardio thoraxic ratio > 50%), gambaran kongesti vena pulmonalis terutama di zona atas pada tahap awal, bila tekanan vena pulmonal lebih dari 20 mmHg dapat timbul gambaran cairan pada fisura horizontal dan garis Kerley B pada sudut kostofrenikus. Bila tekanan lebih dari 25 mmHg didapatkan gambaran batwing pada lapangan paru yang menunjukkan adanya udema paru bermakna. Dapat pula tampak gambaran efusi pleura bilateral, tetapi bila unilateral, yang lebih banyak terkena adalah bagian kanan. 2. EKG 12 lead Pada elektrokardiografi 12 lead didapatkan gambaran abnormal pada hampir seluruh penderita dengan gagal jantung, meskipun gambaran normal dapat dijumpai pada 10% kasus. Gambaran yang sering didapatkan antara lain abnormalitas gelombang Q, abnormalitas STT, hipertrofi ventrikel kiri, bundle branch block. Bila gambaran EKG dan foto dada keduanya menunjukkan gambaran yang normal, kemungkinan gagal jantung sebagai penyebab dispneu pada pasien sangat kecil kemungkinannya.

Gambar EGK pada pasien gagal jantung

3. Ekokardiografi Ekokardiografi merupakan pemeriksaan non-invasif yang sangat berguna pada gagal jantung. Ekokardiografi dapat menunjukkan gambaran obyektif mengenai struktur dan fungsi jantung. Penderita yang perlu dilakukan ekokardiografi adalah: semua pasien dengan tanda gagal jantung, susah bernafas yang berhubungan dengan murmur, sesak yang berhubungan dengan fibrilasi atrium, serta penderita dengan risiko disfungsi ventrikel kiri (infark miokard anterior, hipertensi tak terkontrol, atau aritmia). Ekokardiografi dapat mengidentifikasi gangguan fungsi sistolik, fungsi diastolik, mengetahui adanya gangguan katup, serta mengetahui risiko emboli. 4. Pemeriksaan darah Pemeriksaan darah perlu dikerjakan untuk menyingkirkan anemia sebagai penyebab susah bernafas, dan untuk mengetahui adanya penyakit dasar serta komplikasi. Pada gagal jantung yang berat akibat berkurangnya kemampuan mengeluarkan air sehingga dapat timbul hiponatremia dilusional, karena itu adanya hiponatremia menunjukkan adanya gagal jantung yang berat. Pemeriksaan serum kreatinin perlu dikerjakan selain untuk mengetahui adanya gangguan ginjal, juga mengetahui adanya stenosis arteri renalis apabila terjadi peningkatan serum kreatinin setelah pemberian angiotensin converting enzyme inhibitor dan diuretik dosis tinggi. Pada gagal jantung berat dapat terjadi proteinuria. Hipokalemia dapat terjadi pada

pemberian diuretic tanpa suplementasi kalium dan obat potassium sparring. Hiperkalemia timbul pada gagal jantung berat dengan penurunan fungsi ginjal, penggunaan ACE-inhibitor serta obat potassium sparring. Pada gagal jantung kongestif tes fungsi hati (bilirubin, AST dan LDH) gambarannya abnormal karena kongesti hati. Pemeriksaan profil lipid, albumin serum fungsi tiroid dianjurkan sesuai kebutuhan. Pemeriksaaan penanda BNP sebagai penanda biologis gagal jantung dengan kadar BNP plasma 100pg/ml dan plasma NT-proBNP adalah 300 pg/ml. 5. Pemeriksaan Radionuklide Pemeriksaan radionuklide atau multigated ventrikulografi dapat mengetahui ejection fraction, laju pengisian sistolik, laju pengosongan diastolik, dan abnormalitas dari pergerakan dinding. Angiografi dikerjakan pada nyeri dada berulang akibat gagal jantung. Angiografi ventrikel kiri dapat mengetahui gangguan fungsi yang global maupun segmental serta mengetahui tekanan diastolik, sedangkan kateterisasi jantung kanan untuk mengetahui tekanan sebelah kanan (atrium kanan, ventrikel kanan dan arteri pulmonalis) serta pulmonary artery capillary wedge pressure. F. PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan penderita dengan gagal jantung meliputi penalaksanaan secara non farmakologis dan secara farmakologis, keduanya dibutuhkan karena akan saling melengkapi untuk penatalaksaan paripurna penderita gagal jantung. Penatalaksanaan gagal jantung baik itu akut dan kronik ditujukan untuk memperbaiki gejala dan progosis, meskipun penatalaksanaan secara individual tergantung dari etiologi serta beratnya kondisi. Sehingga semakin cepat kita mengetahui penyebab gagal jantung akan semakin baik prognosisnya. Menurut New York Heart Assosiation (NYHA) membagi klasifikasi CHF dalam empat kelas : 1. Kelas I, para penderita penyakit jantung tanpa pembatasan kegiatan fisik serta tidak menunjukan gejala-gejala penyakit jantung (cepat lelah, sesak napas, dada berdebar-debar saat melakukan kegiatan) 2. Kelas II, penderita dengan sedikit pembatasan kegitan aktifitas fisik, mereka tidak mengeluh apa-apa waktu istirahat tetapi pada saat melakukan kegiatan fisik dapat menimbulkan gejala-gejala insufisiensi jantung

3. Kelas III, Penderita dengan banyak pembatasan gerak fisik, mereka tidak dapat melakukan apa-apa waktu istirahat tetapi pada saat aktifitas istirahat kurang dari kegitan biasa mereka menimbilkan gejala-gejala insufiensi jantung 4. Kelas IV, bila klien sama sekali tidak dapat melakukan aktifitas apapun dan harus tirah baring Penatalaksanaan kelas I : Non farmakologi : Diet rendah garam dan rendah lemak pembatasan cairan, penurunan berat badan, hindari alkohol dan rokok, olahraga teratur, manajemen stres Penatalaksanaan kelas II dan III Terapi farmakologi : 1. digitalis untuk peningkatan kontraksi jantung dan pemperlambat frekuensi jantung 2. deuretik untuk memacu eksresi natrium dan air melalui ginjal 3. vasodilator untuk pengobatan utama pada gagal jantung. Mengurangi tekanan (impedensi) terhadap penyebaran darah oleh ventrikel G. DIAGNOSA KEPERAWATAN Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada kasus CHF ( doenges, 2002): 1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan Perubahan kontraktilitas miokardial/perubahan inotropik, Perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik, Perubahan struktural. 2. 3. 4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan Ketidakseimbangan antara suplai okigen dengan kebutuhan tubuh, Kelemahan umum. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi glomerulus (menurunnya curah jantung)/meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium/air Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi dan program pengobatan berhubungan dengan kurang pemahaman/kesalahan persepsi tentang penyakit gagal jantung 5. 6. Resiko tinggi gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler-alveolus Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama, edema dan penurunan perfusi jaringan

INTERVENSI KEPERAWATAN 1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan Perubahan kontraktilitas miokardial/perubahan inotropik, Perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik,

Perubahan structural, ditandai dengan ; a. Peningkatan frekuensi jantung (takikardia) : disritmia, perubahan gambaran pola EKG b. Perubahan tekanan darah (hipotensi/hipertensi). c. Bunyi ekstra (S3 & S4) d. Penurunan keluaran urine e. Nadi perifer tidak teraba f. Kulit dingin kusam g. Ortopnea,krakles, pembesaran hepar, edema dan nyeri dada. Tujuan Klien akan: Menunjukkan tanda vital dalam batas yang dapat diterima (disritmia terkontrol atau hilang) dan bebas gejala gagal jantung , Melaporkan penurunan epiode dispnea, angina, Ikut serta dalam aktivitas yang mengurangi beban kerja jantung. Intervensi a. Auskultasi nadi apical; kaji frekuensi, iram jantung Rasional: Biasnya terjadi takikardi (meskipun pada saat istirahat) untuk mengkompensasi penurunan kontraktilitas ventrikel. b. Catat bunyi jantung Rasional: S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja pompa. Irama Gallop umum (S3 dan S4) dihasilkan sebagai aliran darah kesermbi yang disteni. Murmur dapat menunjukkan Inkompetensi/stenosis katup. c. Palpasi nadi perifer Rasional: Penurunan curah jantung dapat menunjukkan menurunnya nadi radial, popliteal, dorsalis, pedis dan posttibial. Nadi mungkin cepat hilang atau tidak teratur untuk dipalpasi dan pulse alternan. d. Pantau TD

Rasional: Pada GJK dini, sedng atu kronis tekanan drah dapat meningkat. Pada HCF lanjut tubuh tidak mampu lagi mengkompensasi danhipotensi tidak dapat norml lagi. e. Kaji kulit terhadp pucat dan sianosis Rasional: Pucat menunjukkan menurunnya perfusi perifer ekunder terhadap tidak dekutnya curh jantung; vasokontriksi dan anemia. Sianosis dapt terjadi sebagai refrakstori GJK. Area yang sakit sering berwarna biru atu belang karena peningkatan kongesti vena. f. Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker dan obat sesuai indikasi (kolaborasi) Rasional: Meningkatkn sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard untuk melawan efek hipoksia/iskemia. Banyak obat dapat digunakan untuk meningkatkan volume sekuncup, memperbaiki kontraktilitas dan menurunkan kongesti. 2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan Ketidakseimbangan antara suplai okigen dengan kebutuhan tubuh, Kelemahan umum. Ditandai dengan : Kelemahan, kelelahan, Perubahan tanda vital, adanya disrirmia, Dispnea, pucat, berkeringat. Tujuan /kriteria evaluasi : Klien akan : Berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan, memenuhi perawatan diri sendiri, Mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur, dibuktikan oelh menurunnya kelemahan dan kelelahan. Intervensi a. Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas, khususnya bila klien menggunakan vasodilator,diuretic dan penyekat beta. Rasional: Hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas karena efek obat (vasodilasi), perpindahan cairan (diuretic) atau pengaruh fungsi jantung. b. Catat respons kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi, diritmia, dispnea berkeringat dan pucat. Rasional: Penurunan/ketidakmampuan miokardium untuk meningkatkan volume sekuncup selama aktivitas dpat menyebabkan peningkatan segera frekuensi jantung dan kebutuhan oksigen juga peningkatan kelelahan dan kelemahan. c. Evaluasi peningkatan intoleran aktivitas.

Rasional: Dapat menunjukkan peningkatan dekompensasi jantung kelebihan aktivitas. d. Implementasi program rehabilitasi jantung/aktivitas (kolaborasi)

daripada

Rasional: Peningkatan bertahap pada aktivitas menghindari kerja jantung/konsumsi oksigen berlebihan. Penguatan dan perbaikan fungsi jantung dibawah stress, bila fungsi jantung tidak dapat membaik kembali, 3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi glomerulus (menurunnya curah jantung)/meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium/air. ditandai dengan: Ortopnea, bunyi jantung S3, Oliguria, edema, Peningkatan berat badan, hipertensi, Distres pernapasan, bunyi jantung abnormal. Tujuan /kriteria evaluasi, Klien akan: Mendemonstrasikan volume cairan stabil dengan keseimbangan masukan danpengeluaran, bunyi nafas bersih/jelas, tanda vital dalam rentang yang dapat diterima, berat badan stabil dan tidak ada edema., Menyatakan pemahaman tentang pembatasan cairan individual. Intervensi : a. Pantau pengeluaran urine, catat jumlah dan warna saat dimana diuresis terjadi. Rasional : Pengeluaran urine mungkin sedikit dan pekat karena penurunan perfusi ginjal. Posisi terlentang membantu diuresis sehingga pengeluaran urine dapat ditingkatkan selama tirah baring. b. Pantau/hitung keseimbangan pemaukan dan pengeluaran selama 24 jam Rasional : Terapi diuretic dapat disebabkan oleh kehilangan cairan tibatiba/berlebihan (hipovolemia) meskipun edema/asites masih ada. c. Pertahakan duduk atau tirah baring dengan posisi semifowler selama fase akut. Rasional : Posisi tersebut meningkatkan filtrasi ginjal dan menurunkan produksi ADH sehingga meningkatkan diuresis. d. Pantau TD dan CVP (bila ada) Rasional : Hipertensi dan peningkatan CVP menunjukkan kelebihan cairan dan dapat menunjukkan terjadinya peningkatan kongesti paru, gagal jantung. e. Kaji bisisng usus. Catat keluhan anoreksia, mual, distensi abdomen dan konstipasi.

Rasional : Kongesti visceral (terjadi pada GJK lanjut) dapat mengganggu fungsi gaster/intestinal. f. Pemberian obat sesuai indikasi (kolaborasi) Rasional : perlu memberikan diet yang dapat diterima klien yang kebutuhan kalori dalam pembatasan natrium. 4. Resiko tinggi gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan menbran kapiler-alveolus. Tujuan /kriteria evaluasi, Klien akan : Mendemonstrasikan ventilasi dan oksigenisasi dekuat pada jaringan ditunjukkan oleh oksimetri dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernapasan., Berpartisipasi dalam program pengobatan dalam btas kemampuan/situasi. Intervensi : a. Pantau bunyi nafas, catat krekles Rasional : menyatakan adnya kongesti paru/pengumpulan secret kebutuhan untuk intervensi lanjut. b. Ajarkan/anjurkan klien batuk efektif, nafas dalam. Rasional : membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran oksigen. c. Dorong perubahan posisi. Rasional : Membantu mencegah atelektasis dan pneumonia. d. Kolaborasi dalam Pantau/gambarkan seri GDA, nadi oksimetri. Rasional : Hipoksemia dapat terjadi berat selama edema paru. e. Berikan obat/oksigen tambahan sesuai indikasi 5. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama, edema dan penurunan perfusi jaringan. Tujuan/kriteria evaluasi Klien akan : Mempertahankan integritas kulit, mencegah kerusakan kulit. Intervensi a. Pantau kulit, catat penonjolan tulang, adanya edema, area sirkulasinya terganggu/pigmentasi atau kegemukan/kurus. Mendemonstrasikan perilaku/teknik menunjukkan memenuhi g. Konsul dengan ahli diet.

Rasional : Kulit beresiko karena gangguan sirkulasi perifer, imobilisasi fisik dan gangguan status nutrisi. b. Pijat area kemerahan atau yang memutih Rasional : meningkatkan aliran darah, meminimalkan hipoksia jaringan. c. Ubah posisi sering ditempat tidur/kursi, bantu latihan rentang gerak pasif/aktif. Rasional : Memperbaiki sirkulasi waktu satu area yang mengganggu aliran darah. d. Berikan perawtan kulit, minimalkan dengan kelembaban/ekskresi. Rasional : Terlalu kering atau lembab merusak kulit/mempercepat kerusakan. e. Hindari obat intramuskuler Rasional : Edema interstisial dan gangguan sirkulasi memperlambat absorbsi obat dan predisposisi untuk kerusakan kulit/terjadinya infeksi.. 6. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi dan program pengobatan berhubungan dengan kurang pemahaman/kesalahan persepsi tentang penyakit gagal jantung , ditandai dengan : Pertanyaan masalah/kesalahan persepsi, terulangnya episode GJK yang dapat dicegah. Tujuan/kriteria evaluasi Klien akan : a. Mengidentifikasi hubungan terapi untuk menurunkan episode berulang dan mencegah komplikasi. b. Mengidentifikasi stress pribadi/faktor resiko dan beberapa teknik untuk menangani. c. Melakukan perubahan pola hidup/perilaku yang perlu. Intervensi a. Diskusikan fungsi jantung normal Rasional : Pengetahuan proses penyakit dan harapan dapat memudahkan ketaatan pada program pengobatan. b. Kuatkan rasional pengobatan. Rasional : Klien percaya bahwa perubahan program pasca pulang dibolehkan bila merasa baik dan bebas gejala atau merasa lebih sehat yang dapat meningkatkan resiko eksaserbasi gejala. c. Anjurkan makanan diet pada pagi hari.

Rasional : Memberikan waktu adequate untuk efek obat sebelum waktu tidur untuk mencegah/membatasi menghentikan tidur. d. Rujuk pada sumber di masyarakat/kelompok pendukung suatu indikasi Rasional : dapat menambahkan bantuan dengan pemantauan sendiri/penatalaksanaan dirumah.

BAB II ANALISA KASUS Tn. C, 69 tahun dirawat di ruang Medical Bedah RSUD Pekanbaru dengan keluhan sejak dua hari yang lalu mengalami sesak napas apalagi pada malam hari. Sesak napas sering disertai nyeri dada sebelah kanan. Tn. C kelihatan lemah dan pucat. Sudah tiga hari tidak bisa tidur nyenyak karena kalau berbaring Tn. C semakin sesak napas. Pada pengkajian ditemukan kaki edema derajat 4. Tanda-tanda vital BP: 180/100 mmHg, P: 105 x/i, RR: 34 x/i, T: 37,30 C. PENGKAJIAN 1. Anamnesa a. Identitas penderita Nama: Tn. C Umur: 69 tahun Ruang medikal bedah RSUD pekanbaru b. Keluhan Utama

Sesak nafas sejak dua hari yang lalu yang disertai nyeri dada sebelah kanan. c. Riwayat kesehatan sekarang Saat pengkajian klien mengalami sesak nafas, nyeri dada sebelah kanan, dan tidak dapat tidur nyenyak. 2. Pemeriksaan fisik a. Status kesehatan umum kesadaran klien kompos mentis, klien mengalami sesak nafas, nyeri dada. Pada kaki klien terdapat edema derajat 4 (lubang yang sangat mendalam/ 8mm berlangsung 2-5 mnt, ekstremitas dep terlalu terdistruksi). Tanda-tanda vital BP: 180/100 mmHg, P: 105 x/i, RR: 34 x/i, T: 37,30 C.

Analisa Data Analisa data Data subjektif 1. Klien mengatakan Nyeri dada sebelah kanan pada Transudasi cairan dialveoli malam hari 2. Klien mengatakan susah Edema paru tidur selama 3 hari Tahanan arteri ventrikel Takikardi Pola nafas tidak efektif karena sesak nafas saat berbaring Data objektif 1. klien terlihat merintih kesakitan 2. klien terlihat sesak nafas 3. RR 34 kali/menit 4. HR 105 kali/menit Woc Gagal jantung Masalah kesehatan Pola nafas tidak efektif

5. TD 180/100 mmHg 6. edema derajat 4 Data subjektif 1. Klien Nyeri 2. Klien mengatakan dada sebelah Transudasi cairan dialveoli Gagal jantung Intoleransi aktifas

kanan pada malam hari mengatakan Edema paru Tahanan arteri ventrikel Takikardi Oksigen kejaringn dan susah tidur selama 3 hari karena sesak nafas saat berbaring Data objektif 1. klien terlihat lemah 2. klien terlihat pucat 3. RR 34 kali/menit 4. HR 105 kali/menit 5. TD 180/100 mmHg Data objektif 1. RR 34 kali/menit 2. HR 105 kali/menit 3. TD 180/100 mmHg 4. edema derajat 4 pelepasan renin sekresi aldosteron retensi air dan natrium Kelebihan volume cairan pada kaki tekanan arteri menurun curah jantung menurun Intoleransi aktifas Gagal jantung Kelebihan volume cairan organ terganggu

Diagnosa keperawatan 1. pola nafas tidak efetif b/d penumpukan cairan dalam rongga pleura Tujuan : Gangguan pola nafas teratasi Kriteria : Pasien tidak lagi sesak, RR 12-20 x/m, sianosis (-), auskultasi bunyi napas terdapat vesikuler pada lapangan paru, tidak terdapat menggunakan otot-otot bantu pernapasan Intervensi Atur posisi semifowler dan observasi pernafasan Jika timbul nyeri dada anjurkan klien untuk nafas dalam Rasional Dapat mengurangi tekanan pada diafragma dan melonggarkan jalan nafas. Nafas dalam dapat melonggarkan otot-otot pernafasan dan merangsang mengeluarkan zat kimia tubuh yaitu endorpin, enkepalin dan dinorpin yang berfungsi sebagai opium / penenang yang dpt menetralisir Berikan O2 sesuai indikasi Berikan obat Digoxin sesuai indikasi rasa nyeri. Membantu melonggarkan jalan nafas Mencegah atrial vibrilasi shg dapat memperlancar aliran oksigen ke jantung

2. Intoleransi aktifitas berhubungakan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen dengan kebutuhan, Kelemahan. Ditandai dengan: Kelemahan, kelelahan, Perubahan tanda vital, pucat, takikardi. Tujuan: Klien akan: Berpartisipasi pad ktivitas yang diinginkan, memenuhi perawatan diri sendiri, Mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur, Kriteria hasil: Menurunnya kelemahan dan kelelahan. Intervensi: Intervensi Rasional Periksa tanda vital sebelum dan segera Hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan setelah aktivitas, khususnya bila klien menggunakan vasodilator,diuretic dan penyekat beta. Catat respons kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi, diritmia, dispnea berkeringat dan pucat. aktivitas karena efek obat (vasodilasi) perpindahan cairan (diuretic) atau pengaruh fungsi jantung. Penurunan/ketidakmampuan miokardium untuk meningkatkan volume sekuncup selama aktivitas oksigen dpat juga menyebabkan peningkatan peningkatan peningkatan segera frekuensi jantung dan kebutuhan Evaluasi peningkatan intoleran aktivitas. kelelahan dan kelemahan Dapat menunjukkan aktivitas. Implementasi program rehabilitasi Peningkatan menghindari oksigen bertahap kerja pada aktivitas dan

dekompensasi jantung daripada kelebihan

jantung/aktivitas (kolaborasi).

jantung/konsumsi Penguatan

berlebihan.

perbaikan fungsi jantung dibawah stress, bila fungsi jantung tidak dapat membaik kembali.

3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi glomerulus (menurunnya curah jantung)/meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium/air. ditandai dengan: Ortopnea, bunyi jantung S3, Oliguria, edema, Peningkatan berat badan, hipertensi, Distres pernapasan, bunyi jantung abnormal. Tujuan /kriteria evaluasi, Klien akan: Mendemonstrasikan volume cairan stabil dengan keseimbangan masukan danpengeluaran, bunyi nafas bersih/jelas, tanda vital dalam rentang yang dapat diterima, berat badan stabil dan tidak ada edema., Menyatakan pemahaman tentang pembatasan cairan individual. Intervensi Rasional Pantau pengeluaran urine, catat jumlah dan Pengeluaran urine mungkin sedikit dan warna saat dimana diuresis terjadi pekat karena penurunan perfusi ginjal. Posisi terlentang membantu urine diuresis dapat sehingga pengeluaran

ditingkatkan selama tirah baring. Pantau/hitung keseimbangan pemasukan Terapi diuretic dapat disebabkan oleh dan pengeluaran selama 24 jam kehilangan (hipovolemia) cairan tiba-tiba/berlebihan edema/asites meskipun

masih ada. Pertahakan duduk atau tirah baring dengan Posisi tersebut meningkatkan filtrasi ginjal posisi semifowler selama fase akut. Pantau TD dan CVP (bila ada) dan menurunkan produksi ADH sehingga meningkatkan diuresis. Hipertensi dan peningkatan menunjukkan Konsul dengan ahli diet. terjadinya CVP

menunjukkan kelebihan cairan dan dapat peningkatan kongesti paru, gagal jantung. Perlu memberikan diet yang dapat diterima klien yang memenuhi kebutuhan kalori dalam pembatasan natrium. Manajemen terapi Terapi farmakologi

Berikan obat yang digunakan sebagai vasodilator Sodium nitropusside dapat digunakan sebagai vasodilator yang diberikan pada gagal jantung refrakter, diberikan pada pasien gagal jantung yang disertai krisis hipertensi.Pemberian nitropusside dihindari pada gagal ginjal berat dan gangguan fungsi hati. Dosis 0,3-0,5 g/kg/menit. Nesiritide adalah BNP rekombinan yang identik dengan yang dihasilkan ventrikel. Pemberiannya akan memperbaiki hemodinamik dan neurohormonal, dapat menurunkan aktivitas susunan saraf simpatis dan menurunkan kadar epinefrin, aldosteron dan endotelin di plasma. Pemberian intravena menurunkan tekanan pengisian ventrikel tanpa meningkatkan laju jantung, meningkatkan stroke volume karena berkurangnya afterload. Dosis pemberiannya adalah bolus 2 g/kg dalam 1 menit dilanjutkan dengan infus 0,01 g/kg/menit . Pemberian dopamine 2 g/kg/mnt menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah splanknik dan ginjal. Pada dosis 2-5 g/kg/mnt akan merangsang reseptor adrenergik beta sehingga terjadi peningkatan laju dan curah jantung Terapi non farmakologi Penatalaksanaan non farmakologis yang dapat dikerjakan antara lain adalah : a) b) c) d) Jelaskan kepada pasien mengenai penyakitnya Pembatasan asupan garam, Pembatasan asupan cairan perlu dianjurkan pada penderita terutama pada kasus gagal jantung kongestif berat, tirah baring jangka pendek dapat membantu perbaikan gejala karena mengurangi metabolisme serta meningkatkan perfusi ginjal. Penyuluhan kesehatan a. Jagalah agar tekanan darah anda selalu terkontrol. Tekanan darah tinggi memberikan beban berlebihan pada jantung dan lama kelamaan berakibat pada lemahnya jantung.
b. Hindari makanan yang terlalu banyak garam dan makanan-makanan bergaram lainnya

seperti sayuran atau sup kalengan, pizza dan keripik. Makanan-makanan tersebut dapat menyebabkan tubuh anda menahan air yang terlalu banyak (retensi cairan dalam tubuh). c. Konsultasikan atau kunjungilah dokter untuk meminta rekomendasi sebelum anda mengkonsumsi atau minum obat dalam bentuk dan tujuan apapun.

DAFTAR PUSTAKA Doenges, Marilynn E. (2002). Rencana Asuhan Keperawatan (Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien), Edisi 3. Jakarta: EGC http://www.cardiaccentre.com.sg/images/services/image005.jpg. L. Bruser, V (2006). Aplikasi Klinis Patofisiologi. Jakarta: EGC. Mansjoer, A (2001). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius. Rokhaeni, dkk (2001). Buku Ajar Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Harapan Kita. Smeltzer & Bare. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta: EGC Udjianti, J (2010). Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika.

Você também pode gostar